Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM

KARDIOVASKULER DENGAN DIAGNOSA ACUTE DECOMPENSASI HEART


FAILURE DI RUANG PELAYANAN JANTUNG TERPADU RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH PROVINSI NTB

Oleh:
ANGGI WIDYA LESTARI
005STYJ21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan Dan Laporan Kasus “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler Dengan Diagnosa Acute Decompensasi Heart Failure
Di Ruang Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB”
Telah Disetujui Dan Disahkan Pada:

Hari :
Tanggal :
Tahun : 2021

Menyetujui:

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lahan

(__________________________________) (__________________________________)
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
KARDIOVASKULER PADA KASUS ACUTE DECOMPENSASI HEART FAILURE

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Pengertian
ADHF (Acute Decompensasi Heart Failure) yaitu penyakit gagal jantung akut dimana
serangannya cepat dari gejala-gejala yang diakibat oleh abnormalnya fungsi jantung.
Disfungsi dapat berupa sistolik maupun diastolik abnormalitas irama jantung. Gagal
jantung bisa terjadi pada seseorang dengan serangan baru tanpa kelainan jantung
sebelumnya. (Aaronson, 2010)
Decompensasi cordis adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami penurunan atau
kegagalan dalam memompa darah dimana terjadi penurunan kemampuan kontraktilitas
fungsi pompa jantung untuk mencukupi kebutuhan tubuh akan nutrisi dan oksigen
secara adekuat (Udjianti, 2010).
ADHF adalah gagal jantung akut dimana jantung gagal memompa cukup darah untuk
mencukupi kebutuhan tubuh serta tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat
dan serangannya dirasakan secara cepat (Yesa, 2019)
B. Klasifikasi
Menurut New York Heart Association (NYHA) klasifikasi gagal jantung dibagi
menjadi 4 kelas berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status
fungsional, yaitu :
1. Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik.
2. Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman
saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan
aktivitas biasa.
3. Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina
dengan aktivitas biasa ringan.
4. Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik
apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat. (World Health
Organization (2013)
C. Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya dan Putri dalam Yesa (2019) tanda gejala Acute Decompensasi Heart
Failure adalah:
1. Sesak nafas (dyspnea) muncul saat istirahat dan beraktivitas.
2. Ortopnue yaitu saat berbaring sesak nafas, memerlukan posisi tidur setengah duduk
dengan menggunakan bantal lebih dari satu.
3. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (PND) yaitu tiba-tiba pada malam hari terasa sesak
nafas dan disertai batuk-batuk
4. Takikardia dan berdeber-debar
5. Batuk-batuk terjadi akibat edema pada broncus dan penekanan pada broncus oleh
atrium kiri yang dilatasi. Batuk sering berupa yang basah, berbusa dan disertai
bercak darah. Bunyi tambahan seperti ronkhi dapat disebabkan oleh penumpukan
cairan di paru akibat aliran balik darah ke paru-paru.
6. Mudah lelah (fatique)
7. Penumpukan cairan pada jaringan atau edema
Edema disebabkan oleh aliran darah yang keluar dari jantung melambat, sehingga
darah balik ke jantung menjadi terhambat. Hal tersebut mengakibatkan cairan
menumpuk di jaringan. Kerusakan ginjal yang tidak mampu mengeluarkan natrium
dan air juga menyebabkan retensi cairan dalam jaringan. Penumpukan cairan di
jaringan ini dapat terlihat dari bengkak di kaki maupun pembesaran perut
D. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
1. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Kegagalan miokard berkontraksi mengakibatkan isi sekuncup dan curah jantung
(cardiac output) terjadi menurun.
2. Beban tekanan berlebihan pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban berlebihan pada kemampuan ventrikel menyebabkan pengosongan ventrikel
terhambat.
3. Beban volum berlebihan pembebanan diastolic (diastolic overload)
4. Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan
menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi.
5. Gangguan pengisian (hambatan input). Hambatan dalam pengisian ventrikel
dikarenakan gangguan pada aliran masuk ventrikel akan menyebabkan pengeluaran
ventrikel yang berkurang sehingga curah jantung terjadi penurunan.
6. Hipertensi Sistemik / Pulmonal Peningkatan beban kerja jantung mengakibatkan
pengecilan serabut otot jantung. Efeknya (hipertrofi miokard) sebagai mekanisme
kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung.
7. Penyakit jantung Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade
perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV
E. Patofisiologi
Adhf dapat muncul pada organ yang sebelumnya menderita gagal jantung atau belum
pernah mengalami gagal jantung, etiologi adhf dapat bersumber dari kardiovaskuler
maupun non kardiovaskuler, etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan
menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung akibat oleh proses iskemia miokad
atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload
sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan
mengeluarkan mekanisme ini melibatkan sistem adrenalin renin angiotensin dan
aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokontriksi arteriol dan
retensi natrium dan air.
Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan
terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis yang terganggu dari ventrikel yang
terkena lalu muncul adhf. .
Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat menurunkan kontraktilitas otot
jantung sehingga menurunkan isi sekuncup dan kekuatan kontraksi otot jantung
sehingga terjadi penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit sistemik
menyebabkan jantung berkompensasi memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Bila
terjadi terus menerus, pada akhirnya jantung akan gagal berkompensasi sehingga
mengakibatkan penurunan curah jantung.
Hal ini akan menimbukan penurunan volume darah akibatnya terjadi penurunan curah
jantung, penurunan kontraktivitas miokard pad ventrikel kiri (apabila terjadi infark di
ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan
karena penurunan kontraktivitas disertai dengan peningkatan venous return ( aliran
darah balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bedungan darah diparu-paru.
Bendungan akan mengakibatkan airan ke jaringan dan alveolus paru terjadi edema pada
paru. Edema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukara gas diparu-paru
Tanda dominan ADHF yaitu tekanan arteri dan vena meningkat. Tekanan ini
mengakibatkan peningkatan tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari
kapiler ke alveoli dan terjadilah odema paru. Odema paru mengganggu pertukaran gas
di alveoli sehingga timbul dispnoe dan ortopnoe. Keadaan ini membuat tubuh
memerlukan energy yang tinggi untuk bernafas sehingga menyebabkan pasien mudah
lelah. Dengan keadaan yang mudah lelah ini penderita cenderung immobilisasi lama
sehingga berpotensi menimbulkan thrombus intrakardial dan intravaskuler. Begitu
penderita meningkatkan aktivitasnya sebuah thrombus akan terlepas menjadi embolus
dan dapat terbawa ke ginjal, otak, usus dan tersering adalah ke paru-paru menimbulkan
emboli paru. Emboli sistemik juga dapat menyebabkan stroke dan infark ginjal.
Odema paru dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek disertai sputum berbusa
dalam jumlah banyak yang kadang disertai bercak darah. Pada pasien odema paru
sering terjadi Paroxysmal Nocturnal Dispnoe (PND) yaitu ortopnoe yang hanya terjadi
pada malam hari, sehingga pasien menjadi insomnia.
F. Phatway
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk kasus ADHF menurut Putra dalam Yesa (2019) yaitu:
1. Laboratorium :
a. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit.
b. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg.
c. Enzim Jantung (CK-MB , Troponin, LDH).
d. Gangguan fungsi ginjal dan hati : B UN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT,
SGPT.
e. Gula darah.
f. Kolesterol, trigliserida.
g. Analisa Gas Darah
2. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
a. Penyakit jantung koroner : iskemik, infark.
b. Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular Hypertrophy).
c. Aritmia.
d. Perikarditis.
3. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya :
a. Edema alveolar.
b. Edema interstitials.
c. Efusi pleura.
d. Pelebaran vena pulmonalis.
e. Pembesaran jantung.
f. Echocardiogram menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
g. Radionuklir.
h. Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.
i. Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
4. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen) bertujuan
untuk :
a. Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru.
b. Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
c. Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung.
d. Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent.
e. Mengetahui beratnya lesi katup jantung.
f. Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner.
g. Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi
ventrikel kiri).
h. Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri coroner)
5. Echocardiogram untuk menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
H. Penatalaksanaan
Menurut Amin dan Hardi (2015) penatalaksanaan dalam kasus Acute Decompensasi
Heart Failure adalah:
1. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi farmakologi :
1) Digitalis : untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung misal: Digoxin
2) Diuretik : untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru misal : Furosemide (lasix)
3) Vasodilator :untuk mengurani tekanan terhadap penyemburan darah oleh
ventrikel misal : Natriumnitrofusida, nitrogliserin
4) Angiotension Converting Enzyme Inhibitor (ACE INHIBITOR) adalah agen
yang menghambat pembentukan angiotensi II sehingga menutunkan tekanan
darah. Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload) dan beban akhir
(afterload) misal: catropil, ramipril, fosinopril
5) Inotropik (dopamin dan dobutamin). Dopamin untuk meningkatkan tekanan
darah, curah jantung dan produksi urin pada syok kerdiogenik Dobutamin
untuk menstimulasi adrenoreseptor dijantung sehingga menigkatkan
penurunan tekanan darah.
b. Terapi non farmakologi :
1) Diet rendah garam
2) Pembatasan cairan
3) Mengurangi BB
4) Menghindari alcohol
5) Mengurangi stress
6) Pengaturan aktivitas fisik
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tirah Baring
Dimana akan mengurangi kerja jantung yang meningkat sehingga tenaga jantung
menurunkan tekanan darah melalui induksi diuresis berbaring.
b. Oksigen
Pemenuhan oksigen ini akan mengurangi pada demand miokard yang membantu
memenuhi kebutuhan oksigen pada tubuh.
c. Diet
Pengaturan diet ini akan membuat ketegangan otot jantung berkurang. Selain itu
pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi
edema.
I. Komplikasi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) komplikasi yang dapat terjadi pada Acute
Decompensasi Heart Failure adalah:
1. Edema paru akut dapat terjadi pada gagal jantung kiri
2. Syok kardiogenik akibat penurunan curah jantung sehingga perfusi jaringan ke organ
vital tidak adekuat.
3. Episode trombolitik, trombus terbentuk akibat immobilitas pasien dan gangguan
sirkulasi, trombus dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah
4. Efusi perikardial dan tamponade jantung dimana masuknya cairan ke jantung
perikardium, cairan dapat meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal.
Cardiac output menurun dan aliran balik vena ke jantung akan mengakibatkan
tamponade jantung.
5. Efusi Pleura
Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada pembuluh kapiler
pleura. Peningkatan tekanan menyebabkan cairan transudate pada pembuluh kapiler
pleura berpindah ke dalam pleura. Efusi pleura menyebabkan pengembangan paru-
paru tidak optimal sehingga oksigen yang diperoleh tidak optimal.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian yaitu dimana pemikiran dasar bertujuan yang mengumpulkan informasi
tentang data klien, sehingga bisa mengidentifikasi, mengenali berbagai macam
masalah-masalah kebutuhan kesehatan klien dan kondisi klien baik pada fisik, mental,
maupun sosial dan lingkungan klien (Arif Muttaqin dalam Yesa, 2019). Terdiri dari :
1. Biodata Klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,
suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis,
nomor MR dan alamat. Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur,
pekerjaan, agama, pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien.
2. Pengkajian Primary
a. Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya benda
asing, adanya suara nafas tambahan.
b. Breathing
Frekuensi nafas, apakah tampak terjadi penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi
retraksi dinding dada, terjadinya sesak nafas, saat di palpasi teraba pengembangan
pada kedua parukanan dan kiri, kaji adanya suara nafas tambahan.
c. Circulation
Pengkajian ini mengenai volume dalam darah serta adanya perdarahan.
pengkajian juga meliputi warna kulit, nadi, dan status hemodinamik,.
d. Disability
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran compos mentis (E4M6V5) GCS 15, pupil
isokor, muntah tidak ada, ekstremitas atas dan bawah normal, tidak ada gangguan
menelan.
e. Exsposure
Pengkajian meliputi untuk mengetahui adanya kemungkinan cidera yang lain,
dengan cara memeriksa semua tubuh pasien harus tetap dijaga dalam kondisi
hangat supaya untuk mencegah terjadinya hipotermi.
f. Foley Chateter
Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur uretra jika ada tidak
dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter dipasang untuk memantau produksi
urin yang keluar.
g. Gastric tube
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi distensi lambung dan mengurangi
resiko muntah.
h. Monitor EKG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kondisi irama dan denyut jantung.
3. Pengkajian Survey Sekunder
a. Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat
dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas. Keluhan klien dengan
gagal jantung akan merasakan nafas sesak, sesak nafas saat beraktivitas, badan
terasa lemas, batuk tidak kunjung sembuh berdahak sampai berdarah, nyeri pada
dada, nafsu makan menurun, bengkak pada kaki.
b. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan permulaan klien merasakan keluhan sampai dibawa ke rumah sakit
dan pengembangan dari keluhan utama dengan menggunakan PQRST.
1) P (Provokative/Palliative)
Apa yang menyebabkan gejala bertambah berat dan apa yang dapat
mengurangi gejala.
2) Q (Quality/Quantity)
Bagaimanakah gejalanya dan sejauh mana gejala yang dirasakan klien.
3) R (Region/Radiation)
Dimana gejala dirasakan? apa yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala tersebut
4) S (Saferity/Scale)
Seberapa tingkat keparahan gejala dirasakan? Pada skala berapa?
5) T (Timing)
Berapa lama gejala dirasakan ? kapan tepatnya gejala mulai dirasakan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat penyakit jantung,
hipertensi, perokok hebat, riwayat gagal jantung, pernah dirawat dengan penyakit
jantung, kerusakan katub jantung bawaan, diabetes militus dan infark miokard
kronis.
d. Riwayat penyakit keluarga
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang menderita penyakit sama
dengan klien, penyakit jantung, gagal jantung, hipertensi.
e. Riwayat psikososial spiritual
Respon emosi klien pada penyakitnya dan bagaimana peran klien dalam keluarga
dan masyarakat sehingga terjadi pengaruh dalam kehidupan sehari-hari baik pada
keluarga atau masyarakat sekitarnya.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien gagal jantung yaitu timbul akan kecemasan
akibat penyakitnya. Dimana klien tidak bisa beraktifitas aktif seperti dulu
dikarenakan jantung nya yang mulai lemah.
g. Pola Aktivitas Sehari-hari
1) Pola Nutrisi
Kebiasaan makan klien sehari-hari, kebiasaan makan-makanan yang
dikonsumsi dan kebiasaan minum klien sehari-hari, pasien gagal jantung akan
mengalami penurunan nafsu makan, meliputi frekwensi, jenis, jumlah dan
masalah yang dirasakan.
2) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien akan berpengaruh terhadap perubahan sistem
tubuhnya.
3) Pola Istirahat
Tidur Kebiasaan klien tidur sehari-hari, terjadi perubahan saat gejala sesak
nafas dan batuk muncul pada malam hari. Semua klien dengan gagal jantung
akan mengalami sesak nafas, sehingga hal ini dapat menganggu tidur klien.
4) Personal Hygiene
Kebiasaan mandi, gosok gigi, cuci rambut, dan memotong kuku perlu dikaji
sebelum klien sakit dan setelah klien dirawat dirumah sakit.
5) Pola Aktivitas
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini dan
kebiasaan klien berolah raga sewaktu masih sehat.
h. Pemeriksaan Fisik Head Toe To
1) Kepala
a) Inspeksi: simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan kusam, warna
rambut hitam atau beuban, tidak adanya hematom pada kepala, tidak
adanya pedarahan pada kepala.
b) Palpasi: tidak teraba benjolan pada kepala, rambut teraba kasar.
2) Mata
a) Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada mata, reaksi
pupil terhadap cahaya baik, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, tidak
ada pembengkakan pada mata, tidak memakai kaca mata.
b) Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata, tidak teraba
benjolan disekitar mata
3) Telinga
a) Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi perdarahan,
tidak ada pembengkakan, dan pendengaran masih baik.
b) Palpasi : tidak teraba benjolan pada daun telinga, tidak ada nyeri saat
diraba bagian telinga, tidak ada perdarahan pada telinga baik luar maupun
dalam.
4) Hidung
a) Inspeksi : simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk pada hidung,
tidak ada perdarahan, ada cuping hidung, terpasang oksigen.
b) Palpasi : tidak teraba benjolan pada hidung dan tidak ada perdarahan pada
hidung.
5) Mulut dan tenggorokan
a) Inspeksi : mulut terlihat bersih, gigi lengkap atau tidak sesuai dengan usia,
mukosa lembab/ kering, tidak ada stomatitis, dan tidak terjadi kesulitan
menelan.
6) Thoraks
a) Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak, tidak
menggunakan otot bantu pernafasan, dan tidak terjadi perdarahan pada
thorak.
b) Palpasi : tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada thorak teraba sama
kiri kanan
c) Perkusi : sonor seluruh lapang paru
d) Auskultasi : vesikuler atau terdapat suara tambahan pada thoraks seperti
ronkhi, wheezing, dullnes
7) Jantung
a) Inspeksi : ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan jelas di leher.
b) Palpasi: denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : S1 dan S2 reguler atau terdapat suara tambahan seperti mur-
mur dan gallop.
8) Abdomen
a) Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran, tidak ada bekas
operasi, dan tidak adanya lesi pada abdomen.
b) Auskultasi : bising usus 12x/m
c) Perkusi : saat diperkusi terdengat bunyi tympani
d) Palpasi : tidak teraba adanya massa/ pembengkakan, hepar dan limpa tidak
teraba, tidak ada nyeri tekan dan lepas didaerah abdomen.
9) Genitalia
a) Inspeksi: Pasien terpasang kateter, produksi urin banyak karena pasien
jantung dapat diuretik.
10) Ekstremitas
a) Ekstremitas atas : terpasang infus salah satu ekstremtas atas, tidak ada
kelainan pada kedua tangan, turgor kulit baik, tidak terdapat kelainan, akral
teraba hangat, tidak ada edema, tidak ada terjadi fraktur pada kedua
tangan.
b) Ekstremitas bawah : tidak ada kelainan pada kedua kaki, terlihat edema
pada kedua kaki dengan piting edema > 2 detik, type derajat edema, tidak
ada varises pada kaki, akral teraba hangat.
i. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium: hematologi (Hb, Ht, Leukosit), eritolit (kalium, natrium,
magnesium), analisa gas darah.
2) EKG (elektrokardiogram)
3) Ekokardiografi
4) Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung,
penimbunan cairan di paru-paru atau penyakit paru lainnya.
j. Therapy
1) Digitalis: untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung misal: Digoxin
2) Diuretik: untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru misal : Furosemide (lasix)
3) Vasodilator : untuk mengurani tekanan terhadap penyemburan darah oleh
ventrikel misal : Natriumnitrofusida, nitrogliserin
4) Trombolitik/ pengencer darah dan antibiotik
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan mengenai klien, tentang masalah kesehatan
terdirir dari diagnose aktual, potensial dan resiko untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Herman & Kamitsuru, 2015).
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
4. Hipervolemia berhubungan dengan meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
7. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi, 2012).
Tabel 1 : Intervensi Keperawatan berdasarkan SDKI, SLKI, SIKI
No Standar Diagnosa Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Indonesia Indonesia
1 Penurunan Curah Jantung Dalam ……x 24 jam setelah dilakukan □ Identifikasitanda/gejala primer penurunan
tindakan keperawatan klien menunjukkan: curah jantung
Batasan Karakteristik □ Identifikasitanda/gejala sekunder
□ Bradikardial / Takikardia. Curah Jantung penurunan curah jantung
□ Gambaran EKG aritmia atau gangguan 1 = memburuk □ Monitor tekanan darah
konduksi. 2 = cukup memburuk □ Monitor intake dan output cairan
□ Edema, 3 = sedang
□ Monitor saturasi oksigen
□ Distensi vena jugularis, 4 = cukup membaik
□ Monitor keluhan nyeri dada
□ Central venous pressure (CVP) 5 = membaik
meningkat/menurun, □ Tekanan Darah □ Monitor EKG 12 Sandapan
□ Hepatomegali. □ Posisikan pasien semi fowler atau fowler
□ CRT
□ Tekanan darah meningkat / menurun. dengan kaki ke bawah atau posisi
□ Palpitasi nyaman
□ Nadi perifer teraba lemah.
□ Distensi Vena Jugularis □ Berikan diet jantung yang sesuai
□ Capillary refill time > 3 detik
□ Oliguria. □ Gambaran EKG Aritmia □ Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
□ Warna kulit pucat dan / atau sianosis. □ Lelah memotivasi gaya hidup sehat
□ Terdengar suara jantung S3 dan /atau S4. □ Berikan terapi relaksasi untuk
□ Ejection fraction (EF) menurun. mengurangi stres, jika perlu
□ Berian dukungan emosional dan spiritual
□ Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
□ Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
□ Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
□ Anjurkan berhenti merokok
□ Anjurkan pasien dan keluarga mengukur
berat badan
□ Anjurkan pasien dan keluarga mengukur
intake dan output cairan harian
□ Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
□ Rujuk ke program rehabilitasi jantung
2 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Dalam ……x 24 jam setelah dilakukan □ Identifikasi kemampuan batuk
tindakan keperawatan klien menunjukkan: □ Monitor adanya retensi spuntum
Batasan Karakteristik □ Monitor tanda dan gejala infeksi
□ Batuk tidak efektif Pertukaran Gas □ Monitor input dan output cairan (mis.
□ Tidak mampu batuk □ Batuk efektif meningkat □ Jumlah dan karakteristik)
□ Sputum berlebih □ Produksi □ Atur posisi semi fowler
□ spuntum menurun □ Buang secret pada tempat spuntum
□ Mengi, wheezing dan/atau ronkhi
□ Mengi menurun □ Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
□ kering efektif
□ Wheezing menurun
□ Meconium di jalan napas (pada □ Kolaborasi pemberian mukolitik atau
□ Meconium (pada neonates) menurun
□ neonatus) □ Frekusni nafas membaik ekspektoran, jika perlu
□ Dispnea □ Pola nafas membaik □ Monitor pola nafas (frekuensi,
□ Sulit bicara kedalaman, usaha nafas)
□ Ortopnea □ Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
□ Batuk tidak efektif Gurgling,mengi,wheezing,ronkhi)
□ Tidak mampu batuk □ Posisikan semi fowler
□ Bunyi napas menurun □ Berikan minuman hangat
□ Frekuensi napas berubah □ Berikan oksigen
□ Pola napas berubah □ Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
□ Ajarkan teknik batuk efektif
□ Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
□ Pemantauan respirasi
□ Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
dan upaya nafas
□ Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne stokes, ataksisk)
□ Monitor saturasi oksigen
□ Auskultasi bunyi nafas
□ Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
□ Monitor nilai AGD
□ Monitor hasil x-ray thoraks
□ Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
□ Dokumentasikan hasil pemantauandukasi
□ Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
□ Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
3 Gangguan Pertukaran Gas Dalam ……x 24 jam setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
tindakan keperawatan klien menunjukkan: Observasi:
Batasan Karakteristik Pertukaran Gas  Monitor polanafas, monitor saturasi
□ Dispnea. □ Tingkat Kesadaran meningkat oksigen
□ PCO2 meningkat / menurun. □ Dispneu menurun  Monitor frekuensi, irama, kedalaman
□ PO2 menurun. □ Bunyi napas tambahan menurun dan upaya napas
□ Takikardia. □ Gelisah menurun  Monitor adanya sumbatan jalan
□ pH arteri meningkat/menurun. □ Diaforesis menurun nafas
□ Bunyi napas tambahan. □ PCO2 membaik Terapeutik
□ Pusing. □ PO2 membaik  Atur Interval pemantauan respirasi
□ Penglihatan kabur. □ Sianosis membaik sesuai kondisi pasien
□ Sianosis. Edukasi
□ Diaforesis.  Jelaskan tujuan dan prosedur
□ Gelisah. pemantauan
□ Napas cuping hidung.  Informasikan hasil pemantauan, jika
□ Pola napas abnormal (cepat / lambat, perlu
regular/iregular, dalam/dangkal). Terapi Oksigen
□ Warna kulit abnormal (mis. pucat, Observasi:
kebiruan).  Monitor kecepatan aliran oksigen
□ Kesadaran menurun.  Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik:
 Bersihkan secret pada mulut, hidung
dan trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara menggunakan
O2 di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasipenentuandosisoksigen

4 Hipervolemia Dalam ……x 24 jam setelah dilakukan □ Periksa tanda dan gejala hipervolemia
tindakan keperawatan klien menunjukkan: □ Identifikasi penyebab hipervolemia
Batasan Karakteristik
□ Monitor status hemodinamik
□ Ortopnea Status Cairan
□ Monitor tanda hemokonsentrasi
□ Dispenea 1 = memburuk
□ Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) 2 = cukup memburuk □ Timbang berat badan setiap hari pada
□ Ederma anasarka dan/atau ederma 3 = sedang waktu yang sama
perifer 4 = cukup membaik □ Batasi asupan cairan dan garam
□ Berat badan meningkat dalam waktu 5 = membaik
singkat □ Asupan cairan □ Tinggikan kepala 30-40 derajat
□ Jugular Venous Pressure (JVP) dan/atau □ Keluaran Urin □ Anjurkan melapor jika keluaran urin <0,5
Cental Venous Pressure (CVP) □ Edema ml/kg/jam dalam 6 jam
meningkat □ Asites
□ Anjurkan melapor jika BB bertambah >1
□ Refleks hepatojugular positif □ Frekuensi Nadi
□ Ditensi vena jugularis □ Tekanan darah Kg dalam sehari
□ Terdengar suara nafas tembahan □ Memberan mukosa □ Ajarkan cara member cairan
□ Hepatomegali □ Jugular venous pressure (JVP) □ Kolaborasi pemberian diuretic
□ Kadar Hb/Ht turun □ Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
□ Oliguria □ Monitor frekuensi napas
□ Intake lebih banyak dari output (balans □ Monitor tekanan darah
cairan positif)
□ Monitor barat badan
□ Kongesti paru
□ Monitor waktu pengisian kapiler
□ Monitor turgor kulit
□ Monitor jumlah, warna dan berat jenis
urin
□ Monitor kadar albumin dan protein total
□ Monitor monitor intake dan output cairan
□ Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
□ Dokumentasi hasil pemantauan

5 Intoleransi Aktivitas Dalam ……x 24 jam setelah dilakukan □ Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
tindakan keperawatan klien menunjukkan: mengakibatkan kelelahan
Batasan Karakteristik
□ Monitor pola dan jam tidur
□ Mengeluh lelah
Toleransi Akrivitas □ Monitor kelelahan fisik dan emosional
□ Frekuensi jantung meningkat >20% dari
1 = memburuk □ Anjurkan tirah baring
kondisi istirahat
2 = cukup memburuk □ Anjurkan melakukan aktivitas secara
□ Dispnea saat/setelah aktivitas
3 = sedang bertahap
□ Merasa lemah
4 = cukup membaik □ Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
□ Tekanan darah berubah >20% dari
5 = membaik stimulus
kondisi istirahat □ frekuensi nadi □ Lakukan latihan rentang gerak pasif
□ Gambaran EKG menunjukkan aritmia □ keluhan lelah dan/atau aktif
saat/ setelah aktivitas □ dispnea saat aktivitas □ Berikan aktivitas distraksi yang
□ Gambaran EKG menunjukkan iskemia □ dispnea setelah aktivitas menenangkan
□ sianosis □ tekanan darah □ Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
□ frekuensi napas tidak dapat berpindah atau berjalan
□ kemudahan dalam melakukan aktivitas □ Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
sehari-hari meningkatkan asupan makanan
□ Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis.
ambulansi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
□ Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
□ Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika
perlu
□ Anjurkan melakukan aktivitas fisik,
social, spiritual, dan kognitif, dalam
menjaga fungsi dan kesehatan
□ Anjurkan keluarga untuk member
penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas

6 Gangguan Pola Tidur Dalam ……x 24 jam setelah dilakukan Dukungan Tidur
tindakan keperawatan klien menunjukkan: Observasi:
Batasan Karakteristik □ Identifikasi pola aktivitas dan tidur
□ Mengeluh sulit tidur Pola tidur □ Identifikasi faktor pengganggu tidur
□ Mengeluh sering terjaga □ Keluhan sulit tidur menurun (fisik dan/ atau psikologis)
□ Mengeluh tidak puas tidur □ Keluhan sering terjaga menurun □ Identifikasi makanan dan minuman
□ Mengeluh pola tidur berubah □ Keluhan tidak puas tidur menurun yang mengganggu tidur (mis. kopi, teh,
□ Mengeluh istirahat tidak cukup □ Keluhan pola tidur berubah menurun alkohol, makanan mendekati waktu tidur,
□ Mengeluh kemampuan beraktivitas □ Keluhan istirahat tidak cukup menurun minum banyak air sebelum tidur)
menurun □ Identifikasi obat tidur yang
dikonsumsi
Terapeutik:
□ Modifikasi lingkungan (mis.
pencahayaan, kebisingan, suhu, matras,
dan tempat tidur)
□ Batasi waktu tidur siang, jika perlu
□ Fasilitasi menghilangkan stress sebelum
tidur
□ Tetapkan jadwal tidur rutin
□ Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan (mis. pijat, pengaturan
posisi, terapi akupresur)
□ Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/
atau tindakan untuk menunjang siklus
tidur - terjaga
Edukasi
□ Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
□ Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
□ Anjurkan menghindari makanan/
minuman yang mengganggu tidur
□ Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
□ Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur (mis. psikologis: gaya hidup, sering
berubah shift bekerja)
□ Ajarkan relaksasi otot autogenic atau
cara non farmakologi lainnya
7 Risiko Gangguan Integritas Dalam ……x 24 jam setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit
Kulit/Jaringan tindakan keperawatan klien menunjukkan: Observasi:
□ Identifikasi penyebab gangguan
Faktor aresiko Integritas Kulit dan Jaringan integritas kulit
□ Perubahan sirkulasi □ Elastisitas meningkat Terapeutik:
□ Perubahan status nutrisi (kelebihan atau □ Hidrasi meningkat □ Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
kekurangan) □ Kerusakan lapisan kulit menurun baring
□ Kekurangan/kelebihan volume cairan □ Perdarahan menurun □ Gunakan produk berbahan petrolium
□ Penurunan mobilitas □ Nyeri menurun atau minyak pada kulit kering
□ Bahan kimia iritatif □ Hematoma menurun □ Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit
□ Suhu lingkungan yang ekstrem
Edukasi
□ Faktor mekanis (mis. penekanan, □ Anjurkan menggunakan pelembab
gesekan) atau faktor elektris □ Anjurkan minum air yang cukup
(elektrodiatermi, energi listrik □ Anjurkan meningkatkan asupan
bertegangan tinggi) nutrisi
□ Terapi radiasi □ Anjurkan menghindari terpapar suhu
□ Kelembaban ekstrem
□ Anjurkan mandi dan menggunkan
□ Proses penuaan
sabun secukupnya
□ Neuropati perifer
□ Perubahan pigmentasi Perawatan Luka
□ Perubahan hormonal Observasi:
□ Penekanan pada tonjolan tulang □ Monitor karakteristik luka
□ Kurang terpapar informasi tentang upaya □ Monitor tanda-tanda infeksi
mempertahankan/melindungi integritas Terapeutik:
jaringan □ Lepaskan balutan dan plester secara
perlahan
□ Bersihkan dengan cairan NaCl atau
pembersih nontoksik
□ Bersihkan jaringan nekrotik
□ Berikan salep yang sesuai ke
kulit/lesi, jika perlu
□ Pasang balutan sesuai jenis luka
□ Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
Edukasi
□ Jelaskan tanda dan gejala infeksi
□ Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
Kolaborasi
□ Kolaborasi prosedur debridement
□ Kolaborasi pemberian antibiotik,
jika perlu
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat
menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010). Tujuan implementasi ini untuk
membantu pasien dalam meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, pemulihan kesehatan,
dan memfasilitasi koping. (Nursalam,2008).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dimana kegiatan yang disengaja
dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
(Padila, 2012). Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai
tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Aaronson, P. I., & Ward, J. P.. 2010. At a Glance: Sistem Kardiovaskular. (R. Estikawati,
Ed., & d. J. Surapsari, Trans.) Jakarta: Penerbit Erlangga
Amin H. Nurarif dan Hardi Kusuma . 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC, jilid 1. Jogyakarta:
Mediaction
Herman, T.H, dan Kamitsuru, S.. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi. Edisi. 10.
Jakarta ; EGC
Nursalam,2008,Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Padila, 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Perry, Potter. (2010). Fundamental Keperawatan buku 1 edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Udjianti, W.J.. 2010. Keperawatan Kardivaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Yesa S. E.. 201). Asuhan Keperawatan Pada Tn S Dengan Adhf (Acute Decompecated Heart
Failure ) Melalui Latihan Deep Diafragmatic Breathing Diruangan Icu/Iccu Rsud Dr
Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019. STIKes PERINTIS PADANG: KTI
WHO. 2013. About Cardiovascular Diseases. World Health Organization. Geneva. Cited
Wijaya,A,S dan Putri. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Anda mungkin juga menyukai