Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.

T DENGAN

STEMI DI INSTALASI GAWAT DARURAT

RUMAH SAKIT HERMINA GRAND WISATA

Disusun Oleh :

DYAH NOVIYANTI
Emp Id: 012171007

RUMAH SAKIT HERMINA GRAND WISATA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis menucapkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat limpahan

rahmahnya yang mana telah memberikan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. T Dengan STEMI”.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan baik dari

segi penulisan, isi juga pengunaan tata bahasa yang baik dalam penulisan laporan ilmiah ini.

Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bantuan moril maupun

materil, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Dr. Lussy Messiana G,MPH selaku Direktur RS. Hermina Grand Wisata yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti diklat.

2. Br. Rachman Ade Saputra, AMK selaku kepala ruangan IGD Hermina Grand Wisata

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti diklat.

3. Sr. Herlina AMK selaku urdiklat di Hermina Grand Wisata telah memberikan

pengarahan, bimbingan serta motivasi dalam mengikuti diklat.

4. Sr. Yeniati, AMK selaku pembimbing diklat yang telah memberikan pengarahan,

bimbingan serta motivasi dalam mengikuti diklat.

5. Perawat IGD RS Hermina Grand Wisata yang telah banyak mengajarkan ilmu dan

memberi motivasi sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

6. Rekan-rekan seperjuangan yang selalu memberikan dukungan serta motivasi sehingga

makalah ini dapat di selesaikan

7. Keluarga pasien yang bersedia meluangkan waktu dan bersedia membantu dalam

menyelesaikan makalah ini.

i
Semoga segala bentuk bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis

mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa dan penulis berharap laporan karya tulis ini

dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca pada umumnya, semoga Allah SWT

memberi berkahnya bagi kita semua Amin.

Bekasi, Mei 2022

Penulis

iii

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1

BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................................3


1. Definisi...................................................................................................................3
2. Etiologi ..................................................................................................................3
3. Klasifikasi…………………………………………………………………………5
4. Manifestasi klinis…………………………………………………………………5
5. Komplikasi..............................................................................................................6
6. Patofisiologi .........................................................................................................7
7. Penatalaksanaan .....................................................................................................9
8. Pemeriksaan penunjang........................................................................................11
9. Konsep Asuhan Keperawatan ..............................................................................12
10. Diagnosa Keperawatan ......................................................................................16
11. Intervensi Keperawatan......................................................................................17

BAB III TINJAUAN KASUS..............................................................................................20


A. Pengkajian............................................................................................................20
B. Analisa Data.........................................................................................................24
C. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi................................................................26
D. Implementasi Keperawatan .................................................................................27
E. Evaluasi Keperawatan .........................................................................................31
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................................35
BAB V PENUTUP............................................................................................................. 33
A. Kesimpulan..........................................................................................................33
B. Saran .................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................35

iiiiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit jantung merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan penyebab
nomor satu kematian di dunia. Penyakit infark miokard merupakan gangguan aliran darah ke
jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti
setelah terjadi sumbatan kororner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh
darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan
mengalami infark (Suddarth, 2014).
Angka kematian akibat serangan jantung pada umumnya masih tinggi di dunia,
termasuk di Indonesia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015 menyebutkan
lebih dari 17 juta orang di dunia meniggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.
Sekitar 31% dari seluruh kematian di dunia, sebagian besar atau sekitar 8,7 juta disebabkan
oleh penyakit jantung koroner. Lebih dari 75% kematian akibat penyakit jantung dan
pembuluh darah terjadi di negara berkembang yang berpenghasilan rendah sampai sedang
(Posumah, 2019). Menurut Riskesdes tahun 2018 kejadian penyakit jantung dan pembuluh
darah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya, 15 dari 1000 orang, atau sekitar
2.784.064 individu di Indonesia menderita penyakit jantung.
STEMI erat kaitannya dengan tingginya morbiditas dan mortalitas. Meskipun
beberapa dekade telah dilakukan penelitian dan clinical trial, namun masih juga dijumpai
500.000 ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) setiap tahun di Amerika. Data menunjukkan
bahwa mortalitas akibat STEMI paling sering terjadi dalam 24 - 48 jam 8 pasca onset dan laju
mortalitas awal 30 hari setelah serangan adalah 30% (Darliana, 2015) Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat, Kementrian Kesehatan RI dalam rilis yang diterbitkan 10 November
2018 menyebut, di Indonesia hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan bahwa
sebesar 1,5% atau 15 dari 1.000 penduduk Indonesia menderita penyakit jantung koroner
(Posumah, 2019).
Di RS Hermina Grandwisata prevalensi angka kematian pada kasus STEMI dari tahun
2021 akibat unstable angina pectoris sebanyak 33 kasus dari 101 kasus. 33 diantaranya
dirujuk karena memerlukan tindakan PCI. Walaupun prevalensi kejadian STEMI di RS
Hermina Grand Wisata relative kecil, akan tetapi angka kematian yang tinggi pada kasus

1
STEMI yang memotivasi penulis untuk mengambil kasus Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan STEMI.

B. TUJUAN
I. Tujuan umum
Melakukan Asuhan Keperawatan Pada Tn.T dengan STEMI di Instalasi Gawat Darurat
RS Hermina Grand Wisata.
II. Tujuan khusus
1. Mengetahui tentang pengkajian STEMI
2. Mengetahui Analisa masalah pasien dengan STEMI
3. Mengetahui Diagnosa yang muncul pada pasien STEMI
4. Mengetahui Intervensi dan Implementasi yang harus dilakukan pada pasien STEMI
5. Mengetahui Evaluasi pada pasien STEMI

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP TEORI
1. Definisi
sindrom koroner akut adalah suatu gangguan fungsi jantung yang disebabkan
karena adanya penyempitan dan tersumbatnya pembuluh darah jantung. Kondisi
ini dapat mengakibatkan perubahan pada berbagai aspek, baik fisik, psikologis,
maupun sosial yang berakibat pada penurunan kapasitas fungsional jantung dan
kenyaman (Mutarobin, 2019). Sindrom koroner akut adalah suatu gangguan
fungsi jantung yang disebabkan karena otot miokard kekurangan suplai darah
akibat adanya penyempitan arteri koroner dan tersumbatnya pembuluh darah
jantung (AHA, 2018)
STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat sumbatan
secara permanen pada aliran darah coroner yang dipengaruhi oleh banyak factor
yang ditandai dengan keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST
Elevasi pada pemeriksaan EKG.
2. Etiologi
Penyebab utama dari SKA adalah terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis adalah
penumpukan pada dinding arteri karena adanya penimbunan lemak, kolesterol, di
lapisan intima arteri. Timbunan ini dinamakan ateroma atau plak. Ada beberapa
faktor resiko yang mengakibatkan terjadinya SKA yaitu:
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Kerentanan terhadap aterosklerosis meningkat dengan bertambahnya
usia. Pada laki- laki biasanya risiko meningkat setelah umur 45 tahun
sedangkan pada wanita umur 55 tahun.
2) Jenis Kelamin
Aterosklerosis 3 kali lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita.
Wanita agaknya relatif lebih kebal terhadap penyakit ini karena
dilindungi oleh hormon estrogen, namun setelah menopause sama
rentannya dengan pria.

3
3) Ras
Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis dibanding
orang kulit putih.
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
1) Hiperlipidemia Adalah peningkatan lipid serum, yang meliputi: Kolesterol
> 200 mg/dl, Trigliserida > 200 mg/dl, LDL > 160 mg/dl, HDL < 35
mg/dl.
2) Hipertensi
peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolik. Hipertensi
terjadi jika tekanan darah melebihi 140/90 mmHg. Peningkatan tekanan
darah mengakibatkan bertambahnya beban kerja jantung. Akibatnya
timbul hipertrofi ventrikel sebagai kompensasi untuk meningkatkan
kontraksi. Ventrikel semakin lama tidak mampu lagi mengkompensasi
tekanan darah yang terlalu tinggi hingga terjadi dilatasi dan payah jantung,
dan jantung semakin terancam oleh aterosklerosis koroner.
3) Merokok
Merokok akan melepaskan nikotin dan karbonmonoksida ke dalam
darah. Karbonmonoksida lebih besar daya ikatnya dengan hemoglobin
daripada dengan oksigen. Akibatnya suplai darah untuk jantung berkurang
karena telah didominasi oleh karbondioksida. Sedangkan nikotin yang ada
dalam darah akan merangsang pelepasan katekolamin. Katekolamin ini
menyebabkan konstriksi pembuluh darah sehingga suplai darah ke jantung
berkurang. Merokok juga dapat meningkatkan adhesi trombosit yang
mengakibatkan terbentuknya thrombus.
4) Diabetes Mellitus
Hiperglikemi menyebabkan peningkatan agregasi trombosit. Hal ini
akan memicu terbentuknya trombus. Pasien Diabetes Mellitus juga berarti
mengalami kelainan dalam metabolisme termasuk lemak karena terjadinya
toleransi terhadap glukosa.
5) Obesitas
Obesitas adalah jika berat badan lebih dari 30% berat badan standar.
Obesitas akan meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen.

4
3. Klasifikasi
Kalsifikasi infark miokard akut :
a. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI)
STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) merupakan indikator terjadinya
sumbatan total pembuluh darah arteri koroner (PERKI, 2018). Menurut
Hamm, et. al. (2018) yang dikatakan ACS tipe STEMI adalah infark
miokard dengan riwayat nyeri dada yang terjadi saat istirahat, nyeri menetap,
durasi lebih dari 30 menit dan tidak hilang dengan nitrat, serta EKG
menunjukkan elevasi segmen ST pada sadapan yang berdekatan.
b. Infark miokard akut dengan non elevasi ST (NSTEMI)
Kondisi ini ditandai dengan adanya penyumbatan sebagian pada arteri
koroner. Akibatnya, aliran darah yang dibawa ke jantung sangat terbatas dan
serangan jantung jenis ini bisa menyebabkan kerusakan permanen pada
jantung.

4. Manifestasi klinis
a. Nyeri dada
Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus menerus, terletak
dibagian bawah sternum dan perut atas, adalah gejala utama yang biasanya
muncul. Nyeri akan terasa semakin berat sampai tidak tertahankan. Rasa
nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar kebahu dan lengan biasanya
lengan kiri. Tidak seperti nyeri angina, nyeri ini muncul secara spontan
(bukan setelah kerja berat atau gangguan emosi) dan menetap selama
beberapa jam sampai beberapa hari serta tidak akan hilang dengan istirahat
maupun nitrogliserin. Pada beberapa kasus nyeri bisa menjalar ke dagu dan
leher.
b. Sesak napas
Keluhan ini timbul sebagai tanda mulainya gagal jantung dimana
jantung tidak mampu memompa darah ke paru-paru sehingga oksigen di paru-
paru juga berkurang.

5
c. Diaphoresis/ keringat berlebih
Pada fase awal infark miokard terjadi pelepasan katekolamin yang
meningkatkan stimulasi simpatis sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh
darah perifer maka dari itu kulit akan menjadi lembab, dingin, dan berkeringat.
d. Pusing
Pusing juga merupakan salah satu tanda dimana jantung tidak bisa
memompa darah ke otak sehingga suplai oksigen ke otak berkurang.
e. Kelelahan
Kelelahan disebabkan karena jantung kekurangan oksigen akibat
penyempitan pembuluh darah
f. Mual muntah
Nyeri yang dirasakan pada pasien dengan penyakit jantung adalah di
dada dan didaerah perut khususnya ulu hari tergantung bagian jantung mana
yang bermasalah. Nyeri pada ulu hati bisa merangsang pusat muntah. Area
infark merangsang reflex vasofagal.

5. Komplikasi
Komplikasi yang muncul akibat dari SEMI menurut Smeltzer & Bare (2018) :
a. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran,
dan ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini
dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena
ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan
jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan
ukuran dan lokasi infark.
b. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.
Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi
jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.

c. Aritmia
6
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala
awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit,
iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
d. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
4. Patofisiologi
Proses aterosklerotik dimulai ketika adaya luka pada sel endotel yang
bersentuhan langsung dengan zat-zat dalam darah. Permukaan sel endotel yang
semula licin menjadi kasar, sehingga zat-zat didalam darah menempel dan masuk
kelapisan dinding arteri. Penumpukan plaque yang semakin banyak akan
membuat lapisan pelindung arteri perlahan-lahan mulai menebal dan jumlah sel
otot bertambah. Setelah beberapa lama jaringan penghubung yang menutupi
daerah itu berubah menjadi jaringan sikatrik, yang mengurangi elastisitas arteri.
Semakin lama semakin banyak plaque yang terbentuk dan membuat lumen arteri
mengecil. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak karena trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plaque aterosklerosis mengalami
fisura, rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis sehingga mengakibatkan penyumbatan arteri koroner.

PARTHWAY

7
Factor resiko

Aterosklerosis, thrombus, kontraksi arteri koronary

berkurangnya aliran darah jantung

Iskemik pada Seluler Hipoksia


jaringan miokard
Kontraktilitas menurun
nekrosis

Suplay oksigen ke Penurunan Gangguan


jantung & miokard tidak curah jantung perfusi
seimbang/ menurun jaringan

Suplay O2
Metabolism ke paru-
anaerob paru

Nyeri akut Produksi asam Takipnea/ dyspnea


laktat meningkat
anxietas Gang. pola nafas
tidak efektif
kelemahan

Intoleransi
aktivitas

5. Penatalaksanaan

8
a. Terapi farmakologis
1) Vasodilator
Vasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah nitrogliserin
(NTG) intravena. Dosis NTG yang diperlukan untuk menghilangkan
nyeri dada bervariasi antara satu pasien dengan yang lainnya. Jika nyeri
dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima
menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
dalam 19 keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat
dipakai sebagai pengganti.
2) Antikoagulan
Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan
integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah,
sehingga dapat menurunkan kemungkinan pembentukan trombus.
3) Trombolitik
Tujuan trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah
terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga 20
luasnya infark. Agar efektif, obat ini harus diberikan pada awal awitan
nyeri dada.
4) Pemberian oksigen
Terapi oksigen dimulai saat awitan nyeri. Oksigen yang dihirup akan
langsung meningkatkan saturasi darah. Efektifitas terapeutik oksigen
ditentukan dengan observasi kecepatan dan irama pertukaran pernapasan,
dan pasien mampu bernafas dengan mudah. Saturasi oksigen dalam darah
secara bersamaan diukur dengan pulsa-oksimetri.
5) Analgetik
Pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif
diobati dengan nitrat dan anti koagulan. Analgetik pilihan masih tetap
morfin sulfat yang diberikan secara intra vena dengan dosis meningkat 1
sampai 5 mg, dapat diulang setiap 10-30 menit bagi pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. Respons
kardiovaskuler terhadap morfin dipantau dengan cermat, khususnya
tekanan darah yang sewaktu – waktu dapat turun. Tetapi karena morfin
dapat menurunkan preload dan afterload dan merelaksasi bronkus
9
sehingga oksigenasi meningkat, maka tetap ada keuntungan terapeutik
selain menghilangkan nyeri pada pemberian obat ini.
b. Terapi non farmakologi
1) Aktivitas
pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.
2) Diet
karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien
harus puasa atau hanya minum air dalam, 4 – 12 jam pertama. Diet
mencangkup lemak < 30% kalori total dan kandungan kolesterol < 300%
mg/hari. Menu harus diperkaya dengan makanan yang kaya serat, kalium,
magnesium, dan rendah natrium.
3) Bowels istirahat ditempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk
menghilangkan nyeri mengakibatkan konstipasi. Dianjurkan penggunaan
kursi roda di samping tempat tidur, diet tinggi serat dan penggunaan
pencahar ringan secara rutin. 4) Sedasi pasien memerlukan sedasi selama
perawatan untuk mempertahankan periode inaktivasi dengan penenang.
Dapat menggunakan diazepam 5 mg, oksazepam 15 – 30 mg atau
lorazepam 0,5 – 2 mg diberikan 3 atau 4 kali sehari biasanya efektif.
c. Terapi Invasif Percutaneous Coronary Intervention (PCI).
Angioplasti koroner merupakan tindakan revaskularisasi koroner non
bedah, sering disebut dengan Percutanious Transluminal Coronary
Angioplasty (PTCA). PTCA merupakan tindakan melebarkan penyempitan
arteri koroner dengan menggunakan balon atau stent yang diarahkan melalui
kateter. Pada perkembangan teknik angioplasti koroner, PTCA lazim disebut
dengan Percutaneous Coronary Intervention (PCI). Istilah PCI di Indonesia
dikenal dengan Intervensi Koroner Perkutan (AHA, 2018). Seperti tindakan
kateterisasi, prosedur PTCA juga hanya menggunakan pembiusan/anastesi
lokal di kulit. Akses pembuluh darah bisa di pergelangan tangan ataupun di
pangkal paha. Setelah dipasang selongsong (sheath) di pembuluh darah kaki
atau tangan, maka kateter akan dimasukan sampai pada pembuluh darah
koroner jantung. Kateter yang digunakan mempunyai diameter lumen yang
lebih besar dibandingkan dengan kateter yang digunakan untuk kateterisasi
jantung. Untuk masuk ke pembuluh darah koroner yang menyempit, harus

10
dipandu dengan menggunakan guide wire dengan ukuran sangat kecil, yaitu
0,014 inchi.
Waktu pelaksanaan kateterisasi ditentukan berdasarkan beberapa
parameter dan dibagi menjadi 4 kategori, yaitu :
a) Primary Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang
dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala kurang dari 12
Jam, Keterlambatan door to needle atau door to balloon tiap 30 menit
akan meningkatkan risiko relative 1 tahun sebanyak 7.5%. Sehingga
segala usaha harus dilakukan untuk mempercepat reperfusi.
b) Early Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang dilakukan
pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala lebih dari 12 Jam.
c) Rescue Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang
dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala kurang dari 12
Jam setelah mengalami kegagalan terapi Fibrinolitik.
d) Percutaneous Coronary Intervention Elektif Strategi ini dilakukan pada
pasien yang tidak memenuhi kriteria risiko tinggi dan dianggap memiliki
risiko rendah, yaitu memenuhi kriteria berikut ini:
- Nyeri dada tidak berulang. Tidak ada tanda-tanda kegagalan jantung.
- Tidak ada kelainan pada EKG awal atau kedua (dilakukan pada jam
ke 6 hingga 9).
- Tidak ada peningkatan nilai troponin (saat tiba atau antara jam ke-6
hingga 9.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan EKG
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan
sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Penilaian ST elevasi
dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang bersebelahan.
Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan
perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Perubahan EKG yang
terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris.Setelah ini
terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya
gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis. Dengan pemeriskaan ini

11
maka dapat ditegakkann diagnosis STEMI. Gambaran STEMI yang terlihat
pada EKG antara lain:

Lead II, III, aVF Infark inferior

Lead V1-V3 Infark anteroseptal

Lead V2-V4 Infark anterior

Lead 1, aV L, V5-V6 Infark anterolateral

Lead I, aVL Infark high lateral

Lead I, aVL, V1-V6 Infark anterolateral luas

Lead II, III, aVF, V5- Infark inferolateral


V6

b. Pemeriksaan Laboratorium
Troponin T dan Troponin I merupakan tanda nekrosis miokard lebih spesifik
dari pada CK atau CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin di darah
perifer saat 3-4 jam dan dapat tinggal sampai 2 minggu.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1) Identitas
Identitas di perlukan untuk membedakan pasien satu dengan pasien yang
lainnya. Sehingga tidak menyebabkan pasien safty.
2) Keluhan Utama
Klien Sindrom koroner akut mengeluh nyeri pada dada substernal, yang
rasanya tajam dan menekan sangat nyeri, terus menerus dan dangkal. Nyeri
dapat menyebar kebelakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri, leher,
rahang, atau bahu kiri. Nyeri miokard kadang-kadang sulit dilokalisasi dan
nyeri mungkin dirasakan sampai 30 menit tidak hilang dengan istirahat atau
pemberian nitrogliserin (Gede, 2018). Yang mendukung keluhan utama
dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada
pada klien secara PQRST meliputi :

12
- Provoking Incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang setelah
istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
- Quality of Pain: seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri dapat
seperti tertekan, diperas atau diremas.
- Region:Radiation, Relief: lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri
diatas perikardium. penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke
dada.Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan
tangan.
- Severity (Scale) of Pain: klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4
atau 0-10 (visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa
berat nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri
berkisar antara 3-4 (0-4) atau 7-9 (0-10).
- Time: biasanya gejala nyeri timbul mendadak. Lama timbulnya umumnya
dikeluhkan > 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium dapat timbul pada
waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan semakin berat (progresif) dan
berlangsung lama.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien sindrom koroner akut mengeluh nyeri pada bagian dada
sebelah kiri yang dirasakan lebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar 24
sampai lengan kiri, rahang dan bahu yang disertai rasa mual, muntah, badan
lemah dan pusing, klien dengan sindrom koroner akut merasakan nyeri dada
lebih dari 30 menit merupakan serangan pertama penyakit jantung hingga
klien tiba di unit gawat darurat juga menentukan pilihan tindakan yang dapat
dilakukan. Semakin cepat klien datang, semakin baik pula hasilnya.
Direkomendasikan agar klien tiba di unit gawat darurat untuk mendapatkan
penanganan dalam waktu kurang dari 120 menit dengan waktu ideal “golden
hour” kurang dari 60 menit. Golden period penyakit jantung adalah hingga 12
jam setelah serangan. Rentang waktu 12 jam itu merupakan waktu yang baik
bagi dokter untuk melakukan reperfusi, atau proses membuka aliran darah
yang tersumbat. Penundaan waktu reperfusi meningkatkan risiko kematian
(Gede, 2018).

13
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien sindrom koroner akut perlu dikaji mungkin pernah
mempunyai riwayat diabetes mellitus, karena diabetes mellitus terjadi
hilangnya sel endotel vaskuler berakibat berkurangnya produksi nitri oksida
sehingga terjadi spasme otot polos dinding pembuluh darah. Hipertensi yang
sebagian diakibatkan dengan adanya penyempitan pada arteri renalis dan hipo
perfusi ginjal dan kedua hal ini disebabkan lesi arteri oleh arteroma dan
memberikan komplikasi trombo emboli (Underwood, 2019)
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan kolesterol
darah, kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan secara 25 genetik
berdasarkan kebiasaan keluarganya. Pola yang mempengaruhi kesehatan
antara lain (Gede, 2019).
6) Perilaku yang mempengaruhi Kesehatan
a) Tidak olahraga teratur
b) Terlalu banyak minum alkohol.
c) Makan berlebihan.
d) Merokok
e) Pola istirahat

b. Pemeriksaan Fisik Head Toe To


1) Kepala
Inspeksi: simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan kusam, warna
rambut hitam atau beuban, tidak adanya hematom pada kepala, tidak adanya
pedarahan pada kepala.
Palpasi: tidak teraba benjolan pada kepala, rambut teraba kasar.
2) Mata
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak ada kelainan pada mata, reflek pupil
terhadap cahaya baik, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada
pembengkakan pada mata, tidak memakai kaca mata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata, tidak teraba
benjolan disekitar mata

14
3) Telinga
Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi perdarahan,
tidak ada pembengkakan, dan pendengaran masih baik.
Palpasi : tidak terasa benjolan pada daun telinga, tidak ada nyeri saat diraba
bagian telinga, tidak ada perdarahan pada telinga baik luar maupun dalam.
4) Hidung
Inspeksi : simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk pada hidung,
tidak ada perdarahan, ada cuping hidung, terpasang oksigen.
Palpasi : tidak terasa benjolan pada hidung dan tidak ada perdarahan pada
hidung.
4) Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : mulut terlihat bersih, gigi lengkap atau tidak sesuai dengan usia,
mukosa lembab/ kering, tidak ada stomatitis, dan tidak terjadi kesulitan
menelan.
5) Thoraks
Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak, tidak ada otot
bantu pernafasan, dan tidak terjadi perdarahan pada thorak.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada thorak teraba sama kiri
kanan Perkusi : sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi : vesikuler atau terdapat suara tambahan pada thoraks seperti
ronkhi, wheezing, dullnes.
6) Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan jelas di leher.
Palpasi: denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik Perkusi : pekak
Auskultasi : S1 dan S2 reguler atau terdapat suara tambahan seperti mur-
mur dan gallop.
7) Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran, tidak ada bekas
operasi, dan tidak adanya lesi pada abdomen.
Auskultasi : bising usus 12x/m
Perkusi : saat diperkusi terdengat bunyi tympani
Palpasi : tidak terasa adanya massa/ pembengkakan, hepar dan limpa tidak
terasa,tidak ada nyeri tekan dan lepas didaerah abdomen.

15
8) Genitalia
Pasien terpasang kateter, produksi urin banyak karena pasien jantung dapat
diuretik.
9) Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus salah satu ekstremtas atas, tidak ditemukan
kelainan pada kedua tangan, turgor kulit baik, tidak terdapat kelainan, akral
teraba hangat, tidak ada edema, tidak ada terjadi fraktur pada kedua tangan.
Ekstremitas bawah : tidak ditemukankelainan pada kedua kaki, terlihat
edema pada kedua kaki dengan piring udem > 2 detik, type derajat edema,
tidak ada varises pada kaki, akral teraba hangat.

9. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan patofisiologi dan data pengkajian diatas, diagnosis keperawatan
utama mencakup hal-hal sebagai berikut (Herdman & Kamitsuru, 2019).
1) Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard (D.0077)
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas. (D.0008)
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplay
oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemia/ nekrosis jaringan miokard.
(D.0056)
4) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hambatan upaya nafas.(D.0005)
5) Ansietas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.
(D.0080)

16
10. Intervensi Keperawatan
Menurut Standar Luaran Keperawatan Indonesia dan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (2018), intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan STEMI yaitu:
No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi keperawatan
keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Nyeri akut nyeri berkurang (L08066), Manajemen nyeri (L08238)
(D.0077) dengan kriteria hasil: Obsevasi:
 keluhan nyeri  Identifikasi lokasi,
menurun karakteristik, frekuensi,
 Meringis menurun intensitas nyeri
 Gelisah menurun  Identifikasi skala nyeri
 Kesulitan tidur  Identifikasi respon nyri non
menurun verbal
 Diaforesis menrun  Identifikasi factor yang
 Frekuensi nadi memperberat dan
membaik memperingan nyeri

 Pola nafas membaik  Identifikasi pengaruh budaya

 Tekanan darah terhadap respon nyeri

membaik  Identifikasi pengaruh nyeri

 Proses berfikir terhadap kualitas hidup

membaik  Monitor keberhasilan terapi

 Pola tidur membaik komplementer yang sudah di

 pola berpikir membaik berikan


 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik:
 beri terapi non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri.
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan,

17
kebisingan)
Edukasi:
 Jelaskan penyebab, pemicu dan
periode nyeri. Jelaskan strategi
pereda nyeri.
 Jelaskan strategi pereda nyeri
 Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Anjurkan penggunaan
analgetic secara tepat
Kolaborasi:
 Memberikan analgetik jika
perlu

2 Penurunan curah Peningkatan curah jantung Perawatan jantung (L02075)


jantung (D.0008) (L02008) Observasi
Kriteria hasil:  Identifikasi karakteristik nyeri
 Kekuatan nadi perifer dada (meliputi faktor pemicu
meningkat dan pereda, kualitas, lokasi,
 Palpitas meningkat radiasi, skala, durasi dan
 Bradikardi/takikardi frekuensi
menurun  Monitor EKG 12 sadapan
 Lelah menurun untuk perubahan ST dan T

 Edema menurun  Minitor elektrolit yang dapat

 Pucat/sianosis meningkatkan resiko aritmia

menurun
 Monitor enzim jantung
 Gambaran EKG
 Monitor saturasi oksigen
aritmia menurun
 Identifikasi stratifikasi pada
 Suara jantung S3/S4
sindrom koroner akut

18
menurun Terapeutik:
 CRT membaik  Pertahankan tirah baring
minimal 12 jam

 Pasang akses intravena

 Puasakan hingga bebas nyeri

 Berikan terapi relaksasi untuk


mengurangi ansietas dan stress

 Sediakan lingkungan yang

 kondusif untuk pemulihan dan


beristirahat

 Siapkan menjalani intervensi


kororner perkutan, jika perlu

 Berikan dukungan emosional


dan spritual

Edukasi:
 Anjurkan segera melaporkan
nyeri dada
 Anjurkan menghidari manuver
valvasa (mengedan saat BAB
atau batuk)

 Jelaskan tindakan yang dijalani


pasien

 Ajarkan teknik menurunkan


kecemasan dan ketakutan
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
antiplatelet jika perlu

 Kolaborasi pemberian anti


angina (mis. Nitrogliserin, beta
blocker, calcium chanel
blocker)

 Kolaborasi pemberian morfin

 Kolaborasi pemberian
inotropic

 Kolaboasi pemberian obat

19
untuk mencegah manuver
valvasa

 Kolaborasi pencegahan
trombus dengan antikoagulan,
jika perlu

 Kolaborasi pemeriksaan x-ray


dada jika perlu

3 Intoleransi Toleransi aktivitas Pemantauan Tanda-Tanda Vital


(I.02060)
aktivitas (D.0056) meningkat (L05047)
Kriteria hasil: Observasi

 Kemudahan dalam  Monitor tekanan darah


melakukan aktivitas  Monitor pernapasan
meningkat
 Monitor nadi
 Keluhan Lelah
 Dokumentasikan
berkurang
hasil pemantauan
 Dyspnea saat aktifikas
Manejemen Energi (I.05178)
berkurang
Observasi

 Monitor kelelahan fisik dan


emosional

 Monitor pola dan jam tidur

 Monitor lokasi dan


ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik

 Sediaka lingkungan yang


nyaman

 Lakukan Latihan rentang


gerak aktif/ pasif

 Berikan aktifiktas distraksi


yang menyenangkan

Edukasi

 Anjurkan tirah baring

 Anjurkan menghubungi

20
perawat jika tanda kelelahan
tidak berkurang

Kolaborasi:
 Kolaborasi dengan bagian
rehap medik untuk aktifiktas
yang dapat di berikan
4 Ketidakefektifan Pola nafas teratur Manajemen jalan nafas (I.010011)
pola nafas (L.01004) Observasi :
(D.0005) Dengan kriteria hasil:  Monitor frekuensi, irama,
 Dyspnea menurun kedalaman dan upaya nafas
 Penggunaan otot  Monitor pola nafas, saturasi
bantu nafas menurun oksigen
 Pemanjangan fase  Monitor adanya sumbatan
ekspirasi menurun jalan nafas
 Frekuensi nafas  Monitor nilai AGD
membaik  Monitor hasil x-ray thorax
 Kedalaman nafas  Auskultasi suara nafas
membaik Terapeutik:
 Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
 Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap.
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.

21
5 Anxietas (D0080) Tingkat anxietas menurun Reduksi anxietas (L 09314)
(L09093) Observasi:
Kriteria hasil:  Identifikasi saat tingkat
 Perilaku gelisah anxietas berubah
menurun  Identifikasi kemampuan
 Perilaku tegang mengambil keputusan
menurun  Monitor tanda anxietas (verbal
 Konsentrasi membaik dan non verbal)
 Pola tidur membaik Terapeutik:
 Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan.
 Pahami situasi yang membuat
anxietas
 Dengarkan dengan penuh
perhatian.
 Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan.
Edukasi:
 Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami.
 Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis.
 Anjurkan keluarga untuk tetap
Bersama pasien, jika perlu
 Anjurkan untuk
mengungkapkan perasaan dan
persepsi
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian obat
anti anxietas bila perlu.

22
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN T DENGAN STEMI

DI NSTALASI GAWAT DARURAT IGD HERMINA GRAND WISATA

1. PENGKAJIAN
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. T
Tanggal Lahir / Usia : 9 September 1966 / 55Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : L050775
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kp. Cipayung RT 001/RW 002, Desa Cijengkol, Setu, Bekasi
Tanggal Masuk RS : 11 Mei 2022
Tanggal Pengkajian : 11 Mei 2022
Diagnosa Medis : STEMI
Dokter DPJP : dr. H SpJp

2) Identitas Penanggaung Jawab


Nama : Ny. H
Alamat : Kp. Cipayung RT 001/RW 002, Desa Cijengkol, Setu, BekasI
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hub. Dengan pasien : Istri

23
b. Anamnesa
Tanggal pengkajian : 11 Mei 2022, jam : 17.00
1) Triage:
Prioritas Triage : Level 1 (Non Trauma)
Cara pasien datang : Diantar keluarga
2) Assesment keperawatan :
a) Data subjektif : Auto anamnesa
 Keluhan penyakit : Pasien mengatakan nyeri dada tembus ke belakang.
Menjalar ke rahang dan lengan kiri. Nyeri di rasakan dari pukul 13:30
WIB. Nyeri seperti tertimpa beban berat. Nyeri tidak hilang ketika
istirahat. Mual ada, muntah 1x di rumah. Pusing ada. Pasien mengatakan
sesak nafas. Keringat dingin ada. BAB BAK normal.
 Riwayat alergi : Tidak ada
 Riwayat penyakit dahulu : HT tidak terkontrol.
b) Data objektif
 Keadaan Umum : Sakit berat
 Kesadaran : compos mentis
 GCS : 15 (E : 4 M : 6 V : 5 )
 Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 160/92 mmHg
Nadi : 74 x/mnt
Respirasi : 28 x/mnt
Suhu : 36.9oC
SPO2 : 98% dengan nasal canul 3 lpm (96%room air)
 Antropometri
Berat badan : 74 kg
Tinggi badan : 160 cm
Lingkar kepala : Tidak diukur
Lingkar dada : Tidak diukur
Lingkar perut : Tidak diukur

24
 Pemeriksaan persistem :
- Sistem pernapasan
Nafas cepat, batuk tidak, retraksi tidak, sianosis tidak, nafas cuping
hidung ada, terpasang O2 3 lpm, ronchi -/-, wheezing -/-,otot bantu
nafas -/-
- Sistem persyarafan
Sakit kepala tidak, penglihatan dalam batas normal.
- Sistem pencernaan
Bentuk simetris, kembung tidak, asites tidak, BU ada, perkusi timpani
- Sistem kardiovaskular
Konjungtiva tidak anemis, Nadi lemah, irama regular, frekuensi
74x/menit, bunyi jantung S2, S3 Gallop. Pitting oedema tidak ada.
- Sistem genitourinaria
Tidak ada keluhan
- Sistem reproduksi
Dalam batas normal
- Sistem integumen
Warna kulit coklat, elastisitas normal, Diaphoresis.
- Sistem musculoskeletal
Kekuatan otot ekstemitas atas 5/5, ekstremitas bawah 5/5

c. Pemeriksaan penunjang
- EKG (Terlampir)
kesan : STEMI Anterolateral luas
- RO Thorax (Terlampir)
Kesan: normal
- Hasil laboratorium:
Tanggal pemeriksaan : 11 Mei 2022 (jam 17:00)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Darah tepi
 Hemoglobin
16,3 13.2 – 17.3 g/Dl
 Hematokrit

25
 Leukosit 52,6 40-52 %
 Trombosit 11.17 27.30 – 10.6 103/
 Bosofil 249 150 – 440

 Eosinofil 0 0-1 103/


0 1-3
 Batang %
0 2-6
 Segmen %
87 50-70
 Limfosit %
10 20-40
 Monosit %
3 2-8
%
%
KIMIA DARAH
 Gula darah sewaktu 158 70-200 mg/Dl
JANTUNG
 Troponin T 202 <50 Mg/Ml
mg/L,tidak
menyingkirkan
adanya AMI
>50 mg/L
Dapat di
anggap
sebagai AMI,
dan apabila di
sertai kriteria
lain dari AMI.
GINJAL
 Ureum 23 13-43 mg/dl
 Creatinin 1,0 0,8-1,3 mg/dl
ELEKTROLIT
 Natrium (Na) 139,40 135 Mmol/L
 Kalium (K) 4,09 3,50-5,30 Mmol/L

 Klorida (Cl) 105,9 98-107 Mmol/L

HEMOSTASIS

26
PT
 Pasien 16,0 11.0-18.00 Detik
 Kontrol 16,70 12.10-17.50 Detik
APTT
 Pasien 34,0 26.30-40.30 Detik

 Kontrol 34,70 27-41 Detik

SAR Cov2 Real Time PCR Negative Negative

- Terapi Medis
a) Terapi IGD:
- Terapi oksigen nasal canul 3 lpm
- ISDN 5mg (SL)
- Aspilet 160 mg (po)
- Clopidogrel 300 mg (po)
- Ondancentron 4 mg (extra)

b) Terapi DPJP :
- ISDN 5mg extra selanjutnya 3x1tab (SL)
- Loading CPG 300 mg selanjutnya 1x1 tab (po)
- Loading aspilet 160 mg selanjutnya 1x1 tab
- Furosemide 1 ampul ekstra (iv)
- Atorvastatin 1x40mg (po)
- Angintriz 2x1 tab (po)
- Candesartan 1x16 mg (po)
- Ramipril 1x5 mg (po)
- Pantoprazole 1x1 tab (po)
- Alprazolam 1 tab ekstra malam
- Concor 1x1,25 mg
- Lovenox 2x 0,6 12 jam post fibrinolitik
- Fibrinolitik bila tidak ada konta indikasi
- Lapor KU post fibrinolitik
- RUJUK PRO PCI jika masih ada nyeri dada

27
2. ANALISA DATA
Hari/ Data Fokus Problem Etiologi
Tanggal/Jam
Rabu, 11 Mei Ds: Pasien mengatakan Nyeri akut Iskemia miokard
2022 nyeri dada, tembus
kebelakang dan menjalar ke
rahang dan lengan kiri.
Nyeri tidak hilang Ketika
istirahat. Nyeri seperti
tertimpa beban berat.
Pasien mengatakan skala
nyeri 7 dari 10.
Do:
-TD:160/92 mmHg
-Nadi :74x/menit
-RR:28x/mnit
-S:36,90C
-Pasien tampak keringat
dingin
-Pasien tampak meringis
menahan nyeri
EKG: Gambaran ST
Elevasi di V2-V6

Rabu, 11 Mei Ds: Pasien mengatakan Penurunan curah Ketidak


2022 lemah. jantung seimbangan antara
Do: suplay oksigen
-TD:160/92 mmHg miokard dan
-HR: 74x/menit dan teraba kebutuhan jaringan
lemah
-SpO2:98% dengan O2 3

28
lpm nasal kanul (96% room
air)
- Trop T: 202 ng/L
- EKG: Gambaran ST
Elevasi di V2-V6
-pasien tampak lemah
-Keringat dingin
- CRT <2 dtk
-RR: 28x/menit
-Semaua aktivitas pasien
dibantu perawat dan
keluarga
Rabu, 11 mei Ds: Pasien mengatakan Ketidak efektifan Penurunan perfusi
2022 nyeri dada, sesak nafas. pola nafas jaringan
Do:
-Spo2: 96% room air dan
98% dengan nasal canul 3
lpm
-RR: 28x/menit
-terdapat nafas cuping
hidung
-tampak takipnea

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


No Diagnosa Tujuan Dan Intervensi/Perencanaan
Kriteria Hasil

1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Observasi TTV


berhubungan dengan Tindakan 2. Tanyakan lokasi, karakteristik,
iskemia miokard keperawatan <2 jam frekuensi, intensitas nyeri
(D.0077). diharapkan nyeri 3. Berikan pasien posisi nyaman
Ds: Pasien teratasi. Dengan 4. Ajarkan terapi non
mengatakan nyeri kriteria hasil: farmakologis untuk

29
dada, tembus - Skala nyeri mengurangi rasa nyeri.
kebelakang dan berkurang 5. Kolaborasi pemberian
menjalar ke rahang - TTV dalam analgetik
dan lengan kiri. batas normal
Nyeri tidak hilang
Ketika istirahat.
Nyeri seperti
tertimpa beban berat.
Pasien mengatakan
skala nyeri 7 dari 10.
Do:
-TD:160/92 mmHg
-Nadi :74x/menit
-RR:28x/mnit
-S:36,90C
-Pasien tampak
keringat dingin
-Pasien tampak
meringis menahan
nyeri
EKG : Gambaran ST
Elevasi di V2-V6

2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien untuk


pola nafas tindakan memeksimalkan ventilasi
berhubungan dengan keperawatan <2 jam (semifowler)
perubahan ekspansi di harapkan 2. Monitor pola nafas dan status
paru (D.0005) ketidakefektifan pola O2
nafas teratasi. 3. Pertahankan jalan napas yang
Ds: Pasien
Dengan kriteria paten
mengatakan sesak
hasil: 4. Ajarkan pada pasien dan
nafas.
- TTV dalam batas keluarga tentang teknik
Do:
normal relaksasi untuk memperbaiki
-TD:160/92 mmHg

30
-SpO2:98% dengan -Tidak ada Dyspnea pola napas
O2 3 lpm nasal -Tidak ada nafas 5. Kolaborasi dengan dokter jika
kanul (96% room cuping hidung tanda gangguan pola nafas
air) -Frekuensi nafas terjadi
-Trop T:202 ng/L membaik
- EKG : Gambaran
ST Elevasi di V2-V6
-pasien tampak lelah
-RR:28x/menit
-Semaua aktivitas
pasien dibantu
perawat dan
keluarga

3 Penurunan curah Setelah dilakukan 1. Identifikasi karakteristik nyeri


Penurunan curah tindakan dada meliputi factor pemicu
jantung berhubungan keperawatan < 2 jam dan pereda, kualitas, lokasi,
dengan perubahan di harapkan toleransi skala, durasi dan frekuensi
preload (D.0008)
aktitas meningkat. 2. Monitor EKG 12 sadapan
Ds: Pasien
Dengan kriteria untuk perubahan ST dan T
mengatakan sesak
hasil: 3. Monitor enzim jantung
nafas
- Lelah menurun 4. Monitor saturasi oksigen
Spo2: 98% dengan
- Gambaran EKG 5. Pertahankan tirah baring
nasal canul 3 lpm
normal minimal 12 jam
-tidak terdapat nafas
- Suara jantung 6. Anjurkan untuk mengindari
cuping hidung
s3/s4 normal mengejan saat BAB dan batuk
-tampak takipnea
- TTV dalam 7. Kolaborasi pemberian obat-
batas normal obatan inotropic, obat
- Palpitasi pencegah thrombus dengan
meningkat antikoagulan bila perlu
- Nadi teraba kuat

31
4. IMPLEMENTASI/ PENATALAKSANAAN
Hari/ DX Implementasi/ pelaksanaan Respon Nama
tanggal/ keperawatan perawat
jam
11 MEI 1,2,3 Menerima pasien baru ke IGD - pasien ditempatkan ZR D
2022 di bed resusitasi
17:00

1,2,3 Menanyakan keluhan dan - Pasien mengatakan ZR D


mengukur saturasi oksigen Nyeri dada , SpO2
room air 96%
17:02 1,2 melakukan EKG - Pasien bersedia dan ZR D
kooperatif dilakukan
EKG (Hasil EKG:
terdapat gambaran
ST Elevasi di V2-
V6)
17:04 1,2,3 Memberikan terapi ISDN 5 mg - Terpasang nasal ZR D
(SL), Aspilet 160 mg (po), canul 3 lpm
Clopidogrel 300 mg (Po), Pasien kooperatif
furosemide 1 amp (iv) dan terapi diberikan obat
o2 nasal canul 3 lpm

17:07 1,2,3 Melakukan anamnesa ulang dan - Pasien terpasang ZR D


memasang monitor dan di monitor
dikumentasikan - K/U: Sedang
Kes : Compos Mentis
TTV :
TD :160/92 mmHg

32
Nadi : 86 x/mnt
Respirasi: 28 x/mnt
Suhu : 36.9 oC
SPO2: 98% dengan
nasal canul 3 lpm
ronchi -/-, wheezing
-/-
- Pasien mengatkan
nyeri dada dirasakan
tembus ke belakang,
menjalar ke rahang
dan lengan kiri. Nyeri
tidak hilang saat
istirahat. Skala nyeri
7. Nyeri di rasakan
dari pukul 13:30 dan
seperti tertimpa
beban berat
17:10 3 Mengevaluasi keefektifan posisi - Pasein Tampak lebih ZR D
semi fowler nyaman
dengan posisi semi
fowler dan sesak
nafas berkurang
17:12 1,2,3 Melakuakn kolaborasi dengan - Dilakukan ZR D
dokter untuk pemeriksaan pemeriksaan
laboratorium laboratorium DT,
GDS, UR, CR,
Elektrolit Dan Trop
T

17:14 1,2,3 Melakukan evaluasi keefektifan - Pasien mengatakn ZR D


pemberian obat nyeri dada
berkurang. Skala

33
nyeri 5, nyeri masih
di rasakan di dada
sebelah kiri dan
terasa seperti
tertimpa beban berat
17:20 1,2 Melakukan EKG ulang - Hasil EKG masih ZR D
tampak ST elevasi
di v2-v6
17:25 1,2 Melakukan KIE tentang - Pasien mengerti dan Zr D
pemberian terapi fibrinolitik, bersedia di berikan
resiko yang dapat terjadi serta fibrinolitik, dan
menanyakan kontra indikasi mengerti tentang
resiko yang dapat
terjadi, pasien tidak
mempunyai kontra
indikasi
17:30 1,2 Melakukan ttv sebelum pemberian - Spo2: 98% dengan Zr D
fibrion dan dokumentasikan nasal canul 3 lpm
- HR: 75x/menit
- RR:22x/ menit
- S:36OC
- TD:156/90mmHg
17:33 1,2,3 Memberikan terapi obat - Pasien bersedia Zr D
methylprednisolone 1 ampul (iv) diberikan obat

17:35 1,2 Memberikan terapi obat - Pasien terpasang Zr D


fibrinolitik 1vial drip nacl 0,9% infus fibrion dan
selama 1 jam terpasang infus
pump dengan rate
100cc/jam
18:05 1,2 Melakukan EKG 30 menit post - Pasien bersedia di Zr D
pemberian fibrion EKG
- Hasil: terdapat ST
elevasi di V2-V6

34
18:15 1,2 Melakukan observasi KU dan - KU sedang Zr D
TTV serta tanda-tanda perdarahan - Kes CM
- Akral hangat, nadi
kuat
- Tidak tampak tanda-
tanda perdarahan
- TD:148/96mmHg
- N:94x/menit
- RR:22x/menit
- Spo2:98%
18:20 1,2,3 Menganjurkan kepada pasien agar - Pasien mengerti Zr D
tidak batuk dan mengedan saat
BAB

18:35 1,2 Melakukan EKG ulang post - Hasil: Terdapat Zr D


fibrion dan evaluasi tingkat nyeri gambaran DT
pasien Elevasi di V2-V6
- Pasien mengatakan
nyeri berkurang.
Skala nyeri 4
18:45 1,2 Memberikan terapi obat angintriz - Pasien kooperatif Zr D
1 tab , ramipril 1 tab,atorvastatin diberikan obat
40 mg (po), concor 1,25 mg (po),
pantoprazole 40 mg (iv)

18:47 1,2,3 Melaporkan KU, lab serta hasil - Advice DPJP: Zr D


EKG pos Fibrinolitik rujuk Pro PCI

19:05 1,2,3 Menyiapkan pemberkasan pasien - Pasien akan dirujuk Zr D


untuk di rujuk ke Hermina Bekasi

35
5. EVALUASI
Hari/ Dx Catatan Keadaan Pasien
Tanggal/ jam
Selasa, 11 1,2,3 S: Pasien mengatakan sesak nafas sedikit berkurang,nyeri dada
Mei 2021 masih ada, dirasakan terus menerus. Nyri dada seperti tertusuk-
Jam 19:15 tusuk. Skala nyeri 4.
WIB O:
TD: 130/93 mmhg
Nadi: 77x/menit
Suhu: 36,5oC
RR:22x/menit
Spo2: 98% dengan nasal 3 lpm
Retraksi tidak ada
Sianosis tidak, Nafas cuping hidung tidak
Ronchi halus -/-, wheezing -/-
Terpasang O2 3lpm
A:
DxI: Nyeri akut belum teratasi
DxII: Pola nafas belum teratasi
Dx III: Penurunan curah jantung belum teratasi
P:Lanjutkan intervensi
Observasi TTV, KU, Pola nafas,skala nyeri, kemampuan aktivitas.
Kolaborasi dengan dokter dalam terapi lanjutan

36
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan gawat darurat
yang telah diberikan pada TN. T dengan STEMI di RS Hermina Grand Wisata. Lingkup pembahasan
kasus ini sesuai dengan pendekatan tindakan keperawatan gawat darurat yang dilaksanakan pada
tanggal 11 Mei 2022. Penulis menemukan beberapa kesenjangan di lapangan, berikut ini penulis
uraikan dalam tahap proses keperawatan yang telah dilakukan pada pasien dengan STEMI yaitu :

1. Pengkajian
Teknik penggumpulan data yang digunakan penulis dalam proses pengumpulan data yaitu
melalui teknik wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik. Pada tahap pengkajian penulis tidak
mendapatkan kesulitan baik pada saat anamnesa dengan pasien maupun pemeriksaan fisik.
Pasien dan keluarga mampu bekerja sama dengan baik sehingga penulis dapat menggali data dari
mulai keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang pasien dan riwayat kesehatan dahulu.
Namun dalam hal ini pengkajian yang dilakukan oleh penulis lebih mengarah kepada
kegawatdaruratan yang terjadi pada saat itu baik anamnesa maupun pemeriksaan fisik, sehingga
ada beberapa data yang tidak diperoleh yang seharusnya disertakan dalam pengkajian secara
teoritis. Dari hasil pengkajian pasien datang ke ruang IGD dengan mengeluh nyeri dada tembus
ke belakang. Menjalar ke rahang dan lengan kiri. Nyeri di rasakan dari pukul 13:30 WIB. Nyeri
seperti tertimpa beban berat dan tidak hilang Ketika istirahat. Mual ada, muntah 1x. Keringat
dingin ada.
2. Diagnosa keperawatan
Sesuai dengan Standar keperawatan Indonesia, setelah melakukan pengkajian TN. M
penulis menemukan 3 dari diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hambatan upaya nafas
3. Intervensi/ perencanaan keperawatan
Intervensi keperawatan akan selalu dilakukan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
telah diangkat dan sesuai dengan kriteria masalah. Intervensi yang dilakukan mengacu pada
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

37
4. Implementasi/ pelaksanaan keperawatan
Pada implementasi /pelaksanaan asuhan keperwatan pada pasien dengan STEMI tidak
semua rencana keperawatan dapat terlaksana, hal ini dikarenakan tindakan keperawatan yang
dilakukan lebih berprioritas pada kegawatdaruratan serta waktu yang terbatas dalam menangani
kasus tersebut.
5. Evaluasi
Tahap ini merupakan respon dari tindakan yang sudah dilakukan dimana dari 5 masalah
keperawatan sesuai teori, penulis hanya mengangkat 3 masalah prioritas, itu pun belum bisa
teratasi karena pasien perlu penanganan, observasi dan pemeriksaan yang lebih lanjut oleh tim
medis.

38
BAB V
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan pada TN.T dengan STEMI pada tanggal 11 Mei
2022, penulis menerapkan proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang telah didapatkan dan disesuaikan
dengan kebutuhan pasien.
a. Pengkajian
Dari hasil pengkajian yang didapat pada pasien yang menderita STEMI penulis dapat
menyimpulkan adanya persamaan dan perbedaan antara kasus yang ada di lapangan
dengan tinjauan teoritis yang ada.
b. Diagnosa keperawatan
Dari sekian banyak diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
STEMI, penulis hanya mengangkat 3 diagnosa yang menjadi prioritas utama, karena
dengan melakukan asuhan keperawatan sesuai prioritas masalah, perawat dapat
memberikan asuhan yang efektif, cepat dan efisien.
c. Intervensi/ perencanaan dan keperawatan
Intervensi keperawatan yang dilakukan sudah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
telah diangkat.
d. Implementasi/ pelaksanaan keperawatan
Dalam pelaksanaan perencanaan asuhan keperawatan peran sebagai perawat yaitu
observasi, tindakan mandiri, penkes, libatkan keluarga dan kolaborasi tidak bisa
dilakukan secara keseluruhan karena penulis lebih fokus dan memprioritaskan
kegawatdaruratan yang dibutuhkan pasien.
e. Evaluasi
Pada tahap evaluasi dapat dinilai keberhasilan asuhan keperawatan yang sudah
dijalankan. Pada umumnya 3 diagnosa keperawatan belum bisa teratasi sesuai tujuan dan
kriteria hasil, di karenakan penulis berfokus kepada kegawatdaruratan sehingga
dibutuhkan kerja sama dari tim medis dan keluarga untuk tindakan selanjutnya untuk
tercapainya hasil atau tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan.

39
2. SARAN
Untuk perawat
a. Diharapkan perawat sudah mempersiapkan, menguasai dan membekali diri dengan
pengetahuan, keterampilan dan komunikasi teurapetik yang kompeten. Sehingga
diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien di instalasi gawat darurat
khususnya dan ruang perawatan pada umumnya sehingga dapat tercapai asuhan
keperawatan yang komprehensif.
b. Diharapkan untuk kedepannya ada penelitian atau studi kasus yang lebih mutakhir guna
memperbaharui kasus dengan penderita STEMI terutama dalam pemberian Asuhan
Keperawatan.
Untuk Rumah Sakit:
Diharapkan Rumah Sakit segera mempunyai layanan kateterisasi jantung (Cath lab), agar
pasien dengan penyakit jantung khususnya STEMI yang memerlukan tidakan PCI dapat
dilakukan dengan cepat, sehingga dapat tercapai asuhan keperawatan yang komprehensif.

40
DAFTAR PUSTAKA

Depkes Litbang. Riset Kesehatan Dasar. 2018. .Jakarta


Alwi, I., 2017. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. In Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing. pp.1457-72.
Satoto,H. (2019). Fisiologi jantung Koroner. Jurnal Anastesiologi Indonesia 4, pp 200-210
Darliana, D., 2018. Manajemen Pasien ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI). Idea Nursing Journal,
1, pp.14-20
Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Isselbacher, Braunwald,
Wilson.

Martin, Fauci, & Kasper. 2008. Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3. Jakarta :
EGC
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI,(2018),Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1, Jakarta,
Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI,(2018),Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Edisi 1, Jakarta,
Persatuan Perawat Indonesia

41
42
43
44
45

Anda mungkin juga menyukai