Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

ASKEP PADA ANAK DENGAN KELAINAN KONGENITAL SYSTEM


URINARY NEFROTIK SINDROM (SN)

OLEH :
KELOMPOK II
1. KAMALIA
2. DEWI SUSANTI
3. ENIAWATI SYAFITRI
4. I PUTU JAYA

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2019
KATA PENGANTAR

Assamu’alaikum,War.Wab

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, serat hidayah-NyaPuji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelessaikan tugas dengan baik, tepat waktunya yang berjudul
“Askep Pada Anak Dengan Kelainan Kongenital System Urinary Nefrotik
Sindrom(SN)”. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah
Keperawatan Anak II. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar besarnya kepada :
1. Ibu Fitri Romadonika., Ners., M.Kep selaku dosen pengampuh mata
kuliah Keperawatan Anak II
2. Rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna,baik dari segi penulisan, bahasa ataupun penyusunannya. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun,khususnya dari
dosen pengampuh mata kuliah Keperawatan Anak II menjadi acuan dalam bekal
pengalaman bagi kami untuk lebih baik dimasa yang akan datang.

Mataram, 15 November 2019

Penyusun

Kelompok II

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................i


KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................1
B. Tujuan ...............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................3
A. Definisi Nefrotik Sindrom Pada Anak ...........................................................3
B. Etiologi Nefrotik Sindrom Pada Anak ...........................................................4
C. Anatomi dan Fisiologi Nefrotik Sindrom Pada Anak ...................................6
D. Manifestasi KlinisNefrotik Sindrom Pada Anak ...........................................9
E. Patofisiologi Nefrotik Sindrom Pada Anak...................................................10
F. Pathway Nefrotik Sindrom Pada Anak ........................................................11
G. Penatalaksanaan Nefrotik Sindrom Pada Anak...........................................13
H. Komplikasi Nefrotik Sindrom Pada Anak....................................................14
I. Pencegahan Nefrotik Sindrom Pada Anak ..................................................15
J. Pemeriksaan Penunjang Nefrotik Sindrom Pada Anak .............................15
BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN........................................16
A. Pengakajian .....................................................................................................16
B. Analisa data .....................................................................................................17
C. Intervensi ........................................................................................................18
D. Implementasi ..................................................................................................25
E. Evaluasi ...........................................................................................................25
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................30
A. Kesimpulan .....................................................................................................30
B. Saran ................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Didalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang
berkaitan erat dengan sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi
mengatur keseimbangan tubuh dan mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak
berguna dan beracun jika terus berada didalam tubuh. Ginjal sangat penting
bagi tubuh kita, karena ginjal bertugas mempertahankan homeostatis bio
kimiawi normal didalam tubuh manusia, dengan cara mengeluarkan zat sisa
melalui proses filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada saat proses urinasi,
bladder berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi semua fungsi
organ tersebut tidak luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana jika
hal itu terjadi dapat menyebabkan suatu masalah atau gangguan, salah
satunya yaitu sindrom nefrotik (Siburian, 2013; Astuti, 2014).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada
anak masih tinggi yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai
23%. Angka kejadian di Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus
pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002).
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi
berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang
mendasari dan responnya terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2002).

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua
bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik dan asuhan
keperawatan yang benar pada pasien dengan sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus

1
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit
sindrom nefrotik yang meliputi definisi sindrom nefrotik, etiologi,
anatomi fisiologi ginjal, patofisiologi, manifestasi klinis, pathways,
pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada
klien dengan sindrom nefrotik yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, dan evaluasi keperawatan.

2
BABA II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan
peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang
mengakibatkan kehilangan urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003).
Sindroma nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan
protein karena kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996). Sindrom
Nefrotik ditandai dengan proteinuria masif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urine sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia,
hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL), edema, dan hiperlipidemia (Behrman, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh:
peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria), penurunan
albumin dalam darah, edema, dan serum kolesterol yang tinggi dan
lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai
di setiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Brunner & Suddarth,
2001).
Sindroma nefrotik adalah penyakit ginjal yang mengenai glomerulus
(ginjal terdiri dari tubulus, glomerulus dll.) dan ditandai proteinuria
(keluarnya protein melalui air kencing) yang masif, hipoalbuminemia (kadar
albumin di dalam darah turun), edema (bengkak) disertai hiperlipidemia
(kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat) dan hiperkolesterolemia
(kadar kolesterol darah meningkat)

Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :


1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik
Sindroma) : Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan
sindroma nefrotik pada anak usia sekolah.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder : Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler
kolagen, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid,

3
glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
3. Sindroma Nefirotik Kongenital : Faktor herediter sindroma nefrotik
disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma
nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan
proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan
kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialisis.

B. Etiologi
Menurut pembagian berdasarkan etiologi (penyebab) dibagi menjadi :
a. Sindroma nefrotik primer yang atau disebut juga Sindroma nefrorik
Idiopatik, yang diduga ada hubungan dengan genetik, imunoligik dan
alergi. Meliputi :
1) Nefropati lesi minimal (minimal change disease)
2) Nefropati membranosa (membranous nephropathy)
3) Glomerulo-sklerosis fokal segmental (focal segmental
glomerulosclerosis)
4) Glomerulonefritis membrano-proliferatif (membranoproliferative
glomerulonephritis)
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini
secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada
penyebab lain. Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan
sindrom nefrotik idiopatik. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer
adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik
yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Penyakit
ini diturunkan secara resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa
neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak
berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-
bulan pertama kehidupannya (Kliegman et al., 2007).

4
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer
dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of
Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar
ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila
diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi (Bagga dan Mantan, 2005). Tabel di bawah ini
menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak
berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC.
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya
berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi
sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan
pada anak-anak (Kliegman et al., 2007).
b. Sindroma nefrotik sekunder yang penyebabnya berasal dari ekstra renal
(diluar ginjal). Penyebab SN sekunder adalah sangat banyak, diantaranya
ialah:
1) Infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV),HIV, infeksi
streptococcal, serta endokardtitis.
2) Neoplasma seperti limfoma, leukemia, serta karsinoma (kanker).
3) Obat-obatan seperti penicillamine, captopril, heroin.
4) Penyakit sistemik, contohnya SLE, amiloidosis, kencing manis
(Diabetes), dll
5) Obesitas dan penyakit-penyakit metabolik serta penyakit-penyakit
multisistem lainnya.
c. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus.
Pernah dicoba pencangklokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil.
Prognosis buruk biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama
kehidupannya.

5
C. Anatomi dan Fisiologi

Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak


retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan
vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh
karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal
kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi
batas bawah vertebra lumbalis III.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas
piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-
tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh
korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks
minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2
atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan
di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubuli, sedangkan pada
medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk
Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of
henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes).
Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih
kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting
melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya
ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah
20% dari seluruh cardiac output.    

6
1. Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang
dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar
dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik.
Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula
filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas
pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas
permukaan tubuh anak.
2. Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari
zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.
a. Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak
melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di
glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan
glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na,
K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam
karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa
organik.
b. Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan
ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler
lebih hipotonik.
c. Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan
cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion
hidrogen.
d. Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan
pada duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.

7
Unit fungsional ginjal

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah
lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron
berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam
tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan
molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan
dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin (Astuti, 2013).
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut
korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran
(tubulus).Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut
glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus
mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus
memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring
melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula
Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah.
Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah
tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen (Astuti, 2013).
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting
melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya

8
ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah
20% dari seluruh cardiac output (Astuti, 2013).       

D. Manifestasi Klinis
Menurut Betz, Cecily L.2002 : 335
1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya
bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya
lunak dan cekung bila ditekan (pitting), danumumnya ditemukan disekitar
mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitaliadan
ekstermitas bawah.
2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
3. Pucat
4. Hematuri
5. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
6. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan
keletihan umumnya terjadi.
7. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)

9
E. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya
muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler.
Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin
dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu
banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam
urin. (Latas, 2002 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial.
Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravascular
berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena
hipovolemi. Menurunya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan

10
kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan
sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian
menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan
menyebabkan edema (Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin
atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari
meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena
kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan
oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi seng. (Suriadi
dan yuliani, 2001 : 217).

F. Pathways

Virus, bakteri, protozoa inflamasi Perubahan


glomerulus permeabilitas
DM peningkatan viskositas darah membrane
Sistemik lupus eritematous regulasi glomerlurus
kekebalan terganggu proliferasi
Mekanisme
abnormal leukosit
Kerusakan penghalang
glomerlurus protein

Protein & Kegagalan Kebocoran


albumin lolos dalam proses molekul besar
dalam filtrasi & filtrasi (immunoglobuli
masuk ke urine n)

Gangguan Protein dalam Protein dalam Pengeluaran


citra tubuh urine meningkat darah menurun IgG dan IgA

Pembengka Proteinuria Hipoalbuminemia Sel T dalam


kan pada sirkulasi
periorbita menurun

Ekstravaksi SINDROM Gangg


Mata cairan NEFROTIK uan

11
Penumpukan Volume Resiko infeksi
Oedema cairan ke ruang intravaskuler
intestinum
Reabsorbsi
ADH air

Penekanan Paru-paru Asites Kelebihan


pada tubuh volume cairan
terlalu
Efusi pleura Tekanan
dalam Menekan
abdomen
meningkat diafragma
Nutrisi & O2 Ketidakefektifan
bersihan jalan Otot pernafasan
Mendesak
nafas tidak optimal
rongga lambung

Anoreksia,
Hipoksia Metabolism nausea, vomitus Nafas tidak
jaringan anaerob adekuat

Gangguan
Iskemia Produksi asam Ketidakefektif
pemenuhan
laktat an pola nafas
nutrisi

Nekrosis
Menumpuk di Ketidakseimba Volume urin
otot ngan nutrisi yang diekskresi
Ketidakefek kurang dari
tifan kebutuhan
perfusi Kelemahan, tubuh Oliguri
jaringan keletihan,
perifer mudah capek

Intoleransi
aktivitas

Absorbsi air oleh usus Hipovolemia Tekanan arteri

Feses mengeras Sekresi renin Granulasi sel-


sel glomerulus

konstipasi Mengubah
angiotensin Aldosterone
menjadi
angiotensin I &
12 II
Merangsang
reabsorbsi Na+
dan air
Efek
vasokontriksi
arterioral Volume plasma
perifer

Tekanan darah

Beban kerja
jantung

Penurunan
curah jantung

(Sumber: Nurarif dan Kusuma, 2015)

G. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) Istirahatkan sampai edema berkurang, batasi asupan natrium1g/hari
2) Diit protein tinggi sebanyak 2 – 3 g/kg BB dengan garam minimalbila
edema masihh beratdan bila edema berkurang dapat di berisedikit
garam
3) Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam sapatdigunakan
deuretik (furosemid 1mg/kg BB/hari)
4) Mencegah infeksi harus diperiksa, kemungkinan anak
menderitatuberkolosis
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring
selamabeberapa harimungkin diperlukan untuk meningkatkan
diuresisguna mengurangi edema.

13
2) Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit
(bantaldiletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka
ujungkaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
3) mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan
harian,pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
4) Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah
skrotumuntuk mencegah pembengkakan skrotum karena
tergantung(pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan
menjadipenyebab kematian pasien). (Ngastiyah, 2005 dalam Niken,
2012)

H. Komplikasi
Komplikasi sindrom nefrotik mencakup infeksi akibat defisiensi respon
imun, tromboembolisme (terutama vena renal), embnoli pulmoner, dan
peningkatan terjadinya aterosklerosis.(Smeltzer, SC, Bare BG, 2002: 1442).
Adapun komplikasi secara umum dari sindrom nefrotik adalah :
a. Penurunan volume intravaskuler (syok hipovolemik)
b. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosit vena)
c. Perburukan nafas (berhubungan dengan retensi cairan)
d. Kerusakan kulit
e. Infeksi sekunder karena imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
f. Peritonitis
g. Hilangnya protein dalam urin
h. Dehidrasi
i. Infeksi
j. Anorexia
k. Voleme urine menurun, kadang-kadang berwarna pekat dan berbusa

14
I. Pencegahan
Hingga saat ini, belum ditemukan cara apa pun untuk mencegah
terjadinya nefrotik sindrom. Namun, mengobati masalah atau penyakit yang
mendasari serta melakukan perubahan gaya hidup dapat memminimalisir
gejala dari nefrotik sindrom.

J. Pemeriksaan Fisik
K. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji urine
1) Protein urin : >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh
2) Berat jenis urin (normal : 285 mOsmol)
b. Uji darah
1) Albumin serum <3 g/dl
2) Kolesterol serum meningkat
3) Hemoglobin dan hematokrit meningkat
4) LED meningkat
c. Uji diagnostik
1) Rotgendada menunjukan adanya cairan berlebih
2) USG ginjal dan CT scan

15
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA SINDROM NEFROTIK

A. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah
(3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh
dan kelainan genetik sejak lahir.
2) Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6
tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada
fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan
dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi
kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa
ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini
nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
3) Agama
4) Suku/bangsa
5) Status
6) Pendidikan
7) Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut
membesar (adanya acites)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
a) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output

16
b) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
c) Kaji adanya anoreksia pada klien
d) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
f. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
1) Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
2) Pola eliminasi: Diare, oliguria.
3) Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
4) Pola istirahat tidur: Susah tidur
5) Pola mekanisme koping :  Cemas, maladaptif
6) Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
g. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan
nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada
fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola

17
nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya
azotemia pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada
abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari
edema tungkai dari keletihan fisik secara umum
h. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas
membran glomerulus.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubunganmdengan gangguan mekanisme
regulasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis (hipoproteinemia) dan kurang asupan makanan
(anoreksia)
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit (edema)
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mokus dengan
jumlah berlebihan (efusi pleura)

18
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penekanan
tubuh terlalu dalam akibat edema
6. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nafas tidak adekuat
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
8. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi
jantung

C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan & Kriteria
Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Kelebihan volume Setelah dilakukan - Timbang berat - Estimasi
cairan berhubungan tindakan badan setiap hari penurunan edema
dengan gangguan keperawatan selama dan monitor status tubuh
mekanisme regulasi … x 24 jam, pasien
Batasan diharapkan
Karakteristik : kelebihan volume - Jaga intake/asupan - Evaluasi harian
a) Edema cairan tidak terjadi yang akurat dan keberhasilan terapi
b) Ansietas dengan kriteria hasil: catat output dan dasar
c) Anasarka a. Terjadi penentuan tindakan

d) Gangguan pola penurunan

nafas edema dan - Kaji lokasi dan - Menentukan

e) Oliguria ascites luasnya edema intervensi lebih


b. Tidak terjadi lanjut
f) Penambahan
peningkatan
berat badan
berat badan - Berikan cairan - Mencegah edema
dalam waktu
dengan tepat bertambah parah
singkat
g) Perubahan berat
Berikan diuretik - Diberikan dini
jenis urine
yang diresepkan oleh pada fase
dokter oliguria untuk men
gubah ke fase
nonoliguria, dan
meningkatkan

19
volume urine
adekuat
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan - Monitor kalori dan - Membantu dan
nutrisi kurang dari tindakan asupan makanan mengidentifikasi
kebutuhan tubuh keperawatan selama defisiensi dan
berhubungan dengan … x 24 jam, kebutuhan diet
faktor biologis diharapkan
(hipoproteinemia) ketidakseimbangan - Lakukan atau - Mulut yang bersih
dan kurang asupan nutrisi kurang dari bantu pasien dapat
makanan (anoreksia) kebutuhan tubuh terkait perawatan meningkatkan
Batasan tidak terjadi, dengan mulut sebelum nafsu makan
Karakteristik : kriteria hasil : makan
a) Cepat kenyang a. Nafsu makan
setelah makan klien meningkat - Pastikan makanan - Meningkatkan
b) Gangguan b. Tidak terjadi disajikan secara selera dan nafsu
sensasi rasa hipoproteinemia menarik dan pada makan
c) Kurang minat c. porsi makan suhu yang paling
pada makanan yang cocok untuk
dihidangkan konsumsi secara
dihabiskan optimal

- Anjurkan pasien
- Pasien dapat
terkait dengan
kooperatif dan
kebutuhan diet
melakukan apa
untuk kondisi sakit
yang dianjurkan

- Kolaborasi dengan - Diet yang tepat


ahli gizi untuk dapat
mengatur diet yang meningkatkan
diperlukan status nutrisi
pasien
3. Gangguan citra Setelah dilakukan - Monitor apakah - Mengidentifikasi
tubuh berhubungan tindakan anak bisa melihat respon anak

20
dengan penyakit keperawatan selama bagian tubuh mana terhadap
(edema) … x 24 jam, yang berubah perubahan
Batasan diharapkan tubuhnya
Karakteristik : gangguan citra tubuh
a) Berfokus pada dapat teratasi, - Identifikasi - Respon orangtua
penampilan masa dengan kriteria hasil: strategi-strategi menentukan
lalu a. Citra tubuh penggunaan bagaimana
b) Menghindari positif koping oleh persepsi anak
melihat tubuh b. Mendeskripisika orangtua dalam terhadap tubuhnya
c) Menghindari n secara faktual berespon terhadap
menyentuh tubuh perubahan fungsi perubahan
d) Menyembunyika tubuh penampilan anak

n bagian tubuh c. Mempertahankan

e) Takut reaksi interaksi sosial - Bangun hubungan - Memudahkan

orang lain saling percaya komunikasi


dengan anak personal dengan
anak

- Gunakan gambaran
- Mekanisme
mengenai
evaluasi dari
gambaran diri
persepsi citra diri
anak

- Ajarkan untuk - Membantu


melihat pentingnya meningkatkan citra
respon mereka tubuh anak
terhadap
perubahan tubuh
anak dan
penyesuaian di
masa depan,
dengan cara yang
tepat.

21
4. Ketidakefektifan Setelah dilakukan - Monitor respirasi - Data dasar dalam
bersihan jalan nafas tindakan dan status O2 menentukan
berhubungan dengan keperawatan selama intervensi lebih
mokus dengan … x 24 jam, - Auskultasi suara lanjut
jumlah berlebihan diharapkan bersihan nafas. Catat adanya
(efusi pleura) jalan nafas dapat suara nafas - Suara nafas
Batasan efektif, dengan tambahan tambahan
Karakteristik : kriteria hasil : mengidentifikasika
- Atur intake untuk
a) Suara nafas a. Klien mampu n ada sumbatan
cairan
tambahan bernafas dengan dalam jalan nafas
b) Perubahan mudah - Posisikan pasien
- Mencegah edema
frekuensi dan b. Mampu semifowler
bertambah parah
irama napas mengidentifikasi
- Lakukan fisioterapi
c) Sianosis dan mencegah
- Memaksimalkan
dada jika perlu
d) Dipsneu faktor yang dapat
ventilasi
e) Gelisah menghambat
jalan nafas
- Membantu
mengeluarkan
sekret

5. Ketidakefektifan Setelah dilakukan - Monitor denyut - Mengetahui


perfusi jaringan tindakan dan irama jantung kelainan jantung
perifer berhubungan keperawatan selama
dengan penekanan … x 24 jam, - Ukur intake dan - Mengetahui
tubuh terlalu dalam diharapkan perfusi outtake cairan kelebihan atau
akibat edema jaringan perifer kekurangan
Batasan efektif, dengan
- Berikan oksigen
- Meningkatkan
Karakteristik : kriteria hasil :
sesuai kebutuhan
perfusi
a) Perubahan a. Waktu pengisian
- Lakukan
- Menghindari
karakteristik kulit kapiler < 3 detik
perawatan kulit,
gangguan
(warna, b. Tekanan sistol
seperti pemberian
integritas kulit
elastisitas, dan diastol

22
rambut, dalam rentang lotion
kelembapan, yang diharapkan
kuku, sensasi, c. Tingkat - Hindari terjadinya - Mempertahankan
suhu) kesadaran palsava manuver pasukan oksigen
b) Waktu pengisian membaik seperti mengedan,
kapiler > 3 detik menahan napas,
c) Warna tidak dan batuk
kembali ke
tungkai saat
tungkai
diturunkan
d) Edema
e) Paresresia

6. Ketidakefektifan Setelah dilakukan - Monitor jumlah - Mengetahui status


pola nafas tindakan pernapasan, pernapasan
berhubungan dengan keperawatan selama penggunaan otot
nafas tidak adekuat … x 24 jam, bantu pernapasan,
Batasan diharapkan pola batuk, bunyi paru,
Karakteristik : nafas dapat efektif, tanda vital, warna
a) Perubahan dengan kriteria hasil: kulit, AGD
kedalaman a. Pasien dapat
pernapasan mendemonstrasi - Berikan oksigen - Mempertahankan
b) Penurunan kan pola sesuai program oksigen arteri
tekanan ekspirasi pernapasan yang
- Atur posisi pasien
c) Bradipnea efektif - Meningkatkan
fowler
d) Dipsnea b. Pasien merasa pengembangan
e) Penurunan lebih nyaman paru
ventilasi semenit dalam bernafas
- Alat-alat - Kemungkinan
emergensi terjadi kesulitan
disiapkan dalam bernapas akut
keadaan baik

23
7. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan - Monitor - Merencanakan
berhubungan dengan tindakan keterbatasan intervensi dengan
kelemahan umum keperawatan selama aktivitas, tepat
Batasan … x 24 jam, kelemahan saat
Karakteristik : diharapkan intoleran aktivitas
a) Ketidaknyamana aktivitas dapat
n setelah teratasi, dengan - Catat tanda vital - Megkaji sejauh
beraktivitas kriteria hasil : sebelum dan mana perbedaan
b) Dipsnea setelah a. Kelemahan yang sesudah aktivitas peningkatan
beraktivitas berkurang selama aktivitas
c) Menyatakan b. Mempertahankan
- Lakukan istirahat
merasa letih kemampuan - Membantu
yang adekuat
d) Menyatakan aktivitas mengembalikan
setelah latihan dan
merasa lemah semaksimal energi
aktivitas
mungkin

- Berikan diet yang - Metabolisme


adekuat dengan membutuhkan
kolaborasi ahli diet energi

8. Penurunan curah Setelah dilakukan - Kaji suara nafas - Data dasar dalam
jantung berhubungan tindakan dan suara jantung menentukan
dengan perubahan keperawatan selama intervensi lebih
frekuensi jantung … x 24 jam, lanjut
Batasan diharapkan curah
Karakteristik : jantung mengalami - Ukur CVP pasien - Mengetahui
a) Bradikardia peningkatan, dengan kelebihan atau
b) Palpitasi jantung kriteria hasil : kekurangan cairan
c) Perubahan a. Menunjukkan tubuh
elektrokardiogra curah jantung - Monitor aktivitas
- Mengurangi
m (EKG) (mis., yang memuaskan pasien
kebutuhan oksigen
aritmia, dibuktikan oleh

24
abnormalitas efektifitas pompa - Monitor saturasi - Mengetahui
konduksi, jantung, status oksigen manifestasi
iskemia) sirkulasi, perfusi penurunan curah
d) Takikardia jaringan, dan jantung
status TTV
- Kolaborasi
- Mengejan dapat
b. Tidak ada edema
pemberian laksatif
memperparah
paru, perifer, dan
penurunan curah
asites
jantung

D. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi.

E. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom
nefrotik diharapkan sebagai berikut :
a. Kelebihan volume cairan teratasi
b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Meningkatnya citra tubuh
d. Bersihan jalan nafas efektif
e. Perfusi jaringan perifer efektif
f. Pola nafas efektif
g. Aktivitas dapat ditoleransi
h. Curah jantung mengalami peningkatan

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan
peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam

25
darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia).
Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam
urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr.
Nursalam, dkk. 2009). Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua
menurut Muttaqin, 2012 adalah primer, yaitu berkaitan dengan berbagai
penyakit ginjal, dan sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan
obat, dan penyakit sistemik lain.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin,
pengukuran protein urin, albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi
dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat
banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan
maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis
berharap kepada semua pembaca mahasiswa khususnya, untuk lebih
ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria, dkk. 2013. Nursing Intervensions Classification (NIC) Edisi


BahasaIndonesia, Edisi Keenam. Mosby : Elsevier Inc.
Munandar, Riza. Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindrom Nefrotik. 2014.
http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)

26
NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.
Siburian, Apriliani. 2013. ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK
KESEHATAN MASYARAKAT PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI
LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI.
http://www.google.com/lib.ui.ac.id(Diunduh pada tanggal 15 September
2017)
Wati, Nur Ekma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN
GANGGUAN SISTEM NEFROLOGI : SINDROMA NEFROTIK
DI RUANG MINA RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA. http://
(Diunduh pada tanggal 15 September 2017)

27

Anda mungkin juga menyukai