Anda di halaman 1dari 40

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN PSIKIATRI

(PEDOFILIA)

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS DARI DOSEN PENGAMPUH

Dr.Izak Yesaya Samay,M.Kes.,Sp.Kj

OLEH KELOMPOK 6 :

HILAN Y SASEWA
IMELDA C KAYOI
YULIUS MAGAI
ANUGRAWATI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas Rahmat-Nya, makalah keperawatan psikiatri dengan kasus Pedofilia dapat
kami selesaikan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi penugasan dari dosen pengampuh dr. Izak Yesaya
Samay,M.Kes.,Sp.KJ dan kami berharap proses penyusunan Makala ini akan
menambah pengetahuan dan wawasan kami tentang keperawatan psikiatri
meskipun dalam proses perkuliahan kami belum pernah berkomunikasi dengan
dosen kami ini . namun melalui penugasan ini kami kelompok kiranya mampu
menjabarkan teori tentang pedofilia ini dengan baik dan untuk kelengkapan dan
kesempurnaan Makala ini kami harap bapak dosen dapat melakukan klarifikasi
secara langsung, agar tidak ada kekeliruan.

Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman kelompok 6
dan juga teman-teman dari kelompok lain, yang telah memberikan semangat dan
dorongan untuk terus menyusun makalah ini hingga selesai.

Akhir kata kami kelompok 6 menyadari Makala kami masih sangat jauh
dari kata sempurnah untuk itu segala saran dan masukan sangat kami harapkan
guna perbaikan Makala kami ini.

Jayapura, 9 November 2022

Penyusun

Kelompok VI

2
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
Definisi Pedopfilia................................................................................................3
Epidemiologi........................................................................................................5
Etiologi.................................................................................................................7
Klasifikasi.............................................................................................................8
Psikodinamik......................................................................................................12
Letak kelainan pedofilia di otak.........................................................................15
Karakter pedofilia...............................................................................................18
Diagnosis............................................................................................................25
Prognosis............................................................................................................34
BAB III..................................................................................................................35
KESIMPULAN......................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37

3
BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, kasus-kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak di

bawah umur menempati urutan kedua setelah kekerasan psikologis. Mulyadi

(dalam Pos Kota, 14 April 2007) menyatakan 1024 kasus kekerasan yang

dilaporkan ke Komnas Perlindungan Anak sepanjang tahun 2006, terdiri dari 600

lebih kekerasan seksual, 28% adalah sodomi. Lalu pada Januari sampai Maret

2007, Komnas Perlindungan Anak sudah menangani 363 kasus kekerasan

terhadap anak, 78 kasus diantaranya adalah sodomi.1

Menurut Mulyadi (2006), kekerasan seksual meliputi mencolek, meraba,

menyentuh hingga melontarkan kata- kata berorientasi seksual pada anak- anak.

Ini diperparah dengan tindakan pencabulan, pemerkosaan, sodomi, dan

sejenisnya. Salah satu bentuk kekerasan seksual pada anak adalah pedofilia, yaitu

ketertarikan seksual dengan stimulus yang tidak biasa yaitu pada anak-anak

(Nevid, Rathus, & Rathus, 1995). Nevid, Rathus, dan Rathus (1993) mengatakan

pedofilia adalah penyakit yang termasuk dalam kategori Sadomasokisme, yaitu

suatu kecenderungan terhadap aktivitas seksual yang meliputi pengikatan atau

menimbulkan rasa sakit atau penghinaan.1,2

Pedofilia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe, antara lain

pedofilia yang menetap, pedofilia yang sifatnya regresi, pedofilia seks lawan jenis,

pedofilia sesama jenis, dan pedofilia wanita. Sebagian pedofil menderita karena

adanya dorongan pemenuhan kebutuhan berhubungan seksual dengan anak

dibawah umur. Jika dorongan tidak dipenuhi maka akan menyebabkan distress

4
atau masalah interpersonal, dan jika dipenuhi akan membahayakan orang lain dan

dirinya sendiri karena melanggar hukum.2

Kondisi menjadi pedofil disebut "pedofilia," dan itu mencakup

berbagai kegiatan seksual yang mungkin atau tidak melibatkan kekuatan.

Tindakan Seksual mungkin termasuk: mengekspos diri mereka sendiri,

masturbasi di depan anak; menggosok, cumbuan atau membuka baju anak dengan

atau tanpa kontak kelamin; menyentuh alat kelamin anak atau meminta anak

untuk menyentuh alat kelamin orang lain; mengekspos mereka untuk pornografi,

berbicara atau menggoda anak dengan cara seksual, oral seks dan penetrasi.2

Melalui tulisan makalah ini, penulis yakni kelompok 6 akan membahas

tentang pedofilia sehingga dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pedopfilia

Kata pedofilia berasal dari bahasa Yunani: paidophilia—pais "anak-anak"

dan philia, "cinta yang bersahabat" atau "persahabatan”, meskipun ini arti harfiah

telah diubah terhadap daya tarik seksual di zaman modern, berdasarkan gelar

"cinta anak" atau "kekasih anak," oleh pedofil yang menggunakan simbol dan

kode untuk mengidentifikasi preferensi mereka.3

Pedofilia adalah diagnosis klinis biasanya dibuat oleh psikiater atau

psikolog. Sebagai diagnosa medis, pedofilia didefinisikan sebagai gangguan

kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan

usia 16 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer

atau eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun atau lebih muda,

walaupun pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal lima tahun lebih muda

dalam kasus pedofilia remaja (16 atau lebih tua) baru dapat diklasifikasikan

sebagai pedofilia.4

Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD) mendefinisikan pedofilia sebagai

"gangguan kepribadian dewasa dan perilaku" di mana ada pilihan seksual untuk

anak-anak pada usia pubertas atau pada masa prapubertas awal. Istilah ini

memiliki berbagai definisi seperti yang ditemukan dalam psikiatri, psikologi,

bahasa setempat, dan penegakan hukum.5

3
Menurut Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Jiwa (DSM), pedofilia

adalah parafilia di mana seseorang memiliki hubungan yang kuat dan berulang

terhadap dorongan seksual dan fantasi tentang anak-anak prapuber dan di mana

perasaan mereka memiliki salah satu peran atau yang menyebabkan penderitaan

atau kesulitan interpersonal.2

Pedofilia adalah paraphilia yang melibatkan ketertarikan abnormal terhadap

anak-anak. Paraphilia sendiri berarti gangguan yang dicirikan oleh dorongan

seksual yang intens berulang, serta fantasi seksual yang umumnya melibatkan:

objek bukan manusia; penderitaan atau penghinaan terhadap diri sendiri atau

pasangan; atau hewan dan anak-anak.2

Pedofilia juga merupakan gangguan psikoseksual, yang mana fantasi atau

tindakan seksual dengan anak-anak prapubertas merupakan cara untuk mencapai

gairah dan kepuasan seksual. Perilaku ini mungkin diarahkan terhadap anak-anak

berjenis kelamin sama atau berbeda dengan pelaku. Beberapa pedofil tertarik pada

anak laki-laki maupun perempuan.Sebagian pedofil ada yang hanya tertarik pada

anak-anak, tapi ada pula yang juga tertarik dengan orang dewasa dan anak-anak.6,7

Dalam penggunaan populer, pedofilia berarti kepentingan seksual pada

anak-anak atau tindakan pelecehan seksual terhadap anak, sering disebut

"kelakuan pedofilia." Misalnya, The American Heritage Stedman's Medical

Dictionary menyatakan, "Pedofilia adalah tindakan atau fantasi pada dari pihak

orang dewasa yang terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak atau anak-anak."5

Kebanyakan pakar kesehatan mental membatasi definisi pedofilia sebagai

aktivitas seksual dengan anak-anak praremaja, yang umumnya berusia 13 tahun

4
atau lebih muda. Beberapa pedofil membatasi perilaku mereka dengan

mengekspos diri atau bermasturbasi di depan anak, atau mencumbu dan membuka

baju anak, tapi tanpa kontak kelamin. Namun, ada pula pedofil yang memaksa

anak melakukan seks oral atau berhubungan intim. Sebagian ahli menganggap

pedofilia timbul karena faktor psikososial daripada karakteristik biologi. Sebagian

orang berpendapat pedofilia timbul akibat pelecehan seksual yang dialami

seseorang ketika kecil. Sementara itu, ada juga yang berpikir perilaku itu berasal

dari interaksi pelaku dengan orang tua selama tahun-tahun awal kehidupannya.6,7

Beberapa peneliti mengungkapkan, seorang pedofil mengalami

perkembangan emosional yang tertahan. Mereka tidak pernah dewasa secara

psikologis sehingga lebih tertarik terhadap anak-anak. Pedofilia juga dipercaya

timbul akibat keperluan untuk mendominasi pasangan. Karena anak-anak

bertubuh lebih kecil dan biasanya lebih lemah dibandingkan orang dewasa,

mereka dapat dianggap sebagai mitra potensial yang tidak mengancam.6,7

Epidemiologi

Pedofil biasanya datang ke petugas medis atau hukum karena telah

melakukan perbuatan melawan anak disebabkan sebagian besar tidak menemukan

kepuasan seksual mereka. Pedofil biasanya mengakui bahwa mereka tertarik

kepada anak mulai sekitar masa pubertas atau remaja, tapi ini ketertarikan seksual

kepada anak-anak juga dapat berkembang di kemudian hari.1

Mulyadi (dalam Pos Kota, 14 April 2007) menyatakan 1024 kasus

kekerasan yang dilaporkan ke Komnas Perlindungan Anak sepanjang tahun 2006,

5
terdiri dari 600 lebih kekerasan seksual, 28% adalah sodomi. Lalu pada Januari

sampai Maret 2007, Komnas Perlindungan Anak sudah menangani 363 kasus

kekerasan terhadap anak, 78 kasus diantaranya adalah sodomi.1,2

Beberapa studi telah menemukan bahwa sebanyak 50% sampai 60% dari

pedofil juga berkaitan dengan penyalahgunaan zat. Dalam sebuah studi yang

meneliti hubungan antara usia dan jenis kejahatan seksual, Dickey et Al8

menemukan bahwa sampai 44% pedofilia dalam sampel mereka berada diusia

dewasa tua (usia 40-70 tahun). Bila dibandingkan dengan pemerkosa dan sadis

seksual, pedofilia terdiri dari 60% dari semua pelanggar yang berumur tua, hal ini

menunjukkan bahwa pedofil pada tahun tersebut menjadi pelanggar seksual

terbesar dibandingkan dengan pelanggar seksual yang lainnya..8

Dalam sebuah studi oleh Abel dan Harlow, 15 dari 2429 pedofil laki-laki

dewasa, hanya 7% mengidentifikasi diri mereka sebagai eksklusif tertarik secara

seksual anak, yang menegaskan pandangan umum bahwa sebagian besar pedofil

adalah bagian dari kelompok eksklusif. Pedofil biasanya tertarik pada rentang

usia tertentu dan / atau jenis kelamin anak. Penelitian mengkategorikan pedofil

laki-laki oleh apakah mereka tertarik hanya anak laki-laki (homoseksual

pedofilia), anak perempuan (pedofilia heteroseksual), atau anak-anak dari kedua

jenis kelamin (pedofilia biseksual). Persentase pedofil homoseksual berkisar

antara 9% sampai 40%, yang kira-kira 4 sampai 20 kali lebih tinggi daripada

tingkat pria dewasa tertarik lainnya dewasa laki-laki (menggunakan tingkat

prevalensi homoseksualitas dewasa dari 2% -4%) .9

6
Individu tertarik pada perempuan biasanya lebih suka anak-anak antara usia

8 dan 10 tahun. 3, 5,31 Individu tertarik pada laki-laki biasanya lebih suka sedikit

lebih tua anak laki-laki antara usia 10 dan 13 tahun.3, 5

Etiologi

Individu yang Pedofilia memiliki factor predisposisi dimana terdapat minat

seksual pada anak-anak praremaja. Pedofilia merupakan faktor risiko untuk

melakukan pelanggaran seksual terhadap anak-anak. Meskipun relevansi

gangguan untuk pencegahan kejahatan seksual terhadap anak-anak, sedikit yang

diketahui tentang mekanisme etiologi yang mendasari pedofilia. 6,7

Terutama tiga penyebab yang masuk akal yang akan dibahas dalam literatur

yaitu : kecenderungan genetik, gangguan otak, dan factor resiko. Sebuah studi

keluarga menunjukkan sifat yang diturunkan sama orang pedofilia di antara

saudara laki-laki dari pria pedofilia sebuah temuan yang mungkin menunjukkan

jalur genetik. Neuropsikologis serta studi pencitraan otak tampaknya menyiratkan

bahwa individu pedofilia menunjukkan tanda-tanda gangguan perkembangan

saraf. Dengan demikian, disfungsi otak yang mungkin menjadi inti dari gangguan.

Akhirnya, tingkat korban pelecehan seksual tampaknya meningkat di kalangan

pelaku kekerasan seksual terutama yang ditekankan pada relevansi potensi

pengalaman traumatis di masa kecil dan remaja.6,7

Pada penelitian Dr Alexander Schmidt akan menyajikan temuan-temuan

dari studi yang meneliti apakah perampasan kontak rekan masa kanak-kanak atau

sensitivitas tertentu untuk jijik mungkin memiliki pengaruh pada minat seksual

7
pada anak-anak di masa dewasa. Dr Joachim Nitschke akan membahas temuan

dari studi cross-sectional retrospektif pasien forensik pedofilia. Menggunakan

data arsip dari rumah sakit mereka merekam sebuah model jalur diuji yang

termasuk kerusakan otak, trauma seksual, dan pengalaman masa kecil

permusuhan sebagai prekursor potensi untuk ekspresi kemudian untuk menjadi

pedofilia. Dalam pembicaraan ketiga, Dr Pekka Santtila akan menyajikan temuan

pertama dari sebuah penelitian genetik perilaku pada preferensi usia pasangan

seksual. Berdasarkan sampel berdasarkan populasi kembar dan saudara mereka

dari Finlandia, Dr Santtila akan menyoroti relevansi faktor genetik terhadap

lingkungan untuk usia yang disukai pasangan seksual. Dan Dr Michael Seto

mengatakan bahwa ekspresi pedofilia mencakup gen.otak, dan pola belajar dari

masa anak-anak sampai dewasa. 6,7

Klasifikasi

Pedofilia dapat diklasifikasikan ke dalam 5 tipe yaitu:10

(a) Pedofilia yang fiksasi. Orang dengan pedofilia tipe ini menganggap

dirinya terjebak pada lingkungan anak. Mereka jarang bergaul dengan sesama

usianya dan memiliki hubungan yang lebih baik dengan anak. Mereka

digambarkan sebagai lelaki dewasa yang tertarik pada anak laki-laki dan menjalin

hubungan layaknya sesama anak laki-laki;

(b) Pedofilia yang sifatnya regresi. Individu dengan pedofilia regresi tidak

tertarik pada anak lelaki, dan biasanya bersifat heteroseks, serta lebih suka pada

anak perempuan berumur 8 atau 9 tahun. Beberapa di antara mereka mengeluhkan

8
adanya kecemasan maupun ketegangan dalam perkawinan mereka, dan hal ini

yang menyebabkan timbulnya impuls pedofilia. Mereka menganggap anak

sebagai pengganti orang dewasa, menjalin hubungan seperti sesama dewasa, dan

awalnya terjadi secara tiba-tiba;

(c) Pedofilia seks lawan jenis. Merupakan pedofilia yang melibatkan anak

perempuan dan didiagnosa sebagai pedofilia regresi. Pedofilia lawan jenis ini

umumnya menjadi teman anak perempuan tersebut. Kemudian secara bertahap

melibatkan anak tersebut dalam hubungan seksual, dan sifatnya tidak memaksa.

Seringkali mereka mencumbu anak atau meminta anak mencumbunya;

(d) Pedofilia sesama jenis. Orang dengan pedofilia jenis ini lebih suka

berhubungan seks dengan anak laki-laki ataupun anak perempuan dibanding

orang dewasa. Anak-anak tersebut berumur antara 10-12 tahun;

(e) Pedofilia wanita. Menurut Mulyadi (dalam detik.com 2006), meskipun

jarang dilaporkan, ada juga pedofilia juga yang dilakukan oleh wanita, dan

biasanya melibatkan anak berumur 12 tahun atau lebih muda. Hal ini mungkin

disebabkan oleh adanya perasaan keibuan pada wanita, dan anak laki- laki

tidak menganggap hal ini sebagai sesuatu yang sifatnya negatif, karena itu

insidennya kurang dilaporkan.

Sementara itu dalam DSM-IV-TR pedofilia dapat dispesifikasikan dalam

beberapa kelompok antara lain: (a) Sexually attracted to male, (b) Sexually

attracted to female, (c) Sexually attracted to both, (d) Limited to incest, (e)

Exclusive type, (f) Nonexclusive type.10

9
Infantofilia, atau nepiofilia, digunakan untuk merujuk pada preferensi

seksual untuk bayi dan balita (biasanya umur 0-3).3,5

Pedofilia digunakan untuk individu dengan minat seksual utama pada anak-

anak prapuber yang berusia 13 atau lebih muda.3,5

Hebephilia didefinisikan sebagai individu dengan minat seksual utama pada

anak prapubertas yang berusia 11 hingga 14 tahun. [32] DSM IV tidak memasukkan

hebephilia di dalam daftar di antara diagnosis, sedangkan ICD-10 mencakup

hebephilia dalam definisi pedofilia.3,4,5

Istilah erotika pedofilia diciptakan pada tahun 1886 oleh psikiater asal

Wina, Richard von Krafft-Ebing dalam tulisannya Psychopathia Sexualis. Istilah

ini muncul pada bagian yang berjudul "Pelanggaran Individu Pada Abad Empat

belas," yang berfokus pada aspek psikiatri forensik dari pelanggar seksual anak

pada umumnya. Krafft-Ebing menjelaskan beberapa tipologi pelaku, membagi

mereka menjadi asal usul psikopatologis dan non-psikopatologis, dan hipotesis

beberapa faktor penyebab yang terlihat yang dapat mengarah pada pelecehan

seksual terhadap anak-anak.11

Krafft-Ebing menyebutkan erotika pedofilia dalam tipologi "penyimpangan

psiko-seksual." Dia menulis bahwa ia hanya menemukan empat kali selama

karirnya dan memberikan deskripsi singkat untuk setiap kasus, daftar tiga ciri

umumnya yaitu:11

1. Individu tercemari [oleh keturunan] (belastate hereditär).

2. Daya tarik utama subyek adalah untuk anak-anak, daripada orang dewasa.

10
3. Tindakan yang dilakukan oleh subjek biasanya tidak berhubungan,

melainkan melibatkan tindakan yang tidak pantas seperti menyentuh atau

memanipulasi anak dalam melakukan tindakan pada subjek.

Dia menyebutkan beberapa kasus pedofilia di kalangan perempuan dewasa

(yang disediakan oleh dokter lain), dan juga dianggap sebagai pelecehan terhadap

anak laki-laki oleh laki-laki homoseksual menjadi sangat langka. Lebih lanjut

mengklarifikasi hal ini, ia menunjukkan bahwa kasus pria dewasa yang memiliki

gangguan kesehatan atau neurologis dan pelecehan terhadap seorang anak laki-

laki yang bukan pedofilia yang sebenarnya, dan bahwa dalam korban

pengamatannya adalah orang-orang seperti itu cenderung lebih tua dan dibawah

umur. Dia juga mencantumkan "Pseudopaedofilia" sebagai kondisi istimewa

dimana "individu yang telah kehilangan libido untuk orang dewasa melalui

masturbasi dan kemudian berbalik kepada anak-anak untuk pemuasan nafsu

seksual mereka" dan menyatakan ini jauh lebih umum.11

Pada tahun 1908, neuroanatomis dan psikiater asal Swiss, Auguste Forel

menulis tentang fenomena tersebut, mengusulkan bahwa hal itu disebut sebagai

"Pederosis," pada "Nafsu Seksual pada Anak." Mirip dengan karya Krafft-Ebing,

Forel membuat perbedaan antara pelecehan seksual insidentil oleh orang dengan

demensia dan kondisi otak organik, dan keinginan seksual yang benar-benar

istimewa dan kadang-kadang eksklusif pada anak-anak. Namun, ia tidak setuju

dengan Krafft-Ebing dimana bahwa ia merasakan kondisi yang kedua adalah

terutama tertanam dan tak berubah.11

11
Istilah "pedofilia" menjadi istilah yang berlaku umum pada kondisi dan

dilihat penerapan secara luas pada awal abad 20, muncul dimana banyak dalam

kamus medis populer seperti Stedman Edisi ke-5. Pada tahun 1952, itu termasuk

dalam edisi pertama Diagnostik Manual dan Statistik Gangguan Mental. Edisi ini

dan selanjutnya DSM-II yang terdaftar gangguan sebagai salah satu subtipe dari

klasifikasi "Deviasi Seksual," tetapi tidak ada kriteria diagnostik disediakan.

DSM-III, diterbitkan pada tahun 1980, berisi deskripsi lengkap dari gangguan dan

memberikan seperangkat pedoman untuk diagnosis. Revisi pada tahun 1987,

DSM-III-R, tetap dengan deskripsi yang sebagian besar sama, tapi diperbaharui

dan diperluas kriteria diagnostiknya. Beberapa dokter mengusulkan

pengkategorian lebih lanjut, agak atau sama sekali dibedakan dari pedofilia,

termasuk "pedohebefilia," "hebefilia," dan "efebofilia" (walaupun efebofilia tidak

dianggap patologis). Ahli lain seperti Karen Franklin mempertimbangkan

klasifikasi seperti hebefilia menjadi "pretekstual" diagnosa yang tidak harus

dianggap sebagai gangguan.12

Psikodinamik
Sejumlah penelitian telah dilakukan mengenai,apa penyebab orang tertarik

pada anak-anak. Pedofilia, terutama jenis eksklusif mungkin sebaiknya

dikategorikan tersendiri sebagai orientasi seksual, tidak dikategorikan kedalam

identitas heteroseksual atau homoseksual.6,7

Teori ini kemudian menimbulkan pertanyaan, “Apakah orang memilih

untuk menjadi pedofil?” atau “Apakah mereka dilahirkan seperti itu?”.Jika

12
mereka dilahirkan seperti itu, adakah jenis pengobatan yang mengkonversi

mereka ke dalam orientasi seksual orang dewasa normal? Pertanyaan-pertanyaan

ini masih menjadi kontroversi dalam kalangan medis. 6,7

Informasi berikut ini adalah contoh beberapa teori yang telah diusulkan dan

dipelajari :6,7

1. Perbedaan Neuropsikiatri

Penelitian telah dilakukan untuk mencari perbedaan neuropsikiatri

antara pedofilia dengan populasi masyarakat umum, populasi narapidana,

dan pelaku seksual lainnya. Telah dilaporkan perbedaan mencakup

intelegensi rendah (masih kontroversi), sedikit peningkatan yang menonjol

pada individu kidal, gangguan kemampuan kognitif, perbedaan

neuroendokrin, dan kelainan otak, khususnya perbedaan pada pronto-

kortikal atau kelainan pronto-kortikal. Gangguan kontrol impuls

merupakan factor penyebab tertinggi (contoh: gangguan kepribadian

eksplosif, kleptomania, pyromania, judi patologis) telah ditemukan pada

pedofilia (30% - 55%).Factor-faktor ini telah diterima untuk menunjukkan

bahwa pedofilia mungkin memiliki gangguan perkembangan saraf.

Sebuah penelitian oleh Schiffer et al, menggunakan “voxel-based

morphometry magnetic resonance imaging techniques” pada 18 orang

dengan pedofilia dari sebuah penjara dengan tingkat keamanan maksimum

(9 homoseksual dan 9 pedofil heteroseksual) dengan 24 kontrol (12 laki-

laki homoseksual dan 12 laki-laki heteroseksual ditemukan penurunan

volume “gray matter” bilateral di striatum ventral, insula, orbitofrontal

13
cortex, dan otak kecil pada seorang pedofil. Temuan ini serupa dengan

penelitian pencitraan lain dimana didapatkan perubahan pada unilateral

dan bilateral lobus frontalis, lobus temporal, dan cerebellar pada seorang

pedofil. Schiffer et al menyatakan bahwa perubahan ini mungkin berarti

terdapatnya gangguan atribut neurofisiologis. Perubahan serupa juga telah

dilaporkan pada pasien dengan gangguan control inpuls, seperti

kecanduan, Obsessive-Compulsive Disorder (OCD), dan gangguan

kepribadian antisosial.

2. Factor Sosial atau Lingkungan

Factor lingkungan dapat mempengaruhi individu untuk menjadi

pedofil.Pada seorang pedofil factor lingkungan sering dilaporkan sebagai

factor yang meningkatkan dorongan atau keinginan untuk menyakiti anak.

Salah satu contoh yang paling jelas dari factor lingkungan dimana

meningkatkan kemungkinan seorang individu menjadi seorang pelaku

pedofil jika ia pernah mengalami pelecehan seksual pada masa kanak-

kanak.Hubungan ini dikenal sebagai “victim-to-abuser cycle” atau

“abused-abusers phenomena”.

Banyak teori telah berspekulasi tentang mengapa terjadi “ abused-

abusers phenomena”: identifikasi dengan aggressor, dimana anak yang

mengalami pelecehan seksual mencoba untuk mendapatkan identitas baru

dengan menjadi seorang pelaku pelecehan seksual ; tercetaknya pola

rangsangan seksual yang dibentuk dari pelecehan dini ; pelecehan dini

mengarah ke perilaku hiperseksual ; atau terjadinya suatu bentuk “social

14
learning”. Sebagai catatan, walaupun individu yang mengalami pelecehan

seksual kemungkinan besar akan menjadi pelaku pelecehan seksual

terhadap orang lain, kebanyakan individu yang mengalami pelecehan

seksual tidak menjadi pelaku pelecehan seksual. Terdapat perhatian

khusus mengenai ke-valid-an dari banyaknya laporan seorang pedofil,

yang mengaku mengalami pelecehan seksual pada masa kanak-kanaknya.

Pernyataan ini sering dibuat pada tingkat hukum atau pada suatu kelompok

perawatan dimana seorang pedofil mungkin mencoba untuk mengurangi

masa hukuman mereka atau untuk memperoleh simpati atas perilaku

mereka.

Letak kelainan pedofilia di otak

Berikut contoh kasus pasein yang mengalami pedofilia13 :

Seseorang berumur 67-tahun dievaluasi neuropsikiatri yang dirawat

selama 18 bulan di penjara karena kasus penganiayaan anak. Dia telah melakukan

“pijatan” kepada anak nerumur 14 tahun. Dan dia membantah telah melakukan

niat seksual tersebut, dan membantah melakukan teknik pijatan di titik tertentu.

Pasien telah menunjukkan minat seksual yang tinggi selama 2 tahun atau lebih

secara terus-menerus dan mencari perempuan untuk dijadikan sehabatnya. Dia tak

henti-hentinya berbicara tentang banyak pacar yang dimilikinya, yang cenderung

jauh lebih muda dari dia.

15
Pasien juga mengeluhkan memori yang menurutnya telah mengalami

penurunan yang parah selama periode waktu yang sama. Seperti misalnya ia lupa

apa yang telah orang lain katakan padanya, dimana ia meninggalkan benda atau

hal apapun, dan bagaimana ia menemukan tempat. Dia juga mengalami kesulitan

untuk mengingat janji dan lupa untuk menepati janjinya tersebut. Selain itu,

pasien mengalami depresi. Dia pernah mempunyai ide untuk bunuh diri dan

merenungkan utnuk menggunakan kompor gas atau inhalasi dari knalpot

mobilnya untuk bunuh diri.16. Pasien memiliki riwayat angina pektoris, responsif

untuk nitrogliserin sublingual, dan kemungkinan aritmia jantung. Pasien juga

memiliki riwayat penggunaan alkohol, narkoba, dan kokain. Dulu ketika masih

muda, ia adalah seorang petinju amatir tetapi tidak pernah menderita gangguan

kesadaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga pasien ,pasien

merupakan anak yang tidak terlalu diperhatikan atau diurus selama

perkembangan. Ketika ditanya, Sebelumnya pasien mengaku telah dianiaya oleh

ayahnya yang berumur 30 tahun dan sekarang pasien tidak menolak ada

hubungannya dengan ayahnya.Riwayat keluarga lainnya adalah tiga paman dan

satu bibi yang bunuh diri.

Pada pemeriksaan, pasien itu bicara dan menarik, dengan kontak mata

yang baik dan selalu senyum. Pasein akan lebih tertekan ketika ia ditanya tenatng

suasana hatinya. Dia berusaha untuk memeriksakan dirinya ke dokter perempuan.

Pada pasien pemikiran proses yang logis dan jelas, dan ia membantah adanya

halusinasi atau delusi. Bahasa baik, dengan pemahaman yang baik, pengulangan,

dan penamaan. Dia dapat menyebutkan daftar kata dari 20 hewan dalam satu

16
menit. Tugas konstruksi dan interpretasi pepatah normal. Pemeriksaan neurologis

menyatakan syaraf cranial normal, koordinasi dan gaya berjalan, dan motor dan

sistem sensorik. Respon Babinski tapi moncong negatif, pegang, atau glabellar

Pasien memiliki tes neuropsikologi untuk lebih 3 tahun ke depan. Dia tetap

dengan nyata mengalami gangguan memori verbal dan nonverbal dan penurunan

konfrontatif penamaan. Uji laboratorium menunjukkan kelainan beberapa.

Elektrokardiogram menunjukkan kompleks sesekali ektopik dini. MRI kepala

diungkapkan intensitas adanya sinyal meningkat dan pengurangan volume pada

lobus temporal medial sepanjang hippocampal formasi, konsisten dengan

hippocampal bilateral sclerosis (Figure 1).13

FIGURE 1. Magnetic resonance image of Patient 2. Fluid attenuated inversion recovery (FLAIR) MRI scan with
coronal cuts shows increased signal intensity along the hippocampal formation bilaterally extending into

17
the nuclei. This ®nding is bilateral and relatively symmetrical. The ®ndings are consistent with hippocampal
sclerosis.

Pasien memiliki scan PET seri selama periode 3 tahun, yang menunjukkan

daerah yang stabil mengalami penurunan metabolisme di lobus temporal kanan

(Figure 2).

FIGURE 2. Positron emission tomography scan of Patient 2. The patient was scanned in the fasting state 40 minutes
after intravenous administration of 12.15 mCi of [18F]2-¯uoro-2-deoxy-D-glucose. The head was positioned so that
the planes of the images were parallel to the canthomeatal line. There is prominent hypometabolism in the right
temporal lobe. There is subtle left temporal lobe hypometabolism. The remaining cortical and subcortical gray
matter structures are unremarkable. This sca was the second of three yearly PET scans obtained on this patient.

Para pasien secara klinis, neuropsikologi, dan pemeriksaan neuroimaging

tidak menunjukkan adanya proses progresif dementing. Pasien pernah dituduh

telah menganiaya seorang anak berusia 5 tahun. Dan perilaku pasien mulai

membaik setelah diterapi dengan setraline dan pengawasan lingkungan sekitar

pasien yang hati-hati. 13

Karakter pedofilia

Secara umum, pedofil tidak menggunakan kekerasan untuk mendekati atau

memiliki anak-anak yang akan terlibat dalam kegiatan seksualnya tetapi

mengandalkan berbagai bentuk manipulasi dan psikis desensitisasi (misalnya,

menyentuh, menampilkan pornografi anak-anak). Ketika ditanyakan tentang

18
keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan tersebut, pedofil umumnya membenarkan

dan meminimalkan tindakan mereka dengan menyatakan bahwa tindakan yang

saya lakukan "memiliki nilai pendidikan," bahwa kesenangan anak berasal dari

tindakan atau perhatian, atau bahwa anak itu provokatif dan mendorong tindakan

dalam beberapa cara. US Department of Justice memberikan gambaran bagi

aparat penegak hukum dapat mengidentifikasi 5 psikologis umum pertahanan pola

dalam pedofil, sebagai berikut:14

a. penyangkalan (misalnya, “Apakah salah untuk memberikan anak pelukan?”)

b. minimalisasi (" Ini hanya terjadi sekali "),

c. pembenaran (misalnya," Saya suka dengan anak laki, bukan selingkuh "),

d. fabrikasi (kegiatan yang penelitian untuk proyek ilmiah), dan

e. Serangan serangan karakter (pada anak, jaksa, atau polisi, serta potensi fisik

kekerasan).

Pedofil 2,5 kali lebih mungkin untuk terlibat kegiatan dalam kontak fisik

dengan anak dibandingkan voyeuristik atau ekshibisionis.7 Biasanya, pedofil

melakukan cumbuan dan lebih dari manipulasi hubungan kelamin, dengan

pengecualian terjadi dalam kasus-kasus incest, dan pedofilia dengan preferensi

untuk anak-anak atau remaja.14

Pedofil mungkin terlibat dalam berbagai tindakan seksual dengan anak-

anak. Kegiatan tersebut antara lain :14

a. Kegiatan ini bervariasi dari mulai mengekspos diri mereka sendiri kepada

anak-anak (eksibisionisme),

19
b. membuka baju anak,

c. mencari anak-anak yang telanjang (voyeurisme), atau masturbasi dalam.

d. Kehadiran anak-anak untuk kontak fisik yang lebih mengganggu, seperti

menggosok alat kelamin mereka terhadap seorang anak (frotteurism),

e. cumbuan anak, terlibat dalam seks oral, atau penetrasi dari

mulut, anus, dan / atau vagina.

Empat karakteristik utama yang dimiliki oleh seorang pedofilia :15

1. Pola perilaku jangka panjang dan persisten.

 Memiliki latar belakang pelecehan seksual. Penelitian menunjukkan

bahwa banyak pelaku kekerasan seksual merupakan korban dari

kekerasan seksual berikutnya.

 Memiliki kontak sosial terbatas pada masa remaja. Pada waktu remaja,

pelaku biasanya menunjukkan ketertarikan seksual yang kurang

terhadap seseorang yang seumur dengan mereka.

 Riwayat pernah dikeluarkan dari militer. Militer dan organisasi lainnya

akan mengeluarkan pedofilia dan akan membuat dakwaan dan tuntutan

terhadap mereka.

 Sering berpindah tempat tinggal. Pedofilia menunjukkan suatu pola

hidup dengan tinggal di satu tempat selama beberapa tahun,

20
mempunyai pekerjaan yang baik dan tiba-tiba pindah dan berganti

pekerjaan tanpa alasan yang jelas.

 Riwayat pernah ditahan polisi sebelumnya. Catatan penahanan

terdahulu merupakan indikator bahwa pelaku ditahan polisi karena

perbuatan yang berulang-ulang, yaitu pelecehan seksual terhadap anak-

anak.

 Korban banyak. Jika penyidikan mengungkap bahwa seseorang

melakukan pelecehan seksual pada korban yang berlainan, ini

merupakan indikator kuat bahwa ia adalah pedofilia.

 Percobaan berulang dan beresiko tinggi. Usaha atau percobaan yang

berulang untuk mendapatkan anak sebagai korban dengan cara yang

sangat terampil merupakan indikator kuat bahwa pelaku adalah

seorang pedofilia.

2. Menjadikan anak-anak sebagai obyek preferensi seksual

 Usia> 25 tahun, single, tidak pernah menikah. Pedofil mempunyai

preferensi seksual terhadap anak-anak, mereka mempunyai kesulitan

dalam berhubungan seksual dengan orang dewasa dan oleh karena itu

mereka tidak menikah.

 Tinggal sendiri atau bersama orang tua. Indikator ini berhubungan erat

dengan indikator di atas.

21
 Bila tidak menikah, jarang berkencan. Seorang laki-laki yang tinggal

sendiri, belum pernah menikah dan jarang berkencan , maka harus

dicurigai sekiranya dia memiliki karakteristik yang disebutkan di sini.

 Bila menikah, mempunyai hubungan khusus dengan pasangan.

Pedofilia kadang-kadang menikah untuk kenyamanan dirinya atau

untuk menutupi dan juga memperoleh akses terhadap anak-anak.

 Minat yang berlebih pada anak-anak. Indikator ini tidak membuktikan

bahwa seseorang adalah seorang pedofilia, tapi menjadi alasan untuk

diwaspadai. Akan menjadi lebih signifikan apabila minat yang berlebih

ini dikombinasikan dengan indikator-indikator lain.

 Memiliki teman-teman yang berusia muda. Pedofil sering

bersosialisasi dengan anak-anak dan terlibat dengan aktifitas-aktifitas

golongan remaja.

 Memiliki hubungan yang terbatas dengan teman sebaya. Seorang

pedofil mempunyai sedikit teman dekat dikalangan dewasa. Jika

seseorang yang dicurigai sebagai pedofil mempunyai teman dekat,

maka ada kemungkinan temannya itu adalah juga seorang pedofil.

 Preferensi umur dan gender. Pedofil menyukai anak pada usia dan

gender tertentu. Ada pedofil yang menyukai anak lelaki berusia 8-10

tahun , ada juga yang menyukai anak lelaki 6-12 tahun. Semakin tua

preferensi umur, semakin eksklusif preferensi umur.

22
 Menganggap anak bersih, murni, tidak berdosa dan sebagai

obyek.Pedofil kadang memiliki pandangan idealis mengenai anak-anak

yang diekspresikan melalui tulisan dan bahasa, mereka menganggap

anak-anak sebagai obyek, subyek dan hak milik mereka.

3. Memiliki teknik yang berkembang dengan baik dalam mendapatkan

korban

 Terampil dalam mengidentifikasikan korban yang rapuh. Pedofilia

memilih korban mereka, kebanyakan anak-anak korban broken home

atau korban dari penelantaran emosi atau fisik. Ketrampilan ini

berkembang dengan latihan dan pengalaman.

 Berhubungan baik dengan anak, tahu cara mendengarkan anak. Pedofil

biasanya mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan anak-

anak lebih baik daripada orang dewasa lainnya. Mereka juga tahu cara

mendengarkan anak dengan baik.

 Mempunyai akses ke anak-anak. Ini merupakan indikator terpenting

bagi pedofil. Pedofil mempunyai metode tersendiri untuk memperoleh

akses ke anak-anak. Pedofil akan berada di tempat anak-anak bermain,

menikah atau berteman dengan wanita yang memiliki akses ke anak-

anak, memilih pekerjaan yang memiliki akses ke anak-anak atau

tempat dimana dia akhirnya dapat berhubungan khusus dengan anak-

anak.

 Lebih sering beraktifitas dengan anak-anak, seringkali tidak

melibatkan orang dewasa lain. Pedofilia selalu mencoba untuk

23
mendapatkan anak-anak dalam situasi dimana tanpa kehadiran orang

lain.

 Terampil dalam memanipulasi anak. Pedofil menguunakan cara

merayu, kompetisi, tekanan teman sebaya, psikologi anak dan

kelompok, teknik motivasi dan ancaman.

 Merayu dengan perhatian, kasih sayang dan hadiah. Pedofil merayu

anak-anak dengan berteman, berbicara, mendengarkan, memberi

perhatian, menghabiskan waktu dengan anak-anak dan membeli

hadiah.

 Memiliki hobi dan ketertarikan yang disukai anak. Pedofil

mengkoleksi mainan, boneka atau menjadi badut atau ahli sulap untuk

menarik perhatian anak-anak.

 Memperlihatkan materi-materi seksual secara eksplisit kepada anak-

anak. Pedofil cenderung untuk mendukung atau membenarkan anak

untuk menelepon ke pelayanan pornografi atau menghantar materi

seksual yang eksplisit melalui komputer pada anak-anak.

4. Fantasi seksual yang difokuskan pada anak-anak

 Dekorasi rumah yang berorientasi remaja. Pedofilia yang tertarik pada

remaja akan mendekorasi rumah mereka seperti seorang remaja lelaki.

Ini termasuk pernak-pernik seperti mainan, stereo, poster penyanyi

rock, dll.

24
 Memfoto anak-anak. Pedofilia memfoto anak-anak yang berpakaian

lengkap, setelah selesai dicetak, mereka menghayalkan melakukan

hubungan seks dengan mereka.

 Mengkoleksi pornografi anak atau erotika anak. Pedofil menggunakan

koleksi ini untuk mengancam korban agar tetap menjaga rahasia

aktivitas seksual mereka. Koleksi ini juga digunakan untuk ditukar

dengan koleksi pedofil yang lain.

Diagnosis
Pedoman diagnostik F 65.4 Pedofilia menurut PPDGJ-III :16

 Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya pra-pubertas atau awal

masa pubertas, baik laki-laki maupun perempuan.

 Preferensi tersebut harus berulang dan menetap.

 Termasuk : laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner seksual

dewasa, tetapi karena mengalami frustasi yang khronis untuk mencapai

hubungan seksual yang diharapkan, maka kebiasaannya beralih kepada anak-

anak sebagai pengganti.

25
Pedoman diagnostik F 65.4 Paedophilia menurut ICD-10 : ICD-10

mendefinisikan pedofilia sebagai "preferensi seksual untuk anak-anak, anak laki-

laki atau perempuan atau keduanya, biasanya usia prapubertas atau awal

pubertas." Berdasarkan kriteria sistem ini, orang yang berusia 16 tahun atau lebih

memenuhi definisi jika mereka memiliki preferensi seksual terus-menerus atau

pradominan untuk anak-anak praremaja setidaknya lima tahun lebih muda dari

mereka.4

Pedoman diagnostik Pedophilia menurut DSM-IV-TR (2000): terjadi

minimal 6 bulan, rekuren atau intens adanya fantasi seksual yang membangkitkan

gairah, perilaku atau dorongan yang melibatkan beberapa jenis aktivitas seksual

dengan anak praremaja (usia 13 atau lebih muda, meskipun permulaan pubertas

dapat bervariasi) dan bahwa subjek telah bertindak atas hal tersebut karena

dorongan atau mengalami dari kesulitan sebagai hasil dari memiliki perasaan ini.

Kriteria ini juga menunjukkan bahwa subjek harus berusia 16 tahun atau lebih tua

dan bahwa seorang anak atau anak-anak mereka berfantasi tentang setidaknya

terhadap anak yang berusia lima tahun lebih muda dari mereka, meskipun

hubungan seksual berlangsung antara usia 12-13 tahun dan masa-masa akhir

remaja disarankan untuk dikecualikan. Diagnosis lebih lanjut ditentukan oleh jenis

kelamin anak orang tersebut tertarik, jika impuls atau tindakan terbatas pada

incest, dan jika daya tarik adalah "eksklusif" atau "noneksklusif."12

Sebuah studi menunjukkan bahwa pornografi anak merupakan diagnostik

pasti dan dapat dijadikan indikator untuk pedofilia. Pelanggaran ponografi anak

merupakan pelanggar yang bermakna dan lebih mungkin untuk menunjukkan pola

26
pedofilia selama pengujian phallometric dibandingkan kelompok orang dewasa

atau pasien seksologi umum. Pornografi anak memiliki signifikansi diagnostik

dan mungkin sangat membantu dalam situasi di mana orang tersebut menyangkal

minat seksual terhadap anak-anak praremaja, atau tidak memiliki sejarah yang

didokumentasikan perilaku seksual yang melibatkan anak-anak, atau di mana tes

phallometric hasil tidak tersedia. Seto dan Eke (2005) menemukan bahwa 24%

dari sampel mereka Pelaku pornografi anak memiliki riwayat pelanggaran kontak

seksual sebelumnya. 6,7

Banyak istilah telah digunakan untuk membedakan "pedofil sejati" dari

pelaku non pedofil dan non eksklusif, atau untuk membedakan antara jenis pelaku

dalam sebuah kontinum sesuai dengan kekuatan dan eksklusivitas kepentingan

pedofil, dan motivasi atas perbuatan itu (lihat Jenis pelaku pelecehan seksual

terhadap anak). Pedofil Eksklusif kadang-kadang disebut sebagai "pedofil sejati."

Mereka tertarik pada anak-anak, dan anak-anak saja. Mereka menunjukkan sedikit

minat erotis pada orang dewasa yang sesuai dengan usia mereka sendiri dan,

dalam beberapa kasus, hanya bisa menjadi terangsang ketika berfantasi atau

berada di hadapan anak-anak praremaja. Pedofil non eksklusif terkadang disebut

sebagai pelaku non pedofil, tetapi dua istilah ini tidak selalu identik. Pedofil non

eksklusif tertarik pada anak-anak dan orang dewasa, dan dapat terangsang oleh

keduanya, meskipun preferensi seksual bagi salah satu dari yang lain dalam kasus

ini juga mungkin ada.6,7

Baik kriteria diagnostik ICD maupun DSM membutuhkan aktivitas seksual

yang sebenarnya dengan seorang pemuda praremaja. Diagnosis sehingga dapat

27
dibuat berdasarkan adanya fantasi atau dorongan seksual bahkan jika mereka tidak

pernah ditindaklanjuti. Di sisi lain, seseorang yang bertindak atas dorongan ini

belum ada pengalaman buruk tentang fantasi mereka atau dorongan dapat juga

memenuhi syarat untuk diagnosis. Bertindak berdasarkan dorongan seksual tidak

terbatas pada tindakan seks yang jelas untuk tujuan diagnosa ini, dan kadang-

kadang dapat mencakup paparan yang tidak senonoh, perilaku voyeuristik atau

frotteuristik, atau bermasturbasi dengan pornografi anak. Seringkali, perilaku ini

perlu dipertimbangkan dalam konteks dengan unsur penilaian klinis sebelum

diagnosis dibuat. Demikian juga, ketika pasien berada dalam masa remaja akhir,

perbedaan usia tidak ditentukan dalam angka yang keras dan bukannya

memerlukan pertimbangan situasi yang cermat.12,14

Dystonik ego orientasi seksual (F66.1) termasuk orang yang tidak ragu

bahwa mereka memiliki preferensi seksual sebelum pubertas, namun berharap itu

berbeda karena gangguan psikologis dan perilaku yang terkait. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) memungkinkan bagi pasien untuk mencari pengobatan

untuk mengubah orientasi seksual mereka.12,14

Perdebatan mengenai kriteria DSM

Kriteria DSM IV telah dikritik secara bersamaan karena lebih inklusif, serta

di bawah inklusif. Meskipun kebanyakan peneliti membedakan antara penganiaya

anak dan pedofil, Studer dan Aylwin berpendapat bahwa kriteria DSM lebih

inklusif karena semua tindakan pelecehan seksual terhadap anak memerlukan

diagnosis. Seorang penganiaya anak memenuhi kriteria A karena perilaku yang

28
melibatkan aktivitas seksual dengan anak-anak praremaja dan B kriteria karena

individu telah melakukan tindakan yang mendesak pada mereka.12,14

Pada tahun 1993, peninjauan penelitian tentang pelecehan seksual anak,

Sharon Araji dan David Finkelhor menyatakan bahwa karena bidang penelitian ini

belum berkembang pada waktu itu, ada "masalah definisi" akibat dari kurangnya

standardisasi di antara peneliti dalam penggunaan istilah "pedofilia". Mereka

menguraikan dua definisi, sebuah "restriktif" bentuk yang mengacu kepada

individu dengan minat seksual yang kuat dan eksklusif pada anak-anak, dan

definisi "inklusif", memperluas istilah tersebut dapat menyertakan pelaku yang

terlibat dalam kontak seksual dengan seorang anak, termasuk inses. Mereka

menyatakan bahwa mereka menggunakan definisi yang lebih luas dalam makalah

kajian mereka karena kriteria perilaku lebih mudah untuk mengidentifikasi dan

tidak memerlukan analisis kompleks dari motivasi individu.17

Pedofilia dapat digambarkan sebagai gangguan preferensi seksual,

fenomenologis mirip dengan orientasi heteroseksual atau homoseksual karena itu

muncul sebelum atau selama pubertas, dan karena stabil sepanjang waktu.

Pengamatan ini, bagaimanapun, tidak mengecualikan pedofilia dari kelompok

gangguan jiwa karena tindakan pedofil menyebabkan kerugian, dan pedofilia

kadang-kadang dapat dibantu oleh para profesional kesehatan mental untuk

menahan diri dari bertindak atas impuls mereka.6,7

Sedangkan 2 sampai 4% dari laki-laki dengan preferensi untuk orang

dewasa memiliki preferensi homoseksual, 25 sampai 40% dari laki-laki dengan

preferensi untuk anak-anak memiliki preferensi seksual sejenis. Namun, tidak

29
seperti laki-laki dengan preferensi homoseksual dewasa, laki-laki dengan

preferensi anak yang sama-seks biasanya tidak menunjukkan perilaku masa

kanak-kanak lintas gender. Rata-rata, orang dengan preferensi seks sejenis lebih

menyukai hubungan seksual dengan anak yang lebih tua daripada laki-laki dengan

preferensi terhadap anak yang heteroseksual.18

Sedangkan 2 sampai 4% dari laki-laki dengan preferensi untuk orang

dewasa memiliki preferensi homoseksual, 25 sampai 40% dari laki-laki dengan

preferensi untuk anak-anak memiliki preferensi seksual sejenis. Namun, tidak

seperti laki-laki dengan preferensi homoseksual dewasa, laki-laki dengan

preferensi anak yang sama-seks biasanya tidak menunjukkan perilaku masa

kanak-kanak lintas gender. Rata-rata, orang dengan preferensi seks sejenis lebih

menyukai hubungan seksual dengan anak yang lebih tua daripada laki-laki dengan

preferensi terhadap anak yang heteroseksual.18

Pornografi anak biasanya diperoleh oleh pedofil yang menggunakan gambar

untuk berbagai keperluan, mulai dari menggunakannya untuk kepentingan seksual

pribadi, perdagangan dengan pedofil lain, menyiapkan anak-anak untuk pelecehan

seksual sebagai bagian dari proses yang dikenal sebagai "perawatan anak", atau

bujukan yang mengarah ke jebakan untuk eksploitasi seksual seperti produksi

pornografi anak yang baru atau prostitusi anak.18

A. Penatalaksanaan

Sebagai hasil dari keputusan Kansas Hendricks di Mahkamah Agung AS,

berkomitmen pengobatan penyimpangan seksual telah menjadi fokus dari

30
kepentingan nasional yang cukup penting. Pengobatan yang efektif dari

penyimpangan seksual merupakan masalah rumit yang melibatkan pendekatan

pengobatan psikologis dan farmakologis. Seorang psikiater karena telah melewati

pendidikan dalam kedokteran dan keterampilan dalam psikoterapi harus tepat

dalam mengobati orang-orang khusunya yang mengalami penyimpangan seksual

karena sudah bersifat umum terdapat kesepakatan di antara para ahli bahwa

pengobatan psikologis dan farmakologis sebaiknya dikombinasikan.19

Pendekatan yang paling efektif termasuk pendekatan farmakologi dari

pelanggar seksual didasarkan pada asumsi bahwa perilaku secara seksual dan

termotivasi untuk penekanan terhadap dorongan seksual akan mengurangi

penyimpangan perilaku seksual. Tujuannya adalah untuk menjaga kepentingan

seksual dan perilaku normal sekaligus mengurangi perilaku menyimpang atau

paraphilic. Perawatan farmakologis telah terbukti dalam mengembalikan fungsi

fisiologi normal yang terganggu pada seorang pedofilia dan perbuatan seksual

menyimpang lainnya. 19

Perawatan biologis, perawatan khusus bedah dan bedah saraf stereotaxic

yang telah digunakan selama ini dalam pengobatan pelaku seksual adalah untuk

mengurangi dorongan seksual mereka dan untuk mencegah residivisme. Studi ini

hasil pengebirian bedah memberikan dasar teoritis bagi pemahaman pengobatan

farmakologis paraphilias. Efek biologis perawatan bedah dan penekanan androgen

oleh antiandrogen dan agen hormonal memiliki efek yang sama pada perilaku

seksual.19

31
Perlakuan farmakologi dari paraphilias (termasuk pelaku seks) dengan

antiandrogen dan agen hormonal berhasil dalam mengurangi tingkat residivisme

melalui pengurangan fantasi seksual, dorongan seksual, gairah seksual, dan

perilaku seksual. Ada bukti empiris bahwa BPA dan sertraline memiliki efek

berbeda pada gairah seksual pola pedofil yang menekan gairah pedofilia dan

meningkatkan gairah terhadap aktivitas seksual konsensual dewasa. BPA, MPA,

analog LHRH suatu SSRI semuanya telah dibuktikan sebagai pengobatan yang

efektif dalam paraphilias. Pendekatan gabungan pengobatan menggunakan

perilaku perawatan farmakologis dan kognitif harus dilakukan di sebagian kasus.

Baru-baru ini kami telah menggunakan kombinasi anti androgen dan SSRI untuk

pengobatan pedofilia.19

Tidak ada pengobatan yang efektif untuk pedofilia kecuali pedofil sendiri

bersedia terlibat dalam pengobatan. Individu pedofilia dapat tersinggung selama

dalam psikoterapi aktif, saat menerima pengobatan farmakologis, bahkan setelah

“castration” atau pengembirian. Pada saat ini pengobatan pedofil lebih terfokus

pada pencegahan pedofil untuk melakukan pelecehan seksual dari pada mengubah

orentasi seksual pedofil terhadap anak-anak.19

Schober et al menemukan bahwa individu pedofil masih menunjukkan

ketertarikan seksual terhadap anak-anak. Yang diukur menggunakan metode

“Abel Assessment for Sexual Interest” / AASI, bahkan setelah setahun

mendapatkan terapi kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi, sementara laporan

dari seorang pedofil telah mengalami penurunan dalam melakukan pelecehan

seksual dan masturbasi. Temuan ini menunjukkan bahwa dorongan seksual dapat

32
diatasi, namun ketertarikan saat melihat anak-anak tidak berubah. Pilihan

pengobatan yang sering dipakai adalah supresi testosterone secara farmakologis

(misalnya: terapi antiandrogenik atau “chemical castration”). pedofil berada di

risiko lebih besar untuk residivisme seksual dibandingkan dengan pelaku

kejahatan seksual lainnya , dan kategori lain dari penganiaya anak.19

Meskipun pedofilia belum ada obatnya, berbagai perawatan yang tersedia

yang bertujuan untuk mengurangi atau mencegah ekspresi perilaku pedofilia,

mengurangi prevalensi pelecehan seksual terhadap anak. Pengobatan pedofilia

sering membutuhkan kerjasama antara penegak hukum dan profesional kesehatan.

Sejumlah teknik pengobatan yang diusulkan untuk pedofilia telah dikembangkan,

meskipun tingkat keberhasilan terapi ini sangat rendah.19

Terapi perilaku kognitif ("pencegahan kambuh")

Terapi perilaku kognitif telah terbukti mengurangi residivisme pada orang

yang memiliki hubungan dengan pelaku kejahatan seks. Menurut seorang

seksolog asal Kanada Michael Seto, perawatan perilaku kognitif mempunyai

sasaran, keyakinan, dan perilaku yang dipercaya untuk meningkatkan

kemungkinan pelanggaran seksual terhadap anak-anak, dan "pencegahan untuk

kambuh" adalah jenis yang paling umum dari pengobatan perilaku kognitif.

Teknik-teknik pencegahan untuk kambuh kembali didasarkan pada prinsip-prinsip

yang digunakan untuk mengobati kecanduan. Ilmuwan lain juga melakukan

beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat residivisme pedofil dalam

terapi lebih rendah dari pedofil yang menjauhi terapi.20

Intervensi perilaku

33
Perilaku perawatan terhadap target gairah seksual kepada anak-anak,

menggunakan teknik kejenuhan dan keengganan untuk menekan gairah seksual

kepada anak-anak dan sensitisasi terselubung (atau rekondisi masturbatori) untuk

meningkatkan gairah seksual bagi orang dewasa. Perilaku perawatan tampaknya

berpengaruh terhadap pola gairah seksual pada pengujian phallometrik, tetapi

tidak diketahui apakah perubahan uji mewakili perubahan kepentingan seksual

atau perubahan dalam kemampuan untuk mengendalikan stimulasi genital selama

pengujian.21

Prognosis
Karena tidak adanya informasi yang dapat dipercaya dari berbagai studi

follow-up, maka prognosis tergantung dari riwayat pasien sendiri, lama

penyimpangan seks, adanya gejala penarikan diri secara sosial maupun seksual

dan kekuatan serta kelemahan kepribadian pasien. Tetapi perilaku ini biasanya

tetap dilakukan pasien meskipun sudah diterapi. 14

34
BAB III
KESIMPULAN

1. Diagnosa pedofilia :

Pedoman diagnostik F 65.4 Pedofilia menurut PPDGJ-III :16

Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya pra-pubertas atau awal masa

pubertas, baik laki-laki maupun perempuan.

 Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan.

 Preferensi tersebut harus berulang dan menetap.

 Termasuk : laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner seksual

dewasa, tetapi karena mengalami frustasi yang khronis untuk mencapai

hubungan seksual yang diharapkan, maka kebiasaannya beralih kepada

anak-anak sebagai pengganti.

Pedoman diagnostik F 65.4 Paedophilia menurut ICD-10 : ICD-10

mendefinisikan pedofilia sebagai "preferensi seksual untuk anak-anak, anak

laki-laki atau perempuan atau keduanya, biasanya usia prapubertas atau awal

pubertas." Berdasarkan kriteria sistem ini, orang yang berusia 16 tahun atau

lebih memenuhi definisi jika mereka memiliki preferensi seksual terus-

menerus atau pradominan untuk anak-anak praremaja setidaknya lima tahun

lebih muda dari mereka.4

Pedoman diagnostik Pedophilia menurut DSM-IV-TR (2000) : terjadi

minimal 6 bulan, rekuren atau intens adanya fantasi seksual yang

35
membangkitkan gairah, perilaku atau dorongan yang melibatkan beberapa

jenis aktivitas seksual dengan anak praremaja (usia 13 atau lebih muda,

meskipun permulaan pubertas dapat bervariasi) dan bahwa subjek telah

bertindak atas hal tersebut karena dorongan atau mengalami dari kesulitan

sebagai hasil dari memiliki perasaan ini.12

2. Psikodinamika pedofilia : 1) Perbedaan neuropsikiatri 2) Factor Sosial atau

Lingkungan.6,7

3. Klasifikasi pedofilia : 1) Pedofilia yang menetap 2) Pedofilia yang sifatnya

regresi 3) Pedofilia seks lawan jenis 4) Pedofilia sesama jenis 5) Pedofilia

wanita.10

4. Karakter pedofilia : 1) Pola perilaku jangka panjang dan persisten

2)Menjadikan anak-anak sebagai obyek preferensi seksual 3) Memiliki teknik

yang berkembang dengan baik dalam mendapatkan korban 4) Fantasi seksual

yang difokuskan pada anak-anak.15

5. Penatalaksanaan pedofilia :tidak ada pengobatan yang efektif untuk pedofilia

kecuali pedofil sendiri bersedia terlibat dalam pengobatan dan pilihan

pengobatan yang sering dipakai adalah supresi testosterone secara

farmakologis (misalnya: terapi antiandrogenik atau “chemical castration”).19

6. Karena tidak adanya informasi yang dapat dipercaya dari berbagai studi

follow-up, maka prognosis tergantung dari riwayat pasien sendiri, lama

penyimpangan seks, adanya gejala penarikan diri secara sosial maupun

seksual dan kekuatan serta kelemahan kepribadian pasien. Tetapi perilaku ini

biasanya tetap dilakukan pasien meskipun sudah diterapi.14

36
DAFTAR PUSTAKA

DSM-IV-TR (2000). American Psychiatric Association

Davidson, G., Neale, J., Kring, A (2006). Psikologi Abnormal (edisike 9). Jakarta:
PT Radja Grafindo Persada.

Klopfer, B & Davidson, H (1962). The Rorschach Technique andintroductory manual.


New York :Harcourt, Brace & World, Inc

Marry, Findy, Feris, Carey. (2006). ChildMolestation (Pencabulan Padaanak). Bagian


Forensik: FKUI.

Mulyadi, Seto. (2006). Saatnya untukMenghentikan Tindak kekerasanpada Anak.


www.detik.com.Diakses 16 April 2007.

Nevid,J.S., Rathus,L.F., Rathus,S.A.(1995). Human Sexuality in aWord


of Diversity (2nd ed). Boston: Ally and Bacon

Poerwandari,K. (2001). PendekatanKualitatif Untuk Penelitian perilakuManusia.


Jakarta, LPSP3. FakultasPsikologi Universitas Indonesia.

Stewart,C., Cash,WB. (2000).Interviewing: Principles andPractices (9th ed). New


York : TheMC Graw-Hill

 (”Guru menyodomi 12 orang anak”.n.d). Harian Pos Kota 14 April2007

(”Pedofilia adalah penyakit”. n.d) (2007).www.gaul.com Diakses 16 April2007

(”Child Sexual Molestation: Law andlagel Definition”. n.d).


www.uslegalform.com. Diakses 16 April2007.

37

Anda mungkin juga menyukai