PENDAHULUAN
B. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh kelainan mata
lain. Klasifikasi glaukoma sekunder adalah sebagai berikut:
1. Glaukoma pigmentasi
Glaukoma ini disebabkan oleh adanya endapan pigmen yang abnormal di
sudut bilik mata depan tepatnya di anyaman trabekular yang akan menghambat
aliran humor aqueous, di permukaan kornea posterior dan dijumpai pula adanya
defek transiluminasi iris. Peningkatan intraokular sering terjadi terutama saat
pupil berdilatasi atau setelah berolahraga (Salmon,2012). Glaukoma ini biasanya
ditemukan pada laki-laki di umur 20 tahun yang menderita myopia (Newell,1996).
2. Glaukoma pseudoeksfoliasi
Pada glaukoma pseudoeksfoliasi, didapatkan adanya endapanendapan
bahan berserat putih di permukaan depan lensa, prosesus siliaris, zonula,
permukaan posterior iris, yang juga melayang bebas di bilik mata depan dan di
anyaman trabekular. Glaukoma ini sering ditemukan pada orang tua yang berumur
lebih dari 65 tahun.
3. Glaukoma akibat kelainan lensa
Glaukoma akibat kelainan lensa sering dihubungkan dengan katarak pada
orang tua, dimana glaukoma terjadi akibat lensa yang menyerap cairan sehingga
ukuran lensa membesar dan mendesak bilik mata depan, dan terjadi sumbatan
pupil dan pendesakan sudut. Mekanisme lain penyebab glaukoma oleh katarak
adalah pada stadium lanjut katarak, lensa kemungkinan bocor sehingga
menyebabkan protein di dalam lensa keluar dan masuk ke bilik mata depan. Hal
ini menyebabkan terjadi peradangan di bilik mata depan, edema pada anyaman
trabekular, dan sumbatan oleh karena materi dari lensa, pada akhirnya
menyebabkan kenaikan tekanan intraokular.
4. Glaukoma akibat kelainan traktus uvealis
Ada beberapa kelainan traktus uvealis yang dapat menyebabkan glaukoma,
yaitu: uveitis, tumor, dan pembengkakan badan siliaris. Pada uveitis, mekanisme
kenaikan tekanan intraokular terjadi oleh karena anyaman trabekular yang
terhambat oleh sel radang yang berada di bilik mata depan serta adanya edema
sekunder. Tumor yang sering menyebabkan glaukoma adalah melanoma traktus
uvealis.
5. Sindrom Iridokornea Endotel
Sindrom ini merupakan kelainan idiopatik yang jarang ditemukan. Glaukoma
pada sindrom ini biasanya disertai dengan dekompensasi kornea, dan kelainan iris.
6. Glaukoma akibat trauma
Trauma pada mata dapat menyebabkan glaukoma, khususnya apabila
terdapat pendarahan di bilik mata depan, sehingga terjadi penyumbatan anyaman
trabekular oleh darah, dan akan meningkatkan tekanan intraokular (Salmon,2012).
Glaukoma terjadi karena penyumbatan di anyaman trabekular oleh sel darah
merah dan makrofag.
7. Glaukoma setelah tindakan bedah okular
8. Glaukoma neovaskular
Glaukoma timbul akibat sumbatan sudut oleh membrane fibrovaskular.
9. Glaukoma akibat peningkatan tekanan vena episklera
Pada sindrom Sturge-Weber, tekanan vena episklera dapat menyebabkan
munculnya glaukoma.
10. Glaukoma akibat steroid
Glaukoma yang ditimbulkan oleh karena pemakaian kortikosteroid
manifestasinya mirip dengan glaukoma sudut terbuka. Steroid yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular adalah kortikosteroid intraokular,
periokular, dan topikal, tetapi penggunaan steroid sistemik tidak menyebabkan
peningkatan tekanan intraocular (Salmon,2012). Glaukoma ini dapat sembuh
dengan sendirinya dengan menghentikan penggunaan steroid. Akan tetapi, dapat
menyebabkan pencekungan diskus optikus yang berat, atrofi saraf optik, dan
tingginya tekanan intraokular yang persisten
C. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang dibawa sejak lahir, hal ini bisa
terjadi akibat keturunan (Ilyas dan Yulianti,2014). Defek pada glaukoma
kongenital terdapat pada anyaman trabekular yang abnormal. Gejala yang
biasanya didapatkan adalah photophobia, blepharospasm akibat edema
kornea,dan lakrimasi (Newell,1996).
a. Glaukoma kongenital primer
b. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain :
- Sindrom pembelahan bilik mata depan: Sindrom Axenfeld, Sindrom
Rieger, Sindrom Peter
- Aniridia
c. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular :
- Sindrom Sturge – Weber
- Sindrom Marfan
- Neurofibromatosis
- Sindrom Lowe
- Rubela kongenital
D. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan glaukoma terparah yang telah menimbulkan
kebutaan total. Pada glaukoma ini, mata akan mengeras seperti batu dan sakit bila
ditekan, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, bilik mata yang dangkal, dan
kornea yang keruh.
3.2 ANAMNESIS
Keluhan utama : Penurunan penglihatan pada kedua mata
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik RSUP Sanglah pada tanggal 23 April 2019
pukul 10.00 WITA dengan keluhan penurunan penglihatan pada kedua mata yang
dialami sejak ± 4 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengatakan silau pada mata
kanan kemudian diikuti oleh mata kiri serta secara perlahan-lahan menjadi kabur.
Nyeri (-), mata merah (-), air mata berlebihan (-), kotoran mata berlebihan (-), rasa
berpasir (-).
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang wiraswasta. Di lingkungan sekitar rumah dan
tempat kerja pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa.
OD OS
2/60 PH_NI Visus 1/60 PH_6/60
Normal Palpebra Normal
3.7 Penatalaksanaan
Terapi non farmakologis
1. Edukasi menjaga kebersihan mata, tidak mengucek mata bergantian
Terapi farmakologis
1. Timol 0,5% ED 2x1 ODS
2. OS Pro Phaco + IOL
Monitoring
1. Kontrol ke poliklinik mata RSUP Sanglah Denpasar
3.8 KIE
1. Menginformasikan kepada pasien tentang hasil pemeriksaan,
diagnosis, rencana terapi dan prognosis.
2. Menginformasikan kepada pasien bagaimana cara menjaga
kebersihan mata, mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat
mata.
3. Menginformasikan kepada pasien mengenai pentingnya
kepatuhan pengobatan mata dalam penyembuhan.
3.9 Prognosis
Ad Vitam : Dubius ad Bonam
Ad Functionam : Dubius ad Bonam
Ad Sanationam : Dubius ad Bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
AAO. 2011. Glaucoma. Basic and Clinical Science Course, Section 10, 2011–
2012. San Francisco: American Academy of Ophthalmology, 2011:139–158.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022
Ilyas S dan Yulianti. 2014. Glaukoma. Dalam : Ilyas S, Editor. Ilmu Penyakit
Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai penerbit FKUI; 2014. 212-217.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) (2015). Situasi dan
Analisis Glaukoma. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Khurana A.K. 2007. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition.p231-237.
Kwok K, Buys YM, Gaspo R. 2012. Referral source, symptoms, and severity at
diagnosis of ocular hypertension or open-angle glaucoma in various practices.
Can J Ophthalmol. 47: 217–222.
Salmon JF, 2012. Glaukoma. Dalam : Vaughan & Asbury’s General
Ophtalmology. Editor: Suyono Joko. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. 220-23.