Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR PARU

OLEH
INTAN NILASARI (1911020021)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019/2020
A. Definisi
Tumor merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi berasal dari
bahasa latin, yang berarti bengkak. Istilah Tumor ini digunakan untuk
menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang tidak normal. Menurut
Brooker, 2001 pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas (malignant)
atau jinak (benign).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak
pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat
sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang
memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka
pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi (Robin dan
Kumar, 1995).
Tumor paru merupakan keganaan pada jaringan paru. Kanker paru adalah
tumbuhnya kegasanan yang berasal dari sel epitel dan sistem pernafasan bagian
bawahnyang bersifat epitelia serta berasal dari mukosa percabangan broncus.
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang
tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis
lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan
(invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan
yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen
vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, 1991).
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru. Jenis tumor paru
dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC (Small Cell Lung Cancer) dan
NSLC (Non Small Cell Lung Cancer/Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma,
karsinoma sel besar) (Sylvia & Price, 2006).
B. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi Paru
Paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan
dikeliling serta dilindungi oleh sangkar iga. Bagian dasar setiap paru terletak
di atas diafragma; bagian apeks paru (ujung superior) terletak setinggi
klavikula. Pada permukaan tengah dari setiap paru terdapat identasi yang
disebut hillus, tempat bronkus primer dan masuknya arteri serta vena
pulmonari ke dalam paru. Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas
percabangan saluran yang membentuk pohon bronkial, jutaan alveoli dan
jaring-jaring kapilernya, dan jaringan ikat.
Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil.
Pembagian pertama disebut lobus. Paru kanan terdiri atas tiga lobus dan
lebih besar dari kiri yang hanya terdiri dari dua lobus. Lapisan yang
membatasi antara lobus disebut fisura. Setiap lobus dipasok oleh cabang
utama percabangan bronkial dan diselaputi oleh jaringan ikat.
Lobus kemudian membagi lagi menjadi kompartemen yang lebih
kecil dan dikenal sebagi segmen. Setiap segmen terdiri atas baanyak
lobulus, yang masing-masing mempunyai bronkiole, arteriole, venula, dan
pembuluh limfatik.
Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru yang disebut
sebagai pleurae. Lapisan terluar disebut pleura parietal yang melapisi dada
dan mediastinum. Lapisan dalamny disebut pleura viseral yang mengelilingi
paru dan dengan kuat melekat pada permukaan luarnya. Rongga pleural ini
mengandung cairan yang dihasilkan oleh sel-sel serosa di dalam pleura
(Asih, 2004).

C. Etiologi
1. Merokok
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang
defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang
sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai
kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang
perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan
kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon
karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan
pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Perokok Pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok
pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang
tertutup, dengan resiko terjadinya kanker paru. Beberapa peneliti telah
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok , tetapi mengisap asap
dari orang lain, resiko mendapat kanker paru meningkat dua kali
3. Iradiasi
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg
dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker
paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini
diduga merupakan agen etiologi operatif.
4. Kanker paru akibat kerja
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil
nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite
(paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan
dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
5. Polusi udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih
tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya
karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
6. Genentik

D. Patofisiolog
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan
cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia.
Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus
ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan
korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar.
Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di
bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu,
demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur
terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka
(Price, dkk. 2006).

E. Pathway

Faktor Predisposisi
Asap rokok
Polusi Udara
Pemajanan Okupasi
Iritasi mukosa Bronkus

Peradangan Kronik

Pembelahan sel yang tidak terkendali

Karsinoma paru

Iritasi oleh massa tumor Adanya massa dalam paru


Nyeri Peningkatan Kerusakan membran alveoli
Sekresi mukus Gangguan pertukaran gas
Penurunan ekspansi paru
Batuk Sesak nafas

Ketidak efektifan
pola nafas
Bersihan jalan nafas tidak kelemahan
efektif

Intoleransi aktivitas

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada penderita tumor paru yaitu :
1. Batuk yang terus menerus dan berkepanjangan
2. Napas pendek-pendek dan suara parau
3. Batuk berdarah dan berdahak
4. Nyeri pada dada, ketika batuk dan menarik napas yang dalam
5. Hilang nafsu makan dan berat badan

G. Klasifikasi
1. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik
karsinoma bronkogenik yang paling sering ditemukan, berasal dari
permukaan epitel bronkus.
2. Adenokarsinoma. Memperlihatkan susunan karsinoma seperti kelenjar
bronkus dan dapat mengandung mucus
3. Karsinoma sel bronchial alveolar merupakan sub tipe adenokarsinoma
yang jarang ditemukan dan berasal dari epitel alveolus/bronkiolus
terminalis.
4. Karsinoma sel besar: sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat
buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.
5. Karsinoma sel kecil: seperti tipe sel skuamosa, biasanya terletak di tengah
disekitar percabangan utama bronki.

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi
tulang rusuk atau vertebra.

b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.

2. Laboratorium
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).

3. Histopatologi
a. Bronkoskopi
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuranc. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan
cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
e. Torakotomi,
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan
sel tumor.

4. Pencitraan
1. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura
2. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medik
a. Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil
yang tidak bisa dioperasi. Tetapi radikal sesuai untuk penyakit yang
bersifat lokal dan hanya menyembuhklan sedikit diantaranya.
b. Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri local
c. Kemoterapi
d. Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau penggunaan stent
dapat memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit
endobronkial yang signifikan
e. Perawatan faliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan
Dyspnea Steroid membantu mengurangi gejala non spesifik dan
memperbaiki selera makan

J. Diagnosa Yang Mungki Muncul


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas.
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d obstruksi bronkus, deformitas dinding dada,
keletihan otot pernafasan
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksia kronik pada
jaringan paru.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara umum.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh
tumor paru.
K. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatn Tujuan dan kriteria Intervensi
Hasil
1. Ketidakefektifan bersihan NOC : NIC :
jalan nafas  Respiratory status : Airway suction
Ventilation
1. Pastikan
 Respiratory status : kebutuhan
Airway patency oral / tracheal
suctioning.
 Aspiration Control
2. Auskultasi
suara nafas
sebelum dan
Kriteria Hasil :
sesudah
1. Mendemonstrasika suctioning.
n batuk efektif dan 3. Informasikan
suara nafas yang pada klien dan
bersih, tidak ada keluarga
sianosis dan tentang
dyspneu (mampu suctioning
mengeluarkan 4. Berikan O2
sputum, mampu dengan
bernafas dengan menggunakan
mudah, tidak ada nasal untuk
pursed lips) memfasilitasi
2. Menunjukkan jalan suksion
nafas yang paten nasotrakea.
(klien tidak merasa 5. Gunakan alat
tercekik, irama yang steril
nafas, frekuensi setiap
pernafasan dalam melakukan
rentang normal, tindakan.
tidak ada suara
nafas abnormal.
Airway
3. Mampu
Management
mengidentifikasika
n dan mencegah 1. Buka jalan
factor yang dapat nafas,
menghambat jalan guanakan
nafas teknik chin lift
atau jaw thrust
bila perlu
2. Posisikan
pasien untuk
memaksimalka
n ventilasi.
3. Identifikasi
pasien
perlunya
pemasangan
alat jalan nafas
buatan .

2. Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :


 Respiratory status: Airway
ventiolation Management
Respiratory status: 1. Buka jalan
Airway patency nafas dengan
 Vital sign status teknik chin lift
Kriteria Hasil : atau jaw thrust
1. Mendemonstrasikan bila perlu
batuk efektif dengan 2. Posisikan
suara nafas yang pasien untuk
besih, tidak ada memaksimalk
sianosis dan an ventilasi
dyspneu ( mamou 3. Identivikassi
mengeluarkan pasien
septum,mampu perlunya
bernafas dengan pemasangan
mudah, tidak ada alat jalan
pursed lips) nafas buatan
2. Menunjukkan jalan 4. Lakukan
nafas yang paten fisioterapi bila
( klien tidak merasa perlu
tercekik, irama 5. Auskultassi
nafas, frekuensi suara nafas,
pernafasan dalam catat adanya
rentang normal, suara
tidak ada suara tambahan
abnormal) Oxygen Therapy
3. Tanda- tanda vital 
dalam rentang 1. Pertahankan
normal(tekanan
darah, nadi, jalan nafas
pernafasan) yang
paten
2. Atur peralatan
oksigen
3. Monitor aliran
oksigen
4. Pertahankan
posisi pasien

3. Intoleransi aktivitas NOC : Activity NIC : Activity


Tolerance Therapy
Kriteria hasil : 1. Bantu klien
1. Mampu melakukan memilih
aktivitas sehari hari aktivitas yang
2. Mampu berpindah masih bisa di
dengan atau tanpa lakukan
bantuan 2. Bantu untuk
3. Ttv dalam batas mendapatkan
normal alat bantu
aktivitas seperti
kursi roda, atau
krek
3. Kolaborasi
medis untuk
rencana terapi
yang tepat

DAFTAR PUSTAKA
Behrman E Richar. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Edisi 15. Jakarta: EGC
Carpenito – Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doenges E Mailyn,1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta, EGC
Mansjoer, A,.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Klinis Proses- Proses Penyakit . Jakarta :EGC
http:\\asuhan-keperawatan-tumor-paru-ca-paru.html
Diposkan oleh haha di 01.07
http://serbaserbi02.blogspot.com/2011/11/askep-tumor-paru.html

Anda mungkin juga menyukai