KEPERAWATAN KELUARGA
DISUSUN OLEH :
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Dengan kerendahan hati, kami
memohon maaf apabila ada kesalahan baik dari penulisan maupun unsur lainnya.
Kritik yang terbuka dan membangun sangat kami nantikan demi kesempurnaan
makalah. Demikian kata pengantar ini kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat, Sekian dan Terima kasih.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
.............................................................................................................................................
i
DAFTAR ISI
.............................................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
.............................................................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
.............................................................................................................................................
4
A. Konsep Keluarga.............................................................................................
4
1. Pengertian Keluarga .................................................................................
4
ii
2. Tujuan Keluarga .......................................................................................
6
3. Tipe-Tipe Keluarga ..................................................................................
10
4. Struktur Keluarga ....................................................................................
11
5. Tahap-Tahap Perkembangan Keluarga .................................................
13
B. Konsep Penyakit .............................................................................................
14
1. Pengertian Gizi Buruk .............................................................................
14
2. Etiologi Gizi Buruk ...................................................................................
14
3. Patofisiologi Gizi Buruk ...........................................................................
15
4. Klasifikasi Gizi Buruk ..............................................................................
20
5. Manifetasi Klinis Gizi Buruk ...................................................................
21
6. Faktor Resiko Gizi Buruk ........................................................................
22
7. Penatalaksanaan Gizi Buruk ...................................................................
25
8. Pencegahan Gizi Buruk ............................................................................
25
C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Anak dengan Gizi Buruk ..........
26
1. Pengkajian .................................................................................................
26
iii
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................................
29
3. Intervensi Keperawatan ..........................................................................
31
4. Implementasi Keperawatan .....................................................................
35
5. Evaluasi Keperawatan .............................................................................
35
D. Asuhan Keperawatan Keluarga Anak dengan Gizi Buruk ........................
37
1. Pengkajian .................................................................................................
37
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................................
51
3. Intervensi Keperawatan ...........................................................................
55
4. Implementasi Keperawatan .....................................................................
55
5. Evaluasi Keperawatan .............................................................................
56
A. Kesimpulan ......................................................................................................
57
B. Saran ................................................................................................................
58
iv
DAFTAR PUSTAKA
.............................................................................................................................................
59
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi buruk (malnutrisi) merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2019). The United
Nations Children’s Fund (UNICEF) pada tanggal 12 September 2020,
menyatakan malnutrisi sebagai penyebab lebih dari 1/3 dari 9,2 juta kematian
pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di dunia. UNICEF juga memberitakan
tentang terdapatnya kemunduran signifikan dalam kematian anak secara global
di tahun 2019, tetapi tetap terdapat rentang yang sangat jauh antara negara-
negara kaya dan miskin, khususnya di Afrika dan Asia Tenggara (CWS, 2019).
Malnutrisi dalam bentuk apapun meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit
dan kematian. Malnutrisi energi-protein, misalnya, merupakan sebuah peran
utama dari semua kematian anak di bawah usia 5 tahun setiap tahunnya di
negara-negara berkembang (WHO, 2019).
Bentuk bahaya dari malnutrisi termasuk marasmus, Kwashiorkor,
kretinisme, kerusakan otak yang irreversible akibat defisiensi iodin, kebutaan,
peningkatan faktor risiko terhadap penyakit infeksi, dan kematian akibat
defisiensi vitamin A (WHO, 2019). Gizi buruk pada anak merupakan kasus yang
paling sering mendapat perhatian utama pada pemerintah. Apabila jumlah
asupan gizi yang diterima berkurang ditambah lagi dengan kurangnya
pemahaman terhadap pola asuh anak maka dapat mengalami keterlambatan
pertumbuhan, memiliki IQ yang lebih rendah dari anak normal seusianya,
gangguan pemusatan perhatian, penurunan rasa percaya diri, mengalami
gangguan bicara, dan bahkan jika berlangsung dalam waktu yang lama akan
menyebabkan kematian. Persoalan gizi buruk pada bayi di Indonesia masih
menjadi salah satu masalah yang serius. Masalah gizi menghambat
perkembangan anak dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam
kehidupan kedepannya. Terdapat 1,3 juta balita sangat kurus di Indonesia,
sementara 1,6 juta balita masuk kategori kurus (moderat). Indonesia termasuk
1
dalam 5 besar negara di dunia untuk jumlah gizi buruk pada anak-anak. Kurang
lebih satu dari tiga orang anak Indonesia atau 37,2% anak Indonesia menderita
gizi buruk. Hal ini berarti 9,5 juta anak di bawah umur lima tahun menderita
kekurangan gizi (WFP, 2019).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keluarga, Tujuan, Tipe-Tipe, Struktur dan
Tahap-Tahap Perkembangan di dalam keluarga?
2. Apa yang dimaksud dengan Gizi buruk, Etiologi dari gizi buruk,
Patofisiologi gizi buruk, Klasifikasi dari gizi buruk, Manifestasi Klinis dari
gizi buruk, Faktor resiko dari gizi buruk, serta penatalaksanaan dan
pencegahan dari gizi buruk?
3. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Anak dengan Gizi
Buruk?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan Keluarga Anak dengan Gizi Buruk?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Konsep keluarga meliputi Pengertian, Tujuan, Tipe-tipe
keluarga, Struktur keluarga, dan Tahap-tahap perkembangan keluarga
2. Untuk Mengetahui Konsep Penyakit dari gizi buruk meliputi Pengertian,
Etiologi, Patofisiologi, Klasifikasi, Manifestasi Klinis, Faktor resiko,
Penatalaksanaan, dan Pencegahan dari Gizi buruk
3. Untuk Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Anak dengan
Gizi Buruk
4. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Keluarga Anak dengan Gizi Buruk
Data yang dikumpulkan dan dikemukakan pada makalah ini didapat dari
berbagai situs web, jurnal online, dan literatur lain dari berbagai sumber yang
berkiatan dengan Asuhan Keperawatan Keluarga Anak dengan Gizi Buruk.
2
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN, Menjelaskan tentang Latar Belakang, Rumusan
Masalah, Tujuan, Metode Pengumpulan Data, dan Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN, Menjelaskan tentang 1. Konsep Keluarga meliputi
Pengertian, Tujuan, Tipe-Tipe, Struktur, dan Tahap-Tahap Perkembangan
Keluarga. 2. Konsep Penyakit gizi buruk meliputi Pengertian, Etiologi,
Patofisologi, Klasifikasi, Manifestasi Klinis, Faktor Resiko,
Penatalaksanaan, dan Pencegahan dari Gizi Buruk. 3. Konsep Asuhan
Keperawatan Keluarga Anak dengan Gizi Buruk meliputi Pengkajian,
Diagnosa, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi. 4. Asuhan Keperawatan
Keluarga Anak dengan Gizi Buruk meliputi Pengakajian, Diagnosa,
Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi.
BAB III PENUTUP, berisi tentang Kesimpulan dan Saran
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Keluarga
1. Definisi Keluarga
Reisner (1980)
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik,
kakak, kakek dan nenek.
Logan’s (1979)
Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen
yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya.
Gillis (1983)
Duvall
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung karena
hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling
4
berinteraksi satu sama lainya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan
suatu budaya.
Johnson’s (1992)
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan
darah yang sama atau tidak, yang terkait dalam kehidupan yang terus-menerus, yang
tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban
antara satu orang dengan orang yang lainnya.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok keluarga
yang sama atau yang berbeda dan saling mengikutsertakan dalam kehidupan yang terus
menerus, biasanya bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai ikatan emosional
dan adanya pembagian tugas antara satu dengan yang lainnya.
Keluarga adalah sebuah sistem yang saling tergantung, yang mempunyai dua
sifat yaitu keanggotaan dalam keluarga dan berinteraksi dengan anggota yang lainnya.
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
berhubungan dengan kelahiran, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu
rumah.
5
Keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga
mempunyai ikatan emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan
tugas.
Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu
berinteraksi satu dengan yang lain (Mubarak, 2011).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2012).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Keluarga yaitu terdiri dari
dua orang atau lebih yang diikat dengan sebuah (perkawinan atau kesepakatan),
hubungan (darah ataupun adopsi), tinggal dalam satu atap yang selalu berinteraksi serta
saling ketergantungan satu sama lain serta mempunyai tujuan dalam menciptakan dan
mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial
anggota.
2. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1992) fungsi dalam keluarga merupakan apa yang
dikerjakan dalam keluarga sedangkan fungsi keluarga meliputi proses yang
digunakan dalam keluarga untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Proses ini
meliputi komunikasi antar anggota keluarga, tujuan, pemecahan konflik,
pemeliharaan, dan pengunaan sumber internal dan eksternal. Tujuan reproduksi,
seksual, ekonomi dan pendidikan dalam keluarga memerlukan dukungan secara
psikologi antar anggota keluarga, apabila dukungan tersebut tidak didapatkan
maka akan menimbulkan konsekuensi emosional seperti marah, depresi, perilaku
yang menyimpang dan sebagainya. Tujuan yang ada didalam keluarga akan
6
lebih mudah dicapai apabila terjadi komunikasi yang jelas dan secara langsung.
Komunikasi tersebut akan mempermudah menyelesaikan konflik dan
pemecahan masalah.
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang
merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan
dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan
fungsi afektif adalah (Friedman, M.M et al.,) :
1) Saling mengasuh yaitu memberikan cinta kasih, kehangatan, saling
menerima, saling mendukung antar anggota keluarga.
2) Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan
mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu
mempertahankan iklim positif maka fungsi afektif akan tercapai.
3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga di mulai sejak pasangan sepakat
memulai hidup baru.
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi di mulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat individu
untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan menatap
ayah, ibu dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini keluarga dapat
Membina hubungan sosial pada anak, Membentuk norma-norma tingkah laku
sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan Menaruh nilai-nilai budaya
keluarga.
c. Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber
daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk
memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga
adalah meneruskan keturunan.
7
d. Fungsi Ekonomi
Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota
keluarga seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal.
e. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan untuk melaksanakan praktik asuhan keperawatan
yaitu untuk mencegah gangguan kesehatan atau merawat anggota keluarga yang
sakit. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup
menyelesaikan masalah kesehatan.
8
b. Menerima individu sebagai anggota
3. Identity and satisfaction
a. Mempertahankan motivasi
b. Mengembangkan peran dan self-image
c. Mengidentifikasi tingkat sosial dan kepuasan aktivitas
4. Affiliation and companionship
a. Mengembangkan pola komunikasi
b. Mempertahankan hubungan yang harmonis
5. Socialization
a. Mengenal kultur (nilai dan perilaku) b
b. Aturan/pedoman hubungan internal dan eksternal
c. Melepas anggota
6. Controls
a. Mempertahankan kontrol sosial
b. Adanya pembagian kerja
c. Penempatan dan mengunakan sumber daya yang ada
9
3. Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit
4. Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan
5. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan
setempat
3. Tipe Keluarga
10
3) Commune family : Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang
tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber
dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan
melalui aktivitas kelompok atau membesarkan anak bersama.
4) The non marital heterosexual cohibitang family : Keluarga yang hidup
bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
5) Gay and lesbian family : Seseorang yang mempunyai persamaan sex
hidup bersama sebagaimana suami-istri (marital partners).
6) Cohibitng couple : Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan
perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
7) Group-marrige family : Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat
rumah tangga bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi
sesuatu termasuk sexual dan membesarkan anaknya.
8) Group network family : Keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-
nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling
menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan
tanggung jawab membesarkan anaknya.
9) Foster family : Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga atau saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua
anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali
keluarga yang aslinya.
10) Homeless family : Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai
perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan
dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
11) Gang : Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda
yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian
tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
4. Struktur Keluarga
Menurut Friedman (1998) struktur keluarga terdiri atas :
a. Pola dan proses komunikasi
11
Pola interaksi keluarga yang berfungsi :
1. bersifat terbuka dan jujur
2. selalu menyelesaikan konflik keluarga
3. berpikiran positif
4. tidak mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri.
12
peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat
berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Budaya adalah kumpulan dari pola
perilaku yang dapat dipelajari, dibagi, dan ditularkan dengan tujuan untuk
menyelesaikan masalah.
13
anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual, dan menyediakan aktifitas
anak.
e. Keluarga dengan anak remaja (13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah pengembangan
terhadap remaja, memelihara komunikasi terbuka, mempersiapkan perubahan
sistem peran dan peraturan anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan
tumbuh kembang anggota keluarga.
f. Keluarga dengan anak dewasa
Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri
dan menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber yang ada
dalam keluarganya.
g. Keluarga usia pertengahan (middle age family)
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini yaitu mempunyai lebih
banyak waktu dan kebebasan dalam mengolah minat sosial, dan waktu santai,
memulihkan hubungan antara generasi muda-tua, serta persiapan masa tua.
h. Keluarga lanjut usia
Dalam perkembangan ini keluarga memiliki tugas seperti penyesuaian
tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidup, menerima kematian
pasangan, dan mempersiapkan kematian, serta melakukan life review masa lalu.
B. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Gizi Buruk
Gizi buruk adalah suatu keadaan kekurangan konsumsi zat gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari, yang ditandai dengan
berat dan tinggi badan tidak sesuai umur (dibawah rata-rata) dan harus ditetapkan oleh
tenaga medis.
2. Etiologi
14
Penyebab malnutrisi yang berkaitan dengan gizi buruk atau
undernutrition, antara lain :
a. Kejadian Infeksi
Penyakit infeksi akan menyebabkan gangguan gizi melalui
beberapa cara yaitu menghilangkan bahan makanan melalui muntah-
muntah dan diare. Selain itu penyakit infeksi seperti infeksi saluran
pernapasan dapat juga menurunkan nafsu makan (Arisman, 2004).
Beberapa penyakit infeksi yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk
adalah Infeksi Saluran Pernapasan bagian Atas (ISPA) dan diare (Iqbal
Kabir dkk., 1994). Menurut Ezzel dan Gordon (2000) penyakit paru-paru
kronis juga dapat menyebabkan gizi buruk. ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan bagian Atas) adalah penyakit dengan gejala batuk,
mengeluarkan ingus, demam, dan tanpa sesak napas (Priyanti, 1996).
Diare adalah penyakit dengan gejala buang air besar ≥ 4 kali sehari
dengan konsistensi cair dengan atau tanpa muntah (Suandi. 1998).
b. Tingkat Konsumsi Zat Gizi
Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat karena tidak cukup
makan dalam jangka waktu tertentu (Winarto, 1990). Menurut Arnelia &
Sri Muljati (1991) kurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi baik
secara kualitas maupun kuantitas dapat menurunkan status gizi. Anak
yang makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya akan melemah
dan mudah terserang infeksi.
3. Patofisiologi
Gizi Buruk adalah akibat dari kegagalan untuk memenuhi persyaratan
energi dan gizi yang sudah bersifat kumulatif dan kronis. Manifestasi proses
ini tergantung pada beberapa faktor, seperti usia, infeksi, kondisi gizi
sebelumnya, keterbatasan makanan, dan sebagainya. Studi eksperimental
klasik terhadap kekurangan energi makanan dan kelaparan para hewan dan
manusia dan penelitian pada anak yang kekurangan gizi parah pada awal
penelitian dan selama penyembuhan telah menambah pemahaman kita,
15
walaupun situasi ini semakin dipersulit dengan berbagai penyebab malnutrisi
pada kebanyakan anak. Tanpa adanya infeksi kondisi kelaparan bisa
menyebabkan berkurangnya simpanan lemak dan simpanan glikogen yang
dimediasi oleh perubahan metabolik dan endokrin yang memiliki fungsi
umum untuk menjaga fungsi-fungsi vital, sehingga memungkinkan hewan
atau manusia bertahan hidup sampai energi makanan bisa dipulihkan.
Perubahan-perubahan secara dini antara lain berkurangnya aktivitas yang
menghemat pengeluaran energi.
Pertumbuhan lambat, mengurangi energi yang diperlukan untuk
mempertahankan kondisi ini, dan perubahan terjadi pada komposisi tubuh.
Laju metabolisme dinyatakan dalam kaitannya dengan tinggi atau
pengurangan massa tubuh. Otak dan viscera relatif terlindungi, yang
menghasilkan komposisi tubuh yang merupakan ciri khas dari anak penderita
marasmus. Ada peningkatan total air dalam tubuh, yang utamanya berada di
luar sel tapi bisa juga berada dalam sel. Penyesuaian metabolisme ini
terhadap kelaparan diperantai, sekurang-kurangnya oleh hormon.
Konsentrasi kortisol meningkat tetapi tetap merespon terhadap stress.
Sekresi insulin berkurang, dan terjadi pengurangan kadar dalam plasma,
respon yang berkurang terhadap glukosa, dan kekebalan insulin perifer.
Hormon pertumbuhan pada umumnya tinggi, dan penekanan normal oleh
muatan glukosa hilang, walaupun ada pengecualian untuk marasmus.
Aktivitas faktor pertumbuhan seperti-insulin, yang merupakan efektor
metabolisme dari pertumbuhan yang mempromosikan efek hormon
pertumbuhan. Efek dari perubahan-perubahan hormonal ini adalah
mobilisasi lemak, degradasi protein otot, dan reduksi laju metabolisme asar.
Aldosteron yang meningkat dapat memberikan kontribusi bagi kehilangan
potassium yang sebelumnya dihambat oleh efek keterbatasan energi dan
pengurangan sintesis adenosin triposfat pada pompa sodium (nutrition up
date, 2012).
Patofisiologi gizi buruk dapat dilihat dari 3 aspek yaitu:
a. Adaptasi terhadap intake protein yang berkurang
16
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan
energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka
kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan
dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian
KEP akibat kekurangan asupan nutrisi yang pada umumnya didasari oleh
masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan
dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti
diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan
bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang
mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang
turun dan meningkatnya kehilangan nutrisi. Makanan yang tidak adekuat
akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk
menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta
protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik
(infeksi) maka kebutuhan protein akan meningkat, sehingga dapat
menyebabkan defisiensi protein yang relatif. Dengan demikian pada KEP
dapat terjadi gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar
albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan
tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.
b. Perubahan Elektrolit
Perubahan komposisi kimia dari tubuh yang terjadi selama
malnutrisi memiliki dampak penting untuk perawatan. Khususnya
sodium potassium, dan posfat, meski perubahan elektrolit lain, seperti
magnesium dan kalsium, juga kemungkinan penting tapi belum diteliti
secara mendalam. 20 Proporsi total potassium dalam tubuh yang paling
banyak adalah dalam sel (intraseluler), sebaliknya dengan sodium, yang
secara aktif dikeluarkan dari sel melalui pompa sodium. Baik pada
marasmus maupun kwashiorkor, retensi sodium terjadi, yang
menyebabkan peningkatan total sodium dalam seluruh tubuh, walaupun
kadar daerah bisa rendah, yang mencerminkan peningkatan cairan
17
ekstraseluler. Ada penurunan potassium secara menyeluruh, walaupun
potassium darah bisa tetap normal. Alleyne dan rekan-rekannya
menjelaskan bagaimana kinetika potassium dapat berubah selama
penyembuhan. Ada represi akuat awal dari potessium ketika hipokalemia
dan defisiensi menyeluruh meningkat, diikuti dengan fase recovery
membran sel yang lebih lama dan pembentukan ulang gradien Na/K yang
normal. Fase ketiga terjadi apabila pertumbuhan otot skeletal yang cepat
meningkatkan kebutuhan potassium. Nichols dan rekanrekannya
menghitung bahwa 7,0 mmol/kg potassium diperlukan pada pekan
pertama atau fase recovery akut, sebuah jumlah yang mirip dengan kadar
suplemen yang dapat memberikan hasil terbaik pada sebuah trial klinik
di Malawi.
Ketidakkonsistenan antara potassium darah dan potassium total
dalam tubuh dapat dijelaskan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada membran sel. Pada marasmus, terjadi penurunan aktivitas pompa
sodium tergantung-energi yang sensitif ouabuin, yang menyebabkan
meningkatnya sodium intraseluler dan berkurangnya potassium.
Perubahan-perubahan membran sel ini terkait dengan perubahan-
perubahan intraseluler, dengan kadar K intraseluler yang relatif rendah
dan kadar sodium yang relatif tinggi. Ada banyak mekanisme yang
berlangsung pada kwashiorkor, dimana terdapat peningkatan kebocoran
membran sel. Sodium, yang merespon terhadap dradien elektrolit,
memasuki sel, menstimulasi aktivitas pompa sodium yang meningkat
tapi tidak cukup untuk mencegah peningkatan Na dan kehilangan K.
Perbedaan yang serupa antara marasmus dan kwashiorkor dilaporkan
oleh Kaplay di India. Forrester dan rekanrekannya menemukan bahwa
perubahan elektronit ini bisa direproduksi pada eritrosit in vitro jika
glutation dikurangi secara buatan, yang menyerupai situasi pada
kwashiorkor. Sodium dalam sel yang meningkat disertai dengan
meningkatnya cairan sel, yang juga bisa menjadi salah satu penjelasan
untuk edema pada kwashiorkor. Hypoinsulinemia juga terlibat dalam
18
proses ini. Perubahan elektrolitelektrolit ini merupakan dasar untuk
rekomendasi pembatasan sodium pada makanan, penggunaan larutan
rehidrasi oral yang bersodium rendah (ROS), dan suplementasi
potasisum pada semua anak-anak yang kekurangan gizi parah.
Hypoposfatemia telah terbukti terjadi pada anak-anak kekurangan gizi
dan terkait dengan mortalitas yang tinggi. Pada sebuah penelitian yang
dilaksanakan di Afrika Selatan, 10 dari 60 pasien meninggal, semua
pasien ini memiliki kadar fosfat dalam darah yang sangat rendah kecuali
satu pasien. Kadar posfat dalam darah yang terendah terkait dengan diare
dan dehidrasi. Sebuah penelitian yang lebih baru dari Malawi
mendukung hubungan antara hypoposfatemia dengan mortalitas yang
meningkat. Akan tetapi, kita sulit membedakan pengaruh posfat rendah
dengan hypokalemia, yang juga menyebabkan hypotonia dan kematian
tiba-tiba. Di Jamaika, kadar fosfat dalam darah pada umumnya lebih
tinggi dibanding yang ditemukan di Afrika dan walaupun berkorelasi
dengan edema namun tidak terkait dengan mortalitas. Replesi
memerlukan waktu 2 hingga 3 pekan, bahkan untuk diet susu. Di India,
hypoposfatemia parah tidak terlihat.
c. Interaksi dengan Infeksi
Selama infeksi, terjadi perubahan metabolik yang memusatkan
sumber energi tubuh pad aproduksi protein fase-akut dalam hati dan
seringkali berlawanan dengan yang terlihat pada kelaparan. Produksi
protein fase-akut dan konsekuensi metabolik dari infeksi dimediasi oleh
sitokin protein, faktor-faktor dari lipid yang mencakup prostaglandin,
leukotriene, dan faktor aktivasi platelet. Perubahan endokrin juga
memegang sebuah peranan; konsentrasi hormon katabolisme seperti
glukokortikoid, glukagon, dan epinefrin juga meningkat. Interleukin
sitokin (IL)-6 meningkatkan norepinefrin, kortisol, dan glukagon dan
merupakan stimulus utama untuk mobilisasi protein fase akut dalam hati.
Sitokin juga meningkatkan pengaruh hormon-hormon yang terkait stress
terhadap produksi protein fase akut. Karena interaksi antara keterbatasan
19
makanan dan nfeksi dalam patogenesis malnutrisi, maka setiap
pendekatan terpadu untuk menjelaskan patofisiologinya harus
mempertimbangkan kedu ahal ini. Perbedaan antara kwashiorkor dan
marasmus bisa dijelaskan sebagian oleh meningkatnya pergeseran
terhadap konsekuensi infeksi metabolik pada anak penderita
kwashiorkor. Disamping itu, status gizi sebelumnya bisa merubah efek
infeksi terhadap metabolisme. Contohnya adalah laju penguraian dan
sintesis protein yang meningkat sebagai respon terhadap infeksi pada
anak-anak yang mengalami marasmus tapi tidak pada anak-anak yang
menderita kwashiorkor dan penyembuhan yang lebih lambat dari diare
infeksi (nutrition up date, 2012).
20
dan tungkai bawah sehingga balita terlihat gemuk. Pembengkakan yang
terjadi disebabkan oleh akumulasi cairan yang berlebihan. Balita
memiliki selera yang berubah-ubah dan mudah terkena gangguan
pencernaan (Arvin Ann M, 2000).
c. Marasmus-Kwashiorkor
Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan
kwashiorkor. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan
energi untuk pertumbuhan normal. Pada penderita berat badan dibawah
60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor seperti
edema, kelainan rambut, kelainan kulit serta kelainan biokimia (Pudjiadi
S, 2010).
21
b. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (sugar baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan
protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat
adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh. Adapun beberapa gejala lain dari
Kwashiorkor yaitu :
1. Perubahan status mental seperti cengeng, rewel, kadang apatis
2. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat
rambut kepala kusam
3. Wajah membulat dan sembab
4. Pandangan mata anak sayu
5. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba
dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir
yang tajam.
6. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
c. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.
Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari
normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat
pula (Depkes RI., 2000).
22
tidak memadai, dan penyakit infeksi terkait erat dengan standar umum hidup,
kondisi lingkungan, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan, perumahan dan perawatan kesehatan (WHO, 2012). Banyak faktor
yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah status sosial
ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak,
dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Kusriadi, 2010).
a. Konsumsi zat gizi
Konsumsi zat gizi yang kurang dapat menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan badan dan keterlambatan perkembangan
otak serta dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan
tubuh terhadap penyakit infeksi (Krisnansari d, 2010). Selain itu faktor
kurangnya asupan makanan disebabkan oleh ketersediaan pangan, nafsu
makan anak,gangguan sistem pencernaan serta penyakit infeksi yang
diderita (Proverawati A, 2009).
b. Penyakit infeksi
Infeksi dan kekurangan gizi selalu berhubungan erat. Infeksi pada
anak-anak yang malnutrisi sebagian besar disebabkan kerusakan fungsi
kekebalan tubuh, produksi kekebalan tubuh yang terbatas dan atau
kapasitas fungsional berkurang dari semua komponen seluler dari sistem
kekebalan tubuh pada penderita malnutrisi (RodriquesL, 2011)
c. Pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan
Seorang ibu merupakan sosok yang menjadi tumpuan dalam
mengelola makan keluarga. pengetahuan ibu tentang gizi balita
merupakan segala bentuk informasi yang dimiliki oleh ibu mengenai zat
makanan yang dibutuhkan bagi tubuh balita dan kemampuan ibu untuk
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Mulyaningsih F, 2008).
Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan mengakibatkan berkurangnya
kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari
yang merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi
(Notoadmodjo S, 2003). Pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah
makanan yang cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh
23
tingkat pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu
dapat menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama untuk anak
balita (Nainggolan J dan Zuraida R, 2010).
d. Pendidikan ibu
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin
mudah diberikan pengertian mengenai suatu informasi dan semakin
mudah untuk mengimplementasikan pengetahuannya dalam perilaku
khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Ihsan M.Hiswani, Jemadi,
2012). Pendidikan ibu yang relatif rendah akan berkaitan dengan sikap
dan tindakan ibu dalam menangani masalah kurang gizi pada anak
balitanya (Oktavianis, 2016).
e. Pola asuh anak
Pola asuh anak merupakan praktek pengasuhan yang diterapkan
kepada anak balita dan pemeliharaan kesehatan (Siti M, 2015). Pola asuh
makan adalah praktik-praktik pengasuhan yang diterapkan ibu kepada
anak balita yang berkaitan dengan cara dan situasi makanPola asuh yang
baik dari ibu akan memberikan kontribusi yang besar pada pertumbuhan
dan perkembangan balita sehingga akan menurunkan angka kejadian
gangguan gizi dan begitu sebaliknya (Istiany,dkk, 2007).
f. Sanitasi
Sanitasi lingkungan termasuk faktor tidak langsung yang
mempengaruhi status gizi. Gizi buruk dan infeksi kedua – duanya
bermula dari kemiskinan dan lingkungan yang tidak sehat dengan
sanitasi buruk (Suharjo, 2010). Upaya penurunan angka kejadian
penyakit bayi dan balita dapat diusahakan dengan menciptakan sanitasi
lingkungan yang sehat, yang pada akhirnya akan memperbaiki status
gizinya (Hidayat T, dan Fuada N, 2011).
g. Tingkat pendapatan
Tingkat pendapatan keluarga merupakan faktor eksternal yang
mempengaruhi status gizi balita (Mulyana DW, 2013). Keluarga dengan
status ekonomi menengah kebawah, memungkinkan konsumsi pangan
24
dan gizi terutama pada balita rendah dan hal ini mempengaruhi status
gizi pada anak balita ( Supariasa IDN, 2012). Balita yang mempunyai
orang tua dengan tingkat pendapatan kurang memiliki risiko 4 kali lebih
besar menderita status gizi kurang dibanding dengan balita yang
memiliki orang tua dengan tingkat pendapatan cukup (Persulessy V,
2013).
h. Ketersediaan pangan
Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan penyebab tidak
langsung terjadinya status gizi kurang atau buruk (Roehadi S, 2013).
Masalah gizi yang muncul sering berkaitan dengan masalah kekurangan
pangan, salah satunya timbul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat
rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan
untuk semua anggotanya (Sobila ET, 2009).
i. Jumlah anggota keluarga
Jumlah anggota keluarga berperan dalam status gizi seseorang.
Anak yang tumbuh dalam keluarga miskin paling rawan terhadap kurang
gizi. apabila anggota keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak
berkurang, asupan makanan yang tidak adekuat merupakan salah satu
penyebab langsung karena dapat menimbulkan manifestasi berupa
penurunan berat badan atau terhambat pertumbuhan pada anak, oleh
sebab itu jumlah anak merupakan faktor yang turut menentukan status
gizi balita (Faradevi R, 2017).
j. Sosial budaya
Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang
akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajiannya serta
untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi.
Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan masalah gizi buruk (Arifn Z,
2015).
25
a. Pemberian micronutrition powder (MNP) yang mengandung berbagai
macam vitamin dan mineral dinilai dapat digunakan sebagai tahap
pertama untuk mempertahankan kehidupan.
b. Malnutrisi ringan-sedang dapat diterapi dengan penggantian nutrisi,
namun untuk malnutrisi berat diperlukan perawatan rumah sakit untuk
melihat perkembangan status nutrisi serta memudahkan asupan nutrisi
melalui pipa makanan (Emedicine, 2011).
c. Memperbaiki gangguan keseimbangan Elektrolit dan Nutrisi.
d. Stimulasi Sensorik dan Dukungan Emosional Pada anak gizi buruk.
1. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan ialah proses yang mendasar dalam melakukan
tindakan keperawatan dimana hal tersebut memiliki tujuan untuk mengetahui
permasalah yang dialami klien, dengan begitu akan dilakukan pengumpulan data
klien secara akurat serta mengetahui status kondisi kesehatan klien melalui kondisi
26
fisik, mental, sosial, dan juga lingkungan klien. Dalam gizi buruk hal yang dapat
dilakukan pengkajian diantaranya :
27
Berikut ini, diuraikan jenis-jenis pertanyaan yang dapat digunakan dalam
pengkajian riwayat diet, yaitu : Asupan makanan dan Nutrisi, Pola dan
Riwayat diet, Perubahan Berat Badan, dan Kulit.
e. Faktor yang Mempengaruhi Diet
1. Status kesehatan
Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan
makan. Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat individu
memilih makanan yang lembut. Tidak jarang, orang dengan kesulitan
menelan, mencoba untuk memilih menahan lapar daripada makan.
2. Kultur dan kepercayaan
Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering
dikonsumsi. Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan
yang diinginkan. Sebagai contoh : nasi untuk orang-orang Asia dan
Orientalis, paste (pasta) untuk orang-orang Italia, curry (kari) untuk
orang-orang India merupakan jenis makanan pokok, selain makanan
tradisional lain yang mulai ditinggalkan.
3. Status sosial ekonomi
Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makan turut
dipengaruhi oleh status sosial ekonomi dan sosial. Sebagai contoh: orang
miskin dan menengah ke bawah di desa tidak sanggup membeli makanan
jadi yang mahal, buah dan sayuran yang mahal. Pendapatan akan
membatasi seseorang untuk mengkonsumsi ikan dan daging yang
bermutu.
4. Faktor Psikologis
Respons stress pada individu berbeda, ada individu yang
mengalami stress akan meningkatkan nafsu makan, namun juga
sebaliknya tidak nafsu makan.
5. Informasi yang salah tentang makanan dan cara berdiet
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan tingi dapat
mempengaruhi pola konsumi makanan. Hal tersebut dapat disebabkan
28
oleh kurangnya informasi sehingga dapat terjadi kesalahan dalam
memahami kebutuhan gizi.
6. Agama/kepercayaan
Agama atau kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan
yang dikonsumsi. Sebagai contoh : agama Islam dan agama Yahudi
Orthodox mengharamkan daging babi. Agama Roma Katolik melarang
makan daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (melarang
pemeluknya untuk mengonsumsi teh, kopi atau alcohol).
7. Personal preference
Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berarti dan
berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali
memulai kebiasaan makanannya, sejak dari masa kanak-kanak sampai
masa dewasa. Misalnya : Ayah tidak suka makan kari, begitu juga anak
laki-lakinya.
8. Rasa lapar, nafsu makan dan rasa kenyang
Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang tidak
menyenangkan karena berhubungan dengan kekurangan makanan.
Sebaliknya, nafsu makan merupakan sensasi yang menyenangkan berupa
keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan, rasa kenyang merupakan
perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya untuk makan
(Ahmad & Nita, 2013: 103).
f. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan fisik : apatis, lesu, anak tampak kurus
2. Berat badan : kurus (underweigth)
3. Otot : flaksial/lemah, tonus kurang, tenderness, tidak mampu bekerja
4. Sistem saraf : bingung, rasa terbakar, paresthesia, refleks menurun
5. Fungsi gastrointestinal : anoreksia, konstipasi, diare, flatulensi,
pembesaran liver / lien
6. Kardiovaskuler : denyut nadi lebih dari 100 kali / menit, irama abnormal,
tekanan darah rendah/tinggi
29
7. Rambut : perubahan tekstur menjadi lebih tipis, kasar, tampak
kemerahan maupun kecoklatan, mudah rontok
8. Kulit : kering, hiperpigmentasi
9. Area mulut : keilosis, stomatitis angularis, atrofi papil
10. Mata : konjungtiva pucat, kering, exotalmus, tanda-tanda infeksi
11. Kuku : koilonikia atau kuku sendok
12. Kaki : adakah edema pada kedua punggung kaki
13. Abdomen : hepatomegaly, distensi abdomen, perut kembung, bising usus
melemah/meninggi, tanda asites
14. Tanda defisiensi vitamin A pada mata
15. Tanda dehidrasi dan tanda syok.
2. Diagnosa Keperawatan
keperawatan meliputi :
30
b. Risiko (ancaman)
c. Aktual (nyata)
dehidrasi.
3. Intervensi Keperawatan
31
dalam tindakan keperawatan terdiri dari tindakan observasi dan pengawasan,
terapi perawatan, pendidikan kesehatan serta tindakan kolaborasi.
32
Gejala dan Tanda Mayor : membaik - Memberikan makanan
tinggi serat untyk
Subjektif : -
mencegah konstipasi
Objektif :
- Memberikan makanan
1. Berat badan menurun tinggi kalori dan
Objektif :
2. Otot pengunyah
lemah
4. Membran mukosa
pucat
5. Sariawan
7. Rambut rontok
33
berlebihan
8. Diare
1. Stoke
2. Parkinson
3. Mobius Snydrome
4. Cerebral Palsy
6. Enterokolitis
7. Fibriosis kistik
34
genetik/kongenital pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
5. Penyakit kronis
6. Infeksi Edukasi :
8. Delirium mengidentifikasi
makanan dengan gizi
seimbang
- Mengajarkan perilaku
PHBS
4. Implementasi Keperawatan
35
guna membantu klien mencapai tujuan yang akan diharapkan. Oleh sebab
itu, rencana intervensi yang spesifik dilakukan guna memodifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pada klien (Budiono &
Pertami, 2016).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan suatu tindakan intelektual guna melengkapi proses
keperawatan yang menandakan adanya keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana keperawatan serta implementasinya. Walaupuan tahapan evaluasi
diletakkan di akhir dari proses keperawatan, tetapi tahapan ini merupakan bagian
dari integral pada setiap tahapan proses keperawatan. Evaluasi juga diperlukan
pada tahapan intervensi guna menentukan apakah tujuan dari intervensi tersebut
dapat dicapai secara efektif (Budiono & Pertami, 2016). Evaluasi yang
dilakukan menggunakan format SOAP yaitu, (Wahyuni, Nurul Sri, 2016) :
a. S : Data Subjektif
Data subjektif merupakan perkembangan akan keadaan yang didasarkan
pada apa yang dirasakan, dikeluhkan serta dikemukakan oleh pasien
b. O : Data Objektif
Data objektif merupakan perkembangan yang bisa diamati serta dapat
diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain
c. A : Analisis
Analisis merupakan penelitian dari kedua jenis data (baik subjektif
maupun objektif) apakah berkembang kearah perbaikan atau kemunduran
d. P : Perencanaan
Perencanaan merupakan rencana penanganan pasien yang didasarkan
pada hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya
apabila keadaan atau masalah belum teratasi.
36
D. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Gizi Buruk
Seorang anak laki laki berumur 3 tahun di rumah sakit Badran JT I / 1061 diduga
berat badan nya kurang dari IMT akibat status gizi yang buruk. Setiap harinya anak
ini nafsu makannya berkurang dan tidak menyukai makanan yang mengandung serat
tinggi dan berprotein. Dengan itu maka dalam hal ini akan dilakukan Asuhan
Keperawatan dan Pemeriksaan terhadap anak ini dengan rincian Pengkajian,
Diagnosa, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
1. Nama Pasien : An.Ai
2. Umur : 3 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : Belum sekolah
6. Pekerjaan : Tidak bekerja
7. Status Perkawinan : Belum kawin
37
8. Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
9. Alamat : Badran JT I / 1061
10. Jumlah Anggota Keluarga : 3 (Tiga)
11. Diagnosis Medis : Berat badan kurang
b. Penanggung Jawab/Keluarga
1. Nama : Bp.CT
2. Umur : 35 tahun
3. Pendidikan : Tidak tamat SD
4. Pekerjaan : Buruh
5. Alamat : Badran JT I / 1061
6. Hubungan dengan pasien : Anak
7. Status Perkawinan : Menikah
38
3. Genogram
An. Ai
Keterangan :
4. Fungsi keluarga
Tn. AA menyatakan bekerja sebagai pegawai swasta (cleaning service)
di sebuah hotel di Kota Yogyakarta. Semua kebutuhan dicukupi oleh Tn.
AA. Hubungan semua anggota keluarga terjalin baik, saling pengertian,
mensuport, dan melindungi keluarga.
39
5. Tumbuh Kembang Keluarga
Keluarga Bp.CT, merupakan keluarga dengan tipe keluarga dengan
anak prasekolah bersama istri, anak, tinggal serumah
6. Tugas Perkembangan Keluarga
Keluarga CT. termasuk keluarga dengan anak prasekolah tugas
perkembangan keluarga salah satunya memenuhi kebutuhan anggota
keluarga, mensosialisasikan anak mengintegrasikan anak yang baru, dan
mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan luar keluarga.
7. Struktur keluarga
Bp.CT. tinggal bersama istri dan anak kandungnya. Pengambil
keputusan oleh Bp.CT, sebagai kepala keluarga dengan dimusyawarahkan
kepada istri lebih dahulu.
8. Kebiasaan Anggota Keluarga sehari-hari
a. Nutrisi Keluarga
Bp.CT. makan sehari 3 kali dengan nasi, kadang dengan sayur,
lauk, kadang –kadang dengan buah, Kel.Bp.CT. untuk makan masak
sendiri. An Ai berusia 3 tahun, kurang selera makan, jarang minum
kalau minum susu, sering diare, minum teh manis. Dan kadang kadang
minum rebusan kacang hijau,untuk meningkatkan berat badan An.Ai
sudah mendapat makanan tambahan dari Puskesmas Jetis selama 2
bulan dan sudah di periksakan di rumah perbaikan gizi .
b. Pola Istirahat Keluarga
Bp.CT, rata-rata tidur mulai pukul 23.00 sampai 05.00 WIB.
Bp.CT. bangun lebih pagi pukul 04.00 WIB untuk mempersiapkan
pekerjaannya. An. Ai tidak memiliki siklus tidur. An. Ai tidur rata-rata
8 jam perhari.
c. Pola Eliminasi
Bp.CT. BAB lancar 1 kali sehari, begitu pula dengan Anggota
keluarga lain. Khusus An. Ai, BAB 1 kali sehari dengan konsistensi
40
lunak warna kuning. Keluarga Bp.CT. rata-rata BAK 6 kali sehari.
Tidak ada masalah BAK/BAB. An. Ai 8 kali sehari, warna urin kuning
cerah.
d. Pola Kebersihan Keluarga
Bp.CT, mandi 2 kali sehari dengan sabun. Selalu menyikat gigi
2 kali sehari. Keramas 3 hari sekali. Memotong kuku 1 minggu sekali.
Pakaian tampak bersih. Kulit tampak terawat. An Ai dimandikan oleh
Ny.N. pagi dan sore menggunakan sabun bayi.
e. Pola Aktivitas
Bp.CT. sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan, bekerja
dari jam 08.00 WIB sampai dengan jam 15.00 seminggu bekerja 6 hari
Ny.N. tidak bekerja, tugas utama sebagai ibu rumah tangga yang
mengasuh anak dan mengelola urusan rumah tangga.
9. Faktor Sosial, Ekonomi, dan Budaya Faktor Sosial
Bp. CT. dan keluarga memiliki hubungan baik dengan tetangga dan
masyarakat ,Bp.CT, dan Ny.N. aktif mengikuti kegiatan di lingkunganya
baik yang di selenggarakan oleh kampong maupun yang di selenggarakan
oleh masjid. Bp.CT. dan keluarga termasuk individu dan keluarga dengan
strata sosial tingkat bawah. Bp.CT. sebagai buruh bangunan mempunyai
penghasilan rata – rata Rp. 1.600.000 sebulan Faktor Ekonomi: Anggota
keluarga yg memiliki penghasilan hanya Bp.CT
10. Faktor Rumah dan Lingkungan
a. Rumah
Rumah Bp.CT. berukuran 8 x 4 meter. Ventilasi rumah < 10%
dari luas rumah. Pencahayaan kurang. Kebersihan kurang. lembab ,
tidak tertata dengan rapi.
b. Sarana Memasak
Tidak ada dapur , tempat memasak jadi satu dengan ruang
penyimpanan barang-barang. Sarana memasak dengan kompor gas .
41
c. Pengelolaan sampah
Sampah rumah tangga diambil oleh petugas kebersihan,
sampah di ambil setiap hari pada siang hari.
d. Sumber air
Sumber air diambil dari sumur gali , dan merupakan sumur
bersama dengan tetangga. Kondisi air bersih,kedalaman sumur sekitar
12 meter,jarak dengan jamban 12 meter.
e. Jamban Keluarga
Keluarga Bp.CT. menggunakan jamban bersama, jamban
menggunakan jamban leher angsa.
f. Pembuangan air limbah
Pembuangan air limbah rumah tangga di salurkan
menggunakan saluran pembuangan limbah perkotaan.
g. Kandang ternak
Bp.CT. tidak memiliki kandang ternak karena tidak memiliki
hewan peliharaan.
h. Halaman Rumah
Bp.CT. tidak memiliki halaman
i. Lingkungan rumah
Lingkungan rumah kurang bersih. Barang kurang tertata rapi.
Tidak ada tikus, kecoa, lalat, dan serangga yang berkeliaran di dalam
rumah.
j. Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan terdekat SD Negeri Badran Yogyakarta.
Jarak rumah Bp.CT dengan fasilitas pendidikan adalah ± 60 m.
k. Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan terdekat dengan rumah Bp.CT. adalah
Puskesmas Jetis. Jarak rumah Bp.JT. dengan puskesmas ± 300 m.
l. Fasilitas Perdagangan
42
Fasilitas perdagangan lengkap terdekat adalah toko swalayan
yang berjarak ± 200 m dari rumah. Jarak rumah dengan pasar pingit
adalah sekitar 300 meter.
m. Fasilitas peribadatan
Keluarga Bp.CT. beragama Islam. Masjid terdekat berjarak 50
m dari rumah.
n. Sarana Hiburan
Keluarga Bp.CT. memiliki TV, radio dan HP.
o. Sarana Transportasi
Keluarga Bp.CT. memilliki satu sepeda motor. Apabila motor
sedang dipakai, keluarga menggunakan ojek atau bis perkotaan, alat
transportasi dengan 1 sepeda motor masih dirasa kurang oleh keluarga.
11. Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Kesehatan Keluarga
An Ai lahir dengan berat badan 2500 gram. Saat ini AN. AI
berat badan berada pada bawah merah dilihat melalui KMS Balita. An.
Ai minum ASI selama 2 tahun ,An.Ai mulai berumur 2 tahun 3 bulan
sering batuk pilek dan meriang, di periksakan di RS.Panti Rapih
mendapat terapi profilaksis dengan INH 100 Mg/BB selama 6 bulan.
Saat ini an.Ai sudah berobat selama 5 bulan dengan lama 36
pengobatan yang di tentukan 6 bulan. saat ini An. AI,tidak selera
makan susu formula juga tidak senang An.Ai kurus BB 9 Kg, Tinggi
badan 102 cm giginya sudah tumbuh dua. Tubuh An. AI terlihat kurus
untuk anak usia 3 tahun,anggota keluarga lain tidak mempunyai
riwayat penyakit menular.
2. Kebiasaan minum obat
An.Ai minum obat rutin untuk mengobati susp.PKTB. obat di
minum tiap pagi hari.
3. Kebiasaan memeriksakan diri
43
Keluarga Bp.CT. setiap sakit berobat ke Puskesmas Jetis
dengan biaya ditanggung BPJS.
4. Kesehatan Ibu dan Anak
a. Riwayat kehamilan yang lalu
Ny.N, memiliki satu orang anak. Persalinan anaknya ,An.Ai di
lakukan di Puskesmas Tegal Rejo, anak lahir spontan, tidak ada
penyulit pada saat melahirkan.
b. Ibu Hamil
Saat ini Ny.A. tidak hamil
c. Persalinan
Persalinan An. Ai dilakukan di Puskesmas Tegal Rejo
d. Masa Nifas
Tidak ada anggota keluarga dalam masa nifas.
e. Keluarga Berencana
Bp.CT dan Ny.N tidak menggunakan kontrasepsi. Tn CT
masih menginginkan anak untuk adik An. Ai.
12. Pemeriksaaan Fisik
1. Pemeriksaan Fisik
An,Ai Nadi: 92 x/menit, Respirasi: 20 x/menit. Suhu badan:
36.8 ⁰ C, Berat badan: 9 kg, Tinggi Badan: 102 cm, Lingkar Lengan
Atas: 11,8 cm, Lingkar kepala 46 Cm, IMT : 9,3
2. Keadaan Umum
Kesadaran An Ai compos mentis, Keadaaan umum baik.
3. Riwayat penyakit dahulu
An Ai tidak pernah sakit, An. Ai lahir dengan berat badan 2500
gram.
4. Riwayat penyakit sekarang
Ny N. menyatakan berat badan An. Ai tidak naik selama 8
bulan.
44
13. Pemeriksaan Persistem
a. Sistem Kardiovaskuler
- Wajah
Inspeski : sianosis (-)
- Leher
Inspeksi : bendungan vena jugularis (-)
Palpasi : Arteri carotis comunis (kekuatan adekuat, irama reguler)
- Dada
i. Inspeksi : Kesimetrisan dada (dada simetris)
ii. Palpasi : Letak ictus cordis (intra costa 6 midclavicula)
iii. Perkusi : Batas jantung (atas instracosta 4, kiri midclavicula
sinstra, kanan midpapila dextra, bawah, intracosta 6).
iv. Auskultasi : BJ 1 dan 2 normal, tidak ada kelainan pada bunyi
jantung.
b. Sistem pernafasan
- Hidung
Inspeksi : pernapasan cuping hidung (-), secret (-), pemberian O2
(-).
Palpasi : nyeri tekan (tidak terkaji)
- Mulut
Inspeksi : sianosis (-)
- Dada
Inspeksi : Penggunaan otot bantu pernapasan (-). Benjolan pada
payudara kiri (-)
Perkusi : Sonor. Pekak pada IC 4-6.
Palpasi : nyeri tekan (tidak terkaji), oedema (-)
Auskultasi : suara napas vesikuler
45
c. Sistem Pencernaan
- Abdomen
Inspeksi : pembesaran abnormal (-)
Auskulpasi : bising usus ( 10x/menit), borbogymi (-),
hiperperistaltik (-), hipoaktif (-)
Perkusi : batas hati (tidak ada pembengkakan pada Kuadran I).
Palpasi:
a) Kuadran I : hepar hepatomegali (-), nyeri tekan (tidak
terkaji), shifting dullnes (-).
b) Kuadran II : nyeri tekan (-), distensi abdomen (-),
Liencsplenomegali (-). Kuadran III : masa (skibala, tumor)
(-), nyeri tekan (tidak terkaji). Kuadran IV : Nyeri tekan
pada titik Mc Burney (tidak terkaji)
d. Sistem Perkemihan
BAK : > 1500 ml/24 jam, penggunaaan kateter (-)
Ginjal
Inspeksi : pembesaran daerah pinggang (-)
Perkusi : nyeri ketok (tidak terkaji)
e. Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi : Pembengkakan (-)
Palpasi : kekakuan sendi (-) & nyeri (tidak terkaji), Warna kulit :
perubahan warna kulit (-) Kekuatan otot : 5 5 5 5
f. Sistem Endokrin dan Eksokrin
- Kepala
Inspeksi : distribusi rambut merata, ketebalan cukup, kerontokan
tidak ada.
Leher
Inspeksi : pembesaran kelenjar thyroid (-), perubahan warna (-)
46
Palpasi : nyeri tekan (tidak terkaji)
g. Sistem Neurologi
Anamnesa : (tidak terkaji)
Tingkat kesadaran (kualitas) : Compos Mentis
Tingkat kesadaran (kuantitas) : E (4), M (6), V (tidak terkaji)
h. Sistem Reproduksi
Anamnesa : (-) Genetalia
Inspeksi : kebersihan (bersih), odema (-), benjolan (-)
Palpasi : nyeri tekan (tidak terkaji)
i. Sistem Persepsi
- Sensori Mata
Inspeksi : kesimetrisan mata (-)
Palpasi : nyeri tekan (tidak terkaji), pembengkakan kantong mata
(-)
14. Lima Tugas Keluarga
1. Mengenal masalah
Ny,N. mengatakan tahu bahwa anaknya mengalami gizi
kurang. Ny N dan Bp. CT. ketika ditanya mengatakan tidak
memahami tentang arti garis merah pada KMS.
2. Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga
Bp.CT dan Ny.N. menyatakan bahwa AN. AI perlu dilakukan
perawatan agar status gizinya baik.
3. Merawat anggota keluarga yang sakit
Ny. N mengatakan ketika usia AN. Ai berumur 2 tahun, anak
sering batuk, pilek dan meriang berat badan sulit naik, nafsu makan
berkurang, anak sulit makan, Ny.N mengatakan tidak tahu cara
menambah berat badan An. Ai sudah mendapat makanan tambahan
dari puskesmas dan di periksakan di rumah perbaikan gizi,Ny.N
47
mengatakan tidak mengetahui jenis makanan yang dapat menaikan
berat badan An.Ai.
4. Memodifikasi lingkungan keluarga yang sehat
Linkungan rumah Bp.CT kurang bersih. Lingkungan tidak ada
barang tajam atau membahayakan anak.
5. Mampu menggunakan pelayanan kesehatan
An. Ai selalu dibawa ke posyandu untuk dilakukan pengukuran
dan ke puskesmas bila sakit.
Analisa Data :
48
mengatakan tidak mengetahui
makna dari garis merah pada
KMS balita.
DO: Ketika ditanya perawat,
ibu tidak dapat menjawab
dengan benar tentang masalah
gizi kurang dan interpretasi
garis merah pada KMS.
3. DS: Ibu menyatakan sering Ketidakmampuan keluarga
tidak sabar bila menyuapi merawat anak
an.Ai karena tidak selera
makan dan perlu waktu yang
lama dalam menyuapi anak AI.
DO: Anak 3 tahum Berat
Badan: 10 kg Lingkar Lengan
Atas: 12 cm Status Gizi An. Ai
pada KMS Balita di bawah
garis merah Bayi tampak
kurus.
Skoring :
49
Kriteria Hitungan Skor Pembenaran
50
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak seimbangan nutrisi An. AI pada keluarga BP.CT kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah ditandai dengan:
DS:
- Ibu menyatakan berat badan AI sulit naik.
- Ibu mengatakan tidak mengetahui makna dari di bawah garis
merah pada KMS balita.
DO:
DO:
51
Keperawatan
1. Senin, 2 Juli 2020 Senin, 2 Juli 2020 Senin, 2 Juli 2020 pukul Senin, 2 Juli 2020 pukul
pukul 09.00 WIB pukul 09.00 WIB 09.00 WIB 09.00 WIB
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Memberikan 1. Pengetahuan
nutrisi An. AI pada asuhan keperawatan pengetahuan keluarga yang
keluarga Bp.CT selama 1 hari keluarga keluarga tentang baik akan
kurang dari BP.CT mampu karakteristik Gizi meningkatkan
kebutuhan tubuh mengenal masalah Kurang meliputi: kemampuan
berhubungan dengan Berat badan kurang a. Definisi untuk mengenal
a. Ketidakmampuan pada An. Ai dengan b. Penyebab masalah.
keluarga mengenal kriteria : c. Akibat 2. Dengan
masalah Gizi kurang - Tn. CT dan d. Penatalaksanaan menggunakan
keluarga 2. Memberikan alat bantu untuk
menyatakan bimbingan dengan memberikan
paham dengan ilustrasi penjelasan
penjelasan menggunakan diharapkan
perawat tentang brosur dan food keluarga dapat
berat badan model lebih mudah
kurang 3. Membimbing memahaminya.
- Bp.CT dan keluarga untuk 3. Dengan keluarga
keluarga mengulangi mampu
mampu penjelasan yang mengulangi
mengulangi sudah diberikan penjelasan yang
penjelasan 4. Memberikan diberikan dapat
meliputi pujian bila diartikan
definisi, keluarga mampu keluarga telah
penyebab, menjawab dengan meahami
penatalaksanaa baik dan benar penjelasan.
52
n gizi kurang. 4. Memberikan
penguatan
kepada keluarga
2. Senin, 2 Juli 2020 Senin, 2 Juli 2020 Senin, 2 Juli 2020 pukul Senin, 2 Juli 2020 pukul
pukul 09.45 WIB b. pukul 09.45 WIB 09.45 WIB 09.45 WIB
Ketidakmampuan Setelah dilakukan 1. Mengkaji ulang 1. Perawatan
keluarga merawat asuhan keperawatan cara perawatan Nutrisi perlu
anggota keluarga selama 2 hari keluarga nutrisi An. Ai tiap dikaji ulang
Bp.CT mampu pertemuan melalui mengingat
merawat An. Ai menu yang pentingnya
dengan benar dengan disediakan pemberian
kriteria hasil: 2. Memberikan nutrisi pada
- An. Ai sesuai pengetahuan dengan anak gizi
umurnya (bubur kepada keluarga kurang.
tim). diet Bayi dan 2. Pengetahuan
- An. Ai Balita sesuai tentang
memakan umurnya pemberian
makanannya 3. Mengajarkan nutrisi balita
minimal 3 kali kepada Bp.Ct dan penting untuk
sehari dengan Ny. N cara menjaga status
porsi cukup. menyiapkan diet gizi AN. Ai pada
anak usia 3 tahun waktu yang akan
Ttd surip 4. Mengajarkan datang.
kepada keluarga 3. Cara pemberian
tentang PHBS yang tepat
(cuci tangan 6 menjadi kunci
langkah dengan efektivitas
sabun) pada peningkatan
53
Keluarga status nutrisi Ai.
4. PHBS dasar
Ttd surip yang baik
menjadi
pegangan
keluarga dalam
ketahanan
terhadap
penyakit melalui
nutrisi/makanan.
Ttd surip
54
penyiapan menu pada anak dan pemberitahuan kepada keluarga
tentang menu-menu yang dapat disiapkan pada usia yang lebih
dewasa.
D. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan wujud dari perencanaan yang
telah disusun. Implementasi yang dilakukan kepada keluarga Ny. Y menurut
penyebab masalahnya yaitu:
1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah:
a. Memberikan pengetahuan keluarga tentang karakteristik Gizi
Kurang meliputi: Definisi, Penyebab, Akibat, dan
Penatalaksanaan.
b. Memberikan bimbingan dengan ilustrasi menggunakan brosur
dan food model.
c. Membimbing keluarga untuk mengulangi penjelasan yang
sudah diberikan.
d. Memberikan pujian bila keluarga mampu menjawab dengan
baik dan benar
2. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit:
a. Memberikan pengetahuan kepada keluarga diet anak balita
sesuai umur
b. Mengajarkan kepada Ny N dan cara menyiapkan diet anak
umur 3 tahun
c. Mengajarkan kepada keluarga tentang PHBS (cuci tangan 6
langkah dengan sabun) pada Keluarga.
55
E. Evaluasi Keperawatan
Dari diagnosis yang tegak, semua masalah dapat diatasi. Masalah
dikatakan teratasi melihat kriteria tujuan yang dipenuhi saat evaluasi akhir
dari tiap-tiap masalah keperawatan (KMK). Faktor pendukung dari
tercapainya tujuan yang dituju adalah peran aktif dari masing-masing anggota
keluarga. Bp.CT, dan Ny.N telah berusaha dan berhasil menyiapkan
kebutuhan An. Ai sesuai dengan anjuran perawat. Bp.CT memiliki keputusan
yang tepat tentang pentingnya memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya ketika
yang demikian memang menjadi urgensi. Faktor penghambat yang menjadi
kendala dalam kelangsungan asuhan keperawatan pada An. Ai adalah kondisi
finansial Bp.CT yang terbatas dengan kebutuhan non-nutrisi yang tidak
sedikit. Dengan kasus terkait nutrisi yang membutuhkan waktu satu bulan
untuk dapat dievaluasi, pencapaian hasil hanya dapat sebatas proses
implementasi. Evaluasi hasil dari peningkatan berat badan An. Ai belum dapat
diketahui secara nyata.
56
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga yaitu terdiri dari dua orang atau lebih yang diikat dengan
sebuah (perkawinan atau kesepakatan), hubungan (darah ataupun adopsi),
tinggal dalam satu atap yang selalu berinteraksi serta saling ketergantungan
satu sama lain serta mempunyai tujuan dalam menciptakan dan
mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan
sosial anggota. Dalam Keluarga tentunya kesehatan juga menjadi prioritas
utama karena penyakit dapat menyerang dan datang secara tiba-tiba apabila di
dalam keluarga tidak dapat menjaga dan minim pengetahuan nya menganai
kesehatan salah satunya gizi buruk. Gizi buruk adalah keadaan kekurangan
energi dan protein (KEP) tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan
yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama.Ditandai dengan
status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan
klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik
kwashiorkor. Penyakit infeksi akan menyebabkan gangguan gizi melalui
beberapa cara yaitu menghilangkan bahan makanan melalui muntah-muntah
dan diare. Selain itu penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernapasan dapat
juga menurunkan nafsu makan. Anak yang makanannya tidak cukup maka
daya tahan tubuhnya akan melemah dan mudah terserang infeksi.
Gizi Buruk adalah akibat dari kegagalan untuk memenuhi persyaratan
energi dan gizi yang sudah bersifat kumulatif dan kronis. Manifestasi proses
ini tergantung pada beberapa faktor, seperti usia, infeksi, kondisi gizi
sebelumnya, keterbatasan makanan, dan sebagainya. Klasifikasi dari gizi
57
buruk antara lain Kwashiokorr, Marasmus, Kwashiorkor-Marasmus. WHO
menyebutkan bahwa banyak faktor dapat menyebabkan gizi buruk, yang
sebagian besar berhubungan dengan pola makan yang buruk, infeksi berat dan
berulang terutama pada populasi yang kurang mampu. Diet yang tidak
memadai, dan penyakit infeksi terkait erat dengan standar umum hidup,
kondisi lingkungan, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan, perumahan dan perawatan kesehatan. Adapun penatalaksaan dalam
gizi buruk yaitu Memperbaiki gangguan keseimbangan Elektrolit dan Nutrisi
dan Stimulasi Sensorik dan Dukungan Emosional Pada anak gizi buruk,
Sedangkan untuk pencegahan gizi buruk dapat dilakukan dengan cara
Memaksimalkan pemberian ASI eksklusif dan juga Orang tua khususnya ibu
harus terampil menyesuaikan menu MPASI bagi anak yang sudah tidak
bergantung pada ASI.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan
dan pengetahuan mahasiswa dan para pembaca mengenai Konsep Keluarga
baik pengertian, tujuan, Tipe-Tipe, Struktur, dan Tahap-Tahap Perkembangan
keluarga ; Konsep Penyakit gizi buruk meliputi Pengertian, Etiologi,
Patofisologi, Klasifikasi, Manifestasi Klinis, Penatalaksanaan, dan
Pencegahan ; Serta Konsep Asuhan Keperawatan dan Asuhan Keperawatan
Keluarga Anak dengan Gizi Buruk.
58
DAFTAR PUSTAKA
59