Anda di halaman 1dari 22

PENDAHULUAN

Kavitas paru merupakan suatu rongga yang berisi udara di dalam suatu
konsolidasi, massa, dan nodul yang terjadi akibat proses nekrosis. Kavitas paru
memiliki tebal dinding lebih dari empat milimeter (mm).1 Penyebab utama kavitas
paru adalah infeksi. Mikroorganisme penyebab kavitas paru antara lain
Mycobacterium tuberculosis, Staphyloccus aureus, Klebsiella pneumoniae, dan
jamur Aspergillus. Etiologi lain kavitas paru antara lain keganasan, penyakit
autoimun, emboli paru, dan trauma.2,3 Diagnosis banding kavitas paru memerlukan
perbandingan gambaran radiologi dan penelusuran klinis pasien.1
Kavitas paru memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari kurang dari 2
centimeter (cm) hingga lebih dari 4 cm. 4 Ketebalan dinding pada kavitas paru
memiliki hubungan dengan etiologi kavitas paru.5 Dinding kavitas yang tebal
berhubungan dengan keganasan dan infeksi.2,4 Peningkatan konsentrasi bakteri
berhubungan dengan peningkatan ketebalan dinding kavitas paru pada kasus
infeksi.5
Identifikasi kavitas paru menggunakan pemerikasan radiologi. Foto toraks
merupakan pemeriksaan awal radiologi yang cepat, noninvasif, terjangkau untuk
identifikasi kavitas paru. Pemeriksaan radiologi lain untuk identifikasi kavitas
paru antara lain Computed Tomography Scan (CT Scan), Magnetic Resonance
Imaging (MRI), Positron Emission Tomography Scan (PET Scan), dan
Ultrasonography (USG). Pemeriksaan radiologi pada kavitas paru memiliki
manfaat untuk menilai adanya konsolidasi, fibrosis, kalsifikasi, efusi,
limfadenopati, dan lesi lain yang menyertai kavitas paru. 5,6 Masing-masing
pemeriksaan radiologi memiliki kelebihan dan kelemahan dalam mengidentifikasi
kavitas paru. Ultrasonography dapat menilai efusi pleura yang menyertai kavitas
paru. Pemeriksaan MRI memiliki resolusi yang terbatas untuk mengidentifikasi
kavitas paru. Positron Emission Tomography Scan dapat menilai penyebab
kavitas paru terkait keganasan atau inflamasi. Pemeriksaan radiologi terbaik untuk
identifikasi penyakit paru dengan kavitas adalah CT Scan.1
Pemeriksaan laboratorium yang berkaitan dengan kavitas paru antara lain
pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan mikrobiologi, dan pemerikaan

1
prokalsitonin C. Diagnosis kavitas paru yang mengarah kepada infeksi
memerlukan pemeriksaan mikrobiologi. Pertumbuhan kuman pada hasil kultur
disertai peningkatan leukosit dan peningkatan kadar prokalsitonin C menandakan
infeksi pada kavitas paru.3 Diagnosis banding dari gambaran kavitas paru
memerlukan evaluasi dari sisi klinis dan onset terjadinya kavitas paru. Kavitas
paru yang akut atau subakut terjadi kurang dari 12 minggu, sedangkan kavitas
paru yang kronik terjadi jika lebih dari 12 minggu.3

KAJIAN TEORI

Patofisiologi Penyakit Paru dengan Kavitas


Patofisiologi penyebab kavitas paru bergantung pada etiologi terjadinya
kavitas paru. Berbagai proses yang dapat menyebabkan terjadinya kavitas paru
antara lain nekrosis supuratif (terjadi pada abses paru piogenik), nekrosis iskemik
(terjadi pada infark paru dan malignansi), nekrosis kaseosa (terjadi pada
tuberkulosis) atau nekrosis koagulatif (terjadi pada penyakit autoimmune).
Mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis, Klebsiella pneumoniae dan
Staphylococcus aureus memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk membentuk
lesi kavitas daripada patogen lainnya.1,3 Penyebab utama kavitas paru secara
umum terdiri dari malignansi, autoimmune, vaskular, infeksi, trauma, dan
kongenital. Penyebab utama kavitas paru secara umum dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Penyebab utama kavitas paru secara umum.
Penyebab Kavitas Paru Keterangan Penyakit
C Keganasan (Cancer) Karsinoma Bronkogenik
Metastasis
A Autoimmune Granulomatosis with Polyangiitis
(GPA)
Rheumatoid Arthritis (RA)
V Vaskular (Vascular) Emboli Paru
I Infeksi (Infection) Tuberkulosis
Abses Paru
T Trauma Traumatic Pulmonary Pseudocyst
Y Kongenital (Youth) Congenital Pulmonary Airway
Malformation
Bronhogenic Cyst
Dikutip dari (1)

2
Algoritme Pendekatan Penyakit Paru dengan Kavitas
Pendekatan penyakit paru dengan kavitas memiliki tujuan untuk
mengidentifikasi penyebab kavitas paru. Pendekatan secara sistematik dan
menyeluruh dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit paru dengan
kavitas. Pendekatan algoritme diagnosis penyakit paru dengan kavitas
ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Pendekatan Algoritma Diagnosis Penyakit Paru Kavitas.


Keterangan: WBC = white blood cells; CT = Computed Tomography; TB =
Tuberculosis; NTB = Non-tuberculosis; RA = Rheumatoid Arthritis; GPA =
Granulomatosis with Polyangiitis.
Dikutip dari (3)
Pendekatan pertama untuk mendiagnosis penyakit paru dengan kavitas
adalah dengan memastikan bahwa terdapat gambaran kavitas pada CT Scan
toraks. Tujuan pemeriksaan CT Scan thoraks adalah untuk membedakan
gambaran kavitas paru dengan gambaran yang menyerupai kavitas paru. Beberapa
gambaran radiologi yang menyerupai kavitas antara lain kista, emfisema, bula

3
infeksius, dan bronkiektasis kistik. Perbedaan masing-masing gambaran radiologi
dijelaskan pada tabel 2.1,3
Tabel 2. Perbedaan gambaran radiologi paru yang menyerupai kavitas.
Gambaran Radiologi Definisi Gambaran CT Scan
Menyerupai Kavitas
Kista Area berbentuk bulat yang Gambaran lusen berbentuk
dikelilingi oleh dinding bulat dengan dinding tipis
berbentuk fibrous. berukuran kurang dari
2mm.
Emfisema Alveoli yang membesar Area yang terlihat
secara permanen disertai memiliki kepadatan yang
dengan adanya destruksi rendah tanpa adanya batas
dinding alveoli. atau dinding di sekitarnya.
Bula Area kistik yang terbentuk Area berbentuk bulat
dengan batas tegas dan dengan kepadatan rendah
memiliki dinding kurang disertai adanya batas tegas
dari 1 mm. dengan diameter >1 cm.
Bronkiektasis Kistik Dilatasi bronkus yang Dilatasi bronkus di
terjadi secara irreversible. sepanjang arteri
pulmonaris.
Dikutip dari (1,3)
Pemeriksaan CT Scan toraks juga bertujuan untuk mengetahui
karakterisitik dinding kavitas paru. Bentuk dinding pada kavitas paru
berhubungan dengan etiologinya. Dinding kavitas paru yang berbentuk tidak
teratur (irregular) berhubungan dengan malignansi. Lesi di sekitar dinding
kavitas paru juga menentukan etiologi kavitas paru. Dinding kavitas paru
yang dikelilingi oleh nodul berhubungan dengan etiologi infeksi. Dinding
kavitas paru yang dikelilingi oleh ground glass opacity berhubungan dengan
etiologi autoimmune, yaitu Rhumatoid Arthritis (RA).1,3
Langkah selanjutnya dalam melakukan pendekatan terhadap kavitas
paru adalah dengan menilai isi kavitas paru. Kavitas paru yang memiliki isi di
dalamnya biasanya berhubungan dengan etiologi infeksi dan malignansi.
Kavitas paru yang berisi material padat biasanya disebabkan oleh superinfeksi
Aspergillus sp. Penyebab lain dari material padat yang mengisi kavitas antara
lain adalah pseudoaneurisma pembuluh darah Rasmussen dan neoplasma
yang terjadi di dalam kavitas. Pemeriksan lanjutan untuk membedakan
etiologi infeksi dan malignansi pada isi kavitas paru adalah dengan pemberian
kontras pada pemeriksaan CT Scan toraks. Peningkatan kontras terjadi pada

4
aneurisme pembuluh darah yang disebabkan oleh neoplasma di dalam kavitas.
Peningkatan kontras tidak akan terjadi pada etiologi infeksi, misalnya pada
pseudoaneurima pembuluh darah Rasmussen. Pseudoaneurisma pembuluh
darah Rasmussen tidak akan mengalami peningkatan kontras karena
disebabkan oleh penipisan dinding pembuluh darah arteri disekeliling kavitas
dan terjadinya jaringan granulasi pada tunika adventisia dan tunika media
pembuluh darah arteri.1,3
Struktur sekitar kavitas paru memegang peranan penting untuk
menentukan tatalaksana lebih lanjut dari kavitas paru. Kavitas paru dapat
memiliki struktur yang berhubungan dengan kavum pleura. Kavitas paru yang
berhubungan dengan kavum pleura dapat menyebabkan terbentuknya fistula
bronco-pleural. Fistula bronco-pleural dapat menyebabkan terjadinya
pneumothorax dan memerlukan tatalaksana lebih lanjut.1,3
Durasi kavitas paru memiliki peran penting untuk identifikasi etiologi
kavitas paru. Kavitas paru yang terjadi kurang dari 12 minggu (bersifat akut)
biasanya berhubungan dengan etiologi infeksi. Kavitas paru yang terjadi lebih
dari 12 minggu (bersifat kronis) biasanya berhubungan dengan malignansi
dan autoimmune. Durasi kavitas paru perlu dilakukan evaluasi dari lokasi dan
jumlah kavitas paru. Kavitas paru yang bersifat akut dan berjumlah lebih dari
satu biasanya berhubungan dengan etiologi infeksi antara lain tuberculosis,
septic emboli, aspergillosis, dan autoimmune. Kavitas paru yang bersifat
kronis dan berjumlah satu biasanya berhubungan dengan etiologi
malignansi.1,3
Korelasi antara riwayat dan status klinis pasien memiliki peranan
penting untuk identifikasi penyakit paru dengan kavitas. Pasien dengan
gambaran radiologi kavitas paru disertai demam biasanya berhubungan
dengan etiologi infeksi.1,3 Infeksi yang menyebabkan terjadinya kavitas pada
paru memiliki karakteristik berbeda-beda bergantung pada penyebab
terjadinya infeksi. Infeksi dan karakteristik masing-masing penyebab kavitas
paru dapat dilihat pada tabel 3.3

5
Tabel 3. Infeksi yang menyebabkan kavitas paru dan karakteristiknya.1,3
Penyakit Faktor Risiko Gambaran Radiologi Hasil
Laboratorium
Abses Paru Pengguna alkohol, Kavitas unilateral dan Leukositosis
diabetes melitus, soliter dengan dinding peningkatan
penyalahgunaan obat yang tebal dan tidak prokalsitonin C
narkotika, usia lanjut teratur, seringkali
usia, dan infeksi gigi dengan air fluid level
Necrotizing Diabetes melitus, Konsolidasi unilateral Leukositosis,
pneumonia pengguna alkohol, dan soliter dengan fokus peningkatan
dan kortikosteroid multiple disertai area prokalsitonin C
densitas rendah
Sepsis emboli Kateter vena sentral, Kavitas bilateral Leukositosis,
alat pacu jantung, dikelilingi nodul peningkatan
penyalahgunaan obat multiple berukuran 0,5– prokalsitonin C
intravena 3.,5 cm
Nocardiosis Pasien yang Kavitas disertai nodul Leukositosis,
menjalani dan konsolidasi di hasil positif
transplantasi organ sekitarnya. Tampak Real Time-
atau mendapatkan crazy paving Polymerase
terapi imunosupresif, appearance pada 75% Chain Reaction
dan pasien dengan kasus Nocardiosis. (RT-PCR).
AIDS, limfoma, dan
leukemia
Infeksi Pasien Kavitas paru bilateral Leukositosis,
Cryptococcus immunocompromise dikelilingi nodul aglutinasi lateks
d berumlah lebih dari satu serum positif,
berkuran 0.7-2.8 cm. kadar b-D-
glucan positif.
Aspergilosis Pasien Kavitas disertai material Leukositosis, tes
immunocompromise padat didalamnya glactomanan
d. positif, tes b-D-
glucan positif
Mukormikosis Pasien Gambaran reversed Leukositosis,
immunocompromise halo sign. tes b-D-glucan
d, diabetes melitus. negatif.
Tuberculosis Area endemic, pasien Kavitas berdinding tebal Leukositosis,
immunocompromise dan irregular di lobus pemeriksaan
d, dan infeksi HIV. atas. BTA positif, dan
tes cepat
molecular
positif.
Autoimmune Terdapat riwayat Kavitas disertai nodul Pemeriksaan
penyakita multiple dan bilateral autoimmune
autoimmune pada pada RA, dan kavitas positif.
keluarga. bilateral berdinding
tebal disertai nodul pada
GPA.
Dikutip dari (1,3)

6
Abses Paru
Abses paru adalah infeksi dekstruktif berupa lesi nekrotik dalam parenkim
paru sehingga membentuk ronga yang berisi nanah (pus). Kavitas pada abses paru
berisi material sel radang akibat proses nekrosis parenkim paru akibat proses
infeksi. Diameter kavitas paru yang kurang dari 2 cm dan jumlahnya banyak
(multiple small abscesses) disebut dengan necrotizing pneumonia.7
Penyebab utama abses paru adalah bakteri piogenik. Infeksi bakteri
piogenik akan meningkatkan respons inflamasi yang melibatkan neutrofil
sehingga menyebabkan terjadinya pembentukan pus. Bakteri piogenik yang
menyebabkan terjadinya abses paru antara lain Pneumococcal pneumonia,
Streptococcus, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus
pyogenes, Burkholderia pseudomallei, Type-B Hemophilus influenzae, Nocardia,
dan Actinomyces. Abses paru terjadi melalui dua cara yaitu aspirasi dan
hematogen. Mekanisme yang paling sering terjadi pada abses paru adalah aspirasi
orofaring. Kelainan anatomis seperti obstruksi bronkus oleh neoplasma dapat
menyebabkan abses paru melalui mekanisme aspirasi orofaring. Proses infeksi
melalui mekanisme hematogen dapat menyebabkan terjadinya abses paru.7
Dinding abses paru dapat menebal pada awal proses pembentukan abses
paru. Dinding abses dapat menjadi lebih tipis seiring dengan terjadinya nekrosis
dan berkembangnya infeksi sehingga rentan ruptur.4 Abses paru yang mengalami
ruptur menyebabkan drainase yang tidak sempurna ke dalam pleura sehingga
gambaran dinding kavitas paru menjadi tidak teratur dan gambaran air-fluid level
hilang.8
Anamnesis terkait abses paru akan mengarahkan pad gangguan respirasi
antara lain sesak napas, batuk, dan nyeri dada yang berhubungan dengan lokasi
abses paru. Riwayat imunodefisiensi antara lain infeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV) / Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), post transplantasi,
dan terapi supresi imun kronik memiliki peran penting dalam mekanisme
terjadinya abses paru.7 Gambaran abses paru dapat dilihat pada gambar dua.1

7
Gambar 2. Gambaran air fluid level pada abses paru.
Keterangan: A = air fluid level pada abses paru; B = air fluid level pada
pyopneumothorax kiri.
Dikutip dari (1)

Necrotizing Pneumonia
Pneumonia dengan konsolidasi yang luas dapat menyebabkan terjadinya
necrotizing pneumonia. Pembentukan nekrosis akibat infeksi yang luas ada
jaringan paru menyebabkan terjadinya necrotizing pneumonia. Usia lanjut dan
anak-anak merupakan faktor resiko terjadinya necrotizing pneumonia. Virulensi
mikroorganisme dan faktor predisposisi dari host dapat mempengaruhi
progresivitas necrotizing pneumonia.9
Mikroorganisme yang menyebabkan necrotizing pneumonia antara lain
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Enterobacter spp., Nocardia spp.,
Actinomyces spp., Pseudomonas spp., Pneumococcus spp., dan Haemophilus
influenzae. Mikroorganisme penyebab necrotizing pneumonia memproduksi
toksin yang memicu terjadinya perekrutan sitokin inflamasi. Inflamasi yang
terjadi memicu pembentukan kavitas paru disertai nekrosis jaringan di sekitarnya.
Nekrosis menyebabkan kekakuan pembuluh darah jaringan sekitar sehignga
terjadi pembentukan trombus. Multiple trombus mengurangi suplai darah arteri
menuju segmen dan lobus paru terkait sehingga memicu terjadinya area nekrosis
yang lebih luas.9
Pemeriksaan radiologi terbaik untuk identifikasi necrotizing pneumonia
adalah CT Scan. Gambaran CT Scan pada necrotizing pneumonia berupa
konsolidasi disertai area nekrosis.3 Gejala klinis akut necrotizing pneumonia mirip

B
dengan gejala klinis abses paru. Gejala klinis necrotizing pneumonia antara lain
batuk, demam, hipoksia, takikardi, dan takipnea yang bersifat progresif sehingga
rentan menyebabkan gagal napas dan septic shock.3 Gambaran necrotizing
pneumonia pada CT Scan dapat dilihat pada gambar tiga.9

A B

Gambar 3. Necrotizing pneumonia pada CT scan.


Keterangan: A= necrotizing pneumonia disertai ground-glass opacity; B=
necrotizing pneumonia pada massa paru kiri.
Dikutip dari (9)

Sepsis Emboli
Infeksi paru berhubungan dengan pembentukan trombus melalui jalur
hematogen dan ekstrapulmoner dalam menyebabkan terjadinya sepsis emboli.
Sepsis emboli mengakibatkan dua kerusakan utama yaitu iskemia dan perluasan
infeksi. Oklusi vaskular akibat trombus menyebabkan terjadinya iskemia. 10
Sumber infeksi sepsis emboli paru antara lain endokarditis infektif, infeksi kulit
dan jaringan lunak, infeksi kateter intravaskular, infeksi alat pacu jantung, abses
gigi, thrombophlebitis, dan sepsis nifas.10 Gejala klinis sepsis emboli antara lain
demam, sesak napas, nyeri dada, batuk, kelelahan, dan hemoptisis. Komplikasi
dari sepsis emboli antara lain gagal napas, septic shock, empiema, dan gagal
ginjal.3
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis sepsis emboli
meliputi pemeriksaan radiologi dan kultur darah. Ciri khas gambaran radiologi
sepsis emboli paru adalah opasitas subpleural wedges-shaped disertai adanya

9
gambaran pembuluh darah yang mensuplai nodul (vessel sign). Nodul pada sepsis
emboli umumnya terletak di perifer dan subpleural dengan ukuran 0.5-3.5 cm
disertai gambaran kavitas. Mikroorganisme penyebab infeksi pada sepsis emboli
antara lain Staphylococcal spp, Fusobacterium necrophorum, Klebsiella
pneumoniae, dan Streptococcus viridans.3 Gambaran sepsis emboli paru pada CT
Scan dapat dilihat pada gambar empat.3,10

Gambar 4. Gambaran sepsis emboli paru pada CT scan.


Keterangan : A= Potongan coronal; B= Potongan axial; Tanda panah= vessel
sign.
Dikutip dari (3,10)

Nocardia
Infeksi nocardia pada paru (pulmonary nocardiosis) merupakan infeksi
oportunistik berat dengan gambaran nekrosis dan konsolidasi dengan kavitas.
Nocardia asteroides adalah penyebab tersering pulmonary nocardiosis. Spesies
lain yang penyebab pulmonary nocardiosis yaitu Nocardia farcinia dan Nocardia
otitidiscaviarum. Faktor risiko pulmonary nocardiosis antara lain penyakit paru
obsturuktif kronis (PPOK), asma, bronchiectasis, TB paru, imunodefisiensi, dan
cystic fibrosis.11
Gambaran radiologi pulmonary nocardiosis adalah crazy-paving
appearance yang mengelilingi nodul, massa, konsolidasi bilateral, dan kavitas.
Crazy-paving appearance adalah gambaran penebalan dinding alveoli yang

10
tampak pada CT Scan. Gambaran pulmonary nocardiosis pada CT Scan dapat
dilihat pada gambar lima.3,10
A B

Gambar 5. Gambaran pulmonary nocardiosis pada CT Scan.


Keterangan: A= pulmonary nocardiosis pada lobus paru kanan; B=
pulmonary nocardiosis pada kedua lapang paru.
Dikutip dari (3)

Tuberkulosis Paru
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang menyebabkan
terjadinya infeksi TB paru. Faktor predisposisi TB paru antara lain infeksi HIV,
kemiskinan, malnutrisi, diabetes melitus, silikosis, dan keganasan. Tuberkulosis
paru dapat menyerang semua jenis umur, namun paling banyak terjadi pada orang
dewasa.11
Auskultasi pada pasien TB paru menunjukkan kelainan suara napas
terutama di lobus atas paru. Auskultasi dapat menemukan ronki basah, suara
napas bronkial, suara napas amforik, dan penurunan suara napas vesikuler di
apeks paru yang menandakan konsolidasi paru. Palpasi pada TB paru dapat
menemukan pembesaran limfonodi. Kultur merupakan gold standard dalam
diagnosis TB paru. Pemeriksaan kultur Mycobacterium tuberculosis dapat
menggunakan bahan dari sputum, cairan pleura, dan bilasan bronkus. Media untuk
pemeriksaan kultur Mycobacterium tuberculosis terdiri dari media padat yaitu
Lowenstein-Jensen dan media cair yaitu Mycobacteria Growth Indicator Tube
(MGIT).11,12
Gambaran radiologi awal pada TB paru adalah konsolidasi akibat fokus
primer. Fokus primer adalah suatu sarang pneumonia awal yang terbentuk akibat

11
masuknya Mycobacterium tuberculosis melalui saluran napas ke jaringan paru.12
Konsolidasi pada parenkim paru biasanya terjadi pada apeks dan segmen posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah paru. Konsolidasi pada
parenkim paru memicu terjadinya kavitas. Kavitas paru merupakan salah satu
gambaran radiologi TB paru aktif yang terbentuk akibat penyebaran infeksi secara
bronkogenik. Kavitas paru pada infeksi Mycobacterium tuberculosis lebih sering

terjadi pada lobus atas paru. Kavitas yang memiliki dinding tebal disertai area
konsolidasi di sekitarnya memiliki tingkat infeksius sangat tinggi. Gambaran TB
paru pada CT Scan dapat dilihat pada gambar enam.11
Gambar 6. Gambaran kavitas pada TB paru.
Keterangan: A= kavitas paru kanan pada rontgen toraks; B= kavitas paru
kanan pada CT Scan toraks; C= kavitas multiple pada pada CT Scan toraks.
Dikutip dari (11)

Non-Tuberculosis Mycobacteria (NTM)


Nontuberculous mycobacteria (NTM) atau Mycobacteria Other Than
Tuberculosis (MOTT) merupakan salah satu mikrorganisme patogen oportunistis
penyebab infeksi paru kronik. Mikroorganisme yang termasuk NTM antara
lain Mycobacterium avium complex (MAC), Mycobacterium kansasii,
Mycobacterium malmose, dan Mycobacterium xenopi. Penyebab terbanyak NTM
adalah MAC. Pemeriksaan gold standard diagnosis infeksi NTM adalah kultur.13
Gambaran radiologi pada infeksi NTM menunjukkan gambaran
reticonodular opacities, kavitas, dan limfadenopati.14 Infeksi MAC menunjukkan
gambaran fibrokavitas di lobus superior pada foto toraks. Kavitas akibat infeksi

12
MAC memiliki dinding yang lebih tipis. Prevalensi infeksi MAC meningkat pada
pria dengan riwayat PPOK dan meningkat pada wanita dengan brochiectasis atau
deformitas dada. Infeksi Mycobacterium fortuitum menyebakan gambaran kavitas
dan tanda ekstrapulmoner berupa achalasia.15
Penyakit paru kronis merupakan manifestasi klinis tersering infeksi NTM.
Infeksi NTM pada paru memiliki gejala yang sama dengan tuberkulosis paru
dengan hasil pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA) sputum yang juga positif.13
Gambaran infeksi MAC dapat dilihat di gambar tujuh.15

A B C

Gambar 7. Gambaran radiologis pada infeksi MAC.


Keterangan: A= CT Scan toraks potongan axial pada infeksi MAC; B= Foto
toraks pada infeksi MAC; C= CT scan toraks potongan coronal pada infeksi
MAC.
Dikutip dari (15)

Infeksi Virus
Kelompok virus yang menyerang paru terdiri dari dua jenis virus, yaitu
virus dengan komponen deo xyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid
(RNA). Virus RNA yang menyerang paru antara lain Orthomyxoviridae,
Paramyxoviridae, Respiratory syncytial virus (RSV), dan Coronaviridae - human
coronaviruses (hCoV). Virus DNA yang menyerang paru antara lain Adenovirus,
Herpesviridae, Epstein-Barr virus (EBV), Human papillomavirus, dan
Parvoviridae.8
Gambaran radiologi infeksi virus pada orang dewasa adalah penebalan
area perihilar bilateral. Gambaran radiologi infeksi virus pada anak adalah
infiltrat interstitial. Gambaran radiologi lain infeksi virus pada paru antara lain
konsolidasi, efusi pleura, hilar lympadenopathy, kavitas, atelectasis, air trapping,

13
dan pneumothorax.8 Gambaran radiologi infeksi virus pada paru dapat dilihat di
gambar delapan.8,16

A B

Gambar 8. Gambaran CT-Scan toraks pada paru dengan infeksi virus


Keterangan: A= Infeksi Cytomegalovirus; B= Infeksi H1N1.
Dikutip dari (8,16)

Infeksi Fungi
Fungi yang menyebabkan terjadinya pneumonia terdiri dari dua jenis yaitu
fungi yang bersifat general dan fungi yang bersifat saprofit. Jenis fungi yang
bersifat general antara lain coccidiomycosis, blastomycosis, dan histoplasmosis.
Jenis fungi yang bersifat saprofit antara lain pneumocystis, candidosis,
aspergillosis, dan mucormycosis. Fungi yang bersifat saprofit umumnya
menyerang manusia dengan imunodefisiensi.11
Fungi yang paling sering menyerang manusia yaitu Aspergillus fumigatus.
Spektrum klinis Aspergillus fumigatus terdiri dari lima tipe yaitu aspergilloma
sederhana, allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA), airway invasive
pulmonary aspergillosis, angioinvasive pulmonary aspergillosis, dan chronic
pulmonary aspergillosis.11,17
Pembentukan kavitas paru pada infeksi Aspergillus sp. bergantung pada
imunitas pasien. Infeksi Aspergillus sp. pada individu dengan imuinitas yang baik
disebut dengan aspergilosis saprofitik dan tidak menimbulkan gejala. Aspergilosis
menimbulkan gejala pada pasien immunocompromised. Gambaran awal pada
infeksi Aspergillus sp. adalah adanya penebalan pleura17. Infeksi Aspergillus sp.
menimbulkan destruksi parenkim paru sehingga terjadi nekrosis. Pasien dengan
immunocompromise berat mengalami infeksi Aspergillus sp. yang lebih berat atau
disebut dengan angioinvasive aspergillosis. Proses nekrosis pada pasien
immunocompromised terjadi secara lebih massive sehingga menimbulkan oklusi

14
atau penyumbatan pada cabang terkecil arteri pulmonalis. Gambaran radiologi
pada angioinvasive aspergillosis adalah kavitas disertai halo sign yang
menandakan terjadinya perdarahan disekitar area nekrotik.1,3
Gambaran radiologi infeksi Aspergillus sp. adalah kavitas berbentuk bulat
atau oval disertai fungal ball atau massa berbentuk bola di dalam kavitas. Fungal
ball terdiri dari hifa, mukus, sel-sel inflamasi, fibrin, dan debris yang terbentuk
akibat proses infeksi dari Aspergillus sp. Fungal ball memiliki karakteristik posisi
yang bergantung dengan gaya gravitasi sehingga akan membentuk gambaran
bulan sabit atau disebut dengan Monod Sign.
Jenis fungi lain yang menyerang manusia dengan imunodefisiensi antara
lain Cryptococcus neoformans, Pneumocystis jiroveci, dan Mucor sp.11
Pneumocystis jiroveci umumnya menyerang pasien dengan imunodefisiensi antara
lain pasien AIDS, transplantasi organ, pasien dengan steroid jangka panjang, dan
kemoterapi jangka panjang. Terapi antibiotik dan terapi Anti Retro Viral (ARV)
merupakan terapi yang dapat menekan infeksi Pneumocystis jiroveci. Inhalasi dari
spora Mucor sp. menyebabkan mucormycosis di sinus paranasal dan paru. Faktor
risiko mucormycosis antara lain diabetes melitus, imunodefisiensi, keganasan
hematologi, dan transplantasi organ.11
Infeksi Cryptococcus neoformans menimbulkan gambaran nodul baik
tunggal atau multiple dengan ukuran 0.5 – 4 cm. Gambaran lain infeksi
Cryptococcus neoformans adalah konsolidasi pada segmen atau lobus paru.
Infeksi Cryptococcus neoformans bersifat subklinis dan dapat sembuh sendiri
pada pasien imunokompeten, namun akan sulit sembuh pada pasien
imunodefisiensi.11
Mucormycosis merupakan infeksi akibat inhalasi spora Mucor sp.
Gambaran radiologi mucormycosis adalah konsolidasi lobar atau multilobar
dengan nodul soliter atau multiple disertai dengan gambaran massa atau kavitas.
Mucormycosis menyebabkan terjadinya pembentukan kavitas pada 40% kasus
infeksi. Gambaran lain pada mucormycosis adalah nodul dan konsolidasi disertai
ground glass opacity. Gambaran konsolidasi yang mengelilingi ground glass

15
opacity disebut dengan halo sign.11 Gambaran radiologis infeksi fungi dapat
dilihat di gambar sembilan.11

A B

C D
Gambar 9. Infeksi fungi pada paru.
Keterangan: A= infeksi Cryptococcus neoformans; B= infeksi Aspergillus sp.;
C= infeksi Pneumonitis jirovecii; D= infeksi Mucor sp.
Dikutip dari (1,11)

Kanker Paru
Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia dengan
prevalensi 13% dari semua pasien kanker. Data Kementrian Kesehatan Indonesa
pada tahun 2015 menunjukkan bahwa jumlah kasus baru kanker paru di Indonesia
mencapai 34,2% dengan tingkat kematian sebesar 30%. Kanker paru sering
terdiagnosis pada stadium lanjut karena pada stadium awal sering tanpa gejala.
Metastasis kanker paru ke organ jauh adalah penyebab sebagian besar kematian
akibat kanker paru. Kanker paru dapat bermetastasis ke otak, hati, tulang, dan
kelenjar adrenal. Jenis metastasis pada kanker paru meliputi metastasis
intrapulmoner, intratorakal ekstrapulmoner, dan ekstratorakal.18
Kavitas merupakan gambaran radiologi kanker paru primer yang dapat
ditemukan pada 11% gambaran foto toraks dan 22% gambaran CT Scan toraks.

16
Metastasis kanker di paru dapat menunjukkan gambaran kavitas meskipun
prevalensinya rendah. Keganasan primer pada organ di kepala, leher, dan pelvis
merupakan sumber utama metastasis kanker di paru yang membentuk kavitas. 1
Ketebalan dinding kavitas lebih dari 15 mm menunjukkan keganasan pada lebih
dari 90% kasus. Gambaran kavitas paru terdapat pada 69% kasus kanker paru
dengan jenis squamous cell carcinoma dan 22% kanker paru dengan jenis
adenocarcinoma.3,6
Kavitas pada kanker paru berhubungan dengan prognosis dan tingkat
keberhasilan pengobatan. Kanker paru dengan jenis squamous cell carcinoma
yang memiliki gambaran radiologi kavitas menandakan prognosis yang buruk.
Kanker paru yang telah menjalani kemoterapi dapat membentuk kavitas.19
Kavitas paru yang terbentuk pada pasien yang telah kemoterapi
menandakan respon yang baik dari kemoterapi. Kemoterapi dengan agen vascular
endothelial growth factor inhibitors menghambat terjadinya angiogenesis pada
kanker paru sehingga menyebabkan terjadinya nekrosis sentral pada kanker paru.
Kanker paru yang mengalami nekrosis akan meninggalkan kavitas. Kavitas yang
kembali terisi dengan massa setelah dilakukan kemoterapi menandakan prognosis
yang buruk pada kanker paru. Gambaran radiologi kanker paru dapat dilihat di
gambar sepuluh.1,3

A B

Gambar 10. Gambaran CT-Scan toraks kanker paru


Keterangan: A= kavitas pada squamous cell carcinoma; B=kavitas pada
adenocarcinoma.
Dikutip dari (1,3)

17
Gejala respiratorik kanker paru antara lain batuk persisten atau progresif,
batuk darah, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala sistemik pada kanker paru antara
lain suara serak, penurunan nafsu makan, dan kehilangan berat badan tanpa sebab
yang jelas.20 Penyebaran kanker paru ke tulang menyebabkan gejala seperti nyeri
tulang terutama pada bagian punggung dan pinggang. Penyebaran kanker paru ke
sistem saraf akan menyebabkan keluhan antara lain sakit kepala, kelemahan pada
ekstremitas, gangguan keseimbangan, dan kejang.20

Penyakit Autoimun
Penyakit autoimun yang paling banyak menimbulkan dampak ke paru
adalah rheumatoid arthritis (RA) dan Granulomatosis with polyangiitis (GPA).
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun sistemik dengan peradangan
synovial, produksi autoantibodi, kerusakan tulang rawan, dan menimbulkan
komplikasi paru. Granulomatosis with polyangiitis (GPA) merupakan penyakit
autoimun yang ditandai dengan vaskulitis sistemik dan nekrosis granulomatous
pada ginjal dan saluran respiratorius.3
Gambaran radiologis pada GPA adalah kavitas berdinding tebal yang
dikelilingi oleh nodul. Gambaran radiologis pada RA adalah nodul disertai proses
nekrosis didalamnya yang disebut sebagai necrobiotic pulmonary nodule.
Nekrosis yang terjadi dalam waktu lama akan menyebabkan terjadinya kavitas. 1
Kavitas pada RA berukuran milimeter (mm) hingga centimeter (cm).3 Gambaran
radiologis penyakit autoimun pada paru dapat dilihat di gambar sebelas. 21

Gambar 11. Gambaran CT Scan pada penyakit autoimmune.


Keterangan: A=gambaran kavitas paru kiri pada RA; B=gambaran kavitas
pada GPA.
Dikutip dari (19)

18
SIMPULAN
1. Kavitas paru merupakan suatu rongga yang berisi udara di dalam suatu
konsolidasi, massa, dan nodul yang terjadi akibat proses nekrosis.
2. Kavitas paru memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari kurang dari 2
centimeter (cm) hingga lebih dari 4 cm.
3. Ketebalan dinding pada kavitas paru memiliki hubungan dengan etiologi
kavitas paru
4. Etiologi kavitas paru antara lain infeksi, keganasan, penyakit autoimun,
emboli paru, dan trauma.
5. Identifikasi kavitas paru menggunakan pemerikasan radiologi antara lain foto
toraks, Computed Tomography Scan (CT Scan), Magnetic Resonance
Imaging (MRI), Positron Emission Tomography Scan (PET Scan), dan
Ultrasonography (USG).
6. Identifikasi etiologi kavitas paru memerlukan pemeriksaan laboratorium
darah dan pemeriksaan mikrobiologi.
7. Diagnosis banding dari gambaran kavitas paru memerlukan evaluasi dari sisi
klinis dan onset terjadinya kavitas paru.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Canan A, Batra K, Saboo SS, et al. Radiological approach to cavitary lung lesions.
Postgrad Med J 2021;97(1150):521–531.

2. Cho Y, Borstel D. TB or Not TB: Differential Diagnosis and Imaging Findings of


Pulmonary Cavities. 2019;4 (8): 18-27.

3. Gafoor K, Patel S, Girvin F, et al. Cavitary Lung Diseases. Chest


2018;153(6):1443–1465.

4. Andrews M, Abbasi B. Pulmonary Abscess. J Am Rad. 2013; 88 (1) : 1-5.

5. Urbanowski ME, Ordonez AA, Ruiz-Bedoya CA, et al. Cavitary tuberculosis: the
gateway of disease transmission. Lancet Infect Dis 2020;20(6):e117–e128.

6. Ellis SM, Christopher F, Harald O, Pettersson H. Radiographic anatomy and


interpretation of the chest and the pulmonary system. In Harald O, Pettersson H,
editors. The WHO manual of diagnostic imaging. 1th ed. Singapore: WHO;
2016.p.48-78.

7. Sabulla B, Rammohan G, Athavale A, Akella J. Lung Abcess. 2023; 10 (1): 1-12.

8. El-Feky M. H1N1 pneumonia. J Am Rad. 2020; 15 (2): 1-5.

9. Glick Y, Alkhaderi S. Cavitating pneumonia. J Am Rad. 2019; 6 (1): 1-5.

10. Sheikh Y, Abdrabou A. Septic pulmonary emboli and infective aneurysms. J Am


Rad. 2020; 8 (1): 12-17.

11. Garg M, Prabhakar N, Gulati A, Agarwal R, Dhooria S. Spectrum of imaging


findings in pulmonary infections. part 2: fungal, mycobacterial, and parasitic. Pol
Jo Radiology. 2019;84: 214–23.

12. Isbaniah F, Burhan E, Sinaga B, Yanifitri D, Handayani D et al. Definisi kasus


dan klasifikasi tuberkulosis. In: Isbaniah F, Burhan E, Sinaga B, Yanifitri D,

20
Handayani D et al, editors. Tuberkulosis : pedoman diagnosis dan penatalaksaan
di indonesia. 2th ed. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2021.p.10-15.

13. Juita LR, Fauzar F. Diagnosis dan tatalaksana penyakit paru nontuberculous
mycobacteria. J Andalas. 2018;7: 141.

14. Singh D. Imaging of pulmonary infections. Thoracic Imaging. 2019; 1(1): 147–
172.

15. Ketai L, Currie BJ, Holt MR, Chan ED. Radiology of chronic cavitary infections.
Thoracic Imaging. 2018; 33(5): 334–43.

16. Di Muzio B, Hennessy O. Cytomegalovirus pneumonia in a renal transplant


patient. J Am Rad. 2019; 6 (2): 1-5.

17. Kradin RL, Mark EJ. Pathology of pulmonary infection. In: Kradin R, editor.
Diagnostic Pathology of Infectious Disease. 2nd ed. New York: Elsevier;
2018.p.143-206.

18. Febriani A, Furqon A. Metastasis Kanker Paru. J Respirasi. 2018; 1(2): 94–101.

18. Dietrich M, Gerber D. Chemotherapy for advanced non-small cell lung cancer. In:
Rosen S, Reckamp K, editors. Lung cancer : treatment and research. 1th ed.
California : Springer Nature; 2021.p.119-50.

19. Araujo L, Horn L, Merritt R, Shilo K, Welliver M, Carbone D. Cancer of the


lung: non–small cell lung cancer and small cell lung cancer. In: Niederhuber J,
Armitage J, Kastan M, Doroshow K, Tepper J, editors. Abeloff's clinical
oncology. 6th ed. Elsevier; 2020.p.1108-58.

20. Palmucci S, Galioto F, Fazio G, Ferlito A, Cancemi G, Di Mari A, et al. Clinical


and radiological features of lung disorders related to connective-tissue diseases: a
pictorial essay. Ins Imaging. 2022;13 (1): 108-110.

Korektor

21
(Hie Sukiyanto)

22

Anda mungkin juga menyukai