Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM PADA ANAK

OLEH :
SRI HARTINI
AZAN FATAHULLAH
NI MADE INDI APRIANTI BUDI
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Kejang Demam pada
Anak”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal . Dengan ini kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak usia dini adalah salah satu pewaris dari pada setiap bangsa,

Anak merupakan aset bangsa, sebagai pewaris dan sekaligus sebagai generasi

pelangsung cita-cita perjuangan bangsa. Mereka perlu dipersiapkan demi

kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa mendatang. Oleh sebab

itulah perlu dipersiapkan agar anak dapat tumbuh dan berkembang

dengan sebaik-baiknya sehingga kelak menjadi orang dewasa yang sehat, baik

secara fisik, mental, maupun sosial-emosionalnya. Untuk mencapai hal itu

harus ada upaya pengembangan potensi yang dimilikinya secara optimal

agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan

(Hasendra, 2019).

Salah satu aspek utama yang menjadi tolak ukur bagi pertumbuhan

dan perkembangan seorang anak adalah tingkat kemandirian keluarga,

sehingga peran dan fungsi keluarga menjadi sangat penting dan

bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak. Keluarga merupakan

tempat yang paling awal dan efektifuntuk menjalankan fungsi Departemen

Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan bagi anak. Keluarga merupakan

unit terkecil masyarakat yang memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan

masing-masing anggota keluarganya. Keluarga sebagai fokus pendekatan

dalam melaksanakan Program Kesehatan. Keluarga memiliki tugas di

bidang kesehatan guna meningkatkan dan mempertahankan kesehatan

keluarga (Kertapati, 2019).


Kesehatan di negera yang sedang berkembang seperti Indonesia mempunyai

2 faktor utama yaitu gizi dan infeksi yang berpengaruh besar terhadap

pertumbuhan kesehatan anak, 70% kematian anak karena adanya

pnemonia, campak, diare, malaria, dan malnutrisi, ini berarti bahwa penyakit

infeksi masih menjadi penyebab kematian balita. Terjadinya proses

infeksi dalam tubuh menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang biasa disebut

dengan demam, demam merupakan faktor resiko utama terjadinya kejang

demam. Peningkatan temperatur tubuh ini diinduksi oleh pusat termoregulator

di hipotalamus sebagai respons terhadap perubahan tertentu. Demam

didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh menjadi >38,0°C.

Rangsangan demam tersebut yang dapat menjadikan kejang demam, kejang

yang terjadi karena rangsangan demam, tanpa adanya proses infeksi

intrakranial; terjadi pada sekitar 2-4% anak berusia 3 bulan sampai 5 tahun.

Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana, tidak

menyebab-kan menurunnya IQ, epilepsi, dan kematian. Bila anak berumur

kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului

demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan, misalnya infeksi

SSP/Sistem Saraf Pusat, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama dengan

demam (Arief, 2015).

Menurut Afif (2015) Kejang demam merupakan kelainan

neurologis yang paling sering ditemukan pada anak, karena bangkitan

kejang demam berhubungan dengan usia, tingkatan suhu serta kecepatan

peningkatan suhu, termasuk faktor hereditas juga memiliki peran

terhadap bangkitan kejang


demam dimana pada anggota keluarga penderita memiliki peluang untuk mengalami

kejang lebih banyak dibandingkan dengan anak normal. Kejang demam adalah

bangkitan yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh (suhu rectal lebih dari 38°C),

disebabkan suatu proses ekstrakranial.

Salah satu faktor risiko kejang demam adalah riwayat kejang pada keluarga,

dihubungkan dengan tipe kejang demam pertama dan usia saat terjadi kejang demam

pertama. Beberapa penelitian menunjukkan riwayat kejang meningkatkan risiko kejang

demam kompleks sebagai tipe kejang demam pertama dan berhubungan dengan usia

kejang demam pertama yang lebih dini (Vebriasa et al., 2016).

B. Rumusan masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Klien Anak dengan Kejang Demam ?
BAB II

TINJAUANPUSTAKA

A. Konsep Kejang Demam

1. Pengertian

Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam


merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan, yang
berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem saraf
pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan kejang
simptomatik lainnya. Definisi berdasarkan konsensus tatalaksana kejang dari
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kejang demam adalah bangkitan kejang
biasanya terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0C) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial, biasanya terjadi antara umur 3
bulan dan 5 tahun(Deliana, 2016).

Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah


bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan
5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab lain(Deliana, 2016).

2. Etiologi
Beberapa teori dikemukan mengenai penyebab terjadinya kejang demam:
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam,
25-50% anak dengan kejang demam mempunyai anggota keluarga yang pernah
mengalami kejang demam sekurang- kurangnya sekali. Faktor penting lainnya
terjadinya kejang demam pada anak adalah suhu badan(Arifuddin Adhar, 2016).
Pasien kejang demam didefinisikan sebagai pasien yang mengalami bangkitan
kejang yang terjadi saat pasien berusia 6 bulan sampai 5 tahun disertai
peningkatan suhu tubuh di atas 38⁰C, dengan metode pengukuran suhu apa pun,
serta kejadian kejang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Jenis kejang
merupakan jenis kejang yang dialami pasien saat terjadi bangkitan kejang. Jenis
kejang dibagi menjadi kejang umum dan kejang fokal. Durasi kejang dibagi
menjadi dua yaitu 1 kali. Klasifikasi kejang demam dibagi dua menjadi kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana
memiliki durasi kejang yang singkat, kurang dari 15 menit, dapat berhenti
sendiri secara spontan, jenis kejang merupakan kejang umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal, tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam
kompleks memiliki durasi kejang yang lama, lebih dari 15 menit, kejang fokal
atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial, episode
kejang lebih dari satu kali dalam 24 jam atau berulang(Susanti, Yurika Elizabeth
& Wahyudi, 2020).
3. Penatalaksanaan
Pada anak-anak penatalaksaan kejang demam terdiri dari(Irdawati, 2009):

1) Penatalaksana Medis

Mengatasi kejang secepat mungkin pada saat pasien datang dalam


keadaan kejang lebih dari 30 menit maka diberikan obat diazepam
secara intravena karena obat ini memiliki keampuhan sekitar 80-
90% untuk mengatasi kejang demam. Efek terapeutiknya sangat
cepat yaitu kira-kira 30 detik dampai 5 menit. Jika kejang tidak
berhenti makan diberikan dengan dosis fenobarbital. Efek
samping obat diazepam ini adalah mengantuk, hipotensi,
penekanan pusat pernapasan, laringospasme, dan henti jantung
(Newton, 2013).

2) Penatalaksanaan keperawatan

a) Membuka pakaian klien

b) Posisikan kepala miring untuk mencegah aspirasi isi lambung


c) Menjaga kepatenan jalan nafas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
d) Monitor suhu tubuh, Cara paling akurat adalah dengan suhu
rektal

e) Memberikan Obat untuk penurun panas, pengobatan ini dapat


mengurangi ketidaknyamanan anak dan menurunkan suhu 1-
1,5 ºC.
f) Berikan Kompres Hangat
Mengompres dilakukan dengan handuk atau washcloth
(washlap atau lap khusus badan) yang dibasahi dengan
dibasahi air hangat (30ºC) kemudian dilapkan seluruh badan.
Penurunan suhu tubuh terjadi saat air menguap dari
permukaan kulit. Tambah kehangatan airnya bila demamnya
semakin tinggi. Sebenarmya mengompres kurang efektif
dibandingkan obat penurun demam. Akan lebih baik jika
digabungkan dengan pemberian obat penurun demam, kecuali
anak alergi terhadap obat tersebut.
g) Menaikkan Asupan Cairan Anak
Anak dengan demam dapat merasa tidak lapar dan
sebaiknya tidak memaksa anak untuk makan. Akan tetapi
cairan seperti susu (ASI atau atau susu formula) dan air harus
tetap diberikan atau bahkan lebih sering. Anak yang lebih tua
dapat diberikan sup atau buah-buahan yang banyak
mengandung air.
h) Istirahatkan Anak Saat Demam
Demam menyebabkan anak lemah dan tidak nyaman.
Orang tua sebaiknya mendorong anaknya untuk cukup
istirahat. Sebaiknya tidak memaksa anak untuk tidur atau
istirahat atau tidur bila anak sudah merasa baikan dan anak
dapat kembali ke sekolah atau aktivitas lainnya ketika suhu
sudah normal dalam 24 jam.

B. Asuhan Keperawatan Pada Anak Kejang Demam dengan Hipertermi

1. Pengkajian

Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan data dasar tentang kesehatan

klien baik fisik,psikososial, maupun emosional. Data dasar ini digunakan untuk

menetapkan status kesehatan klien, menemukan masalah aktual ataupunpotensial

serta sebagai acuan dalam memberikan edukasi pada klien(Ode Debora, 2013).

Pengkajian adalah pengumpulan,pengaturan,validasi, dan dokumentasi data

(informasi) yang sistematis dan bersinambungan yang dilakukan pada semua

fase proses keperawatan, misalnya pada pase evalusi, pengkajian, dilakukan


untuk menentukan hasil strategis keperawatan dan mengevaluasi pencapaian

tujuan (Kozier, 2011).

Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian pada anak dengan kejang

demam adalah:

a. Biodata/ Identitas pasien

Biodata pasien mencakup nama, umur, jenis kelamin. Sedangkan biodata

orang tua perlu ditanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi

nama, umur, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat.

b. Keluhan utama

Meliputi keluhan paling utama yang dialami oleh pasien, biasanya keluhan

yang dialami pasien kejang demam adalah anak mengalami kejang pada saat

panas diatas > 37,5.- 39,5 oC.


c. Riwayat penyakit sekarang

1) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan, apakah

betul ada kejang. Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar mengetahui

kejang yang dialami oleh anak.

2) Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka

diketahui apakah terdapat infeksi. Infeksi mempengaruhi penting dalam

terjadinya bangkitan kejang pada anak.

3) Lama serangan Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan

waktu berlangsung lama. Dari lama bangkitan kejang dapat kita ketahui

respon terhadap prognosa dan pengobatan.

4) Pola serangan Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai

pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik atau klonik. Pada kejang

demam sederhana kejang ini bersifat umum.

5) Frekuensi serangan Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur

berapa kejang teljadi untuk pertama kali dan berapa frekuensi kejang per

tahun. Prognosa makin kurang baik apabila timbul kejang pertama kali pada

umur muda dan bangkitan kejang sering terjadi.

6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan Sebelum kejang perlu

ditanyakan adakah aura atau rangsangantertentu yang dapat menimbulkan

kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana

kejang dimulai dan bagaimana menjalamya. Sesudahnya kejang perlu

ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada

paralise, menangis dan sebagainya.


7) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai Apakah muntah, diare, trauma

kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal,

kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

d. Riwayat penyakit dahulu

Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah

penderita pemah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang

teljadi untuk pertama kalinya. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang

selaput otak, OMA dan lain-lain.

e. Riwayat penyakit keluarga

Adakah keluarga yang memiliki penyakit kejang demam sepexti pasien (25 %

penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota

keluarga yang menderita penyakit saraf atau lainnya. Adakah anggota

keluarga yang mendedta penyakit seperti ISPA, diare atau Penyakit infeksi

menular yang dapat mencetuskan texjadinya kejang demam.

f. Riwayat kehamilan dan persalinan

Kelainan ibu sewaktu hamil per trisemester, apakah ibu pemah mengalami

infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma perdarahan pervagina

sewaktu hamil, penggunakan obat-obatan maupun jamu selama hamil.

Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan

(forcep/ vakum), perdarahan ante partum, asfiksia dan lain-lain. Keadaan

selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau netek dan

kejang kejang.
g. Riwayat imunisasi

Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur

mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah

mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat

menimbulkan kejang.

h. Riwayat perkembangan

kemampuan perkembangan Anak meliputi:

1) Personal sosial (kepribadian/ tingkah laku sosial): berhubungan dengan

kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.

2) Motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati

sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian bagian tubuh tertentu

saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat,

misalnya menggambar, memegang suatu benda dan lain-lain.

3) Motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

4) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah

dan berbicara spontan.

i. Riwayat sosial

Untuk mengetahui perilaku pada anak dan keadaan emosionalnya yang perlu

dikaji siapakah yang mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota

keluarga dan teman sebayanya.

1) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat

Gaya hidup yang berkaitan denga kcsehatan, pengetahuan tentang kesehatan,

pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan


medisBagaimana pandangan tehadap penyakit yang diderita, pelayanan

kesehatan yang diberikan, tindakan apabila anggota keluarga yang sakit,

penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.

2) Pola nutrisi

Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak, ditanyakan bagaimana

kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak, makanan apa

saja yang disukai dan yang tidak, bagaimana selera makan anak, berapa kali

minum, jenis dan jumlahnya per hari.

3) Pola eliminasi

BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan

bagaimana warna, bau khas, dan terdapat darah, serta tanyakan apakah

disertai nyeri saat anak kencing.

BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak, bagaimana

konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir.

4) Pola aktivitas dan latihan

Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya,

berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam, aktivitas apa yang disukai.

5) Pola tidur/istirahat

Berapa jam sehari tidur, berangkat tidur jam berapa. Bangun tidur jam berapa,

kebiasaan sebelum tidur, serta bagaimana dengan tidur siang.

a. Data objektif

1) Pemeriksaan Umum

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah,
respirasi, nadi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu

tinggi sedang kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum

kejang tanpa kelainan neurologi.

2) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan secara menyeluruh dari ujung kepala

hingga ujung kaki untuk mendapatkan data objektif tentang kondisi pasien (Perry,

2005). a) Kepala

tanda-tanda mikro atau makro sepali, adakah dispersi bentuk kepala, apakah

tanda- tanda kenaikan tekanan intrakranial, yajtu ubun-ubun besar cembung,

bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum.

b) Rambut

Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien

dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan

seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada

pasien.

c) Muka/Wajah

Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila

anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda

rhisus sardonicus, opistotonus, trimus, apakah ada gangguan nervus cranial.

d) Mata

Saat serangan kejang teljadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman

penglihatan. Bagaimana keadaan sklera, konjungtiva.

e) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tandatanda adanya infeksi
seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari

telinga, berkurangnya pendengaran.

f) Hidung

Adakah ada pemafasan cuping hidung, polip yang menyumbat jalan nafas, apakah

keluar sekret, bagaimana konsistensinya Jumlahnya.

g) Mulut

Adakah tanda-tanda sardonicus, bagaimana keadaan lidah, adakah stomatitis,

berapa jumlah gigi yang tumbah, apakah ada carries gigi.

h) Tenggorokan

Adakah tanda-tanda peradangan tonsil, adakah tandatanda infeksi faring.

i) Leher

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembasaran kelenjar tyroid, adakah pembesaran

vena jugularis.

j) Thorax

Pada infeksi amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernafasan, frekuensinya,

irama, kedalaman, adakah retraksi dada. Pada auskultasi adakah suara nafas

tambahan.

k) Jantung

Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya, adakah bunyi

tambahan, adakah bradicardi atau tachycardia.

l) Abdomen

Adakah distensi abdomen serta kekakuan otot pada abdomen, bagaimana turgor

kulit dan peristaltik usus, adakah tanda meteorismus, adakah pembesaran hepar.
m) Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun wamanya, apakah terdapat

oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.

n) Ekstremitas

Apakah terdapat kulit baik kebersihan maupun wamanya, apakah terdapat

oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.

o) Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda

infeksi.

2. Diagnose keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada kasus kejang demam adalah

hipertermia, yang berhubungan dengan proses penyakit(SDKI, 2016).

Tabel 1

Diagnosa keperawatan pada anak kejang demam dengan hipertermia

Gejala dan Tanda Penyebab Masalah

(1) (2) (3)


Gejala dan Tanda Mayor 1. Dehidrasi Hipertermia
1. Subjektif : tidak 2. Terpapar lingkungan Kategori : lingkungan
2. Objektif : suhu 3. Proses penyakit (mis Subkategori : keamanan
normal. kanker) proteksi
Gejala dan Tanda Minor 4. Ketidaksesuaian Definisi : suhu tubuh
1. Subjektif : tidak pakaian meningkst
2. Objektif : kulit 5. Peningkatan laju
merah, metabolisme
kulit terasa hangat 6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebihan
8. Penggunaan incubator
3. Intervensi

Tabel 2

Perencanaan keperawatan Pada Anak Kejang Demam Dengan


Hipertermia
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil (SIKI)
(SDKI (SLKI)
)

(1) (2) (3)


Hipertermia Setelah di berikan Manajemen hipertermia
berhubungan dengan asuhan keperawatan
1. Observasi
proses penyakit (infeksi selama 3x24 jam
a. Identifikasi penyebab
bakteri salmonella diharapkan :
hipertermia (mis.
typhosa).
1. Mengigil Dehidrasi,terpapar
menurun lingkungan
2. Kulit merah panas,penggunaan
menurun
incubator).
3. Kejang
menurun b. Monitor suhu tubuh
4. Takikardia c. Monitor pengeluaran urin.
menurun 2. Terapeutik
5. Takipnea a. Sediakan linkungan yang
menurun
dingin. b. Longgarkan atau
6. Suhu tubuh
membaik lepaskan
7. Suhu kulit pakaian
membaik .
c. Berikan cairan oral.
d. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh.
e. Lakukan pendinginan
eksternal(mis. Selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen,aksilla).
3. Edukasi a. Kolaborasikan dan elektrolit intravena,
a. Anjurkan tirah baring pemberian cairan jika
4. Kolaborasi perlu
.
Sumber : (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) (Tim Pokja SLKI DPP
PPNI, 2019)
4. Implementasi

Implementasi adalah tahap ke empat dari proses keperawatan . tahap ini

muncul jika perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada klien. Tindakan yang

dilakukan mungkin sama mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah di buat

pada perencanaan. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibelitas dan

kreatifits perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui

tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah

direncanakan, dilakukan dengan rencana yang tepat,aman,serta sesuai dengan

kondisi pasien (Ode Debora, 2013).

Adapun implementasi yang dapat dilakukan sesuai dengan intervensi yaitu :

a. Mengidentifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi,terpapar

lingkungan panas).

b. Memonitor suhu tubuh

c. Memonitor pengeluaran urine

d. Menyediakan lingkungan yang dingin.

e. Melonggarkan atau lepaskan pakaian.

f. Memberikan obat oral.

g. Membasahi dan kipasi permukaan tubuh.

h. Melakukan pendinginan eksternal (mis. Kompres dingin pada dahi, dan

aksilla).

i. Mengajurkan tirah baring

j. Mengkolaborasikan pemberian cairan elektrolit dan intravena.


5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. pada tahap ini perawat

membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan

serta menilai apakah masakah yang terjadi sudah diatasi seluruhnya,hanya sebagian,atau belum

teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan

untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui kesesuain tindakan

keperawatan,perbaikan tindakan keperawatan,kebutuhan klien saat ini,perlunya dirujuk pada

tempat kesehatan lain dan perlu menyusun ulang prioritas diagnosa supaya kebutuhan klienbisa

terpenuhui atau teratasi (Ode Debora, 2013). Evaluasi dinilai berdasarkan respon pasien terhadap

implementasi yang telah dilakukan, sehingga kriteria hasil yang diharapkan :

a. Menggigil menurun.

b. Suhu tubuh membaik menjadi 36,5⁰ c – 37,5⁰ c c. Kejang

menurun.

d. Suhu kulit membaik. e. Takikardia

menurun. f. Takipnea menurun.

g. Kulit merah menurun.


BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Febris confulsif atau sering disebut kejang demam adalah terjadinya peristiwa kejang pada anak
setelah usia satu bulan, terkait dengan penyakit demam, tidak disebabkan oleh infeksi pada sistem
saraf pusat, tanpa kejang neonatal sebelumnya atau kejang neonatal tanpa alasan sebelumnya dan
tidak memenuhi kriteria untuk gejala kejang akut lainnya (International League Against
Epilepsy(ILAE)dalam (Puspitasari et al., 2020).
DAFTAR PUSTAKA

(Dewi, 2014). (2017). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


PENANGANAN PERTAMA DI PUSKESMAS ( Related Factors With
The First Handling Of Febrile Convulsion In Female Children 6 Months
- 5 Years In The Health Center ). 1(1), 32–40.
Arief, R. F. (2015). Penatalaksanaan Kejang Demam. Cermin Dunia
Kedokteran- 232, 42(9), 658–659.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/HealthyTadulako/article/download/
8333/6614
Arifuddin Adhar. (2016). Analisis Faktor Risiko Kejadian Kejang Demam.
Jurnal Kesehatan Tadulako, 2(2), 61.
Deliana, M. (2016). Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, 4(2),
59. https://doi.org/10.14238/sp4.2.2002.59-62
Irdawati. (2009). Kejang demam dan penatalaksanaannya. Berita Ilmu
Keperawatan, 2 No.3(September), 143–146.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/2377/KEJANG
DEMAM DAN PENATALAKSANAANNYA.pdf?sequence=1
Ismet, I. (2017). Kejang Demam. Jurnal Kesehatan Melayu, 1(1), 41.
https://doi.org/10.26891/jkm.v1i1.13
Labir, K., & Mamuaya, N. L. . S. S. (2017). Pertolongan Pertama Dengan
Kejadian Kejang Demam Pada Anak. Journal Nursing, 1–7. http://poltekkes-
denpasar.ac.id/files/JURNAL GEMA KEPERAWATAN/DESEMBER
2014/ARTIKEL Ketut Labir dkk,.pdf
Muzayyanah, N. L., Hapsara, S., & Wibowo, T. (2013). Kejang Berulang
dan Status Epileptikus pada Ensefalitis sebagai Faktor Risiko Epilepsi
Pascaensefalitis. 15(3).
Nurindah, D., Muid, M., & Retoprawiro, S. (2014). Hubungan antara Kadar
Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-α) Plasma dengan Kejang Demam
Sederhana pada Anak. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(2), 115–119.
https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2014.028.02.10
Puspitasari, J. D., Nurhaeni, N., & Allenidekania, A. (2020). Edukasi
Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam Pencegahan Kejang
Demam Berulang. Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI),
4(3), 124. https://doi.org/10.32419/jppni.v4i3.186
Rahmadiliyani, N., & Muhlisin, A. (2008). Hubungan Antara Pengetahuan
Tentang Penyakit Dan Komplikasi Pada Penderita Diabetes Melitus Dengan
Tindakan Mengontrol Kadar Gula Darah Di Wilayah Kerja Puskesmas I
Gatak Sukoharjo. Berita Ilmu Keperawatan, 1(2), 97–100.
http://journals.ums.ac.id/index.php/BIK/article/view/3744

Anda mungkin juga menyukai