Anda di halaman 1dari 14

Imaging Dalam Diagnosis Penyakit Respirasi

Elysanti Dwi Martadiani


Radiologi Diagnostik, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana-RSUP Sanglah
Denpasar

Abstract

Along with the development of many imaging modalities, diagnosis of lung diseases

might be performed more precisely. Radiology examination for evaluating lung and chest

region is always started by chest radiograph. If there any suspiciousness about some

abnormalities, it can be followed by advanced imaging modality such as CT scan,

ultrasound, angiography, or nuclear medicine. One imaging manifestation could be

representing manifestation of many lung diseases, thus information about clinical

conditions are very helpful to establish the diagnosis.

PENDAHULUAN

Penyakit paru sangat berhubungan dengan pemeriksaan radiologis. Dengan

berkembangnya berbagai modalitas imaging, diagnosis terhadap penyakit paru dapat

dilakukan dengan lebih terarah. Akan tetapi, tidak jarang satu manifestasi gambaran

radiologis dapat muncul pada beberapa jenis penyakit paru yang berbeda. Oleh karena

itu, kondisi klinis tetap menjadi pertimbangan utama terhadap arah diagnosis penyakit

paru dengan gambaran radiologis yang tidak spesifik.

MODALITAS IMAGING PADA PARU

Pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi paru selalu diawali

dengan pemeriksaan sederhana yaitu radiografi polos dada/foto toraks. Setelah itu, baru

Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali
kemudian ditentukan pemeriksaan imaging lanjutan yang sesuai dengan kecurigaan klinis

dan gambaran yang dijumpai pada foto polosnya. Pemeriksaan imaging selanjutnya dapat

berupa :

1. CT scan toraks/ MRI toraks untuk mengevaluasi air-space disease, interstitial

lung disease maupun evaluasi kecurigaan suatu tumor dan staging tumor

2. Ultrasound untuk mengetahui kondisi efusi pleura (apakah sudah mengalami

organisasi atau berupa cairan saja) dan sebagai penuntun tindakan percutaneus

drainage.

3. Pulmonary Angiografi: untuk mengevaluasi adanya emboli a.pulmonalis, dimana

pulmonary angiography dapat menggunakan CT angiography dengan invasi

sangat minimal, maupun angiografi invasif dengan bantuan kateterisasi.

4. Positron Emission Tomography (PET) : digunakan untuk staging keganasan

intratoraks.

5. Ventilation-perfusion scan : untuk menyingkirkan emboli pulmonal.

RADIOGRAFI POLOS

Gambaran kelainan paru yang dapat terlihat pada radiogram/foto toraks secara garis besar

terbagi menjadi dua, yaitu gambaran radioopaque dan radioluscent. Pada paru, kelainan

radioopaque dapat berupa konsolidasi, nodul, massa , atelektasis, kalsifikasi ataupun

kista yang penuh terisi cairan. Sedangkan kelainan radioluscent dapat berupa kaverne,

bulla, air cyst, ataupun bronkiektasis. Konsolidasi merupakan gambaran opaque berbatas

tidak tegas; dapat berupa : (1) keradangan akibat adanya infiltrasi sel darah putih/pus ke

air-space distal yang dikenal sebagai infiltrat; (2) perdarahan pada parenkim paru

Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali
(misalnya pada contusio paru) ataupun (3) akumulasi cairan dalam alveoli yang sering

terjadi pada edema paru. Nodul merupakan lesi radiopaque berbatas tegas, dapat berupa

nodul granuler halus (fine nodule) atau milier ( diameter berkisar 2- 5 mm), ataupun

nodul kasar (coarse nodule) dengan diameter > 5 mm tetapi kurang dari 3 cm. Disebut

massa apabila lesi tersebut berukuran > 3 cm. Atelektasis memberikan gambaran

radioopaque berbentuk segitiga, umumnya dengan apeks dari bentuk segitiga tersebut

mengarah ke hilus, disertai tanda-tanda loss of volume. Kalsifikasi memberikan gambaran

berupa bercak-bercak radioopaque dengan densitas yang tinggi menyerupai densitas

tulang.

Mengenai lesi radioluscent pada paru, disebut sebagai kavitas apabila dindingnya tebal

dan ireguler. Bulla merupakan koleksi gas dalam parenkim paru, berdinding tipis (< 1

mm), dapat berukuran lebih dari 1 cm. Air cyst merupakan kumpulan udara

intrapulmoner, berbatas tegas, berdinding tebal (> 1 mm) dan reguler. Honeycomb

appearance merupakan lesi luscent bulat multiple yang membentuk ’cluster’, seringkali

dijumpai pada bagian basal paru.

Gambaran kelainan radioopaque di luar paru bisa berupa efusi pleura, massa padat,

ataupun massa yang berisi cairan pada dinding toraks. Sedangkan kelainan radioluscent

di luar paru bisa berupa pneumotoraks ataupun akumulasi udara pada dinding toraks.

GAMBARAN RADIOLOGIS PADA AIR-SPACE DISEASE

Asthma

Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali
Pada saat serangan, gambaran radiografi toraks dapat menunjukkan hiperinflasi paru.

Komplikasi yang dapat dijumpai pada foto toraks antara lain konsolidasi akibat infeksi,

atelektasis akibat sumbatan mukus, pneumomediastinum ataupun pneumotoraks.

Bronkitis kronis

50% penderita bronkitis kronis memberikan gambaran foto toraks yang normal. Foto

toraks dapat memberikan gambaran berupa dirty chest berupa peningkatan

bronchovascular marking, tramline halus atau opasitas tubuler, selain itu juga untuk

menilai adanya komplikasi bronkitis kronis berupa emphysema ataupun pneumonia.

Emphysema

Ditandai dengan pengurangan vaskularitas paru perifer, hiperinflasi paru, dan perubahan

dari a. pulmonalis sentral dan jantung. Gambaran radiologisnya menunjukkan adanya

hiperinflasi paru disertai pendataran dan depresi dari diafragma. Jika terjadi hipertensi

arteri pulmonalis, akan terlihat pelebaran dari arteri pulmonalis sentral. Adanya

pembesaran jantung yang menyertai mengindikasikan suatu cor pulmonale. CT lebih

sensitif daripada foto toraks dalam menunjukkan emphysema, dimana pengurangan

vaskularitas paru dapat terlihat lebih awal, dan adanya bulla juga lebih mudah untuk

dievaluasi.

Bronkiektasis

Bronkiektasis dapat terlokalisir ataupun tersebar di kedua paru. Umumnya terdapat di

basal paru, kecuali pada TB dan cystic fibrosis, bronkiektasis sering terlihat pada paru

Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali
bagian atas. Bronkiektasis terbagi menjadi tipe silindris/ tubuler, varicosa dan

sakuler/cystic. Tipe silindris dan varicosa seringkali tidak teridentifikasi pada foto toraks,

sedangkan tipe sakuler dapat terlihat sebagai gambaran kistik multipel menyerupai

honeycomb. Bronchografi merupakan pemeriksaan definitif untuk diagnosis

bronkiektasis, saat ini sudah mulai banyak digantikan oleh high resolution CT (HRCT).

HRCT pada bronkiektasis memberikan gambaran berupa dilatasi dan penebalan

bronchus dengan gambaran signet ring, bisa dengan atau tanpa disertai cairan di

dalamnya.

Cystic fibrosis

Peningkatan viskositas dari sekresi bronkial pada cystic fibrosis menimbulkan obstruksi

bronkial. Hal ini menyebabkan air-trapping dan merupakan predisposisi bronkiektasis,

dengan gambaran radiologis menyerupai emphysema ataupun bronkiektasis.

Konsolidasi

Dapat dijumpai pada pneumonia (dimana terjadi eksudat inflamasi akut), edema

pulmonum (baik itu kardiogenik maupun non kardiogenik), perdarahan paru, aspirasi,

alveolar cell carcinoma, limfoma maupun alveolar proteinosis. Pada konsolidasi dengan

airway yang paten akan terlihat gambaran air bronchogram akibat adanya kontras antara

airway yang terisi udara dengan acini yang mengalami opasifikasi.

Infeksi paru

Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali
Viral pneumonia umumnya diawali oleh proses di bronkus distal dan bronkiolus sebagai

proses pada interstitial disertai destruksi epitel, edema dan infiltrasi limfositik. Pada

orang dewasa, viral pneumonia merupakan kondisi yang jarang terjadi, kecuali pada

penderita dengan imunocompromised. Gambaran radiologis dari viral pneumonia dapat

berupa peribronchial shadowing, reticulonodular shadowing, patchy consolidation

ataupun konsolidasi yang ekstensif. Beberapa viral pneumonia seperti mononukleosis

dapat disertai oleh limfadenopati hilus. Bakterial pneumonia dapat memberikan

gambaran konsolidasi, penebalan garis-garis septa akibat edema septum interlobar, efusi

pleura, empyema ataupun kavitasi.

Abses paru

Supurasi dan nekrosis jaringan paru dapat disebabkan oleh TB, infeksi jamur, tumor

maligna ataupun kista yang terinfeksi. Tetapi istilah abses paru umumnya mengacu pada

lesi kavitas akibat infeksi oleh bakteri pyogenik. Secara radiologis, abses dapat dikelilingi

oleh konsolidasi maupun tidak, dan seringkali terdapat air fluid level di dalamnya.

Dinding abses bisa saja tebal pada awalnya, tetapi seiring dengan terjadinya nekrosis dan

dibatukkannya materi yang terinfeksi , dinding abses dapat menjadi tipis.

Tuberkulosis (TB) paru

Pada TB primer , perubahan pada paru yang terjadi pada TB paru dapat berupa

konsolidasi pada area manapun pada paru, dan gambaran ini tidak spesifik kecuali

terdapat limfadenopati yang menyertainya. Penyembuhan yang terjadi bisa saja tidak

Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali
meninggalkan sequele pada foto toraks, tetapi juga bisa meninggalkan sequele dalam

bentuk fibrosis dan kalsifikasi.

Konsolidasi pada TB post primer umumnya terjadi pada apeks lobus superior atau

inferior, dan sangat jarang pada segmen anterior lobus superior. Infeksi yang progresif

dapat menimbulkan kavitas. Secara bersamaan, dapat pula terjadi fibrosis dan volume

loss yang menandakan suatu penyembuhan. Bersamaan dengan fibrosis, kavitas akan

mengalami obliterasi. Dapat terjadi komplikasi berupa bronkiektasis ataupun

emphysema. Tuberculous bronchopneumonia dapat terjadi pada TB primer maupun post

primer, dengan gambaran area konsolidasi yang patchy, seringkali nodular. TB milier

dapat terjadi pada TB primer maupun post primer, dengan gambaran nodul-nodul halus

yang tersebar merata pada kedua paru. Tuberkuloma merupakan granuloma yang

terlokalisir, berupa nodul berbatas tegas dengan ukuran yang dapat mencapai 5 mm,

seringkali disertai kalsifikasi di dalamnya, tetapi jarang disertai kavitasi. Atelektasis

dapat terjadi akibat dari penekanan oleh kelenjar yang membesar. Penyembuhan dari

infeksi endobronchial dapat menyebabkan bronkostenosis, dimana paru di distal

penyempitan bronchial dapat mengalami bronkiektasis.

Limfadenopati hilus dan mediastinum merupakan gambaran yang umum pada TB primer,

baik disertai konsolidasi parenkim atau tidak. Setelah penyembuhan terjadi, dapat terjadi

kalsifikasi pada kelenjar yang terkena.

Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali
Perubahan pleura pada TB seringkali berupa efusi pleura. Pada TB primer, efusi pleura

yang menyertai seringkali unilateral akibat dari adanya infeksi subpleura. Efusi pleura

pada TB post primer, dapat mengalami progresivitas ke arah empyema. Penyembuhan

dapat mengalami komplikasi berupa penebalan pleura ataupun kalsifikasi pleura.

Pneumotoraks dapat terjadi akibat dari kavitas subpleura yang mengalami komplikasi.

Infeksi jamur

Histoplasmosis memberikan gambaran nodular kecil-kecil yang difus yang dapat

mengalami kalsifikasi saat penyembuhan. Secara radiologis gambaran ini dapat

menyerupai TB paru post primer, dimana lesi yang ada dapat berupa solitary granuloma,

konsolidasi, kavitasi dan fibrosis. Suatu histoplasmoma dapat sangat mirip dengan

tuberkuloma.

Aspergillosis dapat memberikan manifestasi radiologis yang bermacam-macam.

Aspergilloma pada foto toraks tampak sebagai lesi opaque yang dikelilingi oleh udara di

dalam suatu kavitas yang disebut sebagai fungus ball. Fungus ball sangat baik dievaluasi

dengan CT scan. Invasive aspergillosis sering terjadi pada individu immunocompromised,

dengan gambaran radiologis dapat berupa bronkopneumonia, konsolidasi lobar maupun

multiple nodul.

AIDS

Paru-paru terlibat pada sekitar 40% penderita AIDS, dimana 60-80% nya merupakan

Pneumocystic carinii pneumonia (PCP). Di awal terjadinya, PCP pada foto thorax bisa

Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali
tampak normal. Lebih khas lagi, akan tampak gambaran infiltrat perihiler yang berupa

ground-glass shadowing hingga infiltrat retikulonoduler. Sejalan dengan

progresivitasnya, akan terlihat opasifikasi yang menyebar pada parenkim paru, dan dapat

mengalami komplikasi berupa perubahan kistik ataupun pneumotoraks. Selain itu, PCP

dapat juga memberikan gambaran yang menyerupai milier, pembesaran kelenjar

mediastinum, ataupun efusi pleura.

Neoplasma paru

Peran radiologi yang penting dalam work-up neoplasma paru adalah untuk penemuan

tumor primer, staging serta sebagai guiding dalam biopsi transthorakal. Tumor maligna

yang sering terjadi pada paru adalah karsinoma bronkus. Gambaran radiologis yang

sering dijumpai pada karsinoma bronkus adalah pembesaran hilus, obstruksi jalan nafas

dengan kolaps segmental ataupun lobar (tergantung dari posisi tumor). Karsinoma

bronkus juga dapat terlihat sebagai massa di bagian perifer paru. Lima persen dari

karsinoma bronkus membentuk kavitasi akibat dari nekrosis pada bagian sentral tumor

ataupun terjadinya abses. Kavitas maligna umumnya berdinding tebal dengan batas

dinding dalam yang iregular. Kavitasi paling baik dievaluasi dengan CT . Selain untuk

menilai ekstensi tumor primer, CT juga digunakan untuk melihat adanya metastasis pada

limfonodi mediastinum, adanya keterlibatan pleura akibat dari obstruksi limfatik,

obstruktif pneumonitis ataupun infiltrasi langsung dari tumor primer yang terletak di

perifer. Adanya metastasis hematogen ke tulang-tulang dapat diketahui lebih dini

dengan isotop bone scan.

Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali
Sebagian besar proses metastasis pada paru umumnya akibat dari metastasis hematogen.

Meskipun dapat berasal dari berbagai tumor primer, 80% tumor primernya berasal dari

payudara, sistem urogenitas dan tulang. Gambaran metastasis pada paru umumnya

bilateral, dapat berupa nodul/massa dengan atau tanpa kavitasi dan atau kalsifikasi

maupun berupa lymphangitic carsinomatosis.

Tumor benigna yang sering dijumpai pada paru adalah hamartoma, dengan gambaran

radiologis berupa nodul berbatas tegas, sering terletak perifer, 30% mengandung

komponen kalsifikasi menyerupai popcorn. CT dapat menunjukkan dengan jelas

komponen lemak ataupun kalsifikasi di dalam nodul tersebut.

Intermediate neoplasma paru yang paling banyak dijumpai adalah carcinoid.

Sekitar 80% carcinoid terletak di bagian sentral dari bronchus lobaris atau segmental,

sehingga sering menyebabkan obstruksi dan kolaps paru. Gambaran radiologis

menunjukkan nodul soliter yang berbentuk bulat atau oval dengan batas tegas. 5%

carcinoid mengalami metastasis, paling banyak adalah metastasis tipe osteoblastik pada

skeletal.

GAMBARAN RADIOLOGIS PADA INTERSTITIAL DAN DIFFUSE LUNG

DISEASE

Terdapat dua perbedaan karakteristik antara interstitial dengan air-space disease.

Interstitial lung disease menyebabkan sedikit perubahan gambaran udara dalam paru,

sedangkan air-space disease menyebabkan cukup banyak perubahan gambaran udara

dalam paru. Interstitial disease tampak sebagai peningkatan nodul-nodul kecil (umumnya

Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali
berdiameter <5 mm) dan atau garis-garis tipis ( lebarnya <5 mm) di dalam paru, dimana

air-space disease tampak sebagai opasitas yang lebih jelas.

Abnormalitas interstitial yang terlihat pada gambaran radiologis dapat berupa

‘nodular’ insterstitial disease, ’reticular’ interstitial disease, linear shadowing ataupun

reticulo-nodular pattern. Nodular pattern memberikan gambaran berupa peningkatan

jumlah opasitas nodular ( dengan diameter < 10 mm) yang terdistribusi secara acak di

seluruh parenkim paru. Nodular pattern dapat dijumpai pada penyakit paru

granulomatous ( misalnya TB milier), pneumokoniosis dan metastasis ( sering dijumpai

pada metastasis karsinoma tiroid). Reticular pattern memberikan gambaran berupa

lubang-lubang kecil yang saling membentuk network di dalam suatu opasitas halus yang

saling bersilangan. Reticular pattern dapat dijumpai pada gangguan dari connective tissue

seperti skleroderma, idiopathic pulmonary fibrosis (IPF), asbestosis , edema paru

interstitial, lymphangitic carcinomatosis (sering dijumpai pada kanker payudara dan

kanker paru) ataupun sarcoidosis (apabila disertai granulomata peribronkial) dan

beberapa jenis penumonia. Pada sebagian besar kasus, tidak ada ’clue’ imaging yang

dapat membedakan penyebab dari nodular maupun reticular pattern.

CT merupakan modalitas imejing yang lebih sensitif dan lebih spesifik daripada

foto toraks dalam mengevaluasi abnormalitas jaringan interstitial. CT diindikasikan untuk

menilai lebih jauh adanya kelainan pada jaringan interstitial apabila terdapat kecurigaan

klinis adanya interstitial lung disease, dimana foto toraks menunjukkan gambaran yang

normal atau abnormalitas yang sangat minimal. Pemeriksaan CT scan yang dilakukan

adalah high resolution CT (CT scan dengan irisan-irisan yang tipis 2 mm), dimana

pemeriksaan ini sangat mudah dilakukan dengan multislice CT.

Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali
HRCT juga sangat dianjurkan untuk mengevaluasi diffuse lung disease seperti

pneumokoniosis, aspirasi dan inhalasi, extrinsic allergic alveolitis, diffuse pulmonary

fibrosis ataupun penyakit jaringan konektif. Pneumokoniosis merupakan penyakit akibat

inhalasi debu inorganik, baik itu debu aktif ( seperti asbes dan silika) ataupun debu

inaktif. Silicosis dapat memberikan gambaran radiologis berupa noduler multiple

(diamater 2-5 mm), gambaran linier dan penebalan garis-garis septa paru. Limfadenopati

hilus umum dijumpai pada solicosis, dimana kelenjar tersebut dapat mengalami

kalsifikasi difus ataupun kalsifikasi berbentuk ’egg-shell’. Sedangkan asbestosis

seringkali memberikan gambaran radiologis berupa fibrosis paru, penebalan pleura dan

kalsifikasi.

Aspirasi paru juga memberikan berbagai manifestasi radiologis. Aspirasi asam

lambung seperti yang terjadi pada Mendelson syndrome umumnya berupa edema

pulmonum, seperti yang terlihat pada penderita yang tenggelam. Aspirasi minyak mineral

seperti yang sering digunakan untuk kasus konstipasi kronis, tampak sebagai lipoid

pneumonia dengan gambaran opasitas yang luas dan dense menyerupai tumor. Aspirasi

parafin dapat berupa pneumonitis (umumnya pada daerah basal), yang dapat diikuti

dengan terjadinya pneumatocele.

Penyakit jaringan lunak seperti SLE dapat memberikan manifestasi radiologis

berupa efusi pleura (umumnya bilateral), konsolidasi patchy, edema pulmonum, infark

paru ataupun perdarahan paru difus.

ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali
Gambaran radiologis dari ARDS adalah bayangan patchy bilateral yang terlihat

pada 24 jam pertama, yang menjadi ekstensif dalam beberapa hari kemudian. Jarang

terjadi efusi pleura, dan jantung umumnya tidak membesar. Jika terjadi infeksi

tumpangan berupa gram negatif pneumonia, dapat terlihat adanya efusi pleura ataupun

kavitas. Jika penderita dapat bertahan, gambaran alveolar shadowing akan menghilang

secara bertahap, dan digantikan oleh fibrosis paru.

RINGKASAN

Terdapat berbagai modalitas radiologis yang dapat membantu diagnosis pada kelainan-

kelainan paru. Pemeriksaan radiologis sebaiknya dimulai dengan pemeriksaan sederhana

yaitu foto toraks, jika terdapat kelainan yang memerlukan evaluasi lebih mendalam maka

dilanjutkan dengan pemeriksaan radiologis lain yang lebih advance sesuai indikasinya.

Referensi :

1. Herring W. Learning Radiology: recognizing the basics. 3rd ed. Elsevier-

Saunders. Philadelphia, 2015.

2. Zompatori M, Ciccarese F, Fasano L. Overview of current lung imaging in acute

respiratory distress syndrome. European Respiratory Review 2014; 23: 519-530.

3. M. Walker CM. Abbott GF, Greene RE, et al. Review : Imaging Pulmonary

Infection: Classic Signs and Patterns. AJR 2014; 202 (3): 479-492.

Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali
Dipresentasikan pada PKB Ilmu Penyakit Paru I, 22-23 Juli 2017, Jimbaran, Bali

Anda mungkin juga menyukai