Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA NEONATAL

Oleh :
Rangga Bangun K
NIM: 150070300113018

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN PNEUMONIA NEONATAL
A.

KONSEP DASAR PENYAKIT

1.

Definisi / Pengertian

Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat


konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat
disebabkan oleh, bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing ( Muttaqin,
2009).

Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru dimana pulmonary


alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer
meradang dan terisi oleh cairan. ( Anonymous, 2009).

Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin


terjadi dalam beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian yang dapat
disamakan dengan kumpulan gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan
terbatas

pada

paru-paru.

Tanda-tandanya

mungkin

terbatas

pada

kegagalan pernafasan atau berlanjut ke arah syok dan kematian. Infeksi


dapat ditularkan melalui plasenta, aspirasi atau diperoleh setelah kelahiran
(Caserta, 2009).
2.

Epidemiologi/Insiden Kasus
Insiden Pneumonia neonatal diperkirakan 1% pada bayi cukup bulan, 10% pada

bayi kurang bulan, serta kejadian meningkat pada neonates yang dirawat di NICU.
3.

Penyebab/Faktor Predisposisi
Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab

pneumonia pada umumnya, yaitu:


a. Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus Epidermidis, E.
Coli, Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella.
b. Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV.
c. Jamur: Candida.
d.
4.
Patofisiologi
Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal adalah:

a. Transplasenta (Kongenital Pneumonia):


Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin
(hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang disebut
juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari pertama).
b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia):

Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke chorionic


plate menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan masuk ke paruparu.
Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah sebelum persalinan,
persalinan memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan obstetri yang
sering.
c. Transnatal Pneumonia:
Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan
penyebab terbanyak adalah grup B Streptokokus.
d. Nosokomial Pneumonia:
Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor predisposisi
antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat, prosedur invasif
banyak, perawatan ventilator terkontaminasi.
Menurut Suriadi (2001) patofisiologi pada pneumonia dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme
patogen yaitu virus dan bakteri (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae dan
Streptococcus Pneumoniae).
b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadinya destruksi
sel dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan
gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas.
c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF), aspirasi
benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia.
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia
melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi hebat
sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi akan timbul
panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan cairan
keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang
menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan
adanya partial oklusi yang akan membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi).
Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan
rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan
selanjutnya terjadi hipoksemia.
5.

Klasifikasi
Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi :

a. Intrapartum pneumonia
1)

Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir.

2) Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau


aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari mekanik, atau
gangguan iskemik dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah dengan
ibu invasif organisme yang sesuai potensi dan virulensinya.
3) Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat mewujudkan
tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah lahir.
4) Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam sebelum invasi yang
memadai, replikasi, dan respon inflamasi telah terjadi menyebabkan tanda-tanda
klinis.
b. Pneumonia pascalahir
1) Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan berasal setelah bayi
lahir.
2) Pasca kelahiran radang paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa proses yang
sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi setelah proses kelahiran.
3) Yang sering menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi dalam banyak
pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan intensif (NICU) sering
mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk kolonisasi oleh organisme resisten
pathogenicity yang tidak biasa. Terapi invasif yang diperlukan dalam oleh bayi
sering menyebabkan mikroba masuk ke dalam struktur yang biasanya tidak
mudah diakses.
4) Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan signifikan
potensial.

Selang makanan mungkin lebih lanjut dapat mempengaruhi

gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi.


6.

Gejala Klinik
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit

Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu :


a. Tachypnea (laju pernafasan >60 kali/menit).
b. Dengkur ekspirasi mungkin terjadi.
c. Perekrutan otot aksesori pernapasan, seperti cuping hidung dan retraksi di subcostal,
interkostal, atau situs suprasternal, dapat terjadi.
d. Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam kualitas dan
kuantitas, tetapi yang paling sering sedalam-dalamnya dan kemajuan dari
serosanguineous untuk penampilan yang lebih bernanah, putih, kuning, hijau, atau
perdarahan warna dan tekstur krim atau chunky tidak jarang terjadi. Jika aspirasi

mekonium, darah, atau cairan properadangan lainnya dicurigai, warna dan tekstur
lain bisa dilihat.
e. Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada bayi dengan
radang paru-paru daripada individu yang lebih tua.

Jika ada, mereka mungkin

disebabkan oleh proses menyebabkan peradangan, seperti gagal jantung kongestif,


kondensasi dari gas humidified diberikan selama ventilasi mekanik, atau tabung
endotracheal perpindahan. Meskipun alternatif penjelasan yang mungkin, temuan ini
akan dimintakan pertimbangan cermat pneumonia dalam diagnosis diferensial.
f.

Sianosis pusat jaringan, menyiratkan deoxyhemoglobin konsentrasi sekitar 5 g/dL


atau lebih dan konsisten dengan kerusakan pertukaran gas dari disfungsi paru berat
seperti

radang

paru-paru,

meskipun

penyakit

jantung

bawaan

struktural,

hemoglobinopathy, polisitemia, dan hipertensi pulmonal (dengan atau tanpa parenkim


terkait lainnya penyakit paru-paru) harus dipertimbangkan.
g. Peningkatan pernapasan seperti peningkatan menghirup oksigen konsentrasi,
ventilasi tekanan positif, atau tekanan saluran udara positif terus menerus umumnya
diperlukan sebelum pemulihan dimulai.
h. Bayi dengan pneumonia dapat bermanifestasi asimetri suara napas dan dada yang
menyatakan kebocoran udara atau perubahan emphysematous sekunder obstruksi
jalan napas parsial.
Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score
rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir rendah, letargi, tidak mau
minum, tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil, asisdosis metabolik, DIC.
7.

Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda-tanda konsolidasi paru berupa

perkusi paru pekak, auskultasi terdapat ronchi nyaring dan suara pernapasan bronchial,
inspirasi rales dan terdapat penggunaan otot aksesori.

8.
Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) :
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan
multiple abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi
(bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).
b. Pemeriksaan laboratorium:
1) DL, Serologi, LED: leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri, menentukan
diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat.
2) Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat.
3) Analisis gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan O2.

4) Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme


penyebab.
5) Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi amnion
(risiko pneumonia tinggi).
c. Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran udara
meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia.
9.

Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan pengarahan kepada terapi empiris,

mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan perkiraan jenis kuman
penyebab infeksi. Dugaan mikrorganisme penyebab infeksi mengarahkan pada pemilihan
antibiotika yang tepat.
10.
Therapy/Tindakan Penanganan
a. Terapi antibiotika, merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan
manifestasi apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman
penyebabnya.
b. Terapi suportif umum:
1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 % berdasarkan
pemeriksaan AGD.
2) Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental.
3) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping dan
vibrasi.
4) Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif terhadap
pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral.
5) Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis.
6) Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila
terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy
distress dan respiratory arrest.
B.
1.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian

a. Anamnesa:
1) Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama penanggung
jawab, hubungan dengan pasien, alamat.
2) Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama haid terakhir
(HPHT), tapsiran partus (TP).
3) Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam, keputihan,
riwayat terapi.
4) Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi, jantung dan lainnya.

5) Riwayat persalinan: cara persalinan (spontan, section, forceps) dan indikasinya


6) KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi, pernafasan,
kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar lengan, lingkar dada, APGAR
score.
b. Pemeriksaan fisik
1) Breathing
Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat berkurang pada
daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi sternum dan intercostal
space. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama
melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronkhi basah halus di
lapangan paru yang terkena, kadang disertai dengan sputum.
2) Blood
Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung tidak
mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT memanjang
(>3 det).
3) Brain
Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran,
didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu dikaji
tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil terhadap cahaya

4) Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu
memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
Dikaji pula kelainan pada genetalia dan pola eliminasi urine.
5) Bowel
Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola eliminasi
alvi, adakah kelainan pada anus.
6) Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah kelainan
pada tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau kongenital,
bagaimana ATR (activity tonus respon).
2.

Diagnosa Keperawatan (Yang Mungkin Muncul)

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi bronchial,


pembentukan edema, dan penumpukan sekret.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif.
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi oksigen.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan difusi
parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer.
3.

Rencana Tindakan

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan inflamasi bronchial, pembentukan


edema, dan penumpukan sekret. .
Tujuan: jalan napas bersih dan efektif.
Kriteria evaluasi:
1) Bunyi napas bersih, tidak ada bunyi napas tambahan.
2) Tanda vital dalam batas normal terutama frekuensi napas < 60x/menit.
3) Batuk efektif.
4) Sianosis tidak ada.
5) Tidak ada retraksi sternum dan intercostal space.
6) Nafas cuping hidung tidak ada.
Rencana intervensi
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan pergerakan dada.
Rasional: takipnea, pernafasan dangkal sering terjadi karena ketidaknyamanan.
2) Auskultasi area paru, catat penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi napas.
Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan,
krakels terdengar sebagai respon terhadap pengumpulan cairan/secret.
3) Penghisapan sesuai indikasi.
Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada
pasien yang tidak mampu melakukan batuk efektif karena adanya penurunan
tingkat kesadaran.
4) Evaluasi status mental, catat adanya kebingungan, disorientasi.
Rasional: menurunnya perfusi otak dapat menyebabkan perubahan sensorium
5) Kolaborasi dalam pemberian obat mukolitik, bronkodilator
Rasional: obat mukolitik membantu untuk mengencerkan sekret, bronkodilator
mengurangi edema dan sebagai vaso dilatasi bronkus.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif Tujuan:
pola nafas efektif.
Kriteria evaluasi:

1)

Pernafasan teratur (RR 30-40 kali/menit).

2)

Tanda vital dalam batas normal (nadi 100-130 kali/menit).

3)

Tidak ada penggunaan otot bantu napas.

4)

Napas cuping hidung tidak ada.

Rencana intervensi:
1) Evaluasi frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan
seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan
volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat
mencegah komplikasi.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi tinggi bila tidak ada
kontraindikasi. .
Rasional: merangsang ekspansi paru. efektif pada pencegahan dan perbaikan
kongesti paru.
3) Berikan oksigen dengan head box atau sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi.
4) Kaji ulang laporan foto dada dan pemeriksaan laboratorium ( AGD ).
Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya
komplikasi.
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi O2.
Tujuan: pertukaran gas efektif.
Kriteria evaluasi:
1)

Hasil AGD dalam batas normal. .

2)

Sianosis tidak ada.

3)

Pasien tidak pucat.

Rencana intervensi:
1) Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan
seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan
volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat
mencegah komplikasi.
2) Pertahankan pemberian oksigen Head box sesuai indikasi.
Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke otak untuk kebutuhan sirkulasi.
3) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium ( AGD ).
Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya
komplikasi.

d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan difusi
parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer, akral dingin, pucat, CRT<3
detik.
Tujuan : mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria hasil:
1) Suara nafas bersih, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada.
2) Tanda vital dalam batas normal, denyut nadi teraba jelas.
3) Tidak sianosis, kulit tidak pucat, CRT<3 detik.
4) Akral hangat.
5) Tidak terjadi penurunan kesadaran.
Rencana intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman bernapas dan suara nafas.
Rasional:

takipnea,

pernapasan

yang

dangkal

sering

terjadi

karena

ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan atau cairan paru.


2) Tempatkan pasien dalam incubator.
Rasional:

mempertahankan

suhu

tubuh

pasien,

mencegah

hipotermia,

memperbaiki metabolisme jaringan.


3) Pantau tanda vital.
Rasional : abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lebih
lanjut dan mengetahuai perubahan sesegera mungkin.
4) Pantau tingkat kesadaran .
Rasional: kekurangan aliran oksigen ke otak dapat menyebabkan hipoksia sel-sel
otak, kematian jaringan otak dan terjadinya penurunan tingkat kesadaran .
5) Pantau tanda-tanda sianosis, warna kulit, akral perifer.
Rasional: sianosis, kulit pucat, akral dingin adalah salah satu tanda

hipoksia

jaringan yang berat akibat perfusi yang tidak adekuat.


6) Kolaborasi: pertahankan pemberian O2 sesuai indikasi (Head box 5-10 lt/mnt).
Rasional : mempertahankan PaO2 di atas 90 mmHg.
7) Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap.
Rasional: Hb yang rendah (<10 gr/dl) mempengaruhi suplay oksigen ke jaringan.
4.

Evaluasi
Sesuai dengan kriteria hasil yaitu bersihan jalan nafas efektif, pola nafas efektif,

tidak terjadi kerusakan pertukaran gas, perfusi jaringan adekuat, tidak terjadi hipertermi.

PATHWAY

Kuman
(bakteri, virus)

Inhalasi mikroba, jamur


mell : udara, aspirasi

masuk mll plasenta

mll sal nafas menyebar ke paru

secara hematogen masuk


ke paru-paru

Kuman dari
flora vagina
masuk ke
Chorionic Plate
Aspirasi

Reaksi Inflamasi hebat

Membran paru meradang dan berlobang

Panas

masuk Paru

RBC,WBC, cairan
keluar masuk alveoli

Hipertermi

Edema, bronkospasme

Dyspnoe, tahipnea
Sianosis

Konsolidasi paru

Sekret

Bersihan jalan nafas


tdk efektif

Kerusakan
pertukaran gas

Penurunan rasio ventilasi & difusi

Hipoksemia

Pola nafas tdk efektif

Gangguan perfusi jaringan

Daftar Pustaka
Anonymous. 2009, Pneumonia, Online, Available, www.wikipedia.id.org, diakses tanggal
27 Mei 2010.
Anonymous. 2008, Pneumonia. Online, Availble, www.medicinenet.com, diakses tanggal
27 Mei 2010.
Caserta,

M.T.,

2009,

Neonatal

Pneumonia,

Online,

Availble,

http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch279/ch279l.html, diakses tanggal

26

Mei

2010.
Corwin, E.J., 2000, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC.
Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk

Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC.


Muttaqin, Arif, 2009, Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler, Jakarta: Salemba.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price & Wilson, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4
1, Jakarta: EGC.
Suriadi, Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Jakarta: CV Sagung

Buku

Seto.

Anda mungkin juga menyukai