Anda di halaman 1dari 16

TEKNOLOGI KEPERAWATAN ULTRASONOGRAFI (USG) TORAKS DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EMPYEMA

Oleh :

DWI PUJI PUTRANTI 20120320071

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayahNya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas individu tentang mengidentifikasi masalah keperawatan dan teknologi keperawatan pada kasus berdasarkan evidence based practice yakni Teknologi Keperawatan Ultrasonografi (USG) Toraks dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Empyema. Shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni AlQuran dan As - Sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Tugas ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas Blok 9 dengan mata kuliah Sistem Respirasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Yuni Permatasari Istianti, M.kep, Ns., Sp. Kep. MB, CWCS selaku dosen pembimbing Blok 9 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada tugas ini. Oleh karena itu saya kritik dan saran yang bersifat membangun dibutuhkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.Semoga tugas ini memberikan kontribusi yang positif.

Yogyakarta, 14 November 2013

Penulis (Dwi Puji Putranti)

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Efusi Pleura merupakan akumulasi cairan di rongga pleura yang mengindikasikan adanya penyakit. Akumulasi dikaitkan dengan banyak kondisi medis yang mempengaruhi akumulasi cairan melalui mekanisme yang bervariasi, termasuk peningkatan tekanan kapiler paru, penurunan tekanan onkotik, peningkatan permeabilitas membrane pleura, dan obstruksi dari aliran limfatik.[1]

Empiema didefinisikan sebagai terdeteksinya pus (nanah) dalam rongga pleura, berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup besar di seluruh dunia. Empiema Torakis saat ini mempengaruhi lebih dari 65.000 pasien setiap tahun di Amerika Serikat dan Inggris.[2]

Pemeriksaan penunjang berbasis teknologi yakni Ultrasonography Toraks (USG Toraks) sangat berguna dalam pemeriksaan fisik paru-paru dan pleura karena karakteristik respon real-time dan kemampuan pencitraan multiplanar.[3]

B. Rumusan Masalah

1. Kasus Empyema (Definisi, Etiologi, Patofisiologi) 2. Pemeriksaan penunjang (USG) pada Empyema toraksis (teknologi, metode penggunaan, interpretasi hasil pemeriksaan) 3. Evidence Based penggunaan USG toraks pada Empyema 4. Analisis Evidence Based penggunaan USG toraks pada Empyema 5. Masalah keperawatan yang potensial pada Empyema 6. Asuhan Keperawatan pada Klien Empyema

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Kasus Empyema

Empyema dikategorikan sebagai efusi parapneumonik. Efusi parapneumonik disebabkan adanya infeksi dari bakteri penyebab pneumonia dan berkembang pada 57% pasien yang terhospitalisasi. Pengembangan Empyema dalam hubungannya dengan pneumonia merupakan proses progresif yang dimulai dengan eksudasi sederhana dan berkembang menjadi fase yang terorganisir. Cairan pleura eksudatif berasal dari cairan interstitial paru yang berkembang sehubungan dengan adanya infeksi paru-paru dan peradangan oleh bakteri, cairan ini melintasi lapisan visceral pleura dan terakumulasi di rongga pleura. [4] Dalam kebanyakan serangkaian pasien dengan Empyema diperoleh adanya dominasi invasi dari bakteri aerob termasuk Streptococcus Pneumoniae dan Staphylococcus Aureus. Bakteri lain yang juga menjadi penyebab Empyema antara lain bakteri gram negative seperti E. Coli, Haemophillus Influenza, dan Klebsiella pneumoniae. [4]

2.2. Teknologi Ultrasonografi (USG) Toraks Ultrasonogra (USG) adalah alat

diagnostik

non-invasif

menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz (>20 kilohertz) untuk menghasilkan gambaran struktur organ di dalam tubuh.[5] Teknologi ini memiliki kelebihan karena tidak memiliki efek radiasi dan dianggap sebagai teknik yang aman untuk semua pasien. USG Toraks bisa mengevaluasi abnormalitas pada pleura. Visualisasi

dari abnormalitas pleura dilakukan dengan melakukan scanning pada daerah antar tulang iga selama respirasi normal dan respirasi menahan napas untuk mengevaluasi lesi secara detail.Terdapat beberapa poin penting yang perlu diperhatikan oleh pemeriksa mengenai peralatan USG seperti tipe dari ekogenisitas, transduser, dan penentuan terminologi.[3]

2.2.1. Ekogenisitas

Ekogenisitas adalah istilah yang digunakan untuk menilai gambar yang terlihat pada layar dan digambarkan dalam warna hitam dan putih (grayscale). Struktur dengan ekodensitas kuat akan terlihat berwarna putih; sedangkan, struktur dengan ekodensitas lemah akan direfleksikan dengan warna hitam.[3]

Ekogenisitas

pada

pemeriksaan

paru

paru

ditentukan oleh gelombang amplitudo. Gambar Anechoic merupakan gambar yang memiliki ekodensitas lemah (bayangan hitam) menandakan tidak ada refleksi gelombang ultrasonografi yang dipantulkan. Gambar Hypoechoic merupakan gambar denga ekodensitas tinggi (bayangan putih) yang menandakan echo lebih kuat daripada jaringan yang mengelilinginya.[3]

2.2.2. Tipe Transduser

Untuk mendapatkan kualitas gambar yang tinggi, kekuatan ultrasonografi perlu disesuaikan melalui tipe transduser. Transduser dengan frekuensi rendah digunakan untuk visualisasi struktur yang lebih dalam sebaliknya,

transduser dengan frekuensi tinggi digunakan untuk visualisasi struktur superfisial. [3]

Gambar 1. Tipe tipe transduser[3]

Terdapat 3 tipe transduser yang dapat digunanakn yakni linear array (a), curvilinear array (b), dan phased array (c). Linear Array termasuk dalam transduser yang memiliki frekuensi tinggi (7.5 sampai 10 MHz) yang digunakan pada pemeriksaan sonografi pada struktur superfisial seperti untuk menunjukkan penebalan pleura dan massa pleura. Curvilinear array sangat direkomendasikan penggunaannya untuk menunjukkan efusi pleura yang sangat besar. Phased array memiliki frekuensi 2 5 MHz digunakan untuk pemeriksaan struktur bagian dalam seperti pada atelaktasis paru dan komplikasi efusi pleura. [3]

Cavitas

pleura

sebagai

tempat

terdeteksinya

empyema torakis dapat di visualisasi lebih baik dengan menempatkan transduser pada bagian posterior, posisi pasien duduk, dengan lengan pada bagian dada yang sakit berada pada kontra-lateral bahu atau pada kepala.[3] Teknik diperhatikan. yang digunakan tujuan dalam untuk pemeriksaan melakukan USG harus

Dalam

pemeriksaan

komperehensif, perawat (pemeriksa), pasien, dan posisi transduser diatur dengan cara yang fleksibel. Transduser dapat diatur posisinya bergantung pada abnormalitas dari lokasi yang diperiksa.[3]

Gambar 2. Macam - macam posisi pasien dan lokasi transduser pada USG Toraks. [3]

a) Posisi yang digunakan pada pemeriksaan abnormalitas pada dinding dada dan cavitas pleura posterior. b) Posisi yang digunakan pada pemeriksaan abnormalitas pada dinding dada dan cavitas pleura posterior dengan meletakan transduser secara melintang dengan perawat berada di sebelah kanan pasien. c) Posisi yang digunakan untuk pemeriksaan dinding dada dan cavitas pleura posterolateral pada posisi pasien duduk, transduser diletakkan secara longitudinal dengan indicator alat pemeriksa menuju kearah kranial. d) Transduser ditempatkan secara melintang dengan indicator alat pemeriksa mengarah kearah kanan pasien. e) Posisi yang digunakan untuk pemeriksaan jantung dengan indicator alat pemeriksan menuju kearah kanan pasien. f) Posisi dengan menggunakan pendekatan transhepatik untuk menilai pleura, sekat rongga, dan hati pada posisi supinasi

g) Posisi yang digunakan pada pemeriksaan mediastinum dengan posisi telentang h) Posisi yang digunakan pada pemeriksaan dinding dada lateral, posisi pasien decubitus lateral kiri. [3]

Hasil USG Toraks pada empyema dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3. Gambaran USG Toraks pada efusi parapneumonik (Empyema). [3]

Pada gambaran USG empyema diatas, terlihat adanya penebalan pada pleura yang bisa menyebabkan pus pada cavitas pleura menyebar ke lapisan visceral pleura yang mengakibatkan penyakit restriktif paru. [3] 2.3. Evidence Based Penggunaan USG Toraks pada Empyema Salah satu indikasi digunakannya USG Toraks adalah kelainan efusi pleura. Empyema merupakan salah satu kelainan yang terjadi pada lapisan kavitas pleura. Empyema dalam gambaran USG terlihat pada ekogenisitas merata tampak seperti badai salju yang menandakan eksudat yang mengandung protein atau sisa jaringan (fibrotik) dengan gambaran Hypoechoic.[5]

Penggunaan USG Toraks pada empyema telah diteliti oleh Jessica Kurian dkk (2009) pada 19 pasien anak dengan empyema (9 anak perempuan dan 10 anak laki laki ; rentang usia 8 bulan 17 tahun).

Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah penggunaan USG Toraks memberikan visualisasi protein (pus) dan sisa jaringan fibrotik lebih baik dari pada Computed Tomography Scan (CT-Scan).[7]

Manajemen Guideline pada empyema oleh British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan penggunaan USG Toraks untuk mendeteksi efusi pleura dan menuntun pada manajemen drainase. USG Toraks digunakan sebagai prosedur pemeriksaan non invasive sebagai pilihan alternatif selain CT scan. [7]

2.4. Analisis Evidence Based penggunaan USG toraks pada Empyema Pada kasus evidence based practice penggunaan USG Toraks telah direkomendasikan untuk mendeteksi eksudat pada kavitas pleura pada empyema. Pemeriksaan USG Toraks menjadi penuntun pada manajemen medis untuk empyema yang akan dilakukan. USG Toraks juga menjadi penuntun manajemen perawatan yang dilakukan oleh perawat. Dengan pemeriksaan menggunakan USG Toraks ini, perawat dapat mengetahui tindakan atau manajemen keperawatan apa yang seharusnya dilakukan pada pasien dengan empyema. Sebagai contoh, pada pasien dengan empyema sering ditemukan gejala dyspnea dan nyeri sebagai akibat dari akumulasi dari eksudat protein dan sisa jaringan fibrotic yang mengakibatkan paru tidak bisa mengembang maksimal. Dengan adanya pemeriksaan USG Toraks, perawat dapat merekomendasikan kolaborasi dengan tenaga kesehatan ahli untuk melakukan drainase. Manajemen perawat mandiri untuk melakukan pemeriksaan USG Toraks pada kasus empyema membutuhkan edukasi khusus tentang pemeriksaan USG Toraks dan interpretasinya. Pada kasus empyema, gambaran USG kavitas pleura terpantul bayangan hypoechoic berwarna putih dari gambaran pus yang terakumulasi. Teknologi perawatan pemeriksaan USG Toraks ini

dapat dilakukan sebagai perwujudan kualitas tenaga keperawatan professional.

2.5. Masalah Keperawatan pada Empyema Penelitian yang dilakukan oleh Eddy Surjanto dkk (2013) pada 33 pasie empyema di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta terbagi atas 27 (81,8%) laki laki dan 6 pasien (18,2%) perempuan. Usia pasien bervariasi dari 14 sampai 90 tahun dan rata-rata berumur 47,8 tahun. Sebagian besar pasien (97%) berasal dari wilayah di karesidenan Surakarta. Dari penelitian tersebut ditemukan gejala klinis dari pasien pasien empyema dengan batuk merupakan keluhan utama 30 pasien (90,9%) diikuti sesak napas 27 (81,8%), nyeri dada 8 (24,2%) dan demam 6 (18,2%). Gejala tidak spesifik seperti anorexia, malaise dan berat badan turun hanya terdapat pada 4 pasien (12,1%) (tabel 1).[8] Gejala Batuk Sesak napas Nyeri dada Demam Gejala lain (anoreksia, malaise, BB turun) n 30 27 8 6 4 % 90,9 81,8 24,2 18,2 12,1

Tabel 1. Gejala Klinis Pasien Empyema

Dari hasil penelitian pada pasien empyema tersebut masalah keperawatan yang potensial muncul adalah sebagai berikut : a) Gangguan pertukaran gas b) Nyeri c) Intoleransi aktivitas.[6]

2.6. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Empyema Asuhan keperawatan pada pasien dengan empyema dilakukan melalui pengkajian, perumusan rencana keperawatan (diagnosa

keperawatan, NOC,dan NIC) dan rencana evaluasi. 2.6.1. Pengkajian Pengkajian pada pasien empyema diawali dengan pengkajian data data demografi pasien yang meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi tempat tinggal dan mengobservasi keluhan utama yang terlihat dan

menanyakan penyebab pada saat pasien datang ke pelayanan kesehatan. Jika keluhan pasien adalah nyeri seperti nyeri dada yang dialami oleh pasien empyema pada penelitian sebelumnya, maka kaji nyeri tersebut mengkaji apa yang menyebabkan nyeri, kualitas nyeri, penyebaran rasa nyeri, dan tingkat rasa nyeri. Setelah itu, dilanjutkan dengan mengkaji riwayat kesehatan lalu pasien. Pengkajian riwayat kesehatan lalu pasien dilakukan dengan

menanyakan penyebab penyakit sekarang yang memiliki potensial berhubungan dengan penyakit atau trauma masa lalu. Selain itu perawat menanyakan manajemen kesehatan yang dilakukan pasien atau keluarga saat keluhan pasien muncul. Tanyakan apakah ada alergi obat obat tertentu dan alergi makanan tertentu. Setelah dilakukan pengkajian riwayat kesehatan, dilakukan pengkajian fisik dada (toraks) dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. 2.6.1.1. Inspeksi Periksa kesimetrisan dada. Jika terdapat ketidaksimetrisan, mengindikasikan adanya gangguan pada paru paru.

Inspeksi bentuk dada. Adakah kelainan bentuk dada seperti funnel chest, pigeon chest, kifosis, scoliosis, lordosis. Inspeksi pola pernapasan pasien dan catat frekuensi pernapasan, irama pernapasan, kedalaman pernapasan, kesimetrisan

pengembangan dada, adanya retraksi dan penggunaan otot tambahan pernapasan.

2.6.1.2. Palpasi Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada, memeriksa ada atau tidaknya vibrasi pada dada pasien. Temuan abnormal pada pemeriksaan palpasi seperti ketidaksimetrisan dada, dan adanya vibrasi akibat akumulasi pus pada pleura dapat dipastikan adanya gangguan paru khususnya pleura pada pasien. 2.6.1.3. Perkusi Pengkajian dengan perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya keabnormalan pada pantulan bunyi yang dihasilkan. Pada keadaan normal, bunyi perkusi dada adalah resonan. Namun, jika ditemukan adanya bunyi pantulan abnormal (terdengar seperti tumpul)

flatness/dullness

menandakan adanya cairan atau cairan pekat pada paru dan pleura.

2.6.1.4. Auskultasi Pengkajian dengan auskultasi dilakukan yang

mendengarkan

suara

dipantulkan oleh stetoskop. Auskutasi pada daerah dada suara normalnya adalah

vesikuler. Jika terdapat ketidaknormalan seperti friction rub (suara kasar akibat gangguan pleura) dapat mengindikasikan adanya akumulasi cairan atau pus dalam kavitas pleura. 2.6.2. Rencana Keperawatan 2.6.2.1. Diagnosa Keperawatan Gangguan pertukaran gas berhubungan

dengan perubahan membrane alveolar kapiler (akumulasi pus dalam rongga pleura) dengan dyspnea (sulit ditandai

bernapas/sesak napas),

Pernapasan abnormal (sesak napas disertai batuk), gelisah. 2.6.2.2. Nursing Outcome Classification Respiratory Status : Ventilation - 0403 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6x24 jam gangguan ventilasi pasien teratasi sebagian dengan kriteria hasil : Frekuensi pernapasan (RR) dari tingkat pernyimpangan besar dari batas normal menjadi tingkat penyimpangan ringan dari batas normal (level 2-4)

Kedalaman

inspirasi

dari

tingkat

pernyimpangan besar dari batas normal menjadi tingkat penyimpangan ringan dari batas normal (level 2-4). Dispnea dari tingkat berat ke tingkat sedang (level 2-4) Suara perkusi dari dari tingkat

pernyimpangan besar dari batas normal menjadi tingkat penyimpangan ringan dari batas normal (level 2-4).

2.6.2.3. Nursing Intervention Classification

Respiratory Monitoring 3350 Monitoring frekuensi, ritme, dan usaha untuk melakukan respirasi Bantu pasien membuka jalan napas dengn teknik chin lift atau Jaw thrust Auskultasi suara napas, catat area penurunan atau absen ventilasi dan kemunculan suara tambahan Atur terapi treatment untuk respirasi jika dibutuhkan

DAFTAR PUSTAKA
1. Emmet E. McGrath., Paul B. Anderson. Diagnosis of Pleural Effusion : A Systematic Approach. AMERICAN JOURNAL OF CRITICAL CARE. March 2011; 20 : 119-127.

2. Daniel J. B. Marks.,Marie D. Fisk.,Chieh Y. Koo.,Menelaos Pavlou. Thoracic Empyema: A 12-Year Study from a UK Tertiary; Cardiothoracic Referral Centre. 2012; 7 : 1-8. 3. C. Martin Rumende. The Role of Ultrasonography in the Management of Lung and Pleural Diseases. Acta Medica Indonesiana - The Indonesian Journal of Internal Medicine. 2012; 4 : 175-183. 4. Ala Eldin H. Ahmed.,Tariq E. Yacoub. Clinical Medicine Insights: Circulatory, Respiratory and Pulmonary Medicine. Clinical Medicine Insights: Circulatory, Respiratory and Pulmonary Medicine. 2010; 4 : 18. 5. Lyanda, Apri., Antariksa, Budhi., Syahruddin, Elisna. Ultrasonografi Toraks. Jurnal Respiratori Indonesia. 2011; 31 : 38-43. 6. Wing, Sharon. Pleural Effusion : Nursing Care Challenge in the Elderly (CE). Geriatric Nursing. 2004; 25 : 348-354. 7. Kurian, Jessica., Levin, Terry .L., Han, Bokyung .K., Taragin, Benjamin .H., Weinstein, Samuel. Comparison of Ultrasound and CT in the Evaluation of Pneumonia Complicated by Parapneumonic Effusion in Children. American Journal Respiratory. 2009; 193:1648 1654.

8. Surjanto, Edi., Sutanto, Yusup .S., Harsini., Puspitasari, Yunita. Karakteristik Pasien Empiema di Rumah Sakit Dr. Moewardi. Jurnal Respirologi Indonesia. 2013; 33: 117-121.

Anda mungkin juga menyukai