Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik


hilangnya serat saraf optik. Pada glaukoma terdapat kelemahan fungsi mata
dengan terjadinya cacat lapangan pandang dan kerusakan anatomi berupa
ekskavasi serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.
Glaukoma dapat disebabkan bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
atau karena berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau
di celah pupil (Ilyas dan Yulianti, 2014). Mekanisme peningkatan tekanan
intraokular pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar aqueous humor akibat
kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau
gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup)
(Salmon, 2012).
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di seluruh dunia, dengan
morbiditas yang tidak proporsional di antara wanita dan orang Asia (Salmon,
2012). Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma bersifat
permanen atau tidak dapat diperbaiki (irreversible) (Kemenkes, 2015). Jumlah
penyakit glaukoma di dunia oleh World Health Organization (WHO) diperkirakan
± 60,7 juta orang di tahun 2010, akan menjadi 79,4 juta di tahun 2020.
Diperkirakan 3 juta penduduk Amerika Serikat terkena glaukoma, dan diantara
kasus-kasus tersebut, sekitar 50% tidak terdiagnosis (AAO, 2011).
American Academy of Ophtalmology (2011) membagi glaukoma menjadi 3
tipe, yaitu glukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup, dan glaukoma pada
anak-anak (childhood glaucoma). Glaukoma sudut terbuka dibagi lagi menjadi
glaukoma sudut terbuka primer, glaukoma sudut-normal (normal-tension
glaucoma), juvenile open-angle glaucoma, suspek glaukoma (glaucoma suspect),
dan glaukoma sudut terbuka sekunder. Glaukoma sudut terbuka primer, bentuk
tersering pada ras kulit hitam dan putih, menyebabkan penyempitan lapangan
pandang bilateral progresif asimptomatik yang timbul perlahan dan sering tidak
terdeteksi sampai terjadi penyempitan lapangan pandang yang luas. Ras kulit
hitam memiliki risiko yang lebih besar mengalami onset dini, keterlambatan
diagnosis, dan penurunan penglihatan yang berat dibandingkan ras kulit putih
(Salmon, 2012). Diperkirakan prevalensi glaukoma sudut terbuka primer di
Amerika Serikat pada individu yang berusia lebih dari 40 tahun adalah 1,86%
berdasarkan studi meta-analisis populasi (American Academy of Ophtalmology,
2011). Secara global, glaukoma sudut terbuka primer lebih sering terjadi
dibandingkan glaukoma sudut tertutup, dengan rasio perkiraan 3:1, dan variasi
yang luas di antara populasi (Kwok dkk, 2012).
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola
mata, atrofi papil saraf optik, dan menciutnya lapangan pandang (Ilyas dan
Yulianti, 2014). Kerusakan saraf pada glaukoma umumnya terjadi karena
peningkatan tekanan dalam bola mata. Bola mata normal memiliki kisaran
tekanan antara 10-20 mmHg sedangkan penderita glaukoma memiliki tekanan
mata yang lebih dari normal bahkan terkadang dapat mencapai 50-60 mmHg pada
keadaan akut. Tekanan mata yang tinggi akan menyebabkan kerusakan saraf,
semakin tinggi tekanan mata akan semakin berat kerusakan saraf yang terjadi
(Kemenkes RI, 2015).
Risiko terjadinya glaukoma, progresifitas penyakit hingga menimbulkan
kebutaan, dihubungkan dengan berbagai faktor risiko. Selain tingginya tekanan
intaokular, yang dapat menjadi faktor risiko penyakit glaukoma adalah ras, jenis
kelamin, usia, jenis/tipe glaukoma, adanya riwayat glaukoma dalam keluarga,
adanya penyakit yang mempengaruhi vaskular dan penglihatan, dan riwayat
pengobatan yang didapatkan. Kebutaan pada penderita glaukoma juga dipengaruhi
oleh faktor perilaku kesehatan (Kwok dkk, 2012).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Mata dalam menjalankan fungsi sebagai indera pengelihatan, memerlukan


cairan intraokular, dimana cairan ini berfungsi untuk mempertahankan tekanan
bola mata dan menjaga distensinya. Cairan intraokular ini dibagi menjadi dua
yaitu humorvitreus yang berada di antara permukaan posterior lensa dan retina,
dan humor aqueous yang berada di depan lensa. Humor aqueous diproduksi dan
diresorpsi secara terus menerus (Guyton and Hall, 2014). Adapun struktur mata
yang terlibat dalam regulasi dari cairan humor aqueous ini adalah korpus siliaris
atau badan siliar sebagai pembentuk humor aqueous dan sudut bilik mata depan
sebagai aliran keluarnya humor aqueous.
2.1. Fisiologi humor aqueous
Humor aqueous dibentuk oleh prosesus siliaris dengan rata-rata 2 sampai 3
μL/menit (Guyton dan Hall, 2014). Volume dari humor aqueous ini sekitar
250μL. Humor aqueous yang telah disekreksikan oleh badan siliar, lalu
mengalir melalui pupil ke dalam kamera okuli anterior. Kemudian mengalir
ke bagian depan lensa dan ke dalam sudut antara kornea dan iris, lalu ke
anyaman trabekula, dan akhirnya masuk ke kanalis Schlemm, dan kemudian
mengalir ke dalam vena ekstraokular (Guyton dan Hall, 2014). Anyaman
trabekula yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori yang
semakin mengecil ketika mendekati kanalis Schlem, terdiri atas berkas-berkas
jaringan kolagen dan elastic yang dibungkus oleh sel-sel trabekular (Salmon,
2012). Kanalis Schlemm adalah vena yang berdinding tipis yang meluas ke
seluruh arah pada mata dan memiliki membran endotel yang berpori sehingga
molekul protein yang besar dan kecil dapat lewat dari ruang anterior ke dalam
kanalis Schlemm. Sebagian kecil dari humor aqueous mengalir keluar dari
mata di antara otot siliaris ke ruang suprakoroid dan ke sistem vena corpus
ciliaris, koroid dan sklera (Salmon, 2012). Tekanan intraokular yang normal
berkisar antara 12 sampai 20 mmHg, tekanan ini ditentukan oleh besarnya
tahanan terhadap aliran humor aqueous dari kamera okuli anterior ke kanalis
Schlemm.
Sumber : (Kwon dkk, 2009)
Gambar 2.1. Aliran humor aqueous
2.2. Definisi Glaukoma
Glaukoma merupakan kelainan mata yang berupa suatu neuropati
kronik yang ditandai oleh pencekungan diskus optikus, menciutnya lapang
pandang, dan biasanya disertai dengan peningkatan tekanan intraokular
(Salmon, 2012). Pada glaukoma akan terjadi kelemahan fungsi mata yang
pada akhirnya akan terjadi penciutan lapang pandang yang dapat berakhir
dengan kebutaan (Ilyas S dan Yulianti, 2014).
Glaukoma sudut terbuka primer (POAG) dapat didefinisinikan sebagai
optik neuropati anterior yang kronik, progresif, yang mempunyai karakteristik
papil nervus optikus yang mencekung/cupping dan atrofi, defek lapang
pandang, sudut terbuka, dan tidak didapatkan penyebab yang jelas baik
kondisi okular maupun sistemik. POAG biasanya bilateral, bisa asimetris dan
progresifitasnya lambat. Pada kebanyakan kasus, TIO meningkat diatas
kisaran normal, menggambarkan adanya hambatan pada fasilitas aliran keluar
akuos humor. Walaupun peningkatan TIO bukan penyebab dari seluruh
kerusakan pada POAG, namun itu merupakan faktor resiko yang paling besar
(Salmon, 2012).
2.3. Epidemiologi Glaukoma
Glaukoma menduduki peringkat kedua sebagai penyebab kebutaan di
dunia, dengan persentase sebanyak 8%, dan glaukoma juga merupakan
penyebab ketiga terbanyak gangguan pengelihatan dengan persentase sebesar
2% setelah katarak dan kelainan refraksi. Di Asia sendiri, prevalensi
glaukoma berkisar antara 2,4-5%. Menurut WHO, sekitar 45 juta orang di
dunia menderita glaukoma sudut terbuka, dan 16 juta orang lainnya menderita
glaukoma sudut tertutup. Dan pada tahun 2020, angka tersebut diperkirakan
akan meningkat menjadi 59 dan 21 juta orang. Kebutaan yang diakibatkan
oleh glaukoma sudut terbuka berkisar sebanyak 4,5 juta orang dan karena
glaukoma sudut tertutup sebanyak 3,9 juta orang. Banyaknya orang yang
tidak mengetahui bahwa dirinya menderita glaukoma, dan datang pada
stadium lanjut ketika penyempitan lapang pandang mulai terjadi. Sekitar 50%
kasus glaukoma di Amerika Utara, dan 95% kasus glaukoma di negara
berkembang tidak terdeteksi (AAO, 2011).
2.4. Patogenesis Glaukoma
Baik glaukoma sudut terbuka maupun sudut tertutup, mekanisme
penurunan pengelihatannya adalah apoptosis dari sel ganglion retina (Salmon,
2012). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kematian sel ganglion retina
antara lain: faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer terdiri dari
kenaikan tekanan intraokular atau yang sering disebut (mechanical theory)
dan faktor tekanan independen atau vascular insufficiency theory. Faktor
sekunder atau yang biasa disebut excitotoxicity theory menyebutkan bahwa
degenerasi neuron dapat disebabkan oleh bahan toksin yang dikeluarkan pada
saat kematian sel ganglion retina oleh faktor primer, seperti glutamate, radikal
bebas,dan nitrat (Kwok dkk, 2012 ; Salmon, 2012). Berikut adalah
mekanisme apoptosis sel ganglion retina yang disebabkan oleh peningkatan
tekanan intraokular. Pada keadaan papil saraf optik dan retina yang normal,
akson sel ganglion retina akan keluar melewati lamina cribrosa menjadi akson
yang bermyelin. Peningkatan tekanan intraokular akan meningkatkan stres di
sel ganglion retina dan sel glia yang ada di retina dan papil saraf optik akan
menjadi reaktif. Peningkatan tekanan intraokular ini juga menyebabkan
diproduksinya TNF-α yang menyebabkan kerusakan pada sel ganglion retina.
Kerusakan pada sel ganglion retina menyebabkan apoptosis sel tersebut.
Lamina cribrosa akan menjadi lebih tebal dan mencekung ke belakang,
sehingga menyebabkan pencekungan diskus optikus atau papil saraf optik.
Pada stadium lanjut, apoptosis dan proses neuroinflamasi akan menyebabkan
hilangnya sel ganglion retina dan berkurangnya akson di nervus optikus.
Selanjutnya, lamina cribrosa akan menipis dan menyebabkan pencekungan
dari diskus optikus (Kwon,dkk., 2009).

Sumber: (Kwon dkk, 2012)


Gambar 2.2. Patogenesis Glaukoma
2.5. Manifestasi Klinis Glaukoma
Glaukoma disebut sebagai “pencuri penglihatan “ karena berkembang
tanpa ditandai dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari
penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit
tersebut. Biasanya nanti diketahui disaat penyakitnya sudah lanjut dan telah
kehilangan penglihatan (Kwon dkk, 2012).
Glaukoma primer yang kronis dan berjalan lambat sering tidak
diketahui bila mulainya, karena keluhan pasien amat sedikit atau samar.
Misalnya mata sebelah terasa berat, kepala pening sebelah, kadang-kadang
penglihatan kabur dengan anamnesa tidak khas. Pasien tidak mengeluh
adanya halo dan memerlukan kacamata koreksi untuk presbiopia lebih kuat
dibanding usianya. Kadang-kadang tajam penglihatan tetap normal sampai
keadaan glaukomanya sudah berat Pada akhirnya akan terjadi penyempitan
lapang pandang yang menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang
terletak di sisi lain ketika penderita melihat lurus ke depan (disebut
penglihatan terowongan) (Kwon dkk, 2012; Salmon, 2012).
2.6. Klasifikasi Glaukoma
Adapun klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi menurut Vaughan, antara
lain:
A. Glaukoma primer
Glaukoma primer adalah glaukoma yang penyebabnya tidak pasti karena
tidak didapatkan kelainan lain yang menyebabkan glaukoma. Glaukoma biasanya
didapatkan pada orang yang memiliki bakat seperti bakat akan terjadinya
gangguan fasilitas pengeluaran humor aqueous atau bisa disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan (goniodisgenesis) dimana
yang paling sering adalah trabekulodisgenesis dan goniodisgenesis. Adapun
klasifikasi glaukoma primer antara lain:
1. Glaukoma sudut terbuka
a. Glaukoma sudut terbuka primer
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan glaukoma yang paling sering
ditemukan,baik pada ras putih maupun hitam (Salmon,2012). Penyebab dari
penyakit ini belum jelas, akan tetapi diketahui bahwa biasanya diturunkan dalam
keluarga yaitu diturunkan secara dominan atau resesif pada sekitar 50% penderita,
dan genetik penderitanya adalah homozigot (Ilyas dan Yulianti,2014). Glaukoma
ini ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka. Gambaran dari
glaukoma sudut terbuka primer ini adalah proses degeneratif dari anyaman
trabekular, dan juga pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di
bawah lapisan endotel kanalis Schlemm yang menyebabkanpenurunan drainase
humor aqueous dan akhirnya terjadi peningkatan intraokular (Salmon,2012). Pada
glaukoma sudut terbuka ini, perjalanan penyakit terjadi perlahan sehingga pasien
tidak menyadari sampai akhirnya timbul gangguan pengelihatan bahkan kebutaan.
Tekanan bola mata pada pasien glaukoma sudut terbuka sehari-hari tinggi, akan
tetapi tidak menimbulkan gejala yang berarti seperti mata merah atau keluhan
mata lainnya. Tekanan intraokular yang tinggi dalam jangka waktu yang lama
akan membentuk atrofi papil dan disertai dengan ekskavasioglaukomatosa (Ilyas
dan Yulianti,2014).
b. Glaukoma tekanan normal
Glaukoma tekanan normal adalah terjadinya kelainan glaukomatosa pada
diskus optikus atau lapangan pandang akan tetapi tekanan intraokular masih di
bawah 21 mmHg atau dapat dikatakan normal atau rendah. Beberapa keluarga
dengan riwayat glaukoma tekanan rendah memiliki kelainan gen optineurin di
kromosom. Kemungkinan penyebab dari glaukoma ini adalah kepekaan yang
abnormal terhadap tekanan intraokular karena terdapat kelainan vaskular atau
mekanis di kaput nervus optik, atau bisa dikarenakan adanya penyakit vaskular
(Salmon,2012).
2. Glaukoma sudut tertutup
a. Glaukoma sudut tertutup akut
Glaukoma sudut tertutup akut merupakan suatu kegawatan oftalmologik
(Salmon,2012). Glaukoma sudut tertutup akut terjadi apabila jalan humor aqueous
tiba-tiba tertutup dan menyebaban kenaikan tekanan bola mata yang tinggi (Ilyas
dan Yulianti,2014). Glaukoma ini terjadi apabila terdapat oklusi sudut bilik mata
depan oleh iris perifer yang disebabkan terbentuknya iris bombe. Gejala yang
biasanya dikeluhkan oleh pasien yang menderita glaukoma sudut tertutup akut ini
adalah nyeri yang hebat, kemerahan, pengelihatan kabur dan menurun, enek dan
muntah, dan mata terasa bengkak (Salmon,2012; Ilyas dan Yulianti,2014).15
Timbulnya glaukoma sudut tertutup akut sering disebabkan oleh dilatasi
pupil yang terjadi secara spontan atau pada malam hari, dan juga bisa disebabkan
oleh obat-obatan yang mempunyai efek antikolinergik atau simpatomimetik.
Ketika diperiksa, biasanya terdapat kenaikan tekanan intraokular yang drastis,
bilik mata depan yang dangkal, kornea yang berkabut, pupil berdilatasi yang
terfiksasi,dan injeksi siliar (Salmon,2012).
b. Glaukoma sudut tertutup subakut
Glaukoma sudut tertutup subakut mirip dengan glaukoma sudut tertutup
akut dalam hal gejala, akan tetapi onset dari subakut ini, berulang dan terjadi
dalam waktu yang singkat. Terjadinya glaukoma ini, sering pada malam hari dan
sembuh hanya dalam waktu semalam.
c. Glaukoma sudut tertutup kronik
Pada pasien glaukoma sudut tertutup kronik, terjadi peningkatan tekanan
intraokular yang bertahap dan sinekia anterior perifer yang meluas. Gejala yang
ditimbulkan mirip dengan gejala pada pasien glaukoma sudut terbuka primer,
akan tetapi pada
pemeriksaan sudut bilik mata depan terjadi penyempitan dan dijumpai sinekia
anterior perifer.
d. Iris plateau
Iris plateau adalah kelainan yang ditandai dengan kedalaman bilik mata
depan sentral yang normal, tetapi sudutnya sempit karena prosesus siliaris terletak
lebih anterior dibanding biasanya.

B. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh kelainan mata
lain. Klasifikasi glaukoma sekunder adalah sebagai berikut:
1. Glaukoma pigmentasi
Glaukoma ini disebabkan oleh adanya endapan pigmen yang abnormal di
sudut bilik mata depan tepatnya di anyaman trabekular yang akan menghambat
aliran humor aqueous, di permukaan kornea posterior dan dijumpai pula adanya
defek transiluminasi iris. Peningkatan intraokular sering terjadi terutama saat
pupil berdilatasi atau setelah berolahraga (Salmon,2012). Glaukoma ini biasanya
ditemukan pada laki-laki di umur 20 tahun yang menderita myopia (Newell,1996).
2. Glaukoma pseudoeksfoliasi
Pada glaukoma pseudoeksfoliasi, didapatkan adanya endapanendapan
bahan berserat putih di permukaan depan lensa, prosesus siliaris, zonula,
permukaan posterior iris, yang juga melayang bebas di bilik mata depan dan di
anyaman trabekular. Glaukoma ini sering ditemukan pada orang tua yang berumur
lebih dari 65 tahun.
3. Glaukoma akibat kelainan lensa
Glaukoma akibat kelainan lensa sering dihubungkan dengan katarak pada
orang tua, dimana glaukoma terjadi akibat lensa yang menyerap cairan sehingga
ukuran lensa membesar dan mendesak bilik mata depan, dan terjadi sumbatan
pupil dan pendesakan sudut. Mekanisme lain penyebab glaukoma oleh katarak
adalah pada stadium lanjut katarak, lensa kemungkinan bocor sehingga
menyebabkan protein di dalam lensa keluar dan masuk ke bilik mata depan. Hal
ini menyebabkan terjadi peradangan di bilik mata depan, edema pada anyaman
trabekular, dan sumbatan oleh karena materi dari lensa, pada akhirnya
menyebabkan kenaikan tekanan intraokular.
4. Glaukoma akibat kelainan traktus uvealis
Ada beberapa kelainan traktus uvealis yang dapat menyebabkan glaukoma,
yaitu: uveitis, tumor, dan pembengkakan badan siliaris. Pada uveitis, mekanisme
kenaikan tekanan intraokular terjadi oleh karena anyaman trabekular yang
terhambat oleh sel radang yang berada di bilik mata depan serta adanya edema
sekunder. Tumor yang sering menyebabkan glaukoma adalah melanoma traktus
uvealis.
5. Sindrom Iridokornea Endotel
Sindrom ini merupakan kelainan idiopatik yang jarang ditemukan. Glaukoma
pada sindrom ini biasanya disertai dengan dekompensasi kornea, dan kelainan iris.
6. Glaukoma akibat trauma
Trauma pada mata dapat menyebabkan glaukoma, khususnya apabila
terdapat pendarahan di bilik mata depan, sehingga terjadi penyumbatan anyaman
trabekular oleh darah, dan akan meningkatkan tekanan intraokular (Salmon,2012).
Glaukoma terjadi karena penyumbatan di anyaman trabekular oleh sel darah
merah dan makrofag.
7. Glaukoma setelah tindakan bedah okular
8. Glaukoma neovaskular
Glaukoma timbul akibat sumbatan sudut oleh membrane fibrovaskular.
9. Glaukoma akibat peningkatan tekanan vena episklera
Pada sindrom Sturge-Weber, tekanan vena episklera dapat menyebabkan
munculnya glaukoma.
10. Glaukoma akibat steroid
Glaukoma yang ditimbulkan oleh karena pemakaian kortikosteroid
manifestasinya mirip dengan glaukoma sudut terbuka. Steroid yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular adalah kortikosteroid intraokular,
periokular, dan topikal, tetapi penggunaan steroid sistemik tidak menyebabkan
peningkatan tekanan intraocular (Salmon,2012). Glaukoma ini dapat sembuh
dengan sendirinya dengan menghentikan penggunaan steroid. Akan tetapi, dapat
menyebabkan pencekungan diskus optikus yang berat, atrofi saraf optik, dan
tingginya tekanan intraokular yang persisten

C. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang dibawa sejak lahir, hal ini bisa
terjadi akibat keturunan (Ilyas dan Yulianti,2014). Defek pada glaukoma
kongenital terdapat pada anyaman trabekular yang abnormal. Gejala yang
biasanya didapatkan adalah photophobia, blepharospasm akibat edema
kornea,dan lakrimasi (Newell,1996).
a. Glaukoma kongenital primer
b. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain :
- Sindrom pembelahan bilik mata depan: Sindrom Axenfeld, Sindrom
Rieger, Sindrom Peter
- Aniridia
c. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular :
- Sindrom Sturge – Weber
- Sindrom Marfan
- Neurofibromatosis
- Sindrom Lowe
- Rubela kongenital

D. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan glaukoma terparah yang telah menimbulkan
kebutaan total. Pada glaukoma ini, mata akan mengeras seperti batu dan sakit bila
ditekan, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, bilik mata yang dangkal, dan
kornea yang keruh.

2.7. Faktor Resiko Glaukoma


Faktor yang dapat menyebabkan kematian sel ganglion retina dapat
dikelompokkan menjadi faktor primer dan sekunder. Faktor primer terdiri dari
kenaikan tekanan intraokular dan faktor tekanan independen. Faktor sekunder
terdiri dari bahan toksin yang dikeluarkan pada saat terjadinya kematian sel
ganglion retina seperti glutamate, radikal bebas, dan nitrit oksida. Kenaikan
tekanan intraokular dapat disebabkan oleh faktor lokal dan faktor umum. Faktor
lokal terdiri atas laju produksi humor aquos, adanya hambatan pada jalur keluar
humor aquos, kenaikan tekanan vena episklera, dan dilatasi pupil (Khurana,2012).
Faktor umum antara lain sebagai berikut:
a. Usia
Rata-rata tekanan bola mata akan meningkat seiring dengan bertambahnya
umur, kemungkinan karena adanya penurunan fasilitasi aliran humor aquos.
Biasanya kenaikan terlihat mulai usia 40 tahun (Khurana AK, 2007) .
b. Jenis kelamin
Tekanan intraokularpada orang yang berumur di antara 20-40 tahun tidak
ada bedanya antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi tekanan intraokular
biasanya lebih tinggi pada perempuan yang berusia di atas 40 tahun. Hal ini
didukung pula dengan angka kejadian glaukoma sudut terbuka yang lebih tinggi
pada perempuan berdasarkan penelitian di RSMH Palembang (Khurana AK,
2007)
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang menderita glaukoma merupakan salah satu faktor
resiko khususnya pada glaukoma sudut terbuka (Ilyas danYulianti,2014).
Sehingga pada pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan glaukoma
disarankan untuk melakukan skrining teratur (Salmon,2012).
d. Ras
Pada glaukoma sudut terbuka, ras kulit hitam memiliki prevalensi tertinggi
dibandingkan dengan ras putih dan Asia. (Khurana AK, 2007)
e. Penyakit penyerta
Diabetes dan hipertensi dikatakan meningkatkan resiko seseorang untuk
menderita glaukoma (Ilyas dan Yulianti,2014). Katarak juga merupakan faktor
resiko seseorang untuk menderita glaukoma, karena katarak dapat menyebabkan
glaukoma sekunder yang dibangkitkan oleh lensa (Salmon,2012).
f. Variasi diurnal
Biasanya tekanan intraokular akan lebih tinggi pada pagi hari
dibandingkan dengan sore hari. Hal ini dikaitkan dengan variasi diurnal plasma
kortisol (Khurana,2012).
g. Penggunaan obat-obatan
Penggunaan steroid, merokok dan mengkonsumsi kafein dikatakan dapat
meningkatkan tekanan intraokular (Khurana,2012).

2.8. Diagnosis Glaukoma


Untuk menegakkan diagnosis glaukoma, diperlukan pemeriksaan secara
menyeluruh, mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan fisik. Pada anamnesis,
adapun hal-hal yang perlu ditanyakan adalah sesuai dengan basic four dan sacred
seven, misalnya apakah terdapat riwayat keluarga yang menderita hal yang sama,
apakah ada riwayat penyakit kronik seperti diabetes melitus. Setelah dilakukan
anamnesis, jika dicurigai pasien menderita glaukoma, maka adapun pemeriksaan
yang sebaiknya dilakukan antara lain:
a. Tonometri
Tonometri merupakan pemeriksaan untuk mengetahui tekanan intraokular.
Sebelum diukur, mata pasien terlebih dahulu diberikan anastesi topikal. Alat yang
digunakan dalam tonometri ini yaitu tonometer. Beberapa jenis tonometer yaitu:
tonometer Goldmann,tonometer TonoPen, tonometer Perkins,tonometer Schiotz
(Salmon,2012).
b. Gonioskopi
Gonioskopi digunakan untuk menentukan sudut bilik mata depan. Inspeksi
sudut bilik mata depan sangat penting untuk menentukan glaukoma sudut terbuka
atau sudut tertutup (Khurana AK, 2007). Apabila terlihat anyaman trabekular, taji
sklera, dan prosesus iris maka sudut dikatakan terbuka. Namun apabila hanya
garis Schwalbe yang terlihat dan anyaman trabekular terlihat sedikit maka sudut
dikatakan sempit, dan apabila garis Schwalbe tidak terlihat, maka sudut dikatakan
tertutup (Salmon,2012).
c. Penilaian diskus optikus
Penilaian terhadap diskus optikus penting dalam menegakkan diagnosis
dari glaukoma. Alat yang digunakan dalam menilai diskus optikus adalah
oftalmoskopi. Normalnya terdapat cawan pada diskus optikus, akan tetapi pada
pasien glaukoma, terjadi pembesaran cawan diskus optikus disertai dengan
pemucatan diskus di daerah cawan. Pada pasien glaukoma biasa digunakan rasio
cawan-diskus untuk mencatat ukuran diskus optikus pasien. Jika rasio cawan-
diskus sudah melebihi 0,5 dengan adanya tandatanda glaukoma lain seperti
peningkatan tekanan intraokular dan kehilangan lapang pandang maka
diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa (Salmon,2012).
d. Pemeriksaan Lapang Pandang
Alat untuk mengukur lapang pandang adalah perimeter. Adapun jenis-jenis
perimeter yaitu: automated perimeter, perimeter Goldmann, Friedmann field
analyzer, dan layar tangent (Salmon,2012). Adapun perbedaan kehilangan lapang
pandang pada glaukoma tekanan normal dan glaukoma tekanan tinggi. Pada
glaukoma tekanan normal, defek yang lebih tinggi adalah pattern defect. Akan
tetapi sebaliknya, pada glaucoma yang bertekanan tinggi, defek yang terjadi
adalah overall defect Kehilangan lapang pandang yang khas pada glaucoma
adalah pada lapang pandang nasal (Salmon, 2012).

2.9. Penatalaksanaan Glaukoma


Adapun beberapa terapi yang dapat diberikan pada pasien glaukoma, yaitu
terapi menggunakan obat dan terapi dengan pembedahan (Ilyas dan Yulianti,2014)
1. Terapi menggunakan obat
a. Obat untuk mengurangi masuknya humor aqueous ke dalam mata Beta
blockers (Betaxolol, Timolol, Levobunolol) Karbonik anhidrase inhibitor
sistemik (Acetazolamide, Dorzolamide).
b. Obat untuk meningkatkan pengeluaran Humor aqueous melalui anyaman
trabekular Miotika (Pilocarpine, Carbachol) Adrenergik (Dipivefrine).
c. Obat untuk meningkatkan pengeluaran Humor aqueous melalui uveo
sclera Lipid-receptor agonis (Latanoprost, Travoprost)
2. Terapi dengan pembedahan
a. Iridoplasti, iridektomi, iridotomi perifer
b. Trabekuloplasti laser
c. Bedah drainase glaucoma
d. Tindakan siklodestruktif
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : SDR
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Banyuwangi, 12 April 1954
Umur : 65 tahun
Alamat : Dusun Salamerejo RT/RW 001/003
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SD
Status Pernikahan : Menikah
No. Rekam Medis : 19017927
Tanggal Pemeriksaan : 23 April 2019

3.2 ANAMNESIS
Keluhan utama : Penurunan penglihatan pada kedua mata
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik RSUP Sanglah pada tanggal 23 April 2019
pukul 10.00 WITA dengan keluhan penurunan penglihatan pada kedua mata yang
dialami sejak ± 4 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengatakan silau pada mata
kanan kemudian diikuti oleh mata kiri serta secara perlahan-lahan menjadi kabur.
Nyeri (-), mata merah (-), air mata berlebihan (-), kotoran mata berlebihan (-), rasa
berpasir (-).

Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Sebelum
ke RSUP Sanglah, pasien berobat ke Surya Husada, tapi langsung dirujuk ke
RSUP Sanglah. Riwayat trauma, riwayat penggunaan kacamata, riwayat
penggunaan lensa kontak disangkal. Riwayat penyakit hipertensi, DM disangkal.
Riwayat Alergi makanan dan obat-obatan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada di keluarga yang memiliki keluhan serupa. Riwayat penyakit
hipertensi, DM disangkal

Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang wiraswasta. Di lingkungan sekitar rumah dan
tempat kerja pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Pemeriksaan Fisik Umum
Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis (E4 V5 M6)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36.5oC
VAS : 0/10
Status General
Mata : Sesuai Status Oftalmologi
THT : Hiperemi (-), Sekret (-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks : Simetris (+)
Cor : S1S2 Tunggal Reguler, Murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : Hangat (+), edema (-)

3.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus


Status Oftalmologi

OD OS
2/60 PH_NI Visus 1/60 PH_6/60
Normal Palpebra Normal

Tenang Konjungtiva Tenang


Jernih Kornea Jernih
Dalam Bilik mata depan Dalam
Bulat, reguler Iris Bulat, reguler
Refleks pupil (+) Pupil Refleks pupil (+)
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreous Jernih
Refleks fundus (+), CDR Refleks fundus (+), CDR
0,6 Funduskopi 0,6
17 mmHg Tekanan Intraokuler 18 mmHg

3.4 Diagnosis Banding

1. ODS Primary Open Angle Glaucoma


2. ODS Primary Close Angle Glaucoma

3.5 Usulan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan gram dan KOH

3.6 Diagnosis Kerja


ODS Primary Open Angle Glaucoma

3.7 Penatalaksanaan
Terapi non farmakologis
1. Edukasi menjaga kebersihan mata, tidak mengucek mata bergantian

Terapi farmakologis
1. Timol 0,5% ED 2x1 ODS
2. OS Pro Phaco + IOL

Monitoring
1. Kontrol ke poliklinik mata RSUP Sanglah Denpasar

3.8 KIE
1. Menginformasikan kepada pasien tentang hasil pemeriksaan,
diagnosis, rencana terapi dan prognosis.
2. Menginformasikan kepada pasien bagaimana cara menjaga
kebersihan mata, mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat
mata.
3. Menginformasikan kepada pasien mengenai pentingnya
kepatuhan pengobatan mata dalam penyembuhan.

3.9 Prognosis
Ad Vitam : Dubius ad Bonam
Ad Functionam : Dubius ad Bonam
Ad Sanationam : Dubius ad Bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis pada pasien ini, ditemukan adanya keluhan


penglihatan menurun pada kedua mata, dialami sejak ± 4 bulan yang lalu, secara
perlahan-lahan, dimulai dari mata kanan kemudian yang kiri. Pada pemeriksaan
oftalmologi didapatkan VOD 2/60 PH_NI, VOS 1/60 PH_6/60, TIOD : 17
mmHg, TIOS : 18 mmHg, dan FOD: CDR 0,6; FOS: CDR 0,6g. Sehingga pasien
ini didiagnosis dengan ODS glaukoma primer sudut terbuka.
Glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil
saraf optik, dan menciutnya lapangan pandang dan dapat berakhir dengan
kebutaan. Glaukoma disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh
badan siliar, berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata.
Terdapat klasifikasi glaukoma primer, sekunder, kongenital, dan absolut. Pada
pasien ini tidak diketahui apa yang menyebabkan glaukoma, selain itu terjadi
penurunan visus pada kedua bola mata sehingga dapat digolongkan dalam
glaukoma primer.
Untuk pengobatan diberikan Timol yang merupakan beta blocker yang
bekerja menghambat produksi cAMP di epitel siliaris, digunakan untuk
mengurangi sekresi humor akuous.
DAFTAR PUSTAKA

AAO. 2011. Glaucoma. Basic and Clinical Science Course, Section 10, 2011–
2012. San Francisco: American Academy of Ophthalmology, 2011:139–158.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022
Ilyas S dan Yulianti. 2014. Glaukoma. Dalam : Ilyas S, Editor. Ilmu Penyakit
Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai penerbit FKUI; 2014. 212-217.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) (2015). Situasi dan
Analisis Glaukoma. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Khurana A.K. 2007. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition.p231-237.
Kwok K, Buys YM, Gaspo R. 2012. Referral source, symptoms, and severity at
diagnosis of ocular hypertension or open-angle glaucoma in various practices.
Can J Ophthalmol. 47: 217–222.
Salmon JF, 2012. Glaukoma. Dalam : Vaughan & Asbury’s General
Ophtalmology. Editor: Suyono Joko. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. 220-23.

Anda mungkin juga menyukai