Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal lebih dari, 38° C) akibat suatu proses ekstra kranial,
biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun. Setiap kejang kemungkinan
dapat menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak, sehingga mencemaskan
orang tua. Pengobatan dengan antikonvulsan setiap hari yaitu dengan
fenobarbital atau asam valproat mengurangi kejadian kejang demam berulang.
Obat pencegahan kejang tanpa demam (epilepsi) tidak pernah dilaporkan.
Pengobatan intermittent dengan diazepam pada permulaan pada kejang
demam pertama memberikan hasil yang lebih baik. Antipiretik bermanfaat,
tetapi tidak dapat mencegah kejang demam namun tidak dapat mencegah
berulangnya kejang demam (Vebriasa et al., 2016).
Kejang demam merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada
anak. Kejang demam umumnya terjadi pada anak yang berusia 6 bulan sampai
5 tahun. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada anakanak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5
tahun. Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Setelah kejang demam pertama, 33%
anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan 9% anak
mengalami rekurensi 3 kali atau lebih. Beberapa penelitian mengatakan
rekurensi dari kejang demam akan meningkat jika terdapat faktor risiko
seperti kejang demam pertama pada usia kurang dari 12 bulan, terdapat
riwayat keluarga dengan kejang demam, dan jika kejang pertama pada suhu
<40°C, atau terdapat kejang demam kompleks (Pediatri, 2016)
2. Etiologi
Penyebab kejang demam Menurut Maiti & Bidinger (2018) faktor-faktor
periental, malformasi otak konginetal
a. Faktor Genetika
Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang demam,
25-50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga
yang pernah mengalami kejang demam.
b. Penyakit infeksi
a) Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius, pharyngitis, tonsillitis,
otitis media.
b) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus penyebab
demam berdarah)
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu
sakit dengan demam tinggi, demam pada anak paling sering disebabkan
oleh :
a) ISPA
b) Otitis media
c) Pneumonia
d) Gastroenteritis
e) ISK
d. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula darah
kurang dari 30 mg% pada neonates cukup bulan dan kurang dari 20 mg%
pada bayi dengan berat badan lahir rendah atau hiperglikemia
e. Trauma
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera
kepala

f. Neoplasma, toksin
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun
mereka merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia
pertengahan dan kemudian ketika insiden penyakit neoplastik meningkat
g. Gangguan sirkulasi
h. Penyakit degenerative susunan saraf.
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam
b. Kejang demam kompleks
Kejang lebih dari 15 menit, kejang fokal atau persial, kejang berulang
atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam (Dervis, 2017).

3. Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan
kejang klonik atau tonik klonik bilateral, setelah kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit
anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat
diikuti oleh hemiparesis sementara (hemiperasis touch) atau kelumpuhan
sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari (Ardell,
2020).
4. Patofisiologi
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang
berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang (Lestari
& Ngastiyah, 2012)

5. Pathway
(SDKI, 2016)

6. Komplikasi
Komplikasi kejang demam meliputi:
a. Kejang Demam Berulang
Faktor risiko terjadinya kejang demam berulang adalah:
a) Riwayat keluarga dengan kejang demam (derajat pertama) Durasi yang
terjadi antara demam dan kejang kurang dari 1 jam
b) Usia < 18 bulan
c) Temperatur yang rendah yang membangkitkan bangkitan kejang
b. Epilepsi
Faktor risiko kejang demam yang berkembang menjadi epilepsi adalah:
a) Kejang demam kompleks
b) Riwayat keluarga dengan epilepsi
c) Durasi demam kurang dari 1 jam sebelum terjadinya bangkitan kejang
d) Gangguan pertumbuhan neurologis (contoh: cerebral palsy,
hidrosefalus)
c. Paralisis Todd
Paralisis Todd adalah hemiparesis sementara setelah terjadinya kejang
demam. Jarang terjadi dan perlu dikonsultasikan ke bagian neurologi.
Epilepsi Parsial Kompleks Dan Mesial Temporal Sclerosis (MTS). Pada
pasien epilepsi parsial kompleks yang berhubungan dengan MTS
ditemukan adanya riwayat kejang demam berkepanjangan.
d. Gangguan Tingkah Laku Dan Kognitif
Meskipun gangguan kognitif, motorik dan adaptif pada bulan pertama
dan tahun pertama setelah kejang demam ditemukan tidak bermakna,
tetapi banyak faktor independen yang berpengaruh seperti status sosial-
ekonomi yang buruk, kebiasaan menonton televisi, kurangnya asupan ASI
dan kejang demam kompleks (Alomedika, 2018).

7. Pencegahan
Pencegahan kejang demam adalah tindakan menghilangkan penyebab
ketidaksesuaian yang potensial atau situasi yang tidak dikehendaki (Hadi,
2017). Pencegahan yang harus dilakukan pada anak yang mengalami kejang
demam adalah sebagai berikut :
a. Imunisasi adalah dengan sengaja memasukkan vaksin yang berisi mikroba
hidup yang sudah dilemahkan pada balita yang bertujuan untuk mencegah
dari berbagain macam penyakit. Imunisasi akan memberikan perlindungan
seumur hidup pada balita terhadap serangan penyakit tertentu. Apabila
kondisi balita kurang sehat bisa diberikan imunisasi karena suhu badannya
akan meningkat sangat tinggi dan berisiko mengalami kejang demam.
Berbagai jenis vaksinasi atau imunisasi yang saat ini dikenal dan diberikan
kepada balita dan anak adalah vaksin poliomyelitis, vaksin DPT (difteria,
pertusis dan tetanus), vaksin BCG (Bacillus Calmette Guedrin), vaksin
campak (Widjaja, 2019).
b. Orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengamati
anak dengan cara jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak
karena benda tersebut justru dapat menyumbat jalan napas, anak harus
dibaringkan ditempat yang datar dengan posisi menyamping bukan
terlentang untuk menghindari bahaya tersedak, jangan memegangi anak
untuk melawan, jika kejang terus berlanjut selama 10 menit anak harus
segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat dan setelah kejang berakhir
jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat dan anak terus tampak
lemas (Lissauer, 2018)
8. Penatalaksanaan
Ngastiyah (2012), dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa
faktor yang perlu dikerjakan yaitu:
a. Penatalaksanaan Medis
a) Memberantas kejang secepat mungkin
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang),
obat pilihan utama yang diberikan adalah diazepam yang diberikan
secara intravena. Dosis yang diberikan pada pasien kejang disesuaikan
dengan berat badan, kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kgBB dengan
minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/KgBB.
Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg /kgBB/kali dengan
maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg
pada anak yang lebih besar.
Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit,
bila masih kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama
juga melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua
masih kejang, diberikan suntikan ketiga denagn dosis yang sama juga
akan tetapi pemberiannya secara intramuskular, diharapkan kejang
akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital
atau paraldehid 4 % secara intravena. Efek samping dari pemberian
diazepan adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan.
Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang kejang
seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif adalah
melalui rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat badan ialah
berat badan dengan kurang dari 10 kg dosis yang diberikan sebesar 5
mg, berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg Obat pilihan pertama untuk
menanggulangi kejang atau status konvulsivus yang dipilih oleh para
ahli adalah difenilhidantion karena tidak mengganggu kesadaran dan
tidak menekan pusat pernapasan, tetapi dapat mengganggu frekuensi
irama jantung.
b) Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan
pengobatan penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala
sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar
jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi vital
seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung
diawasi secara ketat.
Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan dengan dipantau
untuk kelainan metabolik dan elektrolit. Obat untuk hibernasi adalah
klorpromazi 2-. Untuk mencegah edema otak diberikan kortikorsteroid
dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya
glukokortikoid misalnya dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.
c) Memberikan pengobatan rumat.
Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja
diazepam sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah
disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptic dengan
daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumah tergantung
daripada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu
pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis jangka
panjang.
D) Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang
diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian
atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu
untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang
demam yang datang untuk pertama kali sebaliknya dilakukan pungsi
lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi
didalam otak misalnya meningitis

b. Penatalaksanaan keperawatan
a) Pengobatan fase akut
1) Airway

 Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan


pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada
guedel lebih baik.
 Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan
pakaian yang mengganggu pernapasan berikan O2 boleh sampai
4 L/ mnt.

2) Breathing
• Isap lendir sampai bersih
3) Circulation

 Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.


 Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat (berbeda
dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
 Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi
dokter apakah perlu pemberian obat penenang.

b) Pencegahan kejang berulang


1) Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3mg/kgBB atau
diazepam rektal. Jika kejang tidak berhenti tunggu 15 menit dapat diulang
dengan dengan dosis dan cara yang sama.
2) Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital dengan dosis
awal dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumat.

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penyakit kejang demam adalah :
a. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk penyebab demam
atau kejang, pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap
b. Pemeriksaan cairan serebrosphinal dilakukan untuk menegakkan atau
kemungkinan terjadinya meningitis. Pada bayi kecil sering kali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukam meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan fungsi lumbal, fungsi lumbal dilakukan pada a) Bayi usia
kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
b).Bayi berusia 12-18 bulan dianjurkan
c).Bayi lebih usia dari 18 bulan tidak perlu dilakukan
c. Pemeriksaan elektroenselografi (EEG) tidak direkomendasikan,
pemeriksaan ini dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas,
misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun,
kejang demam fokal.
d. Pemeriksaan CT Scan dilakukan jiak ada indikasi :
a) Kelainan neurologis fokal yang menetap atau kemungkinan adanya
lesi structural di otak
b) Terdapat tanda tekanan intracranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, ubun-ubun menonjol, edema pupil) (Yulianti, 2017).

B. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis


1. Pengkajian
Anamnesis
1) Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan
orang tua, penghasilan orang tua. Kebanyakan serangan kejang demam
terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38oC, pasien
mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam
kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas,
nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya
tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak.

c. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Perkembangan Anak
Biasanya pada pasien dengan kejang demam kompleks
mengalami gangguan keterlambatan perkembangan dan
intelegensi pada anak serta mengalami kelemahan pada anggota
gerak (hemifarise).
b) Riwayat Imunisasi
Biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan
tertular penyakit infeksi atau virus seperti virus influenza.
c) Riwayat Nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan
karena mual dan muntahnya
3) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Biasanya anak rewel dan kesadaran compos mentis
b. TTV
 Suhu : Biasanya >38oC
 Respirasi : Pada usia <12 bulan biasanya >49x/menit
 Nadi : Biasanya >100x/menit
c. Berat Badan
Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi
penurunan berat badan yang berarti
d. Kepala
Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
e. Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik,
konjungtiva anemis.
f. Mulut dan lidah
Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah
tampak kotor

g. Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan
katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat
sementara, nyeri tekan mastoid
h. Hidung
Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung,
bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.
i. Leher
Biasanya terjadi pembesaran KGB
j. Dada
 Thoraks
Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan
Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama
Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti
ronchi.
k. Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
 I: Ictus cordis tidak terlihat
 P: Ictus cordis di SIC V teraba
 P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri
(pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea
midclavicularis kiri.
 Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV
kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang
intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
 A: BJ II lebih lemah dari BJ I
l. Abdomen
Biasanya lemas dan datar, kembung

m. Anus
Biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
n. Ekstermitas :
 Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2
detik, akral dingin.
 Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2
detik, akral dingin.
4) Penilaian tingkat kesadaran
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai
GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai
GCS: ≤ 3.
2. Penilaian kekuatan otot
Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 45°, tidak mampu melawan 3
gravitasi
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak 4
Kekuatan otot normal 5

2. Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)


a) Hipertermia (D.0130)
b) Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017)
c) Resiko cidera (D.0136)
3.
4. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Hipertermia (D.0130) Setelah diakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipertermia (I.15506)
selama x24 jam diharapkan Observasi :
termoregulasi membaik dengan kriteria - Identifikasi penyebab hipertermia
hasil: (mis. dehidrasi, terpapar lingkungan
Termoregulasi (L.14134) panas, penggunaan inkubator)
- Menggigil sedang - Monitor suhu tubuh
- Kejang sedang Terapeutik :
- Suhu tubuh cukup membaik - Sediakan lingkngan yang dingin
- Suhu kulit cukup membaik - Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Berikan cairan oral
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi : Anjurkan tirah baring
Kolaborasi : Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
Resiko Perfusi Serebral Setelah diakukan tindakan Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
Tidak Efektif (D.0017) keperawatan selama x24 jam perfusi (I.06194)
serebral membaik dengan kriteria hasil: Observasi :
Perfusi Serebral (L.02014) - Identifikasi penyebab peningkatan TIK
- Tingkat kesadaran sedang (mis.lesi, gangguan metabolisme,
- Tekanan intra kranial sedang edema serebral)
- Sakit kepala sedang - Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
- Gelisah sedang (mis. tekanan darah meningkat, tekanan
nadi melebar)
Terapeutik :
- Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Pertahankan suhu tubuh optimal
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian diuretik
osmosis, jika perlu
Resiko Cedera (D.0136) Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Cedera
selama x24 (I.14537)
jam, masalah tingkat cedera Observasi : Identifikasi
menurun dengan kriteria hasil: area lingkungan yang
Tingkat Cedera (L.14136) berpotensi menyebabkan
- Kejadian cedera cukup menurun cedera
- Luka/Lecet sedang Terapeutik
- Toleransi aktivitas sedang - Pastikan roda tempat tidur
- Ekspresi wajah kesakitan sedang atau kursi roda dalam
keadaan terkunci
- Gunakan pemanan tempat
tidur
- Tingkatkan frekuensi
observsi dan pengawasan
pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi :
- Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
- Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit
sebelum berdiri
C. Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai