Artikel Penelitian
Evaluasi Peresepan Terapi Bronkopneumonia Anak di Unit Rawat
Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Bangkalan, Indonesia
Ilil Maidatuz Zulfa1*), Fitria Dewi Yunitasari 1, Nisa Dwi Ratnadi 2
1
Bidang Ilmu Farmasi Klinik, Komunitas, dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya, Surabaya
2
Program Diploma III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya, Surabaya
*)
E-mail: ilil.maidatuz@akfarsurabaya.ac.id
ABSTRAK
Bronkopneumonia adalah salah satu manifestasi klinik dari pneumonia yang paling sering muncul pada anak.
Obat yang diresepkan seringkali mengkombinasikan antibiotik dengan obat-obat simtomatis dan tidak sedikit
yang berupa polifarmasi. Peresepan polifarmasi berpotensi pada kurang efisiennya pengobatan. Peresepan yang
kurang efisien akan berakibat pada efektivitas dan keamanan terapi, eksaserbasi atau perpanjangan gejala dan
penyakit, serta tingkat keamanan pada pasien, serta peningkatan biaya terapi. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengevaluasi peresepan terapi bronkopneumonia pada anak. Studi observasional secara retrospektif
dilakukan pada peresepan bronkopneumonia anak usia 0-14 tahun di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Umum
Daerah Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan, Indonesia selama tahun 2016. Evaluasi peresepan mengacu pada
WHO prescribing indicator yang terdiri dari 5 poin. Hasil evaluasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa rata-
rata jumlah obat yang diresepkan adalah 4,60 item per kunjungan, obat generik diresepkan sebanyak 53,88%,
antibiotik sebesar 69,31%, obat injeksi sebesar 0,99%, dan obat dalam Formularium Nasional tahun 2017
sebesar 48,28% dalam satu tahun periode peresepan. Sehingga, terdapat empat indikator yang belum sesuai
dengan yang ditentukan WHO. Walaupun pemberian antibiotik sangat disarankan pada terapi bronkopneumonia,
peresepan antibiotik masih memerlukan evaluasi lebih lanjut terkait rasionalitasnya. Selain itu, rendahnya
peresepan berdasarkan Formularium Nasional tahun 2017 menunjukkan masih relatif rendahnya optimasi
penggunaan obat yang cost-effective menurut kebijakan nasional.
Kata kunci: Bronkopneumonia, Peresepan, Rawat Jalan.
1. PENDAHULUAN
Bronkopneumonia adalah salah satu manifestasi pneumonia pada anak dibawah 5 tahun mencapai
klinik dari pneumonia yang paling sering muncul 920.136 kematian [2]. Pneumonia sendiri merupakan
pada anak [1]. Pada tahun 2015, angka mortalitas penyakit infeksi yang disebabkan bakteri,
67
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 4, No. 2, (Juli 2019), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
virus, maupun fungi yang ditularkan melalui tersebut sebanyak 55,45% peresepan diperuntukkan
pernafasan Gejala yang muncul antara lain batuk, untuk pasien laki-laki dan 44,55% untuk pasien
peningkatan suhu tubuh, nyeri dada, dan muntah. perempuan. Total terdapat 464 item obat yang
Perbedaan penyebab pneumonia sulit dibedakan diresepkan. Profil obat yang diresepkan berdasarkan
dinilai dari manifestasi yang muncul sehingga terapi golongan farmakologi terdapat pada Tabel 1.
antibiotik sangat disarankan baik pada pasien rawat
Tabel 1. Profil Obat yang Diresepkan Berdasarkan
nap maupun pasien rawat jalan. Manajemen terapi Golongan Farmakologi
disamping antibiotik yang direkomendasikan untuk Golongan Farmakologi Jumlah Presentase (%)
pneumonia anak antara lain penanganan demam n=464
dengan antipiretik, pencegahan dehidrasi, serta Antialergi 38 8,17
edukasi orang tua atau pengasuh tentang identifikasi Setirizin 26 5,59
CTM 11 2,37
tanda atau gejala penurunan kondisi seperti demam Triprolidin 1 0,22
tinggi >38,5oC, pemendekan nafas, penurunan nafsu Antibiotik 69 14,84
makan, dan sebagainya [3] Sefiksime 47 10,11
Sefadroksil 12 2,58
Terkait dengan manajemen terapi Amoksisilin 7 1,51
bronkopneumonia, peresepan yang diberikan Spiramisin 2 0,43
seringkali mengkombinasikan antibiotik dengan Eritromisin 1 0,22
obat-obat simtomatis dan tidak sedikit yang Antifungi 8 1,72
Nistatin 8 1,72
polifarmasi. Peresepan polifarmasi berpotensi pada Antikonvulsi 4 0,86
kurang efisiennya pengobatan. Peresepan yang Fenitoin 2 0,43
kurang efisien akan berakibat pada efektivitas dan Fenobarbital 1 0,22
Natrium Valproat 1 0,22
keamanan terapi, eksaserbasi atau perpanjangan
Analgesik/Antipiretik 44 9,46
gejala dan penyakit, kesulitan dan bahaya pada Parasetamol 44 9,46
pasien, serta peningkatan biaya terapi [4]. Untuk itu, Antiemetik 4 0,86
penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi Domperidon 4 0,86
Antitusif 6 1,29
peresepan terapi bronkopneumonia pada anak. Obat Batuk Hitam 4 0,86
Kodein 2 0,43
2. METODE PENELITIAN Bronkodilator 75 16,13
Salbutamol 49 10,54
Studi observasional secara retrospektif Ipatropium+Salbutamol 23 4,95
dilakukan pada peresepan bronkopneumonia anak Teofilin 3 0,65
usia 0-14 tahun di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Dekongestan 35 7,53
Efedrin 34 7,31
Umum Daerah Syarifah Ambami Rato Ebu Pseudoefedrin 1 0,22
Bangkalan selama tahun 2016 dengan ijin penelitian Mukolitik 74 15,91
yang diperoleh dari pihak Rumah Sakit. Evaluasi Ambroksol 63 13,55
peresepan mengacu pada WHO prescribing indicator Gliseril Guaiakolat 9 1,94
N-Asetil-Sistein 2 0,43
yang terdiri dari 5 poin antara lain presentase Imunomodulator 29 6,24
peresepan obat generik, presentase peresepan obat Herbal
antibiotik, presentase peresepan injeksi, presentase Kortikosteroid 32 6,88
Deksametason 21 4,52
peresepan obat dalam Formularium Nasional, serta
Metil Prednisolon 8 1,72
rata-rata jumlah obat yang diresepkan setiap kali Prednison 2 0,43
kunjungan. Formularium Nasional yang dijadikan Betametason 1 0,22
acuan adalah Formularium Nasional tahun 2017 NSAID 5 1,08
Ibuprofen 3 0,65
beserta Adendum tahun 2018. Obat yang setara Asam Mefenamat 2 0,43
dalam hal kandungan, kekuatan, restriksi penggunaan Suplemen Makanan 41 8,82
serta diresepkan sebanyak yang ditetapkan dalam Larutan Elektrolit 1 0,22
daftar Formularium acuan dianggap sesuai. Terdapat 15 golongan farmakologi obat yang
3. HASIL DAN PEMBAHASAN diresepkan dalam penelitian ini. Menurut British
Thoracic Society Guidelines, rekomendasi
Sebanyak 101 peresepan bronkopneumonia penanganan bronkopneumonia disamping antibiotik
untuk anak 0-14 tahun selama periode penelitian adalah pengendalian suhu tubuh dengan antipiretik
telah dievaluasi dalam penelitian ini. Dari jumlah dan pencegahan dehidrasi dengan larutan elektrolit
68
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 4, No. 2, (Juli 2019), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
[3]
. Bervariasinya peresepan obat dalam penelitian ini Obat generik dalam penelitian ini diresepkan
menunjukkan tingginya peresepan berdasarkan gejala sebanyak 53,88%. Menurut WHO nilai optimal dari
yang dialami terlebih peresepan obat kausatif indikator ini adalah 100,00% [8]. Presentase yang
bronkopneumonia seperti antibiotik dan antifungi tidak mencapai nilai optimal menunjukkan tendensi
yang hanya mencapai 14,84% dan 1,72%. Tabel 1 penulis resep tehadap obat generik yang belum
menunjukkan golongan bronkodilator, mukolitik, dan optimal. Namun, nilai optimal peresepan obat
antibiotik adalah yang paling banyak diresepkan. generik pada praktiknya susah terpenuhi mengingat
Bronkodilator adalah agen yang dapat beberapa obat mungkin hanya tersedia dalam sediaan
melebarkan jalan pernafasan baik melalui agonis bermerk dagang. Selain itu, beberapa pandangan
reseptor -2 maupun penghambatan fosfodiesterase tentang kualitas obat generik yang substandar
di otot polos pernafasan[5]. Pemberian bronkodilator mungkin mendasari ketidakoptimalan nilai
pada bronkopneumonia berfungsi meringankan presentase indikator ini [8].
gejala sesak nafas yang terkadang menyertai. Studi Antibiotik dalam penelitian ini diresepkan
observasional oleh Lochindarat (2008) menunjukkan sebanyak 69,31%. WHO menyebutkan nilai optimal
pemberian bronkodilator akan membantu peresepan antibiotik adalah <30%[8]. Namun,
menghilangkan gejala pada 96% sampel anak dengan penanganan bronkopneumonia direkomendasikan
pneumonia ringan dalam 3 hari tanpa antibiotik [6]. menggunakan antibiotik karena susahnya
Pengunaan mukolitik dalam terapi membedakan agen infektor sehingga dapat dikatakan
bronkopneumonia dimaksudkan untuk mengurangi nilai optimal penggunaan antibiotik untuk
keparahan gejala batuk. Namun, pemberian mukolitik bronkopneumonia adalah 100%. Berdasarkan
maupun antitusif perlu dipertimbangkan terkait presentase tersebut, penggunaan antibiotik dalam
efektivitasnya. Sistematik review oleh Chang dkk penelitian ini dapat dikatakan masih belum optimal
(2014) menyebutkan masih kurangnya evidence dari segi jumlah. Namun, penggunaan antibiotik tetap
tentang penggunaan mukolitik maupun antitusif perlu dilakukan evaluasi rasionalitas mengingat tidak
dalam mengurangi gejala batuk pada pasien semua yang diresepkan sesuai guideline. Dari Tabel
pneumonia [7], 1, antibiotik yang banyak diresepkan adalah
golongan sefalosporin sedangkan antibiotik yang
Tabel 2. Profil Obat yang Diresepkan Berdasarkan
Indikator Penggunaan Obat WHO
direkomendasikan untuk penanganan
Indikator Presentase/Rata-rata bronkopneumonia anak adalah amoksisilin dan
sebagai alternatif adalah ko-amoksiklav, sefaklor,
Rata-rata jumlah obat 4,60
yang diresepkan tiap kali eritromisin, azitromisin and klaritromisin [3].
kunjungan Menurut hasil, obat injeksi diresepkan hanya
Peresepan Obat Generik 53,88 0,99%. Nilai peresepan obat injeksi pada pasien
Peresepan Antibiotik 69,31 rawat jalan memang relatif rendah karena kondisi
Peresepan Obat Injeksi 0,99 emergensi maupun ketidaksadaran relatif rendah
Peresepan Obat menurut 48,28 pada pasien rawat jalan. Penilaian presentase
Formularium Nasional peresepan obat injeksi sangat penting dilakukan
terkait potensi penularan penyakit melalui darah [10].
Tabel 2 menunjukkan evaluasi peresepan Presentase peresepan obat menurut
berdasarkan indikator penggunaan obat WHO. Hasil Formularium Nasional tahun 2017 dalam penelitian
menunjukkan rata-rata jumlah obat tiap kali ini adalah 48,28%. Persentase ketidaksesuaian
kunjungan adalah 4,60 item. Ideal rata-rata jumlah kemungkinan akan berbeda apabila dianalisis
obat yang diresepkan tiap kali kunjungan menurut menggunakan Formularium Nasional tahun yang
WHO adalah <2 sehingga dapat dikatakan rata-rata sama dengan periode peresepan yaitu tahun 2016,
jumlah obat yang diresepkan tiap kali kunjungan namun dalam penelitian ini pertimbangan
pada penelitian ini berpotensi pada polifarmasi [8]. penggunaan Formularium Nasional tahun 2017
Polifarmasi hendaknya dihindari karena seringkali adalah dari segi keterbaruan. Nilai persentase
dikaitkan dengan munculnya efek samping obat, ketidaksesuaian yang teramati ini masih relatif
mortalitas, peningkatan lama hari rawat di rumah rendah mengingat nilai optimal yang ditentukan
sakit serta readmisi setelah keluar rumah sakit [9]. WHO adalah 100% karena nilai tersebut
mencerminkan optimalnya penggunaan obat yang
69
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 4, No. 2, (Juli 2019), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
70