PENDAHULUAN
Laparoskopi pertama kali dilakukan pada anjing tahun 1900-an oleh Dr, Georg
Kelling, seorang ahli bedah asal Jerman, yang menyebut prosedurnya
koelioskopie. Selagi bereksperimen dengan penggunaan udara untuk
menghentikan perdarahan intraabdominal pada pneumoperitoneum, dia
menginsersi sistoskop ke dalam abdomen untuk melihat efek dari peningkatan
tekanan pada organ-organ abdomen.
Laparoskopi adalah salah satu dari prosedur pembedahan yang paling umum
dilakukan di Amerika Serikat. Sekitar separuh dari 700.000 prosedur sterilisasi
tuba bilateral dilakukan melalui metode laparoskopis.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Indikasi
PERLENGKAPAN LAPARASKOPI
1. Laparoskop
2. Jarum pneumoperitoneal
3. Trokar
4. Gas insuflator
5. Sumber cahaya
6. Kamera
INSTRUMEN LAIN
1. Probe
2. Forseps
3. Gunting dan pisau
4. Aspirator dan irrigator
5. Morselator
6. Elektrokoagulasi
7. Thermokoagulasi
8. Laser
Obstruksi usus
Ileus
Peritonitis
Perdarahan intraperitoneal
Hernia diafragmatika
Penyakit kardiorespirasi
Pasien dengan tumor abdomen yang besar, kehamilan intrauterine lanjut, atau
penyakit infeksi saluran cerna harus dikerjakan secara lebih hati-hati.
Konsensus para ahli menyatakan ukuran maksimal mioma yang layak dilakukan
laparoskopi operatif adalah 8-10 cm dan jumlah miom yang besar tidak lebih dari
4 buah. Untuk mioma intramural atau subserosum tunggal ukurannya tidak
melebihi 15 cm.
Tindakan operatif dengan reseksi baji ovarium per laparotomi adalah terapi yang
lebih dulu dikenal, namun komplikasi perlekatan perituba dan periovarial pasca-
laparotomi juga akan menyebabkan infertilitas. Oleh karena itu, metode
laparotomi sudah lama ditinggalkan. Terapi operatif yang sekarang dilakukan
adalah laparoskopi operatif dengan melakukan ovarian drilling yaitu tusukan
elektrokauter pada ovarium (TEKO). Prosedur tersebut pertama kali dilakukan
oleh Gjonnaes pada tahun 1984. Dengan menggunakan jarum kauter unipolar
dibuat lubang menembus kapsul dan korteks ovarium dengan kedalaman tusukan
4 mm dan lamanya 4 detik. Kejadian perlekatan lebih sedikit dibandingkan
laparotomi dan angka kehamilan lebih tinggi (89%).
2.3.4. Kehamilan Ektopik
METODE PENELITIAN
3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah rekam medik yang pernah menjalani tindakan
laparoskopi ginekologi di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2010-2015.
3.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi yang dianggap layak untuk
menjadi sampel.
Pada penelitian ini digunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi yang
layak akan dimasukkan sebagai sampel.
1. Usia adalah usia pasien yang tercatat pada status rekam medik.
2. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah
ditempuh dan berhasil diselesaikan oleh pasien sesuai dengan yang
tercatat dalam rekam medik, yang dikelompokkan atas:
- SD
- SMP
- SMA / Sederajat
- Akademik / Perguruan Tinggi
3. Pekerjaan adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh penderita GGK
sesuai dangan yang tertulis didata rekam medik, yang dikelompokkan
atas:
- Tidak bekerja
- PNS / Pegawai Swasta
- TNI / POLRI
- IRT
- Pensiunan
- Wiraswasta / Pedagang
4. Indikasi adalah indikasi medis dilakukannya tindakan laparoskopi
ginekologi.
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang
didapat melalui rekam medik pasien.
Setelah data maka dilakukan pengolahan data yang melalui beberapa tahapan
sebagai berikut:
Setelah dilakukan editing selanjutnya penulis memberikan kode tertentu pada tiap-
tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan analisa data.
Pada tahap ini, kategori data yang sama dikelompokkan dengan teliti dan teratur
lalu dihitung lalu dijumlahkan kemudian dituliskan dalam bentuk tabel-tabel.
Data akan di analisa secara deskriptif, hasil akan ditampilkan dalam tabel dalam
bentuk distribusi.