Anda di halaman 1dari 15

TEKNIK OPERASI

ENTEROSTOMA PADA MAR DAN HIRSCHPRUNG’S DISEASE

Oleh:
dr. Gun Gun Gunawan

Pembimbing:
Dr. dr. Rizki Diposarosa, Sp.BA., Subsp. D. A (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1


DEPARTEMEN/KSM ILMU BEDAH
DIVISI BEDAH ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RSUP DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2022
TEKNIK OPERASI KOLOSTOMI

Sejarah

Alexis Littre (1658–1726), ahli anatomi Paris, dianggap sebagai orang pertama untuk

mengusulkan kolostomi atau anus buatan. Kejadian ini terjadi pada tahun 1710 selama otopsi

pada anak dengan atresia anal, alexis menjelaskan bagaimana setelah membuat sayatan di

perut, adalah hal yang mungkin untuk "membawa" bagian atas usus ke luka sayatan di perut,

yang seharusnya tidak pernah tertutup dan yang akan melakukan fungsi anus. Selanjutnya

konsep ini dilakukan pada tahun 1776, ketika kolostomi dilakukan oleh Pillore of Rouen pada

orang dewasa dengan karsinoma rektal. Pada tahun 1783, Dubois dikatakan sebagai orang

pertama yang membuat kolostomi pada seorang bayi yang memiliki atresia ani, meninggal

setelah 10 hari. Pada kasus lain ada seorang bayi yang mengalami anus imperforata, yang

memiliki kolostomi yang dibuat oleh Duret pada tahun 1793 dan masih hidup hingga 45

tahun kemudian. Selama abad ke-19, prosedur ini diperkenalkan di pusat-pusat di seluruh

Eropa dan berbagai modifikasi dikembangkan, termasuk kolostomi loop proksimal oleh

Maydl (1888). Operasi "a deux temps" yang dilaporkan pada tahun 1885 oleh Davies Colley

dari Guy's Hospital, London, terdiri dari menjahit usus ke kulit diikuti dengan pembukaan

yang tertunda setelah tepi luka yang tertutup. hal ini adalah perkembangan penting di era

ketika infeksi yang merupakan penyebab utama morbiditas. Prosedur Hartmann, dijelaskan

pada tahun 1923 untuk digunakan sebagai eksisi rektal untuk karsinoma pada saat

anastomosis usus besar ke rektum masih berbahaya, masih banyak digunakan dalam bedah

anak.

Definisi Kolostomi
Kolostomi adalah prosedur operasi yang menghubungkan bagian colon ke dinding

anterior abdominal sehingga terbentuk satu lubang pembukaan pada dinding abdomen atau

lebih dikenali sebagai stoma. Pada prosedur kolostomi ini, stoma yang terbentuk adalah asal

dari ujung colon yang telah diinsisi dan dijahit ke permukan kulit abdomen. Feses akan

melalui stoma ini untuk disingkirkan.

Kolostomi digunakan untuk mengalihkan aliran feses dari kolon distal dan rektum,

dan mungkin bersifat sementara atau permanen. Kolostomi sementara mungkin menjadi

prosedur utama dalam pengelolaan anorektal kongenital anomali seperti penyakit

Hirschsprung’s, pasca cedera, atau untuk mengobati parah pada penyakit radang usus atau

infeksi. Mungkin juga sekunder prosedur untuk melindungi anastomosis distal. Kolostomi

permanen adalah diperlukan setelah eksisi radikal anorektum untuk penyakit atau

melemahkan inkontinensia tinja, misalnya karena sfingter anal disfungsi atau dismotilitas

kolorektal. Jenis kolostomi berikut adalah umum dipakai:

1. Divided Colostomy

Prosedur ini memiliki keuntungan dari pengalihan tinja/feses dan memiliki risiko rendah

terjadi prolaps atau retraksi. Usus besar ditranseksi dan distal ujungnya dieksteriorkan

sebagai fistula mukosa dan ditempatkan berdekatan dengan stoma proksimal sehingga kedua

stoma dapat tertutup dalam kantong kolostomi, atau stoma dipisahkan secara luas dengan

menempatkannya pada sudut yang berlawanan dari sayatan sehingga proksimal, tetapi tidak

distal, stoma terletak di dalam kantong untuk mencegah feses masuk ke bagian distal usus

besar. Atau, stoma distal ditutup dan diganti di dalam rongga perut (prosedur Hartmann)
Gambar. 1

2. Single-end colostomy

Dalam beberapa keadaan, kolostomi mungkin diperlukan untuk jangka waktu yang lebih

lama atau permanen. Dalam keadaan ini ada keuntungan dalam membuat kolostomi akhir

melalui custom-made. Tujuan dilakukan tindakan kolostomi pada malformasi anorektal


adalah sebagai upaya dekompresi usus pada kasus obstruksi dan deversi sebagai proteksi

terhadap penatalaksanaan atresia ani sampai tahap akhir. Tindakan kolostomi juga

memungkinkan dilakukan prosedur kolostogram distal yang merupakan prosedur diagnostik

akurat untuk memberikan gambaran anatomi secara lengkap terhadap kelainan ini. sayatan

melingkar untuk menawarkan potensi terbaik untuk aplikasi kantong stoma (tanpa bekas luka

masuk ke kolostomi), dan kemungkinan stoma paling kecil prolaps dan hernia parastomal.

Gambar. 2

3. Kolostomi loop.

Lingkaran usus besar dieksteriorisasi dan dibuka, tetapi tidak terbagi. Prosedur ini

memiliki keuntungan karena sederhana dan cepat untuk melakukan dan nilai khusus pada

pasien sakit parah, tetapi membawa. risiko prolaps dan retraksi yang lebih tinggi. tingkat

pengalihan tinja adalah variabel, yang merupakan kerugian dengan adanya analisis lengkap
oklusi, ketika rektum tidak dapat dibersihkan, atau dengan anorektalfistula, di mana ada

risiko infeksi saluran kemih berulang dari dubur organisme.

Gambar. 3

Indikasi

1. Kelainan kongenital saluran pencernaan seperti anus imperforasi, penyakit

Hirschsprung’s dan lain-lainnya

2. Infeksi, seperti pada kasus NEC, kolitis fulminant, fistula rektovaginal (aquired),

perforasi usus dengan KU yang buruk


3. Tumor pada kolon, teratoma interna, rhabdomyosarcoma dinding buli-buli.

4. Kelainan akibat cedera atau trauma daerah anorektum dan rektosigmoid

5. Untuk proteksi tindakan operasi kolon bagian distal dan daerah anorektum dan

rektosigmoid

Penempatan Kolostomi

Malrotasi Anorektal

 Kolon desenden distal/ kolon sigmoid proksimal (high sigmoid colostomy)  Preferred

site

 Separated stoma (double barrel divided colostomy)  Mencegah spill-over faeces dari

stoma proksimal ke distal.

Hirschsprung’s Disease

 Lokasi terbaik adalah didaerah dilatasi segmen yang mengandung ganglion normal yang

ditemukan di proksimal dari zona transisional

 Penempatan kolostomi bersifat individual (variasi panjang segmen aganglionik)

 Kolostomi harus pada level dimana pada operasi definitif tidak diperlukan penutupan

kolostomi

 Leveling colostomy (kolostomi dibuat di bagian kolon dengan persyarafan dan fungsi

normal melalui biopsi seromuskular pada saat operasi)

 End colostomy  bila dilatasi kolon berlebihan

Persiapan Pasien
 Pasien dipuasakan 4 – 5 jam sebelum tindakan pembedahan

 Dipasang infus dextrose 5% dalam larutaan NaCl 0,225% dengan tetesan sesuai

dengan berat badan pasien

 Diberikan antibiotika profilaksis cefotaxime intravena dengan dosis 50 mg/kg.berat

badan sesaat pasien mendapat premedikasi

Persiapan Instrumen dan Alat Kesehatan

1). Alat kesehatan :

- 1 (satu) buah pipa lambung ukuran 8 F atau sesuai umur dan besar pasien

- 1 (satu) buah kateter ukuran 6 F atau sesuai umur dan besar pasien

- Benang atraumatik silk dengan jarum bulat (round) ukuran 4 – 0 dan 5 – 0 sebanyak

masing-masing 1 buah

- Benang atraumatik Vicryl jarum bulat ukuran 4 – 0 sebanyak 1 buah

2). Instrumen pembedahan :

a). Linen :

- doek lebar : 4 (empat) lembar

- doek kecil : 4 (empat) lembar

b). Instrumen :

- 1 (satu) set bedah dasar untuk bayi dan anak-anak

- 1 buah pisau nomer 10


- 2 pasang klem usus kecil

c). Alat bantu :

- 1 buah alat penghisap (slym zuiger apparatus)

- 1 buah alat electrocauter

- 1 buah blanket pemanas

Tehnik Pembedahan

- Pasien tidur terlentang dalam pembiusan umum dipasang pipa lambung dan kateter urethra

- Desinfeksi dinding abdomen mulai dari epigastrium sampai pertengahan paha dengan

poviodine

- Dipasang doek steril untuk mempersempit lapangan operasi pada abdomen di daerah kolon

transversum atau daerah sigmoid

- Insisi kulit dibuat transversal secukupnya lebih kurang 3 – 4 cm, di daerah abdomen sesuai

lokasi kolostomi yang akan dibuat kontra mc burney.

- Insisi diperdalam sampai fascia sambil merawat perdarahan yang ada

- Fascia muskulus Obliquus abodominis exsterna dibuka tajam sekaligus membelah otot-otot

dinding abdomen sampai ditemukan peritoneum kemudian di buka secara tajam dengan

perlindungan organ di dalam rongga abdomen sepanjang 4 – 5 cm

- Setelah usus halus disisihkan dicari kolon dengan melakukan identifikasi pada taenianya,

kolon yang dibebaskan dari omentum kemudian dikeluarkan secukupnya untuk membentuk

loop kolon dan membuat lubang pada mesokolon untuk tempat masuknya tuigel (karet

pemegang) kolon agar bisa ditarik keluar rongga abdomen melalui tempat insisi
- Kolon yang telah berada diluar rongga abdomen diukur kurang lebih 3 cm diatas dinding

abdomen dan loop kolon dibuat 3 – 4 buah jahitan penyangga

- Serosa kolon dijahitkan dengan peritonium melingkar sebanyak 8 jahitan sehingga tidak

terdapat celah diantara dinding kolon dan rongga peritonium

- Selanjutnya fascia dan seluruh tebal dinding abdomen dijahitkan dengan serosa kolon

melingkar sebanyak 8 jahitan sehingga kolon yang tersisa menonjol diluar dinding abdomen

sekitar 1 – 11/2 cm

- Jika luka insisi masih menyebabkan kolostomi longgar maka untuk menghindarkan terjadi

prolaps dapat dilakukan penjahitan tambahan

- Loop kolon selanjutnya dibuat lubang sampai terbentuk 2 buah stoma kolon terpisah yang

satu sama lainnya masih berdekatan

- Dilakukan penjahitan lubang colon ( stoma yang telah dibentuk) all layer dengan kulit

pada 4 jahitan sehingga bagian stoma tampak terbuka

- Stoma kolon yang telah terbentuk di lakukan proteksi dengan memberikan kantong plastik

atau Colostomy bag

Perawatan Pascabedah

- Perawatan pascaanestesi di ruang pulih sampai pernafasan pasien stabil sebelum

dipindahkan ke ruangan perawatan biasa

- Perawatan pascabedah meliputi perawatan stoma kolostomi dan luka operasi

- Pasien dipuasakan sampai kolostomi berfungsi dan bising usus terdengar normal pada

auskultasi
- Penilaian komplikasi awal antara lain perdarahan, peritonitis, prolaps usus halus dilakukan

sampai pasien dipulangkan

- Pasien dipulangkan setelah dinilai kolostomi berfungsi baik tidak terdapat komplikasi awal

dan orangtua pasien telah dapat merawat kolostomi anaknya dengan baik dan benar

Perawatan Rawat Jalan

- Pasien kontrol setelah 1 (satu) minggu pulang dari perawatan inap untuk peenilaian luka

operasi dan fungsi kolostomi

- Penilaian adanya komplikasi lanjut seperti iritasi kulit sekitar kolostomi, perdarahan dari

kulit sekitar kolostomi, prolaps kolostomi, stenosis kolostomi dilanjutkan bersamaan

dengan kelanjutan pengelolaan penyakit dasar pasien tersebut

Stoma Care

 Stoma proksimal lebih sulit perawatannya dibanding stoma yang lebih distal

 Cegah iritasi peri stoma

 Pemakaian skin barier

 Stoma bag yang cocok , pemasangan bag yang tepat

 Sebelum meninggalkan RS orang tua pasien harus diberi semangat dan diajari cara

perawatan stoma.
Komplikasi Kolostomi

Komplikasi kolostomi, dibagi menjadi 2 fase :

1. Akut

- Iritasi kulit

- Kompresi vaskular

- Infeksi peristomal/abses/fistula

- Obstruksi usus / herniasi parastomal akut

- Murni kesalahan teknis (Maturasi yang salah)

- Nekrosis

2. Kronis

- Retraksi dan Prolaps Stoma

- Pencabutan

- Hernia parastomal + Obstruksi usus

- Stenosis/Striktur

- Varises/pendarahan peristoma

- Infeksi/peradangan kulit

- Perforasi
Komplikasi yang paling sering terjadi setelah dilakukan operasi kolostomi adalah

terbentuknya hernia di sekitar lokasi stoma. Kelainan ini ditandai adanya pembengkakan

(bulge) di permukaan kulit di sekitar lokasi stoma, sukar dilakukan irigasi dan terjadi

obstruksi partial. Selain itu, terjadi eviserasi usus karena gangguan penyembuhan luka dan

terlepasnya stoma dari luka kulit.

Terjadinya prolaps usus halus dan prolaps usus besar dengan invaginasi. Iritasi kulit

abdomen yang kronik oleh karena rangsangan sisa pencernaan. Terjadi retraksi pada stoma

dan stenosis pada stoma oleh karena fibrosis hingga menyebabkan stoma menyempit. Terjadi

ileus obstruksi oleh karena hernia parastoma di mana stoma berisi kolon, omentum atau usus

halus. Stoma menjadi nekrosis oleh karena gangguan peredaran darah, tekanan dan

invaginasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Breech L. Gynecologic concerns in patients with anorectal malformations. Semin


Pediatr Surg. 2010;19:139–45.
2. Colares JH, Purcaru M, da Silva GP, Frota MA, da Silva CA, MeloFilho AA, et al.
Impact of the bowel management program on the quality of life in children with fecal
incontinence. Pediatr Surg Int. 2016;32:471–6.
3. Hong AR, Acuña MF, Peña A, Chaves L, Rodriguez G. Urologic injuries associated
with repair of anorectal malformations in male patients. J Pediatr Surg. 2002;37:339–
44.
4. Levitt MA, Peña A. Anorectal malformations. Orphanet J Rare Dis. 2007;2:33.
Available at http://www.OJRD.com/content/2/1/33
5. Levitt MA, Peña A. Cloacal malformations: lessons learned from 490 cases. Semin
Pediatr Surg. 2010;19:128–38.
6. Antoniou SA, Agresta F, Garcia Alamino JM, et al. European Hernia Society
guidelines on prevention and treatment of parastomal hernias. Hernia 2018; 22(1):
183–98.
7. Bischoff A, Levitt M, Lawal TA, Pena A. Colostomy closure: How to avoid
complications. Pediatr Surg Int 2010; 26: 1087–92.
8. Cigdem MK, Onen A, Duran H, et al. The mechanical complications of colostomy in
infants and children: An analysis of 473 cases in a single center. Pediatr Surg Int
2006; 22: 671–6.
9. Gine C, Santiago S, Lara A, et al. Two-port laparoscopic descending colostomy with
separated stomas for anorectal malformations in newborns. Eur J Pediatr Surg 2016;
26: 462–4.
10. Irtan S, Bellaïche M, Brasher C, et al. Stomal prolapse in children with chronic
intestinal pseudoobstruction: A frequent complication? J Pediatr Surg 2010; 45:
2234–7.
11. Kiely EM, Ajayi NA, Wheeler RA, Malone M. Diversion procto-colitis: Response to
treatment with short-chain fatty acids. J Pediatr Surg 2001; 36: 1514–17.
12. Pena A, Migotto-Krieger M, Levitt MA. Colostomy in anorectal malformations: A
procedure with serious but preventable complications. J Pediatr Surg 2006; 41: 748–
56.
13. van den Hondel D, Sloots C, Meeussen C, Wijnen R. To split or not to split:
Colostomy complications for anorectal malformations or Hirschsprung disease: A
single center experience and a systematic review of the literature. Eur J Pediatr Surg
2014; 24: 61–9.
14. Youssef F, Arbash G, Puligandla PS, Baird RJ. Loop versus divided colostomy for
the management of anorectal malformations: A systematic review and meta-analysis.
J Pediatr Surg 2017; 52: 783–90.

Anda mungkin juga menyukai