Anda di halaman 1dari 23

PEMBARUAN KARAKTERISTIK KLINIS DAN TEMUAN

PENCITRAAN PADA PULMONARY ASPERGILLOSIS

Abstrak

Aspergillosis paru adalah spektrum klinis dari mikosis oportunistik yang fatal
dan berkembang dengan progresif yang biasanya disebabkan oleh organisme
Aspergillus. Beberapa akhir tahun ini, jumlah pasien dengan invasive pulmonary
aspergillosis (IPA) meningkat dan masih menjadi penyebab utama dari morbiditas
dan mortalitas pada pasien imunokompromais. CT dada memiliki peran penting
dalam diagnosis awal IPA dan harus dimasukkan dalam protokol investigatif.
Temuan gambaran yang tipikal pada IPA meliputi nodul, konsolidasi, tanda halo,
tanda hipodens, dan tanda air crescent. CT Angiografi (CTA) memiliki sensitifitas
yang lebih tinggi dalam mendeteksi angioinvasive aspergillosis. Akan tetapi,
diagnosis dari aspergillosis paru tetap menjadi tantangan dalam hal radiologi pada
pasien chronic obstructive pulmonary disease (COPD) dengan imunokompeten dan
pasien sakit yang kritis di intensive care unit (ICU) karena temuan CT yang tidak
spesifik dan studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

Kata Kunci : Aspergillosis paru, Karakteristik klinis, Temuan gambar, Computed


tomography

1. Pendahuluan

Aspergillosis paru adalah spektrum klinis dari penyakit paru yang disebabkan
oleh jamur oportunistik dengan spesies Aspergillus (biasanya Aspergillus fungiatus,
jamur yang memang ada di lingkungan dan didapat melalui menghirup sporanya).
Ketika imunitas host intak, Aspergillus biasanya tidak menimbulkan kelainan paru,
namun perubahan imunitas mempengaruhi penyakit paru. Aspergilosis paru
diklasifikasikan menjadi aspergilloma (saprophytic aspergillosis), allergic
bromchopulmonary aspergillosis (ABPA), semi-invasive atau chronic necrotizing

1
pulmonary aspergillosis (CNPA), dan invasive pulmonary aspergillosis (IPA).
Beberapa akhir tahun ini, jumlah pasien dengan IPA meningkat dan masih menjadi
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien imunokompromais. Walau CT
dada memerankan peran penting dalam diagnosis awal IPA, diagnosis dari
aspergillosis paru tetap menjadi tantangan dalam hal radiologi pada pasien chronic
obstructive pulmonary disease (COPD) dengan imunokompeten dan pasien sakit
yang kritis di intensive care unit (ICU) karena temuan CT yang tidak spesifik dan
studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

Pada paparan ini, penulis menganalisa karakteristik klinis dan temuan


gambaran dari empat bentuk aspergillosis paru, termasuk laporan terbaru aspergillosis
yang berkaitan dengan COPD dan pasien sakit yang kritis di ICU.

2. Aspergilloma (Saprophytic aspergillosis)


Pulmonary aspergilloma atau mycetoma adalah bola jamur menyerupai massa
saprophytic, biasanya disebabkan oleh infeksi Aspergillus fumigatus tanpa invasi
jaringan dan sering terjadi pada host yang imunokompeten. Fungi lain yang
berhubungan dengan bola jamur adalah Zygomycetes dan Fusarium. Bola jamur
terbentuk dari sel inflamatori, fibrin, mukus, debris jaringan dan hifa fungal.
Pulmonary aspergilloma terjadi pada pre-existing pulmonary cavities dan
tuberkulosis (TB) adalah penyebab paling sering yaitu sebanyak 75% kasus [1].
Penyebab lainnya adalah sarkoidosis, emfisema, bronkiektasis, kista bronkogenik,
pneumoconiosis, fibrotic lung disease, neoplasma, infark pulmonal, pulmonary
sequestration dan pneumatoceles yang berhubungan dengan Pneumocytis carinii
pneumonia (PCP) pada pasien AIDS.

Meskipun pasien dengan aspergilloma bisa tetap asimtomatik, gejala yang


paling sering adalah hemoptisis karena jaringan granulasi vaskuler reaktif di
sekitarnya[2]. Pada kasus yang jarang, erosi ke arteri bronkial mungkin dapat
menyebabkan perdarahan yang mengancam jiwa. Pasien juga mungkin mengalami
batuk, produksi sputum, nyeri dada, dypsnea, penurunan berat badan dan demam

2
sekunder untuk penyakit yang mendasarinya. Aspergilloma mungkin menjadi stabil
atau mungkin tumbuh, menyebabkan pneumonia, pulmonary fibrosis dan infeksi
yang menyebar sebagai tambahan pada gejala hemoptisis. Bronchial aspergilloma
sering terjadi sebagai pseudotumor dan biasanya ditandai oleh sedikit/jika ada gejala.
Pasien dengan pleural aspergilloma biasanya lemah, jika tidak dalam cachexia yang
jelas[3].

Diagnosis dari pulmonary aspergilloma ditegakkan dengan temuan gambaran


dan tanda serologikal atau mikrobiologikal dari Aspergillus. Aspergilloma adalah
bentuk paling umum dari keterlibatan paru oleh Aspergillus yang terlihat secara
radiografi. X-ray dada dan CT Scan dari aspergilloma biasanya muncul sebagai
massa padat, bulat atau oval dengan atenuasi jaringan lunak di dalam rongga paru-
paru. Massa dipisahkan dari dinding rongga oleh udara berbentuk sabit, menghasilkan
"air crescent sign" atau "monod sign" (lihat Gambar 1). Bola jamur biasanya
bergerak ketika pasien mengubah posisi dari supinasi menjadi pronasi[4].
Aspergilloma biasanya tunggal, tetapi mereka juga bisa multipel dan terjadi secara
bilateral, mereka terjadi terutama di segmen posterior lobus atas dan segmen superior
dari lobus bawah. Penebalan pleura berdekatan dengan pre-existing pulmonary cavity
mungkin merupakan tanda-tanda radiografi paling awal dari aspergilloma. Temuan-
temuan pencitraan ini dapat dilihat pada kondisi lain seperti hydratid cyst, abses,
neoplasma, hematoma dan granulomatosis Wegener. Namun, aspergilloma juga
dapat hidup berdampingan dengan salah satu kondisi yang disebutkan di atas.
Aspergilloma yang mempresentasikan bayangan massa pada pencitraan dapat
menyerupai kanker paru-paru pada orang sehat dengan respon imun utuh[5]. Diagnosis
aspergilloma saat ini bergantung pada kultivasi spesies Aspergillus dari sekresi
saluran pernafasan (kultur dahak yang terisolasi negatif pada 50% kasus) atau
visualisasi hifa dalam jaringan yang dibiopsi (biopsi transbronkial melalui
bronkoskopi fiberoptik atau CT-guided percutaneous trans-thoracic lung biopsies).
Serum precipating Aspergillus antibodies, bronchial galactomannan enzyme
immunoassay (EIA), dan kuantitatif tes polymerase chain reaction (PCR)

3
ditambahkan untuk meningkatkan sensitifitas bronchoalveolar lavage (BAL) kultur
cairan (40% -50%) yang relatif kurangpeka sehingga sensitifitas dapat mencapai
94%-98%[6].

Gambar 1. Aspergilloma (bola jamur) pada laki-laki 59 tahun dengan riwayat TB


paru. Pencitraan CT menunjukkan “air crescent sign” atau “monod sign” pada lobus
atas paru dilihat dari soft tissue window (a) dan lung window (b).

3. Allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA)


ABPA merupakan respons alergi atau hipersensitivitas terhadap spesies
Aspergillus (biasanya A. fumigatus). Hal tersebut ditemui hampir secara eksklusif
pada pasien dengan asma bronkial lama[7] dan kadang-kadang pada pasien dengan
cystic fibrosis. Diperkirakan bahwa 2% penderita asma, dan 7% -14% dari asma
[8]
dependen kortikosteroid memiliki ABPA. Patterson dkk. menemukan bahwa
kejadian ABPA juga lebih tinggi pada pasien atopi. Kejadian ABPA dalam kasus
cystic fibrosis berkisar antara 1% hingga 15%[9]. Meskipun ABPA dapat terjadi pada
usia berapa pun, hal ini paling sering terjadi pada dekade ketiga dan keempat
kehidupan.

Manifestasi klinis ABPA tidak spesifik dan dapat berkisar dari eksaserbasi
asma yang rekuren dengan batuk, produksi sputum mengandung brown plug,
wheezing, sesak napas dan nyeri dada pleuritik sampai gejala sistemik dengan demam
ringan, sakit kepala, anoreksia dan lemahan atau malaise[10]. Pasien ABPA juga bisa
menderita kondisi alergi seperti rinitis alergi, sinusitis, eksim, dan urtikaria. Temuan

4
pemeriksaan fisik dapat bervariasi mulai dari pemeriksaan normal hingga penyakit
paru fibrotik stadium akhir seperti clubbing, cor pulmonale dan ronki halus. Pada
pemeriksaan paru-paru dapat ditemukan crackles atau bunyi napas bronkial pada saat
adanya infitrat paru. ABPA disebabkan oleh respon alergi yang ditandai dengan
reaksi hipersensitivitas IgE-mediated type I dan IgG-mediated tipe III terhadap
antigen yang dilepaskan oleh organisme Aspergillus[11]. Reaksi hipersensitivitas tipe I
yang diperantarai IgE khusus Aspergillus menyebabkan eosinofilia darah perifer dan
reaksi hipersensitivitas tipe III IgG-mediated spesifik menyebabkan kerusakan
dinding bronkus dan bronkiektasis[12].

Diagnosis ABPA didasarkan pada kombinasi kriteria klinis, radiologi dan


imunologi; eosinofilia darah perifer, peningkatan kadar IgE serum dan IgG serta tes
Aspergillus precipitin positif[13,14]. ABPA ditandai dengan adanya bongkahan padat
sekresi lendir yang tercampur dengan hifa dan eosinofil jamur yang mengakibatkan
dilatasi bronkial segmental dan subsegmental. Temuan x-ray dada yang khas dapat
bersifat sementara (infiltrat pulmonal, konsolidasi, impaksi lendir) atau permanen
("tram lines" dan "ring sign" menunjukkan bronkiektasis, fibrosis parenkim). Namun,
penampilan x-ray dada yang normal tidak mengeksklusi diagnosis ABPA. Temuan
CT di ABPA termasuk fleeting pulmonary infitrates, penebalan dinding bronkus,
bronkiektasis sentral, fibrosis paru, dan impaksi mukoid terutama di lobus atas. Pada
CT dada, opasitas seperti jari (opasitas berbentuk Y atau V) yang menyebar dari hilus
karena impaksi mukoid bronkus disebut sebagai "gloved finger sign" (lihat Gambar
2). CT scan resolusi tinggi (HRCT) adalah pencitaan yang sangat baik untuk
memeriksa bronkiektasis dan perubahan radiografi lainnya karena ABPA yang
mungkin terlewatkan oleh CT scan konvensional[15].

5
Gambar 2. Allergic bronchopulmonary aspergillosis pada laki-laki 78 tahun dengan
asma. Pencitraan CT berupa “gloved finger sign” pada lobus kanan atas paru dilihat
dari soft tissue window (a) dan lung window (b).

4. Chronic necrotizing pulmonary aspergillosis (CNPA)


CNPA, yang juga dikenal sebagai aspergillosis paru invasif semi-invasif atau
subakut, adalah proses infeksi paru lambat dan biasanya disebabkan oleh A.
fumigatus. CNPA berjalan lambat progresif selama berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun dan dikaitkan dengan penyakit kronis yang mendasari seperti COPD, infeksi
paru, sarkoidosis, pneumokoniosis, cystic fibrosis, tuberkulosis paru sebelumnya,
neoplasma dengan terapi radiasi sebelumnya atau operasi sebelumnya[16,17]. Selain itu,
mungkin juga terkait dengan pasien imunokompromais ringan karena
terapi kortiosteroid yang berkepanjangan, diabetes mellitus, alkoholisme, kekurangan
[18]
gizi, atau penyakit jaringan ikat (connective tissue) . Kasus CNPA juga telah
dijelaskan pada pasien imunokompeten[19]. Gen mannose-binding lectin
polimorphism memainkan peran penting dalam patogenesis CPNA[20]. Secara
histologi, CNPA ditandai oleh nekrosis jaringan paru diikuti oleh peradangan akut
atau kronis pada dinding rongga dan terutama keberadaan hifa yang konsisten dengan
spesies Aspergilus. Berlawanan dengan IPA, invasi vaskular dan diseminasi ke organ
lain pada CPNA adalah tidak biasa.

CPNA biasanya terjadi pada individu paruh baya sampai usia tua dan dapat
bermanifestasi sebagai batuk kronis, produksi sputum, demam, keringat

6
malam, malaise, kelelahan, dan penurunan berat badan yang terjadi selama satu
bulan. Kadang-kadang, pasien mungkin menderita hemoptisis. Namun, dalam kasus
yang jarang, pasien mungkin asimtomatik. Biasanya terdapat leukositosis[21].

Secara radiologis, CNPA ditandai dengan konsolidasi kronis dengan


penebalan pleural yang berdekatan di lobus atas paru (lihat Gambar 3).
Penebalan pleural yang berdekatan dapat berkembang menjadi bronchopleural
fistula yang merupakan tanda awal dari proses invasif lokal[22]. Area dengan nodul
multipel dari opasitas yang meningkat dengan kavitasi yang progresif pada satu atau
kedua lobus atas juga dapat dilihat. Temuan radiologi ini cenderung terjadi selama
satu bulan. Aspergilloma (bola jamur) terjadi pada hampir separuh pasien[23]. Selain
itu, Dobbertin dkk[24]. melaporkan bahwa CPNA dan ABPA kadang-kadang dikaitkan
dengan endobronchial aspergillosis. Sebagian besar pasien CPNA memiliki serum
positif antibodi IgG terhadap Aspergillus[25].

Demonstrasi histopatologi Aspergillus pada biopsi paru atau hasil serologi


positif untuk Aspergillus atau pertumbuhan Aspergillus pada kultur menegaskan
diagnosis CPNA[26]. Invasi lokal dari jaringan paru-paru tanpa rongga yang sudah ada
membedakan CPNA dari aspergilloma di mana Aspergillus menjajah rongga yang
sudah ada.

Gambar 3. Chronic necrotizing pulmonary aspergillosis pada laki-laki 75 tahun


dengan COPD. Pencitraan CT menunjukkan konsolidasi kronis dengan

7
penebalan pleural yang berdekatan di lobus atas paru dilihat dari soft tissue window
(a) dan lung window (b).

5. Invasive pulmonary aspergillosis (IPA)

IPA adalah infeksi jamur yang berpotensi untuk berkembang secara cepat
pada pasien imunokompromais. Penyebab utamanya disebabkan oleh Aspergilus
fumigatus, yang sporanya dapat dihirup oleh manusia. Aspergillus dapat ditemukan
pada sistem ventilasi di rumah sakit. IPA ditandai dengan adanya invasi Aspergillus
pada jaringan paru yang menyebabkan kerusakan jaringan dan nekrosis yang
signifikan. Dectin-1 yang merupakan reseptor permukaan sel β-glucan yang utama
dipresentasikan pada makrofag, dan Toll-like receptor 2 dan 4 (TLR2 dan TLR4)
terlibat dalam proses pengenalan imun dari Aspergillus fumigatus[27,28]. Insiden IPA
meningkat secara signifikan pada 30 tahun terakhir dengan parah pada ruang lingkup
hematopoietic stem cell dan organ tranplantasi solid, onkologi dan perawatan
intensif[29], serta pada kasus kemoterapi agresif secara terus menerus dan agen
imunosupresif[30].

Faktor risiko dari IPA yaitu neutropenia yang berkepanjangan atau


immunosupresan, Haematopoietic stem-cell transplantation (HSCT), tranplantasi
organ solid, terapi kortikosteroid dosis tinggi yang berkepanjangan, keganasan
hematologik, terapi sitotoksik, AIDS, dan anak-anak dengan sindroma
imunodefisiensi primer[21]. Grup yang merupakan faktor risiko berikutnya adalah
pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik dan pasien sakit yang kritis.
Neutropenia dengan granulosit kurang dari 500 sel/µl dan neutropeni yang
berkepanjangan merupakan faktor risiko utama pada invasive aspergillosis. Pasien
dengan IPA memiliki prognosis yang buruk, yaitu dengan laju mortalitas 50-90%[31].
Diagnosis dini merupakan kunci dari pemilihan penanganan awal untuk mendapatkan
prognosis yang lebih baik.

Manifestasi klinis dari IPA tidak spesifik, namun biasanya ditandai dengan
adanya demam yang tidak merespon terhadap antibiotik, batuk berdahak, dyspnea

8
dengan hipoksia, nyeri dada pleuritik dan hemoptisis. Infeksi Aspergillus dapat
menyebar secara hematogen ke otak yang menyebabkan kejang, meningitis, abses
epidural, lesi ring-enhancing, cerebral infarction, and perdarahan intrakranial[25].
Organ yang dapat terlibat adalah pleura, kulit, esofagus, hati, jantung, dan ginjal[32].

Invasive pulmonary aspergillosis diklasifikasikan menjadi angioinvasive dan


airway invasive pattern pada dasar manifestasi radiologi. Angioinvasive aspergillosis
adalah kondisi agresif dan fatal yang terjadi pada pasien dengan imunokompromais
yang parah dengan neutropenia berat[33]. Secara histopatologi, ditandai dengan adanya
invasi jamur pada pembuluh darah pari-paru yang menyebabkan nekrosis jaringan
dan penyebaran sistemik ke sistem saraf pusat, saluran pencernaan, dan ginjal[34].
Angioinvasive aspergillosis memiliki laju mortalitas yang tinggi.

Airway invasive aspergillosis adalah penyakit invasif yang biasanya


menyerang saluran nafas yang disebabkan oleh Aspergillus. Sering terjadi pada
pasien dengan imunokompromais dan pasien AIDS[35]. Jenis airway invasive lebih
sering terjadi pada resipien transplantasi organ solid (65%) daripada pasien
neutropeni (7%) dengan IPA[36]. Secara histopatologi, ditandai dengan adanya invasi
jamur pada membran basal saluran nafas yang mendalam. Secara klinis, hal ini
termasuk trakeobronkitis akut, bronkiolitis, dan bronkopneumonia. Pemeriksaan
bronkoskopik dengan sampel mikroskopik dan kultur dari biopsi tampak memiliki
hasil diagnostik yang tinggi terhadap aspergillus trakeobronkitis pada pasien
imunokompromais[37]. Gambaran histopatologi dari adanya hifa yang menyerupai
aspergillus pada mukosa bronkus merupakan diagnosis pasti. Transbronchial needle
aspiration yang dipandu endobronchial ultarasound mungkin berguna untuk
mencapai diagnosis pada pasien trombositopenia dengan risiko pendarahan terendah.

Pencitraan radiografi dada tidak spesifik. Temuan hasil CT yang sering pada
angoinvasive aspergillosis awal adalah adanya nodul soliter atau multipel dan atau
terdapat konsolidasi berbentuk baji dengan lingkaran halo pendarahan yang terlihat
sebagai area atenuasi ground-glass (halo sign). Dengan berkembangnya penyakit,

9
nodul dapat membentuk kavitas dan jaringan nekrosis dapat terlepas dari parenkim
paru yang menyebabkan adanya air cresent sign[38]. Nodul ditandai dengan adanya
opasitas jaringan lunak berbentuk ovoid dengan diameter < 3 cm. Area opasitas yang
mengaburkan gambaran pembuluh darah disebut konsolidasi. Untuk diagnosis
angioinvasive aspergillosis pada pasien neutropeni dengan mutislice CT-angiography
memiliki sensitifitas sebesar 86,4% dan spesifisitas sebesar 92,0%. Sedangkan tanda
halo klasik hanya memiliki sensitifitas sebesar 36,4% dan spesifisitas sebesar 84,0%
yang menunjukan bahwa CT-angiography memiliki sensitifitas yang lebih basar
dalam mendeteksi angioinvasive aspergillosis[39]. Airway invasive aspergilosis
memiliki tanda yang tidak spesifik, namun biasanya ditandai dengan adanya
penebalan dinding trakea atau bronkus pada trakeobronkitis obstruktif akibat
aspergillosis, nodul sentrilobular dan gambaran "tree-in-bud" (bagian opasitas pada
cabang kecil bronkiolus) pada Aspergillus bronkiolitis, dan konsolidasi peribronkial
yang merata pada aspergillus bronkopneumonia[12].

Halo sign pada CT dada merupakan gambaran melingkar pada atenuasi


ground-glass di sekitar nodul pada paru-paru atau masa dengan atenuasi jaringan
lunak sentral (lihat Gambar 4). Mekanisme patofisiologi dari tanda halo berhubungan
dengan area sentral infark dan nekrosis koagulatif yang dikelilingi oleh perdarahan
alveolar. Halo sign adalah temuan yang berfungsi untuk diagnosis awal dari IPA.
Halo sign terlihat lebih sering pada pasien dengan IPA yang mempengaruhi
hematologi (48%-76%) dari pada pasien dengan IPA setelah tranplantasi organ solid
(30%)[40]. Halo sign sering terlihat pada IPA, namun hal itu relatif tidak spesifik
karena dapat juga dihubungkan dengan eosinophilic pneumonia, organizing
pneumonia, bronchiolitis obliterans, kandidiasis, coccidioidomycosis, herpes
simpleks dan infeksi sitomegalovirus, Wegener granulomatosis, Kaposi sarcoma,
karsinoma bronkoalveolar , limfoma and metastasis angiosarkoma[41]. Infeksi paru
oleh karena spesies Candida, Cryptococus dan Coccidioides juga dapat
memperlihatkan halo sign pada CT Scan dada[42].

10
Gambar 4. Invasive pulmonary aspergillosis pada perempuan 52 tahun dengan
karsinoma serviks dan netrupenia berat setelah kemoterapi. Pencitraan CT dari “halo
sign” pada bagian kiri atas dari lobus paru yang terlihat dari gambaran jaringan lunak
(a) dan gambaran paru (b)

Reversal halo sign atau atoll sign juga dapat ditemukan pada IPA[43]. Reversal
halo sign ditandai dengan area bulat terfokus dari opasitas ground-glass yang
dikelilingi oleh konsolidasi berbentuk bulan sabit. Telah dilaporkan bahwa opasitas
groud-glass sentral berhubungan secara histopatologi dengan area peradangan septum
alveolar dan debris sel serta peripheral ring dari konsolidasi berhubungan dengan
area dari organizing pneumonia dalam duktus alveolar. Reversal halo sign dianggap
merupakan tanda tidak spesifik yang dapat ditemukan pada berbagai kondisi paru-
paru termasuk kondisi infeksi seperti paracoccidioidomycosis, tuberkulosism
histoplasmosis, dan invasive fungal pneumonia serta kondisi non-infeksi seperti
Wegener granulomatosis , granulomatosis limfoid, dan sarkoidosis.

Pada analisis retrospektif tentang unenhanced CT scan pada 43 pasien


imunokompromais dengan IPA yang dilakukan Horger dkk[44], mengungkapkan
temuan pencitraan lain yang disebut "hypodense" sign (hypointensity sentral) pada
konsolidasi paru atau nodul. Hal ini diperkirakan terjadi karena obstruksi vaskular
dengan infark paru sekunder dan sekuestrasi, yang menimbulkan kavitasi atau
resolusi lesi. Oleh karena itu, hypodense sign terbukti sebagai prekursor dari crescent

11
sign, mengantisipasi dengan kisaran 2-19 hari. Hypodense sign dilaporkan pada 13
(30,2%) dari 43 pasien dengan IPA. Tanda ini ditemukan setelah presentasi awal dari
temuan radiografi dari halo sign yang secara signifikan membatasinya untuk
digunakan dalam diagnosis awal penyakit IPA.

Air crescent sign adalah densitas udara berbentuk bulan sabit pada massa atau
opasitas nodul yang terbentuk dari akumulasi udara diantara massa atau nodul dengan
parenkim paru (lihat Gambar 4b). Tanda ini sering terlihat pada pasien neutropeni
atau pasien imunkompromais dengan aspergillosis. Tanda ini berkembang selama
berhari-hari sampai berminggu-minggu setelah infeksi ketika jumlah neutrofil
meningkat dan ketika jaringan nekrotik terpisah dari parenkim paru normal yang
terisi udara. Tanda ini merupakan tanda pemulihan dari infeksi, neutropenia pada
darah tepi membaik ketika diberikan terapi awal. Tidak adanya air crescent sign
dikaitkan dengan menurunnya survival rate dalam 3 bulan[45]. Penyebab lain dari air
crescent sign adalah mycetoma, hematoma, kista hydatid dengan keterlibatan
bronkus, abses, necrotizing pneumonia, kista bronkiektasis yang terisi mukus plak
dan papillomatosis[46].

Milito dkk[47], mengobservasi bahwa temuan CT tersering pada pasien IPA


dengan kelainan hematologi adalah lesi nodul perifer, tanpa menghiraukan
mekanisme dari imunosupresan. Temuan CT pada pasien IPA dengan non hematologi
sering bermanifestasi sebagai bronkopneumonia akut dan dengan temuan yang umum
termasuk opasitas ground glass dan konsolidasi air-space. Konsolidasi atau masa
merupakan temuan CT yang paling umum pada IPA dengan resipien transplantasi
organ solid (SOT) dan kemunculan dari kavitas kecil bisa dikaitkan dengan prognosis
yang baik[48]. Zaspel dkk[49], mengidentifikasikan karakteristik gambaran radiologis
dari IPA pada pasien HIV sebagai nodul (92%), kavitasi (75%), tanda air crescent
(33%) atau infark subpleural (17%). Lesi kavitas berdinding tebal
mendemonstrasikan temuan akhir pada stadium akhir AIDS dengan jumlah sel CD4
<5/mm3[50]. Manifestasi radiologis dari invasive aspergillosis pada kasus anak

12
meliputi konsolidasi segmental dan multilobar, infiltrat perihilar, nodul kecil
multipel, masa nodul perifer dan efusi pleura[51].

Beberapa tahun belakangan, jumlah dari studi yang melaporkan bahwa


insiden IPA meningkat gradual pada pasien COPD nonneutropenik yang
imunokompeten dan pasien sakit yang kritis di ICU[52,53]. Pada pasien COPD dengan
gangguan aktivitas silia, imunosupresan karena makrofag alveolus dan inhibisi
neutrofil pada mereka yang diobati dengan steroid dan juga menerima antibiotik
spektrum luas, memiliki peran penting dalam perkembangan IPA[54]. Penyakit dasar
yang paling umum berkaitan dengan invasive aspergillosis di ICU adalah COPD,
kemudian diikuti dengan SOT[53]. Temuan tersering pada x-ray dada dan CT pada
pasien dengan COPD adalah infiltrat[55]. Diagnosis IPA di ICU tidak langsung
didapat dan bisa tertunda selama beberapa hari karena kurangnya kecurigaan klinis.
IPA pada pasien ICU berkaitan dengan mortalitas dan pembayaran rumah sakit yang
tinggi. Gambaran yang ditemukan biasanya tidak spesifik, memperlihatkan adanya
konsolidasi, patchy infiltrate, kavitasi atau nodul, dan bisa disulitkan oleh temuan
yang berdampingan seperti atelektasis , efusi pleura atau adult respiratory distress
syndrome (ARDS).

Obstructive bronchopulmonary aspergillosis merupakan non-invasive


aspergillosis yang jarang dan biasanya disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebih
dari A.fungiatus di intraluminal yang terjadi pada pasien AIDS[56]. Manifestasi klinis
yang ditemukan tidak spesifik, tetapi demam, batuk, dyspnea dengan hipoksia bisa
ditemukan. Temuan CT pada OBPA meliputi dilatasi bilateral bronkial dan
bronkiolar, impaks mukoid di lobus bawah dan konsolidasi lobus bawah yang difus
disebabkan oleh atelektasis postobstruktif[56].

Pada laporan kasus yang baru – baru ini diterbitkan mengenai aspergillosis
invasif pada pasien dengan leukimia myeloid akut, dynamic contrast-enhanced
magnetic resonance imaging (DCE-MRI) memperlihatkan lesi kavitas multipel
dengan ukuran bervariasi pada kedua paru. Lesi yang ditemukan isotens sampai

13
hipointens pada gambar T1-weighted (T1W1) dibandingkan dengan jaringan otot;
pada gambaran T2-weighted (T2W1), bagian tengah dari lesi hiperintens, dindingnya
tebal dan memperlihatkan isotensitas sampai hipointensitas. Pada gambaran diffusion-
weighted (DW1), dinding lesi menunjukkan difusi terbatas. Pada fase postkontras
gambar kontras dinamik, dinding lesi menunjukkan enhanced kontras (wash in 80 -
90%), dan tidak terdapat washout pada gambar fase akhir[57].

Walau CT scan dada telah dianjurkan sebagai kunci pertimbangan dari


diagnosis awal IPA, tidak ada tanda yang sensitif atau patognomonik. Perkembangan
terbaru dalam diagnosis IPA berhubungan untuk mendeteksi antigen Aspergillus di
cairan tubuh, utamanya galaktomannan dan serum (1 –› 3)-β-D-glucan (keduanya
adalah komponen polisakarida dari dinding sel jamur). Galaktomannan dan serum (1
–› 3)-β-D-glucan assays telah diterima oleh FDA (US Food and Drug
Administration) dan merupakan tes yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi
untuk IPA[58,59]. Pada laporan meta-analisis terbaru dilaporkan bahwa tes BAL
galaktomannan dengan keseluruhan sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90% untuk
diagnosis invasive aspergillosis[59]. Sebagai tambahan, metode berdasarkan PCR
untuk mendiagnosis IPA juga dievaluasi dengan mendeteksi DNA Aspergillus di
cairan dan serum BAL[60]. Tetapi PCR sering dikaitkan dengan hasil positif palsu dan
tidak dipertimbangkan sebagai tes klinis rutin. Standar emas untuk diagnosis IPA
tetap demonstrasi histopatologi dari invasi jamur di jaringan paru.

Temuan gambaran dari bentuk aspergillosis paru yang berbeda disimpulkan pada
Tabel 1.

Penyakit Temuan gambar


Aspergilloma X-ray dan CT dada:
(Saprophytic Kavitas paru berisi masa solid, bulat atau oval yang
aspergillosis) dipisahkan dari dinding oleh udara berbentuk bulan sabit,
menghasilkan tanda “air-crescent’’.
Penebalan dinding kavitas dan pleura yang terdekat.

14
Bola fungus yang bisa mobile.
Allergic X-ray dada: Hasilnya bisa sementara/transien (infiltrat
bronchopulmonary pulmonal, konsolidasi, impaksi mukoid) atay bisa
aspergillosis (ABPA) permanen (“tram lines” dan “ring sign” yang
mengindikasikan bronkiektasis, fibrosis parenkim).
CT dada: Opasitas seperti jari pada distribusi bronkial
mewakili mucus plugging didalam bronkiektasis (“gloved
finger sign”), utamanya melibatkan lobus atas.
Chronic necrotizing X-ray dan CT dada: Konsolidasi kavitas kronis dengan
pulmonary penebalan pleura yang terdekat pada lobus atas paru.
aspergillosis (CNPA) Penebalan pleura yang terdekat bisa belanjut dan
membentuk fistula bronkopleural yang merupakan tanda
awal dari proses invasif lokal.
Invasive pulmonary Angioinvasive Aspergillosis:
aspergillosis (IPA) CT: Nodul atau konsolidasi dikelilingi oleh ground-glass
halo (“Halo sign”), berkembang menjadi kavitas atau
formasi air crescent (“air crescent sign”)
CTA: Oklusi pembuluh darah.
DCE-MRI: lesi kavitas multipel dengan ukuran bervariasi
di kedua paru. Lesi isotens sampai hipotens pada T1W1
dibandingkan dengan jaringan otot; pada T2W1, bagian
tengah lesi hipertens, dindingnya tebal dan terlihat
isointensitas sampai hipointensitas. Pada DW1, dinding
lesi menunjukkan difusi terbatas. Pada fase postkontras
gambar kontras dinamik, dinding lesi menunjukkan
enhanced kontras dan tidak terdapat washout pada
gambar fase akhir.
Temuan gambar paling sering dari x-ray dada dan CT
pada pasien IPA dengan COPD adalah infiltrasi.

15
Airway invasive aspergillosis:
CT: Penebalan dinding trakea atau bronkial pada
trakeobronkitis obstruktif karena aspergillosis, nodul
sentrilobular dan area gambaran “tree-in-bud” pada
bronkiolitis aspergillus, dan konsolidasi patchy
peribronkial pada bronkopneumonia aspergillus

Kesimpulan

Aspergillosis paru adalah spektrum klinis dari mikosis oportunistik yang fatal dan
berkembang progresif yang sering ditemukan pada pasien imunokompromais. CT
dada memegang peran penting dalam diagnosis awal aspergilosis paru dan harus
dimasukkan dalam protokol investigatif pada pasien imunokompromais untuk
meningkatkan hasil yang didapat pasien dengan pemberian awal pengobatan walau
pada saat pencitraan foto polos dada normal atau tidak spesifik. CTA multislice
merupakan gambaran investigasi yang baik untuk memeriksa oklusi vaskular untuk
diagnosis dari angioinvasie aspergillosis pada pasien neutropenik. Tetapi, temuan CT
tidak spesifik pada pasien imunokompeten COPD dan pasien sakit yang kritis di ICU
membuat diagnosis dari aspergillosis paru menantang dalam hal radiologikal dan
studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis. DCE-MRI
mengurangi paparan radiasi dan membantu dalam karakterisasi dan penaksiran dari
contrast uptake dynamics of lesions, membuatnya berguna untuk mengevaluasi
patologi dari aspegillosis paru. Standar emas dari diagnosis aspergillosis paru adalah
demonstrasi histopatologi invasi jamur di jaringan paru, sejauh ini memperoleh biopsi
paru pada pasien imunokompromais tetap ditolak.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Khan MA, Dar AM, Kawoosa NU, et al. Clinical profile and surgical outcome for
pulmonary aspergilloma: Nine year retrospective observational study in a tertiary
care hospital. Int J Surg. 2011; 9: 267-71. PMid:21252003
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijsu.2011.01.002
2. Faruqi S, Hughes D, Chauhan S, et al. Intern Med J. 2009; 39: 64-66.
PMid:19290986 http://dx.doi.org/10.1111/j.1445-5994.2008.01810.x
3. Passera E, Rizzi A, Robustellini M, et al. Pulmonary aspergilloma: clinical
aspects and surgical treatment outcome. Thorac Surg Clin. 2012; 22: 345-61.
PMid:22789598 http://dx.doi.org/10.1016/j.thorsurg.2012.04.001
4. Roberts CM, Citron KM, Strickland B. Intrathoracic aspergilloma: role of CT in
diagnosis and treatment. Radiology. 1987; 165(1): 123-8. PMid:3628758
http://dx.doi.org/10.1148/radiology.165.1.3628758
5. Yasuda M, Nagashima A, Haro A, et al. Aspergilloma mimicking a lung cancer.
Int J Surg Case Rep. 2013; 4: 690-2.PMid:23792483
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijscr.2013.02.028
6. Musher B, Fredricks D, Leisenring W, et al. Aspergillus galactomannan enzyme
immunoassay and quantitative PCR for diagnosis of invasive aspergillosis with
bronchoalveolar lavage fluid. J Clin Microbiol. 2004; 42: 5517-22.
PMid:15583275 http://dx.doi.org/10.1128/JCM.42.12.5517-5522.2004
7. Greenberger PA. When to suspect and work up allergic bronchopulmonary
aspergillosis. Ann Allergy Asthma Immunol. 2013; 111: 1-4. PMid:23806451
http://dx.doi.org/10.1016/j.anai.2013.04.014
8. Patterson K, Strek ME. Allergic bronchopulmonary aspergillosis. Proc Am
Thorac Soc. 2010; 7: 237-44. PMid:20463254
http://dx.doi.org/10.1513/pats.200908-086AL
9. Agarwal R. Allergic bronchopulmonary aspergillosis. Chest. 2009; 135: 805-26.
PMid:19265090 http://dx.doi.org/10.1378/chest.08-2586

17
10. Safirstein BH, D'Souza MF, Simon G, et al. Five-year follow-up of allergic
bronchopulmonaryaspergillosis. Am Rev Respir Dis. 1973; 108: 450-59.
PMid:4126802
11. Greenberger PA, Bush RK, Demain JG, et al. Allergic bronchopulmonary
aspergillosis. J Allergy Clin Immunol Pract. 2014; 2: 703-8. PMid:25439360
http://dx.doi.org/10.1016/j.jaip.2014.08.007
12. Franquet T, Muller NL, Gimenez A, et al. Spectrum of pulmonary aspergillosis:
histologic, clinical, and radiologic findings. Radio Graphics. 2001; 21: 825-37.
PMid:11452056 http://dx.doi.org/10.1148/radiographics.21.4.g01jl03825
13. Agarwal R, Maskey D, Aggarwal AN, et al. Diagnostic performance of various
tests and criteria employed in allergic bronchopulmonary aspergillosis: a latent
class analysis. PLoS One. 2013; 8: e61105. PMid:23593402
http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0061105
14. Dhooria S, Agarwal R. Diagnosis of allergic bronchopulmonary aspergillosis: a
case-based approach. Future Microbiol. 2014; 9: 1195-208. PMid:25405888
http://dx.doi.org/10.2217/fmb.14.74
15. Johkoh T, Müller NL, Akira M, et al. Eosinophilic lung diseases: diagnostic
accuracy of thin-section CT in 111 patients. Radiology. 2000; 216: 773-80.
PMid:10966710 http://dx.doi.org/10.1148/radiology.216.3.r00se01773
16. Tashiro T, Izumikawa K, Tashiro M, et al. A Case Series of Chronic Necrotizing
Pulmonary Aspergillosis and a New Proposal. Jpn J Infect Dis. 2013; 66: 312-6.
PMid:23883842 http://dx.doi.org/10.7883/yoken.66.312
17. Nam HS, Jeon K, Um SW, et al. Clinical characteristics and treatment outcomes
of chronic necrotizing pulmonary aspergillosis: a review of 43 cases. Int J Infect
Dis. 2010; 14: e479-82. PMid:19910234
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijid.2009.07.011
18. Segal BH. Aspergillosis. N Engl J Med. 2009; 360: 1870-84. PMid:19403905
http://dx.doi.org/10.1056/NEJMra0808853

18
19. Jin E, Wang LM, Li QY, et al. Chronic necrotizing pulmonary aspergillosis in an
immunocompetent patient: report of a rare case. Infection. 2014; 42: 565-8.
PMid:24381139 http://dx.doi.org/10.1007/s15010-013-0575-z
20. Crosdale DJ, Poulton KV, Ollier WE, et al. Mannose-binding lectin gene
polymorphisms as a susceptibility factor for chronic necrotizing pulmonary
aspergillosis. J Infect Dis. 2001; 184: 653-6. PMid:11474427
http://dx.doi.org/10.1086/322791
21. Gefter WB. The spectrum of pulmonary aspergillosis. J Thorac Imaging. 1992;
7:56-74. PMid:1404546 http://dx.doi.org/10.1097/00005382-199209000-00009
22. Kim SY, Lee KS, Han J, et al. Semiinvasive pulmonary aspergillosis: CT and
pathologic findings in six patients. AJR Am J Roentgenol. 2000; 174: 795-798.
PMid:10701627 http://dx.doi.org/10.2214/ajr.174.3.1740795
23. Lovrenski A, Panjković M, Eri Z, et al. Chronic necrotizing pulmonary
aspergillosis. Vojnosanit Pregl. 2011; 68: 988-91. PMid:22191319
http://dx.doi.org/10.2298/VSP1111988L
24. Dobbertin I, Friedel G, Jaki R, et al. Bronchial aspergillosis. Pneumologie. 2010;
64: 171-83. PMid:20072959 http://dx.doi.org/10.1055/s-0029-1215306
25. Kousha M, Tadi R, Soubani AO. Pulmonary aspergillosis: a clinical review. Eur
Respir Rev. 2011; 20: 156-74. PMid:21881144
http://dx.doi.org/10.1183/09059180.00001011
26. Zmeili OS, Soubani AO. Pulmonary aspergillosis: a clinical update. QJM. 2007;
100: 317-34. PMid:17525130 http://dx.doi.org/10.1093/qjmed/hcm035
27. Park SJ, Mehrad B. Innate immunity to Aspergillus species. Clin Microbiol Rev.
2009; 22: 535-51. PMid:19822887 http://dx.doi.org/10.1128/CMR.00014-09
28. Chai LY, Netea MG, Vonk AG, et al. Fungal strategies for overcoming host
innate immune response. Med Mycol. 2009; 47: 227-36. PMid:18654922
http://dx.doi.org/10.1080/13693780802209082
29. Vandewoude K, Vogelaers D, Blot S. Aspergillosis in the ICU-the new 21st
century problem. Med Mycol. 2006; 44: 71-76.
http://dx.doi.org/10.1080/13693780600919262

19
30. Chamilos G, Luna M, Lewis RE, et al. Invasive fungal infections in patients with
hematologic malignancies in a tertiary care cancer center: an autopsy study over a
15-year period (1989-2003). Haematologica. 2006; 91: 986-9. PMid:16757415
31. Baddley JW, Andes DR, Marr KA, et al. Factors associated with mortality in
transplant patients with invasive aspergillosis. Clin Infect Dis. 2010; 50: 1559-67.
PMid:20450350 http://dx.doi.org/10.1086/652768
32. Denning DW. Invasive aspergillosis. Clin Infect Dis. 1998; 26: 781-803.
PMid:9564455 http://dx.doi.org/10.1086/513943
33. Nootigattu VK, Sundaram J, Shabbani A, et al. Angioinvasive aspergillosis. Arch
Dis Child. 2004; 89: 784. PMid:15269084
http://dx.doi.org/10.1136/adc.2003.046599
34. Shaikh AG, Sundararajan S. Angioinvasive Aspergillosis of the Central Nervous
System. Can J Neurol Sci. 2014; 19: 1-2.
35. Brown MJ, Worthy SA, Flint JDA, et al. Invasive aspergillosis in the
immunocompromised host: utility of computed tomography and bronchoalveolar
lavage. Clin Radiol. 1998; 53: 255-57. http://dx.doi.org/10.1016/S0009-
9260(98)80122-0
36. Park SY, Kim SH, Choi SH, et al. Clinical and radiological features of invasive
pulmonary aspergillosis in transplant recipients and neutropenic patients. Transpl
Infect Dis. 2010; 12: 309-15. PMid:20202177 http://dx.doi.org/10.1111/j.1399-
3062.2010.00499.x
37. Fernández-Ruiz M, Silva JT, San-Juan R, et al. Aspergillus Tracheobronchitis
Report of 8 Cases and Review of the Literature. Medicine. 2012; 91: 261-73.
PMid:22932790 http://dx.doi.org/10.1097/MD.0b013e31826c2ccf
38. Sebastianes PM, Fortes M, Meirelles GS. Angioinvasive aspergillosis with halo
sign on computed tomography of the lungs. Rev Soc Bras Med Trop. 2008; 41:
219-20. PMid:18545851 http://dx.doi.org/10.1590/S0037-86822008000200020
39. Stefan Sonnet. Diagnosis of invasive pulmonary aspergillosis with multislice CT-
angigraphy. Chest. 2005; 128.

20
40. Marchiori E, Irion KL. Commentary on: “Analysis of initial and follow-up CT
findings in patients with invasive pulmonary aspergillosis after solid organ
transplantation”. Clin Radiol. 2012; 67: 1153-4. PMid:22748676
http://dx.doi.org/10.1016/j.crad.2012.05.004
41. Pinto PS. Signs in imaging: the CT halo sign. Radiology. 2004; 230: 109-10.
PMid:14695389 http://dx.doi.org/10.1148/radiol.2301020649
42. Kami M, Kishi Y, Hamaki T, et al. The value of the chest computed tomography
halo sign in the diagnosis of invasive pulmonary aspergillosis. An autopsy-based
retrospective study of 48 patients. Mycoses. 2002; 45: 287-94. PMid:12572717
http://dx.doi.org/10.1046/j.1439-0507.2002.00770.x
43. Walsh S, Tunnicliffe G. Importance of the reversed halo sign for the diagnosis of
angioinvasive pulmonary aspergillosis. Respir Med. 2014; 108: 1240.
PMid:25044279 http://dx.doi.org/10.1016/j.rmed.2014.05.003
44. Horger M, Einsele H, Schumacher U, et al. Invasive pulmonary aspergillosis:
frequency and meaning of the “hypodense sign” on unenhanced CT. Br J Radiol.
2005; 78: 697-703. PMid:16046420 http://dx.doi.org/10.1259/bjr/49174919
45. Caillot D, Mannone L, Cuisenier B, et al. Role of earlydiagnosis and aggressive
surgery in the management of invasive pul-monary aspergillosis in neutropenic
patients. Clin Microbiol Infect. 2001; 7 (Suppl 2): 54-61. PMid:11525219
http://dx.doi.org/10.1111/j.1469-0691.2001.tb00010.x
46. Hansell DV, Armstrong P, Lynch DA, et al. Basic patterns in lung disease. In:
Hansell DV, Armstrong P, Lynch DA, McAdams HP. Imaging of diseases of the
chest. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Williams. 2005; 69-142.
47. Milito MA, Kontoyiannis DP, Lewis RE, et al. Influence of host
immunosuppression on CT findings in invasive pulmonary aspergillosis. Med
Mycol. 2010; 48: 817-23. PMid:20109093
http://dx.doi.org/10.3109/13693780903514872
48. Lim C, Seo JB, Park SY, et al. Analysis of initial and follow-up CT findings in
patients with invasive pulmonary aspergillosis after solid organ transplantation.

21
Clin Radiol. 2012; 67: 1179-86. PMid:22766482
http://dx.doi.org/10.1016/j.crad.2012.02.018
49. Zaspel U, Denning DW, Lemke AJ, et al. Diagnosis of IPA in HIV: the role of
the chest X-ray and radiologist. Eur Radiol. 2004; 14: 2030-7. PMid:15309496
http://dx.doi.org/10.1007/s00330-004-2447-5
50. Kenney HH, Agrons GA, Shin JS. Best cases from the AFIP. Invasive pulmonary
aspergillosis: radiologic and pathologic findings. Radiographics. 2002; 22: 1507-
10. PMid:12432119 http://dx.doi.org/10.1148/rg.226025101
51. Thomas KE, Owens CM, Veys PA, et al. The radiological spectrum of invasive
aspergillosis in children: a 10-year review. Pediatr Radiol. 2003; 33: 453-60.
PMid:12739082 http://dx.doi.org/10.1007/s00247-003-0919-4
52. Guinea J, Torres-Narbona M, Gijón P, et al. Pulmonary aspergillosis in patients
with chronic obstructive pulmonary disease: incidence, risk factors, and outcome.
Clin Microbiol Infect. 2010; 16: 870-7. PMid:19906275
http://dx.doi.org/10.1111/j.1469-0691.2009.03015.x
53. Blot SI, Taccone FS, Van den Abeele A-M, et al. A clinical algorithm to diagnose
invasive pulmonary aspergillosis in critically ill patients. Am J Respir Crit Care
Med. 2012; 186: 56-64. PMid:22517788 http://dx.doi.org/10.1164/rccm.201111-
1978OC
54. Philippe B, Ibrahim-Granet O, Prévost MC, et al. Killing of Aspergillusfumigatus
by alveolar macrophages is mediated by reactive oxidant intermediates. Infect
Immun. 2003; 71: 3034-42. PMid:12761080
http://dx.doi.org/10.1128/IAI.71.6.3034-3042.2003
55. Tutar N, Metan G, Koç AN, et al. Invasive pulmonary aspergillosis in patients
with chronic obstructive pulmonary disease. Multidiscip Respir Med. 2013; 8: 59.
PMid:24135224 http://dx.doi.org/10.1186/2049-6958-8-59
56. Miller WT Jr, Sais GJ, Frank I, et al. Pulmonary aspergillosis in patients with
AIDS: clinical and radiographic correlations. Chest. 1994; 105: 37-44.
http://dx.doi.org/10.1378/chest.105.1.37

22
57. Araz Ö, Karaman A, Ucar EY, et al. DCE-MRI findings of invasive aspergillosis
in patient with acute myeloid leukemia. Clin Respir J. 2014; 8: 248-50.
PMid:24118929 http://dx.doi.org/10.1111/crj.12061
58. Koo S, Bryar JM, Page JH, et al. Diagnostic performance of the (1→3)-beta-
Dglucan assay for invasive fungal disease. Clin Infect Dis. 2009; 49: 1650-9.
PMid:19863452 http://dx.doi.org/10.1086/647942
59. Guo YL, Chen YQ, Wang K, et al. Accuracy of BAL galactomannan in
diagnosing invasive aspergillosis: a bivariate metaanalysis and systematic review.
Chest. 2010; 138: 817-24. PMid:20453070 http://dx.doi.org/10.1378/chest.10-
0488
60. Donnelly JP. Polymerase chain reaction for diagnosing invasive aspergillosis:
getting closer but still a ways to go. Clin Infect Dis. 2006; 42: 487-9.
PMid:16421792 http://dx.doi.org/10.1086/499818

23

Anda mungkin juga menyukai