Anda di halaman 1dari 9

TUGAS RADIOLOGI

PNEUMONIA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II

PRODI FISIOTERAPI
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
A. Pengertian
Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut yang mempengaruhi paru-
paru. Paru-paru terdiri dari kantong kecil yang disebut alveoli, yang mengisi dengan
udara ketika orang yang sehat bernapas. Ketika seorang individu memiliki pneumonia,
alveoli yang penuh dengan pus dan cairan yang membuat ketika bernapas terasa sakit
dan terbatas.
B. Fisiologi
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi (pernafasan) didalam tubuh terdapat tiga
tahapan yakni ventilasi, difusi dan transportasi (Guyton, 1997) :
1. Ventilasi merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer kedalam
alveoli atau alveoli keatmosfer, dalam proses ventilasi ini terdapat beberapa hal
yang mempengaruhi diantaranya adalah perbedaan tekanan antar atmosfer dengan
paru, semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah.
2. Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan
CO2kapiler dan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi, diantaranya pertama luasnya permukaan paru. Kedua,
tebal membrane respirase/ permeabilitas yang terdiri dari epitel alveoli dan
intestinal keduanya.
3. Transportasi gas merupakan transportasi antara O2 kapiler kejaringan tubuh dan
CO2 jaringan tubuh kapiler. Proses transportasi, O2akan berkaitan dengan Hb
membentuk oksihemoglobin, dan larutan dalam plasma. Kemudian pada
transportasi CO2 akan berkaitan dengan Hb membentuk karbohemoglobin dan
larut dalam plasma, kemudian sebagaian menjadi HCO3 (Hidayat, 2006)
C. Patofisiologi
Menurut (Ulfa , 2019) patofisiologis penyakit pneumonia adalah Kuman yang
masuk kedalam jaringan paru melalui saluran pernapasan bagian atas menuju ke
bronkhiolus serta alveolus. Setelah kuman masuk kemundian dapat menimbulkan
reaksi peradangan dan dapat menghasilkan cairan edema yang kaya akan protein.
Kuman pnemokokus dapat menyebar dari alveoli ke seluruh segmen dan lobus.
Leukosit dan eritrosit juga mengalami peningkatan, sehingga alveoli menjadi
penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit, leokosit dan fibrin sehingga
menyebabkan kapiler alveoli melebar, paru menjadi tidak berisi udara Menurut (Ulfa ,
2019) patofisiologis penyakit pneumonia adalah Kuman yang masuk kedalam
jaringan paru melalui saluran pernapasan bagian atas menuju ke bronkhiolus serta
alveolus. Setelah kuman masuk kemundian dapat menimbulkan reaksi peradangan
dan dapat menghasilkan cairan edema yang kaya akan protein. Kuman pnemokokus
dapat menyebar dari alveoli ke seluruh segmen dan lobus. Leukosit dan eritrosit juga
mengalami peningkatan, sehingga alveoli menjadi penuh dengan cairan edema yang
berisi eritrosit, leokosit dan fibrin sehingga menyebabkan kapiler alveoli melebar,
paru menjadi tidak berisi udara
Pada tingkatan yang lebih lanjut, aliran darah mengalami penurunan sehingga
mengakibatkan alveoli penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi lebih sedikit.
Setelah itu paru tampak berubah warna menjadi abu kekuningan. Perlahan sel darah
merah yang masuk ke alveoli mengalami kematian dan banyak terdapat eksudat pada
bagian alveolus yang kemudian mengakibatkan membran dari alveolus akan
mengalami nekrosis yang dapat menyebabkan gangguan proses difusi osmosis
oksigen dan dapat berdampak pada menurunnya jumlah oksigen yang bawa oleh
darah. Secara klinis penderita mengalami pucat dan sianosis, terjadinya penumpukan
cairan purulent pada alveolus yang mengakibatkan peningkatan tekanan pada bagian
paru dan dapat mengalami penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar dan
menyebabkan berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita akan bernapas
menggunakan otot bantu pernapasan yang dapat menimbulkan retraksi dinding dada
(Ulfa , 2019).
Secara hematogen atau lewat penyebaran sel, mikroorganisme yang ada pada
bagian paru akan menyebar ke bronkus sehingga terjadilah fase peradangan pada
lumen bronkus. Hal ini menyebabkan pada terjadinya peningkatan produksi mukosa
dan peningkatan gerakan silia sehingga dapat menimbulkan reflek batuk (Ulfa ,
2019).
D. Gambaran Radiologi
1. Rongent
a. Pemeriksaan Rongent
Pemeriksaan rongent dada posterioranterior dan lateral seharusnya dikerjakan
untuk pasien dengan suspek pneumonia. Pada rontgen dada umumnya akan
tampak bayangan opasitas/infiltrat focal ataupun difus. Dan umumnya
bayangan opasitas baru akan tampak setelah 12 jam adanya gejala. Dan bila
rontgen dada dilakukan lebih cepat maka bayangan opasitas atau adanya
infiltrat sering tidak akan ditemukan. Pada pasien dengan kondisi imunosupresi
terutama pada keadaan netropenia, diabetes, alkoholik dan uremik gambaran
infiltrat akan tampak lebih lambat. Gambaran lain yang juga ditemukan pada
rontgen dada pasien pneumonia adalah adanya gambaran air bronchogram,
tanda silhouette, efusi pleura (parapneumonic effusion) dan komplikasi dari
pneumonia seperti abses paru dan atelektasis. Temuan gambaran rontgen dada
yang berhubungan dengan peningkatan mortalitas adalah efusi pleura bilateral
dan pneumonia multilobar.

b. Indikasi Rontgen
Indikasi pemeriksaan Rontgen toraks adalah pada individu dengan beberapa
manifestasi klinis berupa sesak napas akut/ kronis, batuk persisten, nyeri dada,
cedera/ trauma dada, hemoptisis, serta kecurigaan terhadap massa dan
keganasan.
c. Kontraindikasi Rontgen
Tidak terdapat kontraindikasi absolut pada pemeriksaan rontgen toraks. Secara
umum, manfaat dari pemeriksaan rontgen toraks jauh lebih besar daripada
risiko minimal yang dapat terjadi akibat paparan radiasi sinar X minimal
sebesar 0,1 mSv yang memiliki risiko rendah terjadinya keganasan pada jangka
panjang. Namun, terdapat kontraindikasi relatif dari pemeriksaan toraks yaitu
wanita yang kemungkinan atau sedang hamil karena efek radiasi dapat
teratogenik, karsinogenik, atau mutagenik. Efeknya berkaitan langsung dengan
tingkat pajanan dan tahap perkembangan janin terutama selama organogenesis
dan tahap awal janin. Risiko yang terjadi sangat minimal karena dosis paparan
radiasi pada pemeriksaan rontgen toraks pada janin hanya sebesar 0,0010
sampai 0,0045 Gy (0.10 to 0.45 rad).[3,4] Perlu dipertimbangkan lebih lanjut
terkait waktu yang tepat untuk melakukan radiologi pada ibu hamil
2. CT Scan
a. Pemeriksaan CT Scan
CT scan dada mulai banyak digunakan pada praktis klinis. Penggunaan ct scan
untuk pneumonia digunakan secara terbatas. Ct scan merupakan cara yang
sensistif, resolusi sangat baik, dapat menunjukan anatomi paru yang lebih rinci.
Adanya nodul, opasitas ground-glass, konsolidasi, air bronchogram dan
distribusi sentrilobuler atau perilobuler dengan ct scan tampak lebih jelas
dibanding foto rontgen biasa. Ct scan sangat baik dalam mengevaluasi awal
penyakit dan sangat baik dalam menentukan batas kelainan patologis dimana
konsolidasi belum komplit. Opasitas ground-glass didefinisikan sebagai
peningkatan atenuasi paru yang terlokalisir dan terlihatnya struktur vaskuler
pada daerah paru yang terkena. Ground glass bukan merupakan tanda yang
spesifik pada pneumonia juga dapat dijumpai pada penyakit alveolar dan
interstisial. Walaupun ct scan tidak di rekomendasikan untuk evaluasi awal
namun dapat sebagai pemeriksaan tambahan pada kondisi pasien yang tidak
mengalami perbaikan atau yang tidak terdiagnosis dengan pemriksaan radiologi
konvensional.

b. Indikasi CT Scan

Indikasi CT scan thorax didasarkan pada temuan klinis dengan kecurigaan


adanya kelainan pada paru ataupun organ pada regio thorax lainnya. CT scan
thorax juga diindikasikan apabila terdapat temuan abnormal pada hasil
pemeriksaan radiologis sebelumnya. Hampir pada keseluruhan skenario
klinis, foto thorax sebaiknya dilakukan terlebih dahulu. Temuan-temuan pada
foto thorax dapat menjadi pedoman dalam menentukan jenis pemeriksaan CT
scan yang tepat, yakni CT scan thorax tanpa kontras atau dengan kontras.

c. Kontraindikasi CT Scan
Tidak terdapat kontraindikasi absolut untuk CT scan thorax tetapi perhatian dan
pengawasan khusus diperlukan pada pasien dengan riwayat alergi pada media
kontras, pasien dengan gangguan ginjal, dan pasien diabetes yang mendapatkan
metformin. Seperti semua prosedur, manfaat dan risiko relatif dari prosedur ini
harus dievaluasi sebelum melakukan CT scan thorax, dengan atau tanpa
pemberian kontras iodinasi intravena atau media kontras oral. Riwayat reaksi
kontras derajat berat dianggap sebagai kontraindikasi relatif terhadap
pemberian media kontras dengan kelas yang sama di masa mendatang. Jika
kelas media kontras yang sama diperlukan dan tidak ada alternatif, premedikasi
harus dilakukan jika memungkinkan.
3. USG
a. Pemeriksaan USG
USG Toraks. Pada kondisi tertentu USG toraks memiliki keuntungan dibanding
foto rontgen dada terutama untuk pasien hamil , pasien-pasien yang tidak stabil
dan anak-anak. Namun USG ini sangat membutuhkan tenaga yang sangat baik
dan berpengalaman. Bererapa studi USG toraks untuk mendiagnosis
pneumonia memiliki sensitifitas sampai 98% dan spesifisitas 95%. Konsolidasi
akan terlihat sebagai daerah yang hipoekoik pada jaringan paru sedangkan
adanya gambaran hiperhekoik didalamnya dapat diakibatkan oleh adanya udara
dalam bronkus yang disebut ultrasound air bronchogram. Gelembung udara
tersebut akan terlihat bergerak selama respirasi sedang daerah konsolidasi tidak
berubah.
b. Indikasi Pemeriksaan USG
Indikasi ultrasonografi/USG toraks adalah identifikasi abnormalitas parenkim
paru dengan gelombang ultrasound serta alat bantu visualisasi pada tindakan
invasif. USG toraks membantu identifikasi terkait dengan kelainan di pleura,
parenkim paru, diafragma, serta tulang iga dan sternum.
c. Kontraindikasi Pemeriksaan USG
Tidak terdapat kontraindikasi absolut ultrasonografi/USG toraks. Pemeriksaan
ini bersifat noninvasif dan tidak melibatkan radiasi. Penggunaan USG toraks
sebagai alat diagnostik semakin banyak digunakan karena mudah, cepat, aman,
dan murah. USG toraks dapat menggantikan rontgen
toraks maupun computerized tomography (CT) paru, terutama pada pasien
dengan kondisi kritis di unit gawat darurat dan ruang perawatan intensif.
Beberapa pedoman telah menetapkan pemeriksaan USG toraks lebih utama
pada kasus pneumotoraks trauma. Kontraindikasi pemeriksaan USG toraks
hanya jika ada penolakan dari pasien atau tidak mendapatkan
persetujuan informed consent. Luka pada area pemeriksaan dapat berisiko
infeksi, sehingga menjadi kontraindikasi relatif penggunaan USG thorax.

E. Penanganan Fisioterapi pada Pnemonia


Problem FT Modalitas Dosis
Nyeri Dada Infrared F : 3x/minggu
I : 15-20 cm
T : Continous
T : 10 menit
Sesak Napas Breathing Exercise F : 2x/hari
I : 3-6x repetisi
T : Deep Breathing
T : 10 menit
Gangguan Ekspansi Breathing Exercise F : 2x/hari
Thoraks I : 3-6x repetisi
T : Thoracic Expansion
T : 10 menit
Retensi Sputum Positioning F : 2x/hari
I : 3-6x repetisi
T : Postural Drainage
T : 20-30 menit
Gangguan ADL Adl exercise F : 2x/hari
I : 3 Meter
T : Walking Exercise
T : 6 menit
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, K., & Ryusuke, O. (2017). Pneuminia. In Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/f331a8a1e413579027127d4509a339e
5.pdf

Fabiana Meijon Fadul. (2019). 済無 No Title No Title No Title.


Febriyana, S. (2019). Asuhan Keperawatan Pada..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP. Kesehatan, 18, 8–
23.
Renita, A. (2014). Ketidakefektifan Bersihan Jalan yang Berakibatkan Penyakit Pneumonia. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, 7–20.
https://www.alomedika.com/tindakan-medis/radiologi/rontgen-toraks/kontraindikasi

https://www.alomedika.com/tindakan-medis/radiologi/rontgen-toraks/indikasi

Anda mungkin juga menyukai