Anda di halaman 1dari 12

23

Pembedahan Paru-Paru
JAMES D. GEIGER MD

Associate Proffesor of Surgery, Secton of Pediatric Surgery, School of Medicine,


University of Michigan School, Ann Arbor, MI, USA

SALEEM ISLAM MD

Assistant Profesor of Surgery, Division of Pediatric Surgery, University of


Missisippi Medical Center, and Pediatric Surgeon, Blair E Batson Childrens
Hospital, Jackson, MS, USA

PRINSIP PRINSIP DAN PENYETARAAN

Pengeluaran jaringan paru dilakukan lebih sedikit pada anak dibandingkan pada
dewasa. Lesi yang didapat seperti karsinoma atau infeksi kronik, tidak sering
didapatkan pada masa kanak-kanak. Kebanyakan operasi dilakukan untuk
mengatasi masalah-masalah kongenital dan jarang yang dilakukan pada hal
yang disebabkan oleh infeksi. Tabel 23.1 diperlihatakan indikasi-indikasi
dilakukannya reseksi paru-paru pada anak-anak.

Secara umum, prinsip pembedahan paru-paru pada dewasa dan anak-anak


adalah sama. Anak-anak biasanya memiliki cadangan dan daya tahan fisiologik
yang besar terhadap reseksi dibandingkan orang dewasa. Dalam 7 tahun
pertama kehidupan, ada perkembangan alveoli yang terus terjadi dan hal ini
dapat memperkecil dampak fisiologik terhadap reseksi jaringan paru-paru.
Pendekatan dan prinsip operasi dapat diatur terganting pada indikasi
dilakukannya reseksi paru-paru. Teknik minimal invasif dilakukan lebih banyak
pada anak-anak untuk prosedur yang dilakukan di toraks, dan sudah banyak
pengalaman yang dilakukan dengan reseksi paru torakoskopik. Akan tetapi pada
kasus dimana terdapat perbedaan anatomi yang berat seperti kondisi radand
maka prosedur terbuka biasanya lebih dipilih.

Komplikasi bedah paru-paru pada anak-anak secara umum lebih sedikit


dibandingkan pada dewasa. Kebocoran udara dari stump bronkus utama jarang
dijumpai pada pasien anak-anak yang sehat. Skoliosis dan/atau deformitas dari
dinding dada merupakan komplikasi jangka panjang yang khususnya terjadi pada
anak yang menjalani torakotomi. Anak-anak dengan kondisi radang seperti abses
paru, pneumonia, dan bronkiektasis mempunya risiko besar untuk terjadinya
komplikasi post operatif.
PENILAIAN DAN PERSIAPAN PREOPERATIF

Jika pasien mempunyai indikasi untuk dilakukan bedah paru maka fungsi paru
perlu di optimalkan dan infeksi harus dikontrol sebaik mungkin dengan antibiotik
preoperatif. Lobektomi dan reseksi non anatomik yang kurang dari suatu
lobektomi ditoleransi dengan baik pada anak yang sehat. Pemeriksaan sebelum
operasi harus meliputi pengukuran volume ekspirasi paksa dalam detik pertama
(FEV1) dan volume vital paksa (FVC) untuk melihat efek dari reseksi. Semua
pasien harus mempunyai nilai minimum dari pengukuran nilai hemoglobin dan
suatu penyaringan pemeriksaan darah yang tersedia jika diperlukan terutama
pada suatu reseksi yang kompleks. Pemeriksaan laboratorium ini dapat dilakukan
setelah dilakukan induksi anestesi dan sebelum dimulainya prosedur operasi
untuk menghindari nyeri yang tidak perlu pada anak yang lebih muda atau pada
bayi.
Lihat Bab 12 sebagai diskusi tambahan

Pertimbangan anestesi

Banyak prosedur operasi pada anak-anak berhasil dilakukan dengan


menggunakan endotrakeal tube yang standar tanpa ventilasi paru tunggal.
Ventilasi paru tunggal dapat dengan mudah dilakukan pada bayi dan anak yang
usia lebih muda baik melalui intubasi yang selektif pada satu bronkus atau
dengan penggunaan bronkial blocker. Pada anak yang lebih dewasa, penggunaan
tube dengan lumen ganda (setidaknya ukuran endotrakeal tube yang bisa
digunakan 7 Fr) bisa dipakai untuk ventilasi paru tunggal. Untuk kebanyakan
prosedur torakoskopik pengembangan udara dengan tekanan 5-10 mmHg cukup
untuk membuat kolaps paru dan tidak diperlukan lagi ventilasi paru tunggal.
Pada beberapa kasus ataupun beberapa saat dalam suatu kasus tersebut
diperlukan pengembangan paru selama prosedur operasi untuk memperlihatkan
blebs atau permukaan paru yang mengalami metastasis ataupun untuk melihat
ada tidaknya kebocoran udara.
Penggunaan penghilang nyeri setelah dilakukannya suatu torakotomi adalah
suatu pertimbangan yang tak kalah penting, penggunaan epidural toraks perlu
dipertimbangkan pada kasus-kasus yang sulit. Anestesi epidural memfasilitasi
pemberian analgesik sewaktu operasi dan menurunkan kebutuhan analgesik
intravena post operatif. Jika tidak dilakukan anestesi epidural, dokter bedah
dapat menginjeksi anestesi lokal pada interkosta secara multipel untuk membuat
suatu blok anestesi atau sebagai pilihan yang lain ditempatkan sebuah kateter
pleural sebagai jalur pemberian anestesi lokal. Blok saraf interkostalmdapat lebih
akuran bila diberikan melalui torakoskopi.
Monitoring selama operasi terhadap anak yang akan menjalani operasi paru
mayor meliputi pemasangan akses arterial dan pemasangan akses vena sentral
tetapi hal ini tergantung pada kondisi pasien sebelum operasi dan keperluan
dokter bedah maupun ahli anestesinya dan bukan merupakan suatu keharusan.

PROSEDUR OPERASI

Akan didiskusikan dalam dua kategori besar yakni prinsip umum dalam reseksi
paru beserta pendekatan spesifik pada berbagai lobektomi dan indikasi dan jenis
operasi yang diperlukan pada berbagai kondisi spesifik.

Prinsip dari reseksi paru

Akses terhadap paru

Prosedur operasi paru dapat di dilakukan dengan dua jalan utama yakni : melalui
torakotomi terbuka maupun secara torakoskopik. Torakotomi dapat dilakukan
melalui satu dari tiga cara pendekatan yang ada. Yang pertama adalah melalui
pendekatan anterolateral yang paling banyak dipakai untuk biopsi paru terbuka
atau pada reseksi baji (wedge resection). Pendekatan yang kedua adalah melalui
torakotomi posterolateral, cara ini paling sering dilakukan untuk reseksi paru
terbuka. Pendekatan yang ketiga yaitu melalui posisi pronasi yang dipakai untuk
mengurangi tumpahnya sekret yang terinfeksi ke paru kontralateral selama
proses reseksi. Akan tetapi dengan teknik anestesia yang modern menjadikan
ventilasi paru tunggal sama baik dan lebih efektif dengan terapi antimikroba,
pendekatan ini masih kurang banyak dipakai. Median sternotomi dipergunakan
oleh beberapa ahli bedah bila diperlukan reseksi baji bilateral diperlukan seperti
pada metastase osteosarkoma.

Torakotomi anterolateral dilakukan dengan menempatkan pasien dalam keadana


supine dengan sebuah rol diletakkan tepat dibawah bagian yang hendak
diekplorasi untuk mengangkat sekitar 30-450 dari meja. Lengan ipsilateral
dibiarkan jatuh kebelakang diatas meja. Setelah lapangan operasi dinilai sesuai
dan cukup lebarnya maka insisi dilakukan dibawah level puting susu pada
interkosta empat, lima tau enam, perlu diperhatikan untuk tidak menciderai
breast bud complex. Insisi dapat ditambah sepanjang kosta kearah aksila bila
dibutuhkan. Otot pektoralis dan otot interkosta kemudian dipisahkan untuk
masuk dalam kavitas pleura. Setelah dilakukan reseksi atau biopsi yang
dikehendaki, diletakkan sebuah chest tube pada beberapa interkosta dibawah
insisi dan diarahkan ke apeks paru. Kosta diaproksimasi dengan jahitan
perikostal yang bisa diserap secara longgar (polygalactin). Fasia otot
diaproksimasi dengan jahitan kontinu dengan benang yang bisa diserap,
kemudian diikuti dengan jahitan subkutan baik secara kontinu maupun
interuptus dan jahitan pada subkutikular pada kulit (keduanya dijahit dengan
benang yang dapat diserap).

Torakotomi posterolateral dilakukan dengan pasien dalam posisi lateral


dekubitus. Sebuah rol aksiler dipergunakan dan diberikan pengalas yang cukup
pada tunkai untuk menghidari kerusakan akibat penekanan dan cidera
1 pada pleksus brakhialis. Lengan atas diarahkan kearah yang sama untuk
mencegah penarikan pada lengan seperti juga pada pleksus brakhialis.
Lapangan operasi dan desinfeksi yang luas dipersiapkan dari kolumna vertebralis
diposterior sampai pada sternum dibagian anterior. Puting susu dan aerola juga
ujung bawah dari skalpula dijadikan sebagai marker untuk membantu insisi.
Dibuat suatu insisi berbentuk kurve di bagain interkostalis. Pada kebanyakan
kasus dapat dipergunakan pendekatan muscle-sparing (lihat Bab 12 untuk lebih
lengkap), dimana otot seratus anterior ditarik ke depan dan otot latissimus dorsi
dilipat ke posterior. Hal ini dapat dilakukan sebagian ataupun seluruhnya sesuai
kebutuhan untuk memberi akses yang lebih luas selama prosedur operasi. Perlu
diperhatikan untuk tidak memisahkan otot paraspinal tetapi tetap dibiarkan
dalam posisi longitudinal. Hal ini juga diperhatikan untuk tidak memisahkan otot
trapezius dan rhomboid, hal ini bisa mencegah munculnya skoliosis nantinya.
Kosta kemudian di lebarkan dengan retraktor logam otomatis (Finochietto).
Setelah dilakukan reseksi, dipasang chest tube beberapa interkosta dibawah dari
lokasi insisi dan diarahkan ke apeks kemudian difiksasi dengan jahitan yang tak
bisa diserap. Jahitan perikostal dilakukan dengan jahitan interuptus dan dihindari
untuk terlalu kencang karena menyebabkan aproksimasi yang terlalu dekat.
Fasia dan kulit ditutup dengan cara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Pendekatan secara torakoskopik pada saat ini telah meningkat pesat. Biopsi
paru, reseksi baji dan lobektomi dilakukan melalui pendekatan ini. Kemajuan
dalam bidang optik disertai kamera dengan high-definition dan light source yang
lebih terang membuat visualisasi lebih baik, juga perkembangan pada sarana
seperti elektrokoagulasi Ligasure dalam hal diseksi dan mengontrol pembuluh
darah sampai pada ukuran diameter 7 mm membuat proses reseksi dapat
dilakukan dengan aman. Keuntungan dalam hal kosmetik, kurangnya nyeri dan
berkurangnya waktu rawat inap juga pada kurangnya kemungkinan potensial
untuk skoliosis merupakan suatu hal yang mendukung akan tetapi belum
dibuktikan secara defenitif. Pada semua jenis reseksi secara torakoskopik,
penderita dibaringkan dekubitus seperti yang digambarkan sebelumnya. Meja
dapat dirotasikan ke kiri ataupun kekanan bila diperlukan untuk ekspose.
Beberapa ahli bedah lebih memilih posisi yang dijelaskan sebelumnya untuk
torakotomi anterolateral. Sangat penting untuk memakai gaya gravitasi sebagai
retraktor selama torakoskopik dan ahli bedah akan mengatur posisinya. Ventilasi
paru tunggal dapat diberikan bila dibutuhkan untuk memfasilitasi eksposure
meskipun ventilasi jarang diperlukan untuk hal ini. Bagian dada didesinfeksi
seperti untuk torakotomi kemudian dibuat insisi sepanjang 5 mm pada bagian
linea mid axilaris pada interkosta keempat sampai enam. Kemudian dimasukkan
sebuah Veress needle tepat pada bagian atas kosta untuk menghindari bundel
neurovaskuler. Pengembangan paru dengan CO 2 sampai pada tekanan 3-7
mmHg untuk memfasilitasi eksposure dan menciptakan sutu lapangan kerja
yang fungsional. Dipasang post 5mm dan kemudian dimasukkan toracoscope
video. Penempatan sisa port yang lain dipilih terhgantung pada anatomi spesifik
dan lobus mana yang akan dioperasi. Biasanya ditempatkan dua post tambahan
satu pada bagian anterior dan satu pada bagian posterior untuk memfasilitasi
diseksi pada fissura dan lobus. Akses ke empat dapat dipergunakan sebagai
retraksi bila diperlukan. Jika diperlukan suatu peralatan untuk stapling untuk
biopsi maka harus ditempatkan suatu port dengan ukuran 12 mm. Satu dari
tempat port tersebut harus diperbesar untuk mengeluarkan spesimen. Untuk
akhir dari prosedur operasi ini maka dipasang chest tube pada suatu lubang port
dan terlihat dengan torakoskopik, diarahkan kearah apeks paru, kemudian
difiksasi. Fasia dapat ditutup dengan jahitan benang yang dapat diserap dan kulit
diaproksimasi dengan jahitan atau dengan suatu cara lain.

Biopsi paru dan reseksi baji

Prosedur ini dilakukan untuk diagnostik ataupun kebutuhan terapetik. Indikasi


untuk dilakukan suatu biopsi meliputi suatu proses infeksi, penyakit parenkim
yang menyeluruh yang tidak diketahui penyebabnya, pada suatu proses yang
samar-samar sehingga diperlukan diagnosis suatu bentuk peradangan atau
suatu proses keganasan. Pasien dengan penyakit difus mungkin tidak bisa
mentoleransi ventilasi paru tunggal dan pada kasus seperti ini prosedur operasi
harus dilakukan dengan pengembangan paru.Prosedur torakoskopik memberikan
visualisasi keseluruhan paru, dan suatu baji kecil bisa dieksisi dengan efisien
dengan peralatan stapling. Kebocoran udara yang tetap ada setelah reseksi non
anatomik dapat dikontrol dengan jepitan kedua pada peralatan stapling setelah
pisau pemotong dikeluarkan atau dilakukan jahitan lagi diatas jahitan
sebelumnya. Penutupan bekas operasi pada dada dilakukan dengan cara yang
sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Reseksi baji non anatomik dapat dilakukan untuk penyakit metastase pada paru-
paru. Secara umum, suatu torakotomi terbuka lebih dipilih untuk penyakit
osteosarkoma metastase karena dengan cara ini bisa dilakukan palpasi pada
parenkim paru dan untuk mengeluarkan lesi sebisa mungkin. Meskipun tidak
terbukti secara defenitif, banyak juga yang menganjurkan untuk melakukan
torakotomi bilateral atau sternotomi median secara bertahap untuk menilai dan
mengobati kedua paru pada keadaan osteosarkoma.

Pada tumor jenis lain, lebih rasional jika dilakukan pendekatan secara
torakoskopik. Lesi parenkim yang kecil dan dalam dapat diakses dengan
torakoskopik. Beberapa penulis telah menggambarkan penggunaan tomografi
komputer ( CT ) sebagai penuntun untuk menandai lesi dengan cepat sebelum
operasi sebagai penunjuk lokasi dan reseksi dengan torakoskopik nantinya.
Suatu bleb pada daerah apeks paru yang akan mengarah pada pneumotorak
rekuren atau menetap juga bisa di tangani secara torakoskopik. Apeks paru di
visualisasikan dan dilakukan pengangkatan parenkim yang disertai bleb dalam
bentuk baji dengan peralatan stapling secara endoskopik. Pada kebanyakan
kasus, penggunaan alat ini lebih baik bila disertai dengan vaskuler load karena
staplesnya lebihnkecil dan risiko perdarahan lebih kecil. Sekali lagi, bila ada
kebocoran udara pada lokasi staples maka dilakukan staples lagi setelah pisau
diangkat, penggunaan fibrin glue atau Tisseal yang dapat dioleskan diatas garis
staples sebagai tambahan untuk mengontrol kebocoran udara.
Lobektomi

Prinsip dari lobektomi sama pada anak-anak dan dewasa. Yang terpenting dari
prinsip ini yakni harus adekuatnya visualisasi dan eksposur pada struktur daerah
hilar yaitumpembuluh darah dan bronkus. Contoh yang paling sederhana yaitu
lebih baik bila kita melakukan diseksi dan kontrol pada cabang arteri pulmonal
terleih dahulu, kemudian kedua pada drainase vena dan terakhir pada bronkus.
Pada keadaan tertentu misalnya pada proses infeksi purulen yang berat, lebih
baik bila dikerjakan bronkus terlebih dahulu

Mengenai pertimbang anatomi yang melibatkan pengeluaran lobus yang


berbeda akan didiskusikan lebih lanjut secara detil disini.

Dokter bedah harus mengetahui secara pastinbukan hanya anatomi secara


normal tetapi juga mengenai variasi anatomi yang sering muncul selama proses
reseksi paru.

LOBEK TOMI LOBUS KANAN ATAS

2a,b. Pasien dapat diposisikan dalam torakotomi posterolateral pada interkostalis


kelima ataupun melalui pendekatan secara torakoskopik. Paru kemudian ditarik
kearah posterior dan kemudian pleura yang menutupi hilum pada paru kanan
dibuka dibawah dari level vena azygos dan dibagian seputar hilus di bagian
superior dan dibagian posterior pada level dibawah bronkus utama kanan. Perlu
diperhatikan untukmenghindari cidera pada saraf frenikus kanan. Perlu diketahui
bahwa variasi anatomi dari vaskuler yang kadang muncul, tetapi pola yang
digambarkan adalah pola yang biasa. Anatomi dari bronkus lebih sederhana.
Arteri pulmonal yang utama terletak dibelakang vena kava dan dilakukan diseksi
ke perifer untuk memperlihatkan bagian arteri pulmoner inferior dan superior.
Arteri pulmoner superior dengan cabang-cabangbya pada bagian segmen
anterior dan apikal diekspous dan masing-masing diligasi sedistal mungkin. Vena
lobus superior diidentifikasi dan dilakukan diseksi ke lateral biasanya untuk
memperlihatkan tiga vena pulmonal segmental. Harus dilakukan identifikasi dan
preservasi pada vena lobaris media memasuki vena pulmoner superior. Lebih
muda dan lebih aman bila dilakukan ligasi masing-masing vena ke perifer.
Kemudian fissura oblik antara lobus atas dan bawah dibuka. Seluruh pembuluh
darah sebaiknya ditangani dengan ligasi degan benang yang tidak diserap pada
bagian seproksimal mungkin. Akan tetapi bila dilakukan operasi secara
torakoskopik maka Ligasure dapat dipergunakan untuk mengkoagulasi pembuluh
darah. Kebanyakan alat elektosurgery disetujui untuk mengontrol pembuluh
darah sampai pada diameter sekitar 7 mm. Diseksi berikutnya sama dengan
pendekatan secara terbuka.

Biasanya ada tiga pembuluh darah yang menuju ke lobus atas kanan yang harus
diligasi tepat sebelum bersatu dengan vena pulmoner superior. Kemudian
divisualisasikan dengan menarik paru kearah posterior untuk menambah
ekposur pada hilum anterior.

Setelah pemisahan cabang arteri dan vena pada lobus kanan atas, jaringan
adventisia pada bronkus dibersihkan. Bronkus hanya perlu dibersihkan untuk
melihat asalnya, bila dilakukan diseksi lebih jauh lagi maka akan bisa
mengganggu aliran darah dan memperlambat penyembuhan stump bronkial.

Dilakukan jahitan dengan benang yang tidak diserap pada kedua sisi dari
bronkus dan kemudian dipisahkan sekitar 1 cm atau 2 cm dari cabang utama
untuk menghindari stump yang panjang yang dapat mengakumulasi sekret.
Setelah dilakukan pemisahan bronkus stump kemudian ditutup dengan jahitan
interuptus dengan benang yang tak diserap atau dengan peralatan stapling.
Setelah dilakukan penutupan kemudian dimasukkan cairan salin hangat untuk
melihat kebocoran dengan memberi tekanan 30-40 cmH2O melalui ventilator.
Pleura yang berada disekitarnya dapat digunakan untuk memperkuat stump juga
untuk mempercepat penyembuhan. Dipasang chest tube dan difiksasi seperti
cara yang telah digambarkan sebelumnya.

LOBEKTOMI LOBUS MEDIA KANAN


3 arteri pada lobus medius kanan paling baik diekspos melalui fissura obliq
antara lobus atas, tengah dan bawah. Setelah perkembangan fissura interlobaris,
satu atau dua pembuluh darah lobus medius akan menyatu bila diligasi seperti
yang telah dikemukakan diatas. Paru kemudian ditarik ke arah posterior untuk
memperlihatkan hilum anterior yang juga bisa dilakukan diseksi seluruhnya. Dan
satu atau dua pembuluh darah vena ditemukan menyatu dengan vena pulmonal
superior.
Pada saat bersamaan fissura interlobaris dilakukan diseksi menggunakan
peralatan stapling atau kauter. Ketika lobus media telah terpisah dari lobus atas,
juga cabang pembuluh darah arteri dan vena telah dipisahkan, lobus ditarik ke
arah anterior dan bronkusnya dipisahkan. Stump kemudian dikontrol dengan
cara yang jelaskan sebelumnya. Kecenderungan untuk cidera pada arteri
asenden segmental posterior menjadikan prosedur ini butuh teknik lebih
dibandingkan pada lobektomi lobus atas dan lobus bawah.

LOBEKTOMI LOBUS BAWAH KANAN

4a,b Untuk melakukan prosedur lobektomi lobus bawah kanan, biasanya


dilakukan dengan sebuah pendekatan torakotomi pada interkostales paling
bawah. Pada suatu torakoskopi, port dapat ditempatkan agak sedikit kebawah,
akan tetapi hal ini tidak merupakan suatu keharusan. Fissura interlobaris
diperlihatkan dengan tarikanj lobus atas kearah superior dan lobus bawah kearah
inferior. Cabang-cabang dari bagian interlobaris pada arteri pulmonal kanan di
perlihatkan dan dengan hati-hati diidentifikasi. Tepat diatas dari arteri lobaris
media, ada satu atau dua arteri segmental superior yang memberi suplai pada
bagian superior pada lobus bawah bersatu. Pembuluh darah ini dipisahkan
setelah dilakukan ligasi. Lobus kemudian ditarik ke arah anterior untuk
memperlihatkan hilum posterior. Vena pulmoner inferior diperlihatkan dengan
cara membuka ligamentum pulmoner inferior dan menarik bagian pleura yang
telah dilakukan diseksi ke atas untuk memfasilitasi ligasi dari vena pulmoner
inferior. Setelah itu bronkus dari lobus bawah kanan dapat dengan mudah
diidentifikasi dengan penarikan kearah belakang. Perlu diperhatikan untuk
membuat stump dengan pendek.

LOBEKTOMI LOBUS KIRI ATAS

5a,b setelah pasien diposisikan dengan baik dalam posisi lateral dekubitus
kanan, dapat dilakukan pendekatan baik dengan torakotomi posterolateral
ataupun dengan torakoskopi. Sama seperti pada paru-paru kanan, pleura yang
menutupi hilus bagian anterior dilakukan insisi dan dibawah kearah superior dan
posterior dibawah level dari bronkus utama kiri.

Sebaiknya dilakukan identifikasi pertama-tama pada arteri pulmoner kiri


kemudian dilakukan identifikasi pada bronkus lobus superior kearah superior dan
inferior. Dapat ditemukan empat sampai enam cabang dari arteri pulmoner kiri.
Dari bagian anterior bisa terlihat arteri segmental bagian anterior, apeks , dan
bagian posterior. Segmental arteri bagian apikal dapat menyatu pada daerah
superior, sedang cabang anterior dan segmental lingular biasanya terlihat pada
fissura interlobaris. Setelah dilakukan dilakukan ligasi pada cabang-cabang ini,
paru kemudian di tarik kearah posterior dan cabang superior dari vena-vena
pulmoner superior kiri diligasi sebelum dilakukan pemotongan. Biasanya vena
superior kiri dan vena pulmoner inferior membentuk vena komunis, sehingga
sebelum dilakukan ligasi pada vena superior disisi kiri, vena inferior harus
diidentifikasi secara terpisah. Melalui tarikan kearah anterior, memungkinkan
untuk melihat bronkus pada lobus atas dan lingula dan dipisahkan dekat dengan
asalnya.

LOBEKTOMI PADA LOBUS BAWAH KIRI

6 Setelah didapatkan akses kedalam rongga toraks, diperlihatkan fissura


interlobaris untuk identifikasi pada pembuluh darah arteri. Satu atau dua arteri
memberi suplai pada segmen superior akan tetapi perlu diperhatikan bahwa
arteri segmental superior dapat muncul proximal dari pembuluh darah lingular.
Sehingga dalam melakukan diseksi pembuluh darah ini harus dilakukan
identifikasi pada arteri-arteri lingular, juga bagian basal dari arteri pulmoner kiri
harus dipisahkan distal dari arteri lingular. Setelah hal ini dilakukan paru-paru
kemudian ditarik kearah anterior untuk memperlihatkan hilum posterior.
Ligamentum pulmoner inferior dipisahkan untuk memperlihatkan vena pulmoner
inferior. Vena kemudian dipisahkan seperti yang telah digambarkan, perlu
perhatian bahwa lobus superior memiliki drainase vena yang baik. Setelah
pemisahan pembuluh darah, lobus kemudian ditarik kearah posterior dan
bronkus dipisahkan seperti yang telah digambarkan sebelumnya.

-------
Berikut akan didiskusikan mengenai pembedahan paru anak pada keadaan
khusus kongenital yang sering seperti ekspansi lobus berlebihan (emfisema),
malformasi kistik adematoid dan sekuestrasi. Seperti disebutkan sebelumnya,
prinsip pembedahan meliputi lobektomi spesifik akan diterapkan pada tiap-tiap
keadaan.

Ekspansi lobus berlebihan (Emfisema)

7a,b Keadaan ekpansi lobus yang berlebihan yang didapatkan secara kongenital
ataupun yang didapat dapat ditemui pada neonatus ataupun pada bayi. Masalah
yang dididapat bisa muncul karena sumbatan mukus ataupun akibat masalah
struktur yang menyebabkan sumbatan pada jalan napas. Ekspansi lobar
berlebihan yang didapatkan secara kongenital diakibatkan oleh karena tidak
adanya kartilago pada 35% kasus sehingga menyebabkan terperangkapnya
udara berbentuk katup bola. Biasanya kompresi ekstrinsik (contohnya penyakit
jantung kongenital) dapat menyebabkan terperangkapnya udara di daerah distal
dan terjadinya nekspansi berlebihan. Kista bronkogenik juga dapat terlihat pada
masalah ini. Sepertiga kasus berasal dari hiperplasia alveolar pada lobus spesifik
dari paru.

Gejala berasal dari penekanan pada struktur toraks dan mediastinum, yang
dapat terjadi secara akut maupun secara kronik. Beberapa bayitidak
memerlukan intervensi secara bedah dan tetap stabil dengan lesi ini. Dari yang
memerlukan tindakan bedah , 50 persen akan bergejala dalam beberapa hari
kehidupan sementara sisanya terjadi beberapa bulan kemudian.

Foto ronsen dada akan memberi gambaran area hiperlusen pada dada yang
terkena dengan derajat penekanan struktur mediastinum yang bervariasi.
Diafragma akan mendatar pada sisi yang terkena. Ini biasanya hanya melibatkan
lobus atas saja (kiri atas 42 persen, kanan atas 21 persen, kanan tengah 35%)
dan kurang dari 1 persen yang melibatkan lobus bawah. Diagnosis bandingnya
meliputi pneumotoraks, malformasi kistik adematoid (CAM), pneumatokel dan
atelektasis.

Pemeriksaan tambahan biasanya tidak perlu, tetapi scan ventilasi perfusi


biasanya digunakan dan memperlihatkan ambilan yang terlambat dan juga
suplai darah yang buruk pada lobus yang terkena. Pada beberapa keadaan
diperlukan torakotomi darurat untuk menangani kompresi yang membahayakan
nyawa. Lobus akan mengalami herniasi keluar sesaat setelah dada dibuka
disertai dengan perbaikan klinis segera. Tim anastesi sebaiknya tidak melalukan
ventilasi berlebihan pada pasien tetapi sebaiknya memakai tidal volume kecil
dalam jumlah sering.
reseksi dilakukan seperti yang sudah dijelaskan. Dalam situasi dimana tidak ada
kedaruratan, sebaiknya dilakukan bronkoskopi sebelum dilakukan torakotomi u
ntuk memastikan tidak adanya masalah instriksik bronkial yang bisa ditangani
sehingga lobektomi dapat dihindari.

Malformasi Kistik adematoid

Malformasi kistik adematoid (CAM) adalah lesi yang sering didiagnosa sebelum
lahir dengan menggunakan ultrasound. Ditemui sekitar 25 persen dari semua
malformasi kongenital paru. Beberapa diantaranya menjadi cukup besar
sehingga membuat hipoplasia paru sekunder dan mengganggu vena cava dan
jantung dan menyebabkan polihidramnion dan hidrop fetalis. Beberapa dari
janin yang mengalami hal ini akan lahir mati. Pada beberapa center di Amerika
Serikat, pembedahan janin yang mengalami hidrops, beberapa diantaranya bisa
selamat. Metode-metode lain yang belum berhasil digunakan untuk intervensi
janin. CAM didapatkan 25persen pada lobus bawah kiri dan 20 persen pada
lobus atas kiri, pada lobus kanan bawah 19 persen dan lobus kanan atas sekitar
10 persen.

8a,b Pada neonatus yang lahir hidup beberapa diantaranya simptomatik pada
saat lahir, dengan distress dan dapat muncul dengan hipertensi pulmoner yang
berat yang membutuhkan oksigenasi membran extrakorporeal (ECMO) untuk
stabilisasi sebelum dilakukannya reseksi. Foto ronsen dada terkadang bisa
memperlihatkan gambaran massa kistik yang ireguler pada paru yang terkena,
yang dapat juga mengenai seluruh thorax dan juga disertai pergeseran
mediastinum. Pada beberapa kasus gambaran ronsen dada adalah normal dan
dilakukan CT scan thorax untuk memastikan diagnosa prenatal. Ada beberapa
kasus jarang yang dilaporkan yang terjadi setelah kelahiran. Pada pasien yang
tidak disertai distres setelah lahir, biasanya reseksi ditunda sampai anak
tersebut tumbuh lebih dewasa. Risiko terjadinya infeksi dan keganasan tetap
menjadi indikasi utama untuk dilakukan reseksi secara elektif. Menunggu hingga
anak berumur hampir mendekati 1 tahun sebelum dilakukannya reseksi adalah
masuk akal dan beberapa bahkan menyarankan untuk melakukan follow up
jangka panjang tanpa dilakukannya intervensi bedah, walaupun tak ada data
yang menyokong akan hal ini. Karsinoma bronkoalveolar, blastoma
pleuropulmonar dan rhabdomisarkoma telah dilaporkan muncul dari lesi
kongenital ini dan diperlukan pengamatan yang lebih dekat.

Pada pasien dengan gejala, reseksi harus dilakukan sesegera mungkin. Prosedur
yang paling sering dilakukan adalah lobektomi, meskipun segmentektomi juga
telah dilaporkan sama baiknya. Adalah sangat penting untuk mereseksi seluruh
CAM karena akan kambuh dan bisa terjadi kebocoran. Pada beberapa kasus CAM
dapat melibatkan lobus yang multipel dan pada kasus yang sangat jarang bisa
diperlukan pneumonektomi. Pergeseran mediastinum setelah pneumonektomi
dapat simptomatik sehingga mungkin diperlukan pengisian rongga toraks
ipsilateral dengan larutan garam fisiologis ataupun dengan tissue expander.

Sekuestrasi

9a,b Sekuestrasi bronkopulmoner adalah suatu malformasi kongenital pada


bagian dari paru yang menerima suplai arteri sistemik dan juga tak memiliki
hubungan bronkial. Ada dua tipe yakni sekuestrasi intralobar dan sekuestrasi
ekstralobar. Kebanyakan penelitian yang luas mengambarkan jumlah sekuestrasi
terbanyak adalah pada jenis lesi ekstralobar. Hal ini dapat disertai dengan
malformasi yang lain seperti kista bronkogenik, CAM, dan lesi jantung kongenital.
Sekuestrasi ekstralobar juga berkaitan dengan hernia diafragmatika dan
eventrasi. Dapat berasal dari abdomen dan biasanya pada sekitar glandula
adrenal kiri. Kebanyakan sekuestrasi intralobaris ditemui pada lobus bawah dan
hanya sekitar 15 persen pada lobus atas.

Adanya lesi intralobaris biasanya dalam bentuk pneumonia yang rekuren.


Sehingga diagnosis biasanya setelah 2 tahun kehidupan dan pada foto ronsen
dada memperlihatkan adanya konsolidasi. Pada saat ini ada sejumlah besar
kasus yang bisa dideteksi prenatal sama halnya dengan deteksi CAM prenatal.
Sekuestrasi ekstralobar biasanya diketahui selama perbaikan hernia diafragma
kongenital ataupun eventrasi. Juga bisa didapatkan secara insidental sebagai
suatu massa mediastinal dibagian posterior ataupun menyerupai pneumonia.
Juga penting untuk diingat bahwa bisa terjadi komunikasi dari sekuestrasi
dengan organ foregut (esofagus atau gaster) karena asal embriogeniknya.
Selama reseksi harus disingkirkan adanya komunikasi ini dan perlu dikontrol bila
ditemui.

Reseksi selanjutnya sama dengan prinsip yang telah digambarkan sebelumnya,


dengan beberapa perbedaan yang mendasar. Suplai pembuluh darah berasal ari
aorta abdominalis pada sekitar 85% kasus dan perlu diperhatikan dengan hati-
hati dan dilakukan ligasi di tempat keluarnya. Hal ini biasanya ditemui pada
ligamentum pulmoner inferior. Tidak adanya perlengketan bronkial menyebabkan
reseksi menjadi lebih mudah. Biasanya terlihat adanya batas yang jelas pada
sekuestrasi intralobar dari parenkim paru yang normal dan ini membentuk batas
yang bagus untuk dilakukannya diseksi. Lobektomi adalah prosedur pilihan untuk
lesi intralobaris.

PENANGANAN POST OPERATIF

Prinsip penting dalam penanganan post operatif setelah pembedahan paru


meliputi pulmoner toilet yang adekuat. Kontrol terhadap nyeri adalah sangat
penting untuk mengoptimalkan fungsi paru setelah operasi dan hal ini bisa
dicapat dengan anastesi epidural dibagian toraks. Bila dilakukan anestesi
epidural biasanya dipertahankan sampai 48-72 jam pasca operasi. Suatu kateter
foley untuk drainase urin diperlukan bersamaan dengan pengunaan anestesi
epidural. Nyeri kemungkinan tidak terlalu dirasakan bila prosedur yang dilakukan
sebelumnya adalah torakoskopik akan tetapi penggunaan chest tube bisa
menjadi penyebab nyeri post operatif yang utama dan harus dilepaskan
secepatnya. Chest tube dipertahankan sekitar 2 sampai 4 hari, awalnya
dilakukan penghisapan kemudian disekat dengan air, chest tube dilepaskan bila
tidak ada lagi kebocoran udara dan drainasenya minimal. Antibiotik diberikan
selama 24 jam dan kemudian dihentikan. Beberapa ahli bedah melanjutkan
antibiotik sampai saat chest tube dilepaskan meskipun hanya ada beberapa data
yang mendukung cara seperti ini. Penggunaan narkotik harus diberikan secara
bijak dan analgesik non narkotik harus berdasarkan atas algoritma untuk kontrol
nyeri. Menyusui biasanya dilanjutkan sehari setelah operasi dilakukan

Perawatan intensif diperlukan untuk pasien dengan penyakit paru berat yang
mendasari dan adanya pengurangan pada fungsi paru. Kebanyakan dari pasien
dipulangkan pada hari ke 3-4, meskipun anak yanglebih dewasa perlu untuk
tinggal lebih lama karena masalah nyeri. Pasien yang menjalani prosedur
torakoskopik bisa dipulangkan lebih awal.

OUTCOMES

Angka kematian setelah reseksi paru, termasuk lobektomi atau bilobektomi


dapat diminimalkan dengan teknik pembedahan modern dan perawatan paska
operasi. Kelompok dengan risiko yang meningkat adalah pada mereka dengan
penyakit komorbid yang berat seperti penyakit jantung kongenital ataupun
mereka dengan penyakit paru tambahan.

Mortalitas dan morbiditas setelah dilakukan biopsi paru sangat tergantung pada
penyakit yang mendasarinya. Risiko akan terjasinya kebocoran udara yang
berkepanjangan dengan penyakit parenkimal yang difus juga bisa terjadi dan hal
ini dapat menambah morbiditas.

Komplikasi berupa infeksi jarang ditemui setelah dilakukannya reseksi pada


ekspansi berlebihan lobus paru yang didapatkan secara kongenital, CAM tanpa
komplikasi ataupun sekuestrasi. Jika ada infeksi atau abses yang terjadi
sebelumnya maka risiko akan lebih besar. Kebocoran puntung bronkial lebih
sering pada dewasa dan jarang sekali dijumpai pada anak-anak.

--------------------------------------------------------
fine----------------------------------------------------------------------

Anda mungkin juga menyukai