OLEH :
KELOMPOK 5
1. KAMALIA
2. ANI CANDRA LESTARI
3. BELIA KUSUMA NINGSIH
4. ARI FITRIA HATIARSIH
5. M. BUSYAIRI PUTRA
Assamu’alaikum,War.Wab
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, serat hidayah-Nya Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelessaikan tugas dengan baik, tepat waktunya yang berjudul
“Askep Pada Anak Dengan Attention Deficyt Hyperactivity Disorser (ADHD)”.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Keperawatan Anak
II. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada :
1. Ibu Eka Adithia P.,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pengampuh mata
kuliah Keperawatan Anak II
2. Rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, baik dari segi penulisan, bahasa ataupun penyusunannya. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya
dari dosen pengampuh mata kuliah Keperawatan Anak II menjadi acuan dalam
bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik dimasa yang akan datang.
Penyusun
Kelompok 5
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Hiperaktif adalah suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak
yang ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan
bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. Gangguan hiperaktivitas
diistilahkan sebagai gangguan kekurangan perhatian yang menandakan
gangguan-gangguan sentral yang terdapat pada anak-anak yang sampai saat
ini dicap sebagai menderita hiperkinesis, kerusakan otak minimal atau
disfungsi serebral minimal, biasa disebut dengan istilah (ADHD) (Attention
Deficit Hyperaktivity Disorder Attention Deficit Hyperaktivity Disorder).
Attention Deficit Hyperaktivity Disorder (ADHD) dicirikan dengan
tingkat gangguan perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas yang tidak sesuai
dengan tahap gangguan perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas yang tidak
sesuai dengan tahap perkembangan dan gangguan ini dapat terjadi disekolah
maupun di rumah (Isaac,2005).
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi usia
sekolah sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1 %
sangat hiperaktif. Sekitar 30-40% dari semua anak-anak yang diacu untuk
mendapatkan bantuan professional professional karena masalah perilaku,
datang dengan keluhan yang berkaitan dengan ADHD (Baihaqi dan
Sugiarmin, 2006). Di beberapa negara lain, penderita ADHD jumlahnya lebih
tinggi dibandingkan dengan di Indonesia. Literatur mencatat, jumlah anak
hiperaktif di beberapa negara 1:1 juta. Sedangkan di Amerika Serikat jumlah
anak hiperaktif 1:50. Jumlah ini cukup fantastis karena bila dihitung dari 300
anak yang ada, 15 di antaranya menderita hiperaktif. "Untuk Indonesia sendiri
belum diketahui jumlah pastinya. Namun, anak hiperaktif cenderung
meningkat (Pikiran rakyat, 2009). Dengan terus meningkatnya jumlah anak
dengan ADHD, kami tertarik untuk membahas tentang anak dengan ADHD.
Disini kami akan membahas lebih dalam ADHD dan asuhan keperawatannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari ADHD?
2. Apa saja etiologi dari penyakit ADHD pada anak?
3. Bagaimana klasifikasi dari penyakit ADHD pada anak?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit ADHD pada anak?
5. Bagaimana pathway dari penyakit ADHD pada anak?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit ADHD pada anak?
7. Bagaimana tumbuh kembang anak ADHD?
8. Bagaimana kebutuhan nutrisi anak ADHD ?
9. Bagaimana peran perawat pada anak ADHD?
10. Bagaimana peran orangtua pada anak ADHD?
11. Apa saja pemeriksaan penunjang dari penyakit ADHD pada anak?
12. Bagaimana komplikasi dari penyakit ADHD pada anak?
13. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit ADHD pada anak?
14. Bagaimana pencegahan ADHD pada anak?
C. Tujuan
a. Tujuan umum
Setelah proses pembelajaram ini diharapkan mahasiswa mampu
memberikan proses keperawatan secara benar pada anak penderita
Attention Deficyt Hyperactivity Disorser (ADHD)
b. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari ADHD
2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit ADHD pada anak
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit ADHD pada anak
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit ADHD pada anak
5. Untuk mengetahui pathway dari penyakit ADHD pada anak
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit ADHD pada anak
7. Untuk mengetahui bagaimana tumbuh kembang anak ADHD
8. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi anak ADHD
9. Untuk mengetahui peran perawat pada anak ADHD
10. Untuk mengetahui peran orangtua pada anak ADHD
11. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit ADHD pada
anak
12. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit ADHD pada anak
13. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit ADHD pada anak
14. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan penyakit ADHD pada anak
BABA II
PEMBAHASAN
A. Definisi ADHD
Menurut American Academy Pediactrics, Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan yang diketahui sebagai
gangguan hiperaktifitas defisit-perhatian adalah suatu kondisi kronologis
kronis yang diakibatkan dari adanya gangguan fungsi pada sistem sistem
saraf pusat dan tidak berkaitan dengan jenis kelamin, tingkat kecerdasan, atau
lingkungan kultural. ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah
gangguan neurobiologis yang ciri-cirinya sudah tampak pada anak sejak
kecil. Anak ADHD mulai menunjukkan banyak masalah ketika SD karena
dituntut untuk memperhatikan pelajaran dengan tenang, belajar berbagai
ketrampilan akademik, dan bergaul dengan teman sebaya sesuai aturan
(Ginanjar, 2009).
ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas
motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim
dan cenderung berlebihan. Ditandai dengan berbagai keluhan perasaan
gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu
meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri.
Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah, suka meletup-letup,
aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan (Klikdokter, 2008)
Gangguan hiperaktifitas defisit perhatian adalah istilah terakhir dari
serangkaian istilah yang digunakan oleh ahli psikiatri dan neuorologi untuk
menjelaskan anak dengan intelegensi normal atau hampir normal, tetapi
memperlihatkan pola perilaku abnormal yang terutama ditandai dengan
kurangnya perhatian, mudah teralih perhatiannya, impulsif, dan hiperaktif
serta sering disertai gangguan belajar serta agresifitas.
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder,
suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit
memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di
otak), Minimal Brain Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis
(Terlalu banyak bergerak/aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira
3-5% anak usia sekolah menderita ADHD.
Dapat disimpulkan bahwa ADHD adalah gangguan neurobiologis yang
menyebabkan kelainan hiperaktifitas, kecenderungan untuk mengalami
masalah pemusatan perhatian, kontrol diri, dan kebutuhan untuk selalu
mencari stimulasi yang mulai ditunjukkan oleh anak sebelum usia 4 tahun,
dan hal tersebut menyebabkan anak ADHD akan menunjukkan banyak
masalah ketika SD karena dituntut untuk memperhatikan pelajaran dengan
tenang, belajar berbagai ketrampilan akademik, dan bergaul dengan teman
sebaya sesuai aturan.
B. Etiologi
Berbagai penelitian menunjukkan penyebab terjadinya gangguan ini,
meliputi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap fungsi otak.
1. Faktor Penyebab
a. Faktor Genetik
Hier, telah menunjukkan adanya hubungan anatara faktor genetik dan
penyebab gangguan ini, yaitu pada anak laki-laki dengan kelebihan Y
kromosom (XYY) menunjukkan peningkatan kejadian hiperaktivitas
yang menyertai kemampuan verbal dan performance rendah. Masalah
kesulitan memusatkan perhatian dan kesulitan belajar juga diakibatkan
adanya cacat genetik. Pada anak perempuan dengan kromosom 45, XO
juga menunjukkan kesulitan memusatkan perhatian dan kesulitan
menulis dan menggambar ulang.
b. Faktor Neurologis dan Proses dalam Otak
Rutter berpendapat bahwa ADHD adalah gangguan fungsi otak, oleh
karena itu didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan oleh adanya
patologi dan area prefrontal dan atau sagital frontal pada otak dengan
predominasi pada korteks otak. Adanya kerusakan otak merupakan
resiko tinggi terjadinya gangguan psikiatrik termasuk ADHD.
Kerusakan otak pada janin dan neonatal paling sering disebabkan oleh
kondisi hipoksia. Keadaan hipoksia memiliki kecenderungan
menyebabkan terjadinya patologi yang merata pada korteks otak yang
menimbulkan gangguan fungsi integrasi koordinasi dan pengendalian
kortikal. Korteks frontal dianggap memiliki peran penting dalam
aktivasi dan integrasi lebih lanjut dari bagian otak lain. Oleh karena itu,
patologi yang merata pada korteks otak dianggap sebagai penyebab
terjadinya gejala lobus frontalis.
c. Faktor Neurotransmitter
Berbagai penelitian menunjukkan hasil bahwa gejala aktivitas motorik
yang berlebihan pada ADHD secara patofisiologi disebabkan oleh
fungsi norepinefrin abnormal. Sedangkan gejala lain, yang tidak
mampu memusatkan perhatian dan penurunan vigilance disebabkan
oleh fungsi dopaminerjik abnormal. Gangguan pada sistem norepinefrin
berpean pada terjadinya gejala ADHD, tetapi tidak menjadi penyebab
tunggal. Terjadinya ADHD disebabkan oleh beberapa sistem yang
berbeda tetapi memiliki hubungan yang erat. Sistem tersebut memiliki
peran yang berbeda terhadap metabolisme dopamin atau norepinefrin.
Meskipun berbagai obat anti ADHD memiliki komposisi
kimiawi berbeda, mekanisme kerja obat tersebut sama baik dengan
dopaminerjik ataupun norepinefrinerjik. Norepinefrin dan dopamin
adalah poten agonis pada reseptor D4 di celah pascasinaptik, gen
reseptor dopamin D4 (DRD 4) sampai saat ini telah dianggap sebagai
penyebab gangguan ini (Landau et al., 2009; Biederman, 2012)
d. Faktor Psikososial
Willis dan Lovaas berpendapat bahwa perilaku hiperaktivitas
disebabkan oleh buruknya rangsang pengendalian oleh perintah dari
ibu, dan pengaturan perilaku yang buruk pada anak timbul dari
manjemen pengasuhan orangtua yang buruk. Berbagai penelitian juga
menunjukkan adanya pengaruh faktor lingkungan terhadap terjadinya
gangguan ini seperti stimulasi berlebihan oleh orangtua pada waktu
mengasuh anak dan masalah psikologis yang terjadi pada orngtua.
e. Faktor Lingkungan
Berbagai toksin endogen juga pernah dianggap sebagai penyebab
ADHD. Seperti keracunan timbal, aditif makanan, dan reaksi alergi.
Akan tetapi berbagai penelitian terhadap faktor tersebut belum ada yang
menunjukkan bukti adanya hubungan yang bermakna antara faktor
tersebut dengan ADHD.
2. Faktor Predisposisi
a. Teori psikodonamika.
Teori Mahler (1975) mengusulkan bahwa anak dengan ADHD adalah
tetap pada fase simbiotik dari perkembangan dan belum membedakan
diri dengan ibunya. Perkembangan ego mundur, dan dimanifestasikan
perilaku impulsif dan diperintahkan oleh id.
b. Teori biologia.
DSM-III-R menyatakan bahwa abnormalitas sistem saraf pusat (SSP),
seperti adnya neurotoksin-neurotoksin, serebral palsi, epilepsi, dan
perilaku perilaku neurologis yang menyimpang lainnya, disebut sebagai
faktor predisposisi. Lingkungan-lingkungan yang tidak teratur atau
semrawut serta penyiksaan dan pengabaian terhadap anak dapat
merupakan faktor-faktor predisposisi pada beberapa kasus.
c. Teori dinamika keluarga.
Bowen, mengusulkan bahwa bila ada hubungan pasangan
disfungsional, fokus dari gangguan dipindahkan pada anak, dimana
perilakunya lambat laun mulai mencerminkan pola-pola dari gangguan
fungsi system.
C. Klasifikasi
Ada tiga tipe anak hiperaktif yaitu :
1. Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian (in-atensi)
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif
atau impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini
kebanyakan ada pada anak perempuan. Anak dalam tipe ini memiliki ciri-
ciri : tidak mampu memusatkan perhatian secara utuh, tidak mampu
mempertahankan konsentrasi, mudah beralih perhatian dari satu hal ke lain
hal, sering melamun dan dapat digambarkan sedang berada “diawang-
awang”, tidak bisa diajak bicara atau menerima instruksi karena
perhatiannya terus berpindah-pindah, pelupa dan kacau.
2. Tipe anak yang hiperaktif dan impulsif.
Mereka menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif,
tetapi bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada
anak-anak kecil. Anak dalam tipe ini memiliki ciri-ciri berikut : terlalu
energik, lari kesana kemari, melompat seenaknya, memanjat-manjat,
banyak bicara, berisik.
Ia juga impulsif : melakukan sesuatu secara tak terkendali, begitu
saja bertindak tanpa pertimbangan, tak bisa menunda respons, tidak
sabaran. Tetapi yang mengherankan, sering pada saat belajar, ia
menampakkan tidak perhatian, tetapi ternyata ia bisa mengikuti pelajaran
3. Tipe gabungan (kombinasi)
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan
impulsif. Kebanyakan anak-anak termasuk tipe seperti ini. Anak dalam
tipe ini mempunyai ciri-ciri berikut : kurang mampu memperhatikan
aktivitas dan mengikuti permainan atau menjalankan tugas, perhatiannya
mudah terpecah, mudah berubah pendirian, selalu aktif secara berlebihan
dan impulsif.
Jadi yang dimaksud dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada
seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak
menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak
hiperaktif selalu bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan
atau mainan yang disukai oleh anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan
perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Mereka
seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan mengasikkan
namun tidak kunjung datang.
D. Patofisiologi
Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa
area kortek frontal, seperti frontrosubcortical pathways dan bagian frontal
kortek itu sendiri, merupakan area utama yang secara teori bertanggung jawab
terhadap patofisiologi ADHD.
Mekanisme inhibitor di kortek, sistem limbik, serta sistem aktivasi
retikular juga dipengaruhi. ADHD dapat mempengaruhi satu, dua, tiga, atau
seluruh area ini sehingga muncul tipe dan profil yang berbeda dari ADHD.
Sebagaimana yang diketahui bahwa lobus frontal berfungsi untuk mengatur
agar pusat perhatian pada perintah, konsentrasi yang terfokus, membuat
keputusan yang baik, membuat suatu rencana, belajar dan mengingat apa
yang telah kita pelajari,serta dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang
tepat. Mekanisme inhibisi di kortek befungsi untuk mencegah agar kita tidak
hiperaktif, berbicara sesuatu yang tidak terkontrol,serta marah pada keadaan
yang tidak tepat. Dapat dikatakan bahwa 70 % dari otak kita berfungsi untuk
menghambat 30 % yang lain.
Pada saat mekanisme inhibitor dari otak tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya maka hasilnya adalah apa yang disebut dengan ”dis-
inhibitor disorder” seperti perilaku impulsif, quick temper, membuat
keputusan yang buruk, hiperaktif, dan lain lain. Sedangkan sistem limbik
mengatur emosi dan kewaspadaan seseorang. Bila sistem limbik teraktivasi
secara berlebihan, maka seseorang memiliki mood yang labil, temperamen
yang meledak-ledak, menjadi mudah terkejut, selalu menyentuh apapun yang
ada di sekitarnya, memiliki kewaspadaan berlebihan. Sistem limbik yang
normal mengatur perubahan emosional yang normal, level energi normal,
rutinitas tidur normal, dan level stress yang normal. Disfungsi dari sistem
limbik mengakibatkan terjadinya masalah pada hal tersebut.
Beberapa data mendukung hal ini yaitu pemeriksaan MRI pada kortek
prefrontal mesial kanan penderita ADHD menunjukkan penurunan aktivasi.
Selama pemeriksaan juga terlihat hambatan respon motorik yang berasal dari
isyarat sensorik. MRI pada penderita ADHD juga menunjukkan aktivitas
yang melemah pada korteks prefrontal inferior kanan dan kaudatum kiri.
Neurotransmiter utama yang teridentifikasi lewat fungsi lobus frontal adalah
katekolamin. Neurotranmisi dopaminergik dan noradrenergik terlihat sebagai
fokus utama aktifitas pengobatan yang digunakan untuk penanganan ADHD.
Dopamin merupakan zat yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan
hubungan sosial, serta mengontrol aktivitas fisik. Norepinefrin berkaitan
dengan konsentrasi, memusatkan perhatian, dan perasaan. Dukungan terhadap
peranan norepinefrin dalam menimbulkan ADHD juga ditunjukkan dari hasil
penelitian yang menyatakan adanya peningkatan kadar norepinefrin dengan
penggunaan stimulan dan obat lain seperti desipramine efektif dalam
memperbaiki gejala dari ADHD. Pengurangan gejala juga terlihat setelah
penggunaan monoamine oxidaseinhibitor, yang mengurangi pemecahan
terhadap norepinefrin sehingga kadar norepinefrin tetap tinggi dan
menyebabkan gejala ADHD berkurang.
E. Pathway
Korteks Frontal
K. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis
gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami hiperaktivitas
dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat yang
bertambah banyak pada elektorensefalogram mereka, tanpa disertai dengan
adanya bukti tentang penyakit neurologik atau epilepsi yang progresif, tetapi
penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti. Menurut Doenges et. al
(2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak dengan ADHD
antara lain :
1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau
hipotiroid yang memperberat masalah
2. Tes neurologist (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya gangguan
otak organik
3. Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya gangguan ansietas,
mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak tidak mampu
belajar dan mengkaji responsivitas social dan perkembangan bahasa
4. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya gejala fisik
(misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan atas, atau gejala alergi lain,
infeksi SSP)
3. Interpretasi :
a. Nilai 0 : jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak
b. Nilai 1 : jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan pada anak
c. Nilai 2 : jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak
d. Nilai 3 : jiak keadaan tersebut selalu ada pada anak.
Bila nilai total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan GPPH.
4. Intervensi :
a. Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke Rumah Sakit
yangmemiliki: fasilitas kesehatan jiwa/tumbuh kembang anak untuk
konsultasi lebih lanjut.
b. Bila nilai total kurang dari 13 tetapi anda ragu-ragu, jadwalkan
pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian. Ajukan pertanyaan kepada
orang-orang terdekat dengan anak (orang tua, pengasuh, nenek,
guru,dsb).
L. Komplikasi
1. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan penyakit ansietas.
2. Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan
mengerjakan aritmatika (seringkali akibat abnormalitas konsentrasi).
3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (seringkali akibat perilaku agresif
dan kata-kata yang diungkapkan).
N. Pencegahan
a. Skrining DDTK pada ADHD
b. Perawatan saat hamil (hindari obat-obatan dan alkoholic) untuk orang tua
c. Asupan nutrisi yang seimbang
d. Berikan rutiitas yang tersturktur (membantu anak untuk mematuhi jadwal
yang teratur)
e. Manajemen perilaku (dapat mendorong anak untuk fokus pada apa
yang mereka lakukan)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ADHD
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
ADHD terjadi pada anak usia 3 tahun, anak laki-laki cenderung memiliki
kemungkinan 4x lebih besar dari perempuan untuk menderita ADHD.
2. Keluhan Utama
Keluarga mengatakan anaknya tidak bisa diam, kaki atau
tangannya bergerak terus
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Orang tua atau pengasuh melihat tanda-tanda awal dari ADHD :
a. Anak tidak bisa duduk tenang
b. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
c. Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive
4. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Tanyakan kepada keluarga apakah anak sebelumnya pernah mengalami
cedera otak.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada faktor genetik yang diduga sebagai
penyebab dari gangguan hiperaktivitas pada anak.
6. Riwayat Psiko, Sosio, Dan Spiritual
Anak mengalami hambatan dalam bermain dengan teman dan
membinahubungan dengan teman sebaya nya karena hiperaktivitas dan
impulsivitas
7. Riwayat Tumbuh Kembang
a. Prenatal : Ditanyakan apakah ibu ada masalah asupan alcohol atau obat-
obatan selama kehamilan
b. Natal : Ditanyakan kepada ibu apakah ada penyulit selama persalinan.
lahir premature, berat badan lahir rendah (BBLR)
c. Postnatal : Ditanyakan apakah setelah lahir langsung diberikan
imunisasi apa tidak.
8. Riwayat Imunisasi
Tanyakan pada keluarga apakah anak mendapat imunisasi lengkap.
Usia <7 hari anak mendapat imunisasi hepatitis B
Usia 1 bulan anak mendapat imunisasi BCG dan Polio I
Usia 2 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB I dan Polio 2
Usia 3 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB II dan Polio 3
Usia 4 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB III dan Polio 4
Usia 9 bulan anak mendapat imunisasi campak
9. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak dengan gangguan
hiperaktif mencakup :
a. Rambut yang halus
b. Telinga yang salah bentuk
c. Lipatan-lipatan epikantus
d. Langit-langit mulut yang melengkung tinggi
e. Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja
f. Terdapat gangguan keseimbangan, astereognosis, disdiadokhokinesis
serta
g. permasalahan-permasalahan di dalam koordinasi motorik yang halus.
10. Activity Daily Living (ADL)
a. Nutrisi
Anak nafsu makan nya berkurang (anarexia).
b. Aktivitas
Anak sulit untuk diam dan terus bergerak tanpa tujuan
c. Eliminasi
Anak tidak mengelamai ganguan dalam eliminasi
d. Istirahat tidur
Anak mengalami gangguan tidur
e. Personal Higiane
Anak kurang memperhatikan kebersihan diri nya sendiri dan sulit di
atur.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ganggguan interaksi sosial berhubungan dengan disabilitas perkembangan
(hiperaktivitas).
2. Resiko cedera berhubungan dengan psikologis (orientasi tidak efektif)
3. Resiko gangguan perkembangan berhubungan dengan. penyakit mental
(hiperaktivitas), kurang konsentrasi.
C. Intervensi
D. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada
implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling
ketergantungan/kolaborasi, dan tindakan rujukan/ketergantungan.
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan.
E. Evaluasi
1. Kemampuan interaksi sosial
2. Proses pikir
3. Fokus terhadap sesuatu
4. Respon terhadap stimulus
5. Harapan peran orang tua
6. Mengungkapkan dengan kata sifat positif
7. Gaya hidup untuk mengurangi resiko
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bagian dari otan yang mengendalikan perilaku hiperaktif dan impulse
antara lain lobus frontalis, mekanisme inhibitor dari korteks, system
limbic, akitvasi reticular
2. ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas
motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak
lazim dan cenderung berlebihan. Ditandai dengan berbagai keluhan
3. Etiologi ADHD Belum diketahui dengan pasti. Macam-macam teori yang
menyebabkan ADHD, di antaranya : psikodinamika, biologis ,dinamika
keluarga, psikisosial
4. Ciri-ciri ADHD :
a. Sulit berkonsentrasi pada satu aktivitas
b. Berlari-lari dengan cara yang disruptif ketika diminta untuk duduk atau
diam
c. Secara impulasif berkata tanpa berpikir dalam menjawab pertanyaan
5. Manifestasi Klinik
a. Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau
duduknya mengeliat-geliat.
b. Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan
c. Mudah bingung oleh dorongan-dorongan asing
d. Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatau
permainan atau keadaan di dalam suatu kelompok
e. Seringkali menjawab dengan kata-kata yang tidak
dipikirkanterhadap pertanyaan-pertanyaan yang belum selesai
disampaikan
6. Komplikasi dari ADHD yaitu Depresi, gagal disekolah, IQ
rendah/kesulitan belajar, Resiko kecelakaan
7. Pemeriksaan Penunjang yaitu Pemeriksaan Tiroid, Tes neurologist
(misalnya EEG, CT scan), Tes psikologis sesuai indikasi.
8. Penaatalaksanan ADHD didasarkan pada perwatan yang dapat dilakukan
orang tua terhadap anak yang menderita ADHD dan di berikan terapi obat-
obatan.
9. Macam-macam gangguan ADHD antara lai : Inatensi (Gangguan
Pemusatan Perhatian ), Hiperaktivitas, Impulsivitas.
10. Cara mendeteksi ADHD dengan cara melihat tanda – tanda awal ADHD :
a. Anaktidak bisa duduk tenang
b. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
c. Perubahan susana hati yang mendadak / impulsif
11. Peran Orang Tua Pada Anak ADHD yaitu Sedini mungkin membiasakan
anaknya untuk hidup dalam suatu aturan. Dengan menerapkan peraturan
secara konsisten, anak dapat belajar untuk mengendalikan emosinya.
B. Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan anak pada ADHD maka disarankan :
1. Perawat
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan
ADHD dapat melibatkan anak dalam brain Gym untik memfokuskan
perhatian anak. Anak ADHD mengalami kesulitan untuk fokus dan
berlaku berlebihan (hiperaktif) yang dapat mengganggu teman-temannya.
Melihat dari permasalahan tersebut, maka pada proyek tugas akhir ini,
penulis ingin memberikan solusi dalam penyembuhan anak ADHD melalui
metode Brain Gym yang dipercaya dapat memberikan efek baik kepada
anak ADHD. Metode yang digunakan dari Brain Gym adalah metode
untuk latihan koordinasi otak. Latihan koordinasi otak ini ditujukan untuk
melatih fokus anak ADHD.
2. Sekolah
Sekolah dapat bekerja sama dengan keluarga dan para dokter untuk
membantu anak ADHD di sekolah. Komunikasi terbuka antara orangtua
dan staf sekolah dapat merupakan kunci keberhasilan anak. Para guru
seringkali merupakan pihak yang pertama dalam mengenali perilaku
seperti ADHD serta dapat memberikan informasi yang berguna kepada
orangtua, penanggung-jawab, dan dokter yang dapat membantu diagnosa
dan pengobatan. Para guru dan orangtua juga dapat bekerja-sama untuk
pemecahan masalah dan merencanakan cara-cara untuk membantu
pelajaran anak baik di rumah maupun di sekolah.
3. Keluarga/Orang tua
Keluarga atau orang tua dalam membantu anak yang menderita
ADHD harus memberikan perawatan anak dengan metode yang berbeda
dengan anak yang normal. Oleh karena itu hendaknya orang tua atau
keluarga menyusun kegiatan sehingga anak mempunyai rutinitas yang
sama tiap hari, mengatur kegiatan harian, menggunakan jadwal untuk
pekerjaan rumah, dan memperpertahankan aturan secara konsisten dan
berimbang.
DAFTAR PUSTAKA