Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS

PNEUMOPERITONEUM
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Radiologi
Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung

Disusun oleh:

Lida Aulia Rahmah

20184010049

Pembimbing :

dr. Nida’ul Khasanah., Sp.Rad, M.Sc

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI RSUD TEMANGGUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumoperitoneum adalah istilah yang menggambarkan adanya udara bebas pada
intraperitoneal. Pneumoperitoneum ini bisa menjadi tanda keadaan yang tidak
berbahaya, namun seringkali menggambarkan situasi kegawatdaruratan. Diagnosis dan
penanganan yang cepat adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa. Pemeriksaan X-
foto polos abdomen maupun thorax merupakan modalitas imaging pilihan pertama
untuk mendiagnosis adanya pneumoperitoneum. 8
Penyebab paling umum pneumoperitoneum adalah perforasi organ berongga
abdomen yang dapat disebabkan karena trauma, perforasi ulkus peptikum, divertikulitis
maupun tumor maligna. 1 Sekitar 70% perforasi dari ulkus akan memperlihatkan adanya
free air. Pemeriksaan X-foto polos konvensional yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya pneumoperitoneum adalah X-foto thorax posisi tegak, X-foto polos
abdomen 3 posisi tegak (erect), supine, left lateral decubitus (LLD).6
Pneumoperitoneum dalam jumlah sedikit dapat dengan mudah terlihat dibawah
dome diafragma pada X-foto polos posisi tegak. Namun seringkali pasien dalam
kondisi emergency hanya memungkinkan untuk menjalani foto abdomen posisi supine,
sehingga perlu perhatian dalam interpretasi tanda-tanda pneumoperitoneum.8

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pneumoperitoneum adalah adanya udara bebas dalam ruang peritoneum yang
biasanya terkait dengan perforasi dari usus. Namun, setiap viskus berongga dapat
menyebabkan terjadinya pneumoperitoneum. 9 Persentase perforasi saluran pencernaan
sebagai penyebab paling umum adalah > 90%. Perforasi dari lambung atau duodenum
yang disebabkan oleh ulkus peptikum dianggap sebagai penyebab tersering. 5

B. Anatomi

Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara
kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah
abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat,
sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritoneum.2
Lapisan peritoneum dibagi menjadi 2, yaitu:

a) Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika


serosa).
b) Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.

Gambar 1. Anatomi Peritoneum


(diunduh dari : http://y7177.com/sa/anato/peritoneum/index.htm)

3
Pada beberapa tempat peritoneum visceral dan mesenterium dorsal mendekati
peritoneum dorsal dan terjadi perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus
yang tidak mempunyai alat-alat penggantung, dan akhirnya berada disebelah dorsal
peritonium sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih mempunyai
alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum
parietal.9 Rongga tersebut disebut cavum peritonei, dengan demikian:
a) Duodenum terletak retroperitoneal;
b) Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesenterium;
c) Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;
d) Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung
disebut mesocolon transversum;
e) Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung
mesosigmoideum, cecum terletak intraperitoneal;
f) Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesenterium.

C. Etiologi

Dalam beberapa kasus post laparotomi didapatkan sering terjadi


pneumoperitoneum yang bersifat fisiologis. Dalam suatu penelitian yang mengamati
pasien post operasi menggunakan CT-Scan selama 7 hari post operasi menunjukkan
hasil 38/80 (47.5%) pasien teramati terdapat pneumoperitoneum. Dari rincian data
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semakin lama durasi post operasi dan
pengambilan CT-Scan semakin berkurang tanda tanda pneumoperitoneum yang
didapatkan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan gambaran pneumoperitoneum post
operasi fisiologis akan berkurang dengan sendirinya seiring waktu. 12
Penyebab utama terjadinya pneumoperitoneum adalah:
1) Ruptur viskus berongga (yaitu perforasi ulkus peptikum, necrotizing
enterocolitis, megakolon toksik, penyakit usus inflamasi)
2) Faktor iatrogenik (yaitu pembedahan perut terakhir, trauma abdomen, perforasi
endoskopi, dialisis peritoneal, paracentesis)
3) Infeksi rongga peritoneum dengan organisme membentuk gas dan atau
pecahnya abses yang berdekatan.

4
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tergantung pada penyebab pneumoperitoneum. Penyebab yang
ringan biasanya asimptomatik, tetapi pasien mungkin mengalami nyeri perut samar
akibat perforasi viskus perut, tergantung pada perkembangan selanjutnya bisa berupa
peritonitis. Tanda dan gejala berbagai penyebab perforasi peritoneum mungkin seperti
kaku perut, tidak ada bising usus, nyeri epigastrium atau jatuh pada kondisi syok yang
parah.3,10

E. Penegakan Diagnosis
1) Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara menyeluruh. Umumnya pasien datang dengan
keluhan nyeri perut, tanyakan keluhan terkait onset, karakteristik nyeri, penyebaran
nyeri, buang angin, pola BAB dan BAK. Keluhan lain seperti demam, mual,
muntah, dll. Riwayat sakit sebelumnya, riwayat keluhan serupa, riwayat trauma,
riwayat pembedahan. Riwayat konsumsi obat rutin atau makanan yang terkait
dengan penyebab.
2) Pemeriksaan Fisik
- Vital Sign
- Head to toe
- Status lokalis abdomen
Inspeksi : Tampak distensi
Auskultasi : Bising usus menurun/hilang
Palpasi : Nyeri tekan, defanse muskular
Perkusi : Hipertimpani
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran USG

Pada pencitraan USG, pneumoperitoneum tampak sebagai daerah linier


peningkatan ekogenisitas dengan artefak reverberasi atau Distal Ring Down.
Pengumpulan udara terlokalisir akibat perforasi usus dapat dideteksi, terutama jika
berdekatan dengan abnormalitas lainnya, seperti penebalan dinding usus.
Dibandingkan dengan foto polos abdomen, ultrasonografi memiliki keuntungan
dalam mendeteksi kelainan lain, seperti cairan bebas intraabdomen dan massa
inflamasi. 7

5
Gambaran USG pada pneumoperitoneum antara lain bayangan sebuah costa,
artefak Ring Down dari paru yang terisi udara, dan udara kolon anterior yang
berhimpitan dengan hepar. Udara di kuadran kanan atas dapat keliru dengan
Kolesistitis Emfisematosa, kalsifikasi Mural, kalsifikasi Vesika Fellea, Vesika
Fellea porselen, Adenomiosis, udara di dalam abses, tumor, udara bilier, atau udara
di dalam vena porta. Udara intraperitoneal sering sulit dideteksi. Namun, udara
bebas dalam jumlah kecil dapat dideteksi dengan pemeriksaan dari anterior atau
anterolateral diantara dinding abdomen dan dekat hepar, dimana lingkaran usus
biasanya tidak ditemukan. Sulit untuk membedakan udara ekstralumen dengan
udara intramural atau intraluminal.7,10

Gambar 2. Pneumoperitoneum pada USG

Sumber dari http://emedicine.medscape.com

b. Gambaran Foto Polos Radiologis


Teknik radiografi yang optimal penting pada kecurigaan perforasi abdomen.
Paling tidak diambil 2 foto , meliputi foto abdomen posisi supine dan left lateral
dekubitus. Udara bebas walaupun dalam jumlah yang sedikit dapat terdeteksi pada
foto polos.4

6
Gambar 3. Foto abdomen posisi supine, foto dada posisi erect dan left lateral dekubitus
(LLD)
Sumber gambar dari http://www.wikiradiography.com

Pada foto polos abdomen atau foto thorax posisi erect, terdapat gambaran
udara (radiolusen) berupa daerah berbentuk bulan sabit (Semilunar Shadow) diantara
diafragma kanan dan hepar atau diafragma kiri dan lien. Juga bisa tampak area lusen
bentuk oval (perihepatik) di anterior hepar. Pada posisi lateral dekubitus kiri,
didapatkan radiolusen antara batas lateral kanan dari hepar dan permukaan
peritoneum. Pada posisi lateral dekubitus kanan, tampak Triangular Sign seperti
segitiga yang kecil-kecil dan berjumlah banyak karena pada posisi miring udara
cenderung bergerak ke atas sehingga udara mengisi ruang-ruang di antara incisura
dan dinding abdomen lateral. Pada proyeksi abdomen supine, berbagai gambaran
radiologi dapat terlihat yang meliputi Falciform Ligament Sign dan Rigler`S Sign.6,11
Proyeksi yang paling baik adalah lateral dekubitus kiri, lihat gambar 4,
dimana udara bebas dapat terlihat antara batas lateral kanan dari hepar dan permukaan
peritoneum. Posisi ini dapat digunakan untuk setiap pasien yang sangat kesakitan. 6

7
Gambar 4. Posisi Lateral dekubitus kiri. Terdapat udara bebas diantara dinding
abdomen dengan hepar (panah putih). Ada cairan bebas di rongga peritoneum (panah
hitam).

Sumber gambar http://www.wikiradiography.com/page/Pneumoperitoneum

Gambar 5. Gambaran linier (anterior subhepatic space air )


Sumber gambar dari http://emedicine.medscape.com

8
Gambar 6. Foto posterior subhepatic space air (Morrison’s pouch, gambaran
triangular)
Sumber gambar dari http://emedicine.medscape.com

Gambar 7. Foto anterior ke permukaan ventral dari hepar


Sumber gambar dari http://emedicine.medscape.com

Tanda peritoneum pada foto polos diklasifikasikan menjadi pneumoperitoneum


dalam jumlah kecil dan pneumoperitoneum dalam jumlah besar yang dengan >1000
mL udara bebas.6 Gambaran pneumoperitoneum dengan udara dalam jumlah besar
antara lain:

1) Football Sign, lihat gambar 8, yang biasanya menggambarkan pengumpulan


udara di dalam kantung dalam jumlah besar sehingga udara tampak
membungkus seluruh kavum abdomen memberi jejak seperti gambaran bola
football.

9
Gambar 8. Football sign

Sumber http://www.wikiradiography.com

2) Gas-Relief Sign, Rigler Sign, dan Double Wall Sign yang memvisualisasikan
dinding terluar lingkaran usus disebabkan udara di luar lingkaran usus dan udara
normal intralumen.

Gambar 9. Rigler Sign

Sumber http://www.wikiradiography.com

10
3) Urachus memiliki opasitas yang sama dengan struktur jaringan lunak
intraabdomen lainnya, tapi ketika terjadi pneumoperitoneum, udara tampak
melapisi urachus. Urachus tampak seperti garis tipis linier di tengah bagian
bawah abdomen yang berjalan dari kubah vesika urinaria ke arah kepala. Dasar
urachus tampak sedikit lebih tebal daripada apeks.

Gambar 10. Gambaran urachus

Sumber http://www.wikiradiography.com

4) Ligamen umbilical lateral yang mengandung pembuluh darah epigastrik inferior


dapat terlihat sebagai huruf ‘V’ terbalik di daerah pelvis sebagai akibat
pneumoperitoneum dalam jumlah banyak.
5) Telltale Triangle Sign menggambarkan daerah segitiga udara diantara 2
lingkaran usus dengan dinding abdomen.

11
Gambar 11. Telltale Triangle Sign

Sumber http://www.wikiradiography.com

6) Udara skrotal dapat terlihat akibat ekstensi intraskrotal peritoneal (melalui


prosesus vaginalis yang paten).
7) Cupola Sign mengacu pada akumulasi udara di bawah tendon sentral diafragma.

Gambar 12. The Sign Cupola

Sumber http://www.wikiradiography.com

8) Udara di dalam sakus kecil dapat terlihat, terutama jika perforasi dinding
posterior abdomen.

12
Gambar 13. Cupola Sign (panah putih) dan Lesser Sac Gas Sign (panah hitam).

Sumber http://www.wikiradiography.com

9) Tanda obstruksi usus besar parsial dengan perforasi divertikulum sigmoid dapat
terjadi yang berkaitan dengan tanda pneumoperitoneum.

Udara bebas intraperitoneal tidak terlihat pada sekitar 20-30% yang lebih
disebabkan karena standardisasi yang rendah dan teknik yang tidak adekuat. Foto
polos abdomen menjadi pencitraan utama pada akut abdomen, termasuk pada
perforasi viskus abdomen.6

c. CT (Computed Tomography) Scan

CT Scan merupakan pemeriksaan standar untuk mendeteksi pneumoperitoneum


dikarenakan lebih sensitif dibanding foto polos abdomen, tetapi CT-Scan tidak
selalu dibutuhkan jika dicurigai pneumoperitoneum karena lebih mahal dan
memiliki efek radiasi yang besar. CT-Scan berguna untuk mengidentifikasi udara
intraluminal meskipun terdapat dalam jumlah yang minimal, terutama ketika
temuan foto polos abdomen tidak spesifik. CT-Scan tidak terlalu dipengaruhi oleh
posisi pasien pada pemeriksaan dan teknik yang digunakan. 4,6

Kelemahan lain, dengan CT-Scan sulit untuk melokalisasi perforasi, lagipula


adanya udara bebas pada peritoneum merupakan temuan yang nonspesifik, antara
lain dapat disebabkan oleh perforasi usus, paska operasi, atau dialisis peritoneal.6

13
Pada posisi supine, dengan CT-Scan udara yang terletak di anterior dapat
dibedakan dengan udara di dalam usus. Jika ada perforasi, cairan inflamasi yang
bocor juga dapat diamati di dalam peritoneum. Penyebab perforasi kadang dapat
didiagnosis dengan CT-Scan. 4

Pada CT-Scan, kontras oral digunakan untuk mengopasitaskan lumen saluran


pencernaan dan memperlihatkan adanya perforasi. Pemeriksaan kontras dapat
mendeteksi adanya ekstravasasi kontras melalui diniding usus yang mengalami
perforasi. Tetapi dengan kondisi adanya ulkus duodenum perforasi dengan cepat
ditutupi oleh omentum sehingga bisa tidak terjadi ekstravasasi kontras. 7,9

Gambar 14. Gambaran udara bebas pada CT-Scan abdomen

Sumber http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/Radio/pneumoperitoneum.htm

Gambar 15. Udara bebas pada CT-Scan.

Sumber http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/Radio/pneumoperitoneum.htm

14
BAB III

LAPORAN KASUS

1. Identitas
No. RM : 237861
Nama : Ny. M
Usia/Jenis Kelamin : 53 tahun/Perempuan
Alamat : Puntuksari 3/8, Temanggung
Masuk RS : 9 Februari 2019

2. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri seluruh lapang perut

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh lapang
perut, tidak bisa BAB dan tidak bisa kentut sejak 3
hari sebelum masuk RS. Mual (+), muntah 1x
kemarin. BAK sedikit dan terasa panas.

Riwayat Penyakit Dahulu : Sakit serupa (-)


Trauma abdomen (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat ISK (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : Sakit serupa (-)

3. Pemeriksaan Fisik
KU : Tampak kesakitan
Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 114 x/menit
- Respirasi : 22 x/menit

15
- Suhu : 36,5 oC
- SpO2 : 96 %
Kepala : CA -/- SI -/-
Leher : PKGB (-), PKT (-)
Thoraks
- COR : Inspeksi = Ictus cordis tidak tampak
Auskultasi = BJ1-BJ2 reguler, suara tambahan (-)
- Pulmo : Inspeksi = Simetris, tidak ada retraksi
Palpasi = Nyeri tekan (-), hepar & lien tak teraba
Perkusi = Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi = SDV +/+, Rhonki -/-
Abdomen
- Inspeksi : Distensi (+), jejas (-), scar (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) menurun
- Palpasi : Defanse muskular (+), NT (+) seluruh lapang perut
Ekstremitas : Akral dingin (-), oedem ekstremitas (-)

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium 9/02/19

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


DARAH LENGKAP
Hemoglobin 14.4 11.7 – 15.5
Hematokrit 39 35 – 47
Jumlah lekosit 20.4 3.6 – 11.0
Jumlah eritrosit 4.70 3.8 – 5.2
Jumlah trombosit 456 150 – 440
MCV 82.6 80 – 100
MCH 30.6 26 – 34
MCHC 37.1 32 – 36
Hitung jenis
Eosinofil 0.5 2–4

16
Basofil 0.4 0–1
Netrofil 87.5 50 – 70
Limfosit 7.0 25 – 40
Monosit 4.6 2–8
Kimia klinik
Ureum 70.4 10 – 50
Kreatinin 0.96 0.6 – 1.2
SGOT 27.1 0 – 35
SGPT 21.0 0.0 – 35.0
Elektrolit Darah
pH 7.4 7.35 – 7.45
Natrium 129.7 135.0 – 145.0
Kalium 4.14 3.50 – 5.50
Chlorida 88 96.0 – 106.0
Ion Calcium 0.9 1.1 – 1.35
Lain-Lain
WIDAL S Typhi O = (+) 1/80
S Typhi H = (+) 1/80

17
b. Radiologi
Abdomen 3 Posisi 9/02/19

Gambar 1. Posisi AP ½ duduk

18
Gambar 2. Posisi Supine

19
Gambar 3. Posisi Left Lateral Decubitus

Kesan
- Gambaran pneumoperitoneum
- Paru dalam batas normal
- Cardiomegali
- Sistem tulang intake

5. Diagnosis
Peritonitis Generalisata et causa Perforasi Colon Sigmoid

20
6. Tatalaksana
- Post operatif rawat di ICU, pasien dipuasakan selama 3 hari
- Terapi definitif
1. Laparotomi ekplorasi
2. Release adhesi
3. Sigmoidostomi
4. Pasang 2 drainage
5. Pasang NGT
6. Pasang DC
- Medikamentosa
1. Infus Asering 30 tpm : Futrolit 1x/hari : Aminofluid
2. Injeksi Ceftriaxone 1x1 gr
3. Injeksi Metronidazole 3x500 mg
4. Injeksi Antrain 3x1 amp
5. Injeksi Furamin 3x1
6. Nucral Syrup 3x1C (via NGT)
7. Laxadin Syrup 3x1C (via NGT)

21
BAB IV

PEMBAHASAN

Pneumoperitoneum adalah adanya udara bebas dalam ruang peritoneum yang


biasanya terkait dengan perforasi dari usus. Persentase perforasi saluran pencernaan
sebagai penyebab paling umum adalah > 90%. Manifestasi klinis tergantung pada
penyebab pneumoperitoneum. Penyebab yang ringan biasanya asimptomatik, tetapi
pasien mungkin mengalami nyeri perut samar akibat perforasi viskus perut, tergantung
pada perkembangan selanjutnya bisa berupa peritonitis. Tanda dan gejala berbagai
penyebab perforasi peritoneum mungkin seperti kaku perut, tidak ada bising usus, nyeri
epigastrium atau jatuh pada kondisi syok yang parah.
Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosa suatu penyakit terkait
manifestasi klinis tersebut adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan
teliti kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang
meliputi : Foto polos abdomen, USG abdomen dan CT-Scan abdomen. CT-Scan
merupakan pemeriksaan standar untuk mendeteksi pneumoperitoneum dikarenakan lebih
sensitif dibanding foto polos abdomen, tetapi CT-Scan tidak selalu dibutuhkan jika
dicurigai pneumoperitoneum karena lebih mahal dan memiliki efek radiasi yang
besar. CT-Scan berguna untuk mengidentifikasi udara intraluminal meskipun terdapat
dalam jumlah yang minimal, terutama ketika temuan foto polos abdomen tidak spesifik.

22
BAB V

KESIMPULAN

Pneumoperitoneum adalah adanya udara bebas dalam ruang peritoneum yang


biasanya terkait dengan perforasi dari usus.

Pneumoperitoneum dideteksi dengan pemeriksaan radiologis foto polos abdomen,


CT scan, dan ultrasonografi. Pada foto polos abdomen, pneumoperitoneum paling baik
terlihat dengan posisi lateral dekubitus kiri yang menunjukkan gambaran radiolusen
antara batas lateral kanan dari hepar dan permukaan peritoneum.

Pada pasien ini telah dilakukan foto polos abdomen 3 posisi (LLD, Supine dan ½
duduk) dan ditemukan beberapa tanda-tanda adanya pneumoperitoneum.

Tabel 1.Gambaran Radiologis Pneumoperitoneum pada Pasien

Foto Keterangan
Airfluid level (garis kuning) dengan
gambaran lusensi antara dinding abdomen
dan hepar

Subhepatic space free air (lingkaran


merah) kesan gambaran radiolusen linear
pada batas bawah hepar

23
Doges Cap Sign / Morrison Free Space
Air. Gambaran radiolusen berbentuk
segitiga, mengarah ke gambaran udara
bebas pada ruang potensial antara hepar dan
ginjal kanan

Rigler Sign
Gambaran pada dinding usus yang diperjelas
dengan udara intralumen dan udara
ekstralumen

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Page 307-347

2. Netter Fh. 2006. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders. Page 563-622

3. ME , Breen, Dorfman M, Chan SB. 2008. Pneumoperitoneum Without Peritonitis: A

Case Report. Am J Emerg Med, 26:841. e1-2

4. Churchill , James D Begg . 2006. Abdominal X-rays Made Easy 2nd Edition. Elsevier

5. Daly, Barry D, J. Ashley Guthrie and Neville F. Cause of Pneumoperitoneum: A Case

Report. United Kingdom

6. Lee CH. Images in clinical medicine. Radiologic signs of pneumoperitoneum. N Engl J

Med. 2010;362:2410.

7. Khan AN. (2014). Pneumoperitoneum Imaging. Medscape.

8. Soto JA, Lucey BC. (2009). Emergency Radiology: The requisites.

9. Fuller MJ. (2011). Pneumoperitoneum. Wikiradiography.

10. Menuck L, Siemers PI. (1996). Pneumoperitoneum: Importance of right Upper Quadrant

Features. Am J Roentgeno

11. Lee CH. (2010) Radiologic Signs of Pneumoperitoneum. N Engl J Med 2010

12. Malgras B. (2016) Natural History of Pneumoperitoneum After Laparotomy: Findings on

Multidetector-Row Computed Tomography. World Jurnal of Surgery

25
LAMPIRAN

FOLLOW UP PASIEN DI ICU dan CEMPAKA 1

Tanggal S O A P
11 februari Nyeri perut KU : Tampak kesakitan Peritonitis - Infus RL 30 tpm
2019 post operasi GCS : E4V5M6 ec - Infus Futrolit
(ICU) skala 5, Vital sign: perforasi 1x/hari
kentut (-) - TD : 140/90 mg/dl colon - Infus aminofluid
- HR : 96x/menit sigmoid 1x/hari
- RR : 24x/ menit - Inj.Ceftriaxone
- SpO2 : 98% 1x2 gr
Pemeriksaan Abdomen - Inj.Metronidazole
Inspeksi: distensi (-), 3x500 mg
sigmoidostomi (+), - Inj.Antrain 3x1
produksi (-) - Inj.Furamin 2x1
Auskultasi : BU (+) - Sukralfat syrup
menurun 3x1C (via NGT)
Perkusi : timpani - Laxadin syrup
Palpasi : supel 3x1C (via NGT)
Drainage : tidak
produksi
12 Januari Nyeri perut KU : Tampak kesakitan Peritonitis - Infus RL 30 tpm
2019 post operasi GCS : E4V5M6 ec - Infus Futrolit
(Cempaka 1) skala 4, Vital sign: perforasi 1x/hari
kentut (-) - TD : 110/80mg/dl colon - Infus aminofluid
- HR : 89x/menit sigmoid 1x/hari
- RR : 21x/ menit - Inj.Ceftriaxone
- SpO2 : 99% 1x2 gr
Pemeriksaan Abdomen - Inj.Metronidazole
Inspeksi: distensi (-), 3x500 mg
sigmoidostomi (+), - Inj.Antrain 3x1
produksi (-) - Inj.Furamin 2x1
Auskultasi : BU (+) - Sukralfat syrup
8x/menit 3x1C (via NGT)
Perkusi : timpani - Laxadin syrup
Palpasi : supel 3x1C (via NGT)
Drainage : tidak
produksi

13 Januari Nyeri perut KU : Kesakitan Peritonitis - Infus RL 30 tpm


2019 post operasi berkurang ec - Infus Futrolit
(Cempaka 1) skala 3, GCS : E4V5M6 perforasi 1x/hari
kentut (+) Vital sign: colon - Infus aminofluid
- TD : 120/80mg/dl sigmoid 1x/hari
- HR : 88x/menit

26
- RR : 20x/ menit - Inj.Ceftriaxone
- SpO2 : 99% 1x2 gr
Pemeriksaan Abdomen - Inj.Metronidazole
Inspeksi: distensi (-), 3x500 mg
sigmoidostomi (+), - Inj.Antrain 3x1
produksi (+) minimal - Inj.Furamin 2x1
Auskultasi : BU (+) - Sukralfat syrup
10x/menit 3x1C (via NGT)
Perkusi : timpani - Laxadin syrup
Palpasi : supel 3x1C (via NGT)
Drainage : tidak
produksi

27

Anda mungkin juga menyukai