Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

Dibuat untuk memenuhi tugas praktik klinik Keperawatan Anak


Dosen pengampu : Sri Kusmiati, S.Kp., M.Kes

Disusun oleh :
Eka Fadilah Khoerunisa
PI7320119410

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG


JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
2021/2022
1. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Pengertian
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) kejang demam
merupakan gangguan neurologis akut yang paling umum terjadi pada bayi dan
anak-anak disebabkan tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam
terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama
kalinya pada usia <6 bulan atau >3 tahun. Kejang demam dapat terjadi bila suhu
tubuh diatas 38oC dan suhu yang tinggi dapat menimbulkan serangan kejang.
Menurut Maria, setiap anak dengan kejang demam memiliki ambang kejang yang
berbeda dimana anak dengan ambang kejang yang rendah terjadi apabila suhu
tubuh 38 derajat Celsius tetapi pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi
terjadi pada suhu 40 derajat Celsius bahkan bisa lebih dari itu. Demam dapat terjadi
setiap saat dan bisa terjadi pada saat setelah kejang serta anak dengan kejang
demam memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit demam kontrol
(Newton, 2015).
Menurut Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam dari Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI) tahun 2016, kejang demam merupakan bangkitan kejang
yang terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami
peningkatan suhu tubuh di atas 380C, dengan metode pengukuran suhu apa pun,
yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Kejang demam biasanya merupakan
episode tunggal dan tidak berbahaya. Kejadian kejang demam merupakan jenis
kejang tersering yang dialami oleh anak. Kejang demam dibagi menjadi dua jenis
yaitu kejang demam sederhana (simple febrile seizure) dan kejang demam
kompleks (complex febrile seizure). Sebanyak 80% kasus kejang demam
merupakan kejang demam sederhana.
Kasus kejang demam di Indonesia ditemukan pada 2-4% anak berusia 6
bulan hingga 5 tahun. Sekitar 30% pasien kejang demam mengalami kejadian
kejang demam berulang dan kemudian meningkat menjadi 50% jika kejang
pertama terjadi pada usia kurang dari satu tahun. Kejang demam paling sering
ditemukan pada usia 1 hingga kurang dari 2 tahun. Selain itu, anak laki-laki dengan
kejang demam lebih banyak (66%) dibandingkan dengan anak perempuan (34%).

B. Etiologi
Hingga saat ini penyebab kejang demam belum diketahui secara pasti,
namun kejang demam yang disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat
yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Pada umumnya berlangsung
secara singkat, dan mungkin terdapat predisposisi familiar. (Kusuma, 2015).
Menurut (Lestari, 2016) kejang demam dapat disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih, sedangkan
menurut (Ridha , 2014) mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang demam
diantaranya :
1) Faktor-faktor prenatal
2) Malformasi otak congenital
3) Faktor genetika
4) Demam
5) Gangguan metabolisme
6) Trauma
7) Neoplasma
8) Gangguan Sirkulasi
Faktor penyebab pada kejang demam adalah demam, umur, genetic,
riwayat prenatal dan pernatal. Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang
paling sering berhubungan dengan kejang demam. Gastroenteritis, terutaman yang
di sebabkan oleh shigella atau campylobacter, dan infeksi saluran kemih
merupakan penyebab lain yang lebih jarang (Moe,et al, 2007 dalam Badrul, 2015).

C. Patofisiologi
Patofisiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas. Di duga penyebab
kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang cepat.
Penyebab kejang di duga berhubungan dengan puncak suhu. Hipertermia
mengurangi mekanisme yang menghambat aksi potensial dan meningkatkan
transmisi sinaps eksitatorik. Pada penelitian binatang didapatkan peningkatan
eksitabilitas neuron otak selama proses maturasinya. Suhu yang sering
menimbulkan kejang demam adalah 38,5oC (Basuki,2009 dalam Badrul, 2015).
Penelitian genitik pada kejang demam berhasil mengidentifikasi febrile
seizures susceptibility genes pada 2 lokus, yaitu FEB (kromosom 8q13 – q21) dan
FEB (kromosom 19p13.3), bersifat autosomal dominan dengan penetrasi tidak
lengkap. Hal ini menjelaskan mengapa kejang demam lebih sering terjadi dalam
satu keluarga. Memutasi genetic dari kanal ion natrium atau Na+channelopathy dan
geminobutiric acid A receptor merupakan gangguan genetic yang mendasari
terjadinya kejang demam (basuki,2009 dalam Badrul, 2015). Penelitian pada hewan
coba menunjukkan kemungkinan peran patogen endogen seperti interleukin 1β,
yang dengan meningkatkan eksitabilitas neuron, mungkin menghubungkan demam
dengan bangkitan kejang. Penelitian pendahuluan pada anak mendukung hipotesa
bahwa cytokine network teraktifasi dan diduga berperan dalam pathogenesis kejang
demam. Namun signifikasi klinis dan patologis pengamatan ini masih belum jelas
(Gatti,2002 dalam Badrul, 2015).
Beberapa factor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang
demam antara lain:
1) Demam itu sendiri
2) Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak
3) Respon alergik atau keadaan imun yang abnormaloleh infeksi
4) Perubahan keseimbangan atau elektroliat Ensefalitas viral
5) Gabungan semua factor tersebut di atas

D. WOC
E. Manifestasi Klinis
Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Saat kejang, anak akan
terlihat aneh untuk beberapa saat, hilang kesadaran, tangan dan kaki kaku,
tersentak- sentak atau kelojotan, dan mata berputar-putar sehingga hanya putih
mata yang terlihat. Anak tidak responsive untuk beberapa waktu, napas akan
terganggu dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Namun, tidak seberapa
lama kemudian, anak akan segera normal kembali (Sudarmoko, 2017).
Djamaludin, menjelaskan bahwa tanda pada anak yang mengalami kejang
adalah sebagai berikut :
1) Suhu badan mencapai 39 derajat Celcius
2) Saat kejang anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang napas dapat terhenti
beberapa saat
3) Tubuh termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai ke belakang disusul
munculnya gejala kejut yang kuat
4) Warna kulit berubah pucat bahkan kebiruan dan bola mata naik ke atas
5) Gigi terkatup dan terkadang disertai muntah
6) Napas dapat berhenti selama beberapa saat
7) Anak tidak dapat mengontrol untuk buang air besar atau kecil.

F. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit,
dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukkan
kelainan yang berarti.
2) Indikasi lumbal fungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal fungsi pada pasien
dengan kejang demam meliputi :
a. Bayi < 12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena gejala meningitis
sering tidak jelas.
b. Bayi antara 12 bulan-1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal fungsi
kecuali pasti bukan meningitis
3) Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas.
4) Pemeriksaan foto kepala, CT-scan/ MRI tidak dianjurkan pada pasien anak
tanpa kelainan nuerologist karena hampir semuanya menunjukkan gambaran
normal. CT-scan / MRI direkomendasikan untuk kasus kejang demam fokal
untuk mencari lesi organil di otak.(Nurarif, 2015)

G. Penatalaksanaan
1) Penatalaksana Medis
a. Menghentikan kejang secepat mungkin Diberikan antikonvulsan secara
intravena jika klien masih kejang.
b. Pemberian oksigen
c. Penghisapan lendir kalau perlu
d. Mencari dan mengobati penyebab
2) Penatalaksanaan keperawatan
a. Semua pakaian ketat dibuka
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
d. Monitor suhu tubuh, Cara paling akurat adalah dengan suhu rektal
e. Obat untuk penurun panas, pengobatan ini dapat mengurangi
ketidaknyamanan anak dan menurunkan suhu 1 sampai 1,5 oC.
f. Berikan Kompres Hangat
Mengompres dilakukan dengan handuk atau washcloth (washlap
atau lap khusus badan) yang dibasahi dengan dibasahi air hangat (30oC)
kemudian dilapkan seluruh badan. Penurunan suhu tubuh terjadi saat air
menguap dari permukaan kulit. Oleh karena itu, anak jangan “dibungkus”
dengan lap atau handuk basah atau didiamkan dalam air karena penguapan
akan terhambat. Tambah kehangatan airnya bila demamnya semakin tinggi.
Sebenarmya mengompres kurang efektif dibandingkan obat penurun
demam. Karena itu sebaiknya digabungkan dengan pemberian obat penurun
demam, kecuali anak alergi terhadap obat tersebut.
g. Menaikkan Asupan Cairan Anak
Anak dengan demam dapat merasa tidak lapar dan sebaiknya tidak
memaksa anak untuk makan. Akan tetapi cairan seperti susu (ASI atau atau
susu formula) dan air harus tetap diberikan atau bahkan lebih

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1) Identitas
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pada tinjauan pustaka anak dengan kejang demam biasanya tampak
demam tinggi dengan suhu hingga diatas 380 C dan anak tampak lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
 Didapatkan keluhan adanya panas mendadak yang disertai kejang
 Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk pilek. (Rampengan , 2007).
c. Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji, kemungkinan ada keluarga
yang pernah menderita kejang demam.
 Perilaku yang merugikan kesehatan dapat menimbulkan retradasi mental.
 Tumbuh kembang Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan
anak sesuai dengan tingkat usia, baik perkembangan emosi dan social.
 Imunisasi yang perlu dikaji apakah anak baru saja diberikan imunisasi yang
menimbulkan efek demam
d. Riwayat persalinan
 Pre natal
Keadaan ibu saat hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, penggunaan obat-
obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah
sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum), perdarahan ante
partum, asfiksi dan lain-lain.
 Riwayat Natal
Ibu melahirkan bayi ikterus dengan umur kehamilan 38-39 minggu
secara normal atau SC, klien bayi kelahiran dengan ekstraksi vakum,
induksi oksitosin, pelambatan pengkleman tali pusat, trauma kelahiran,
asfiksia, partus lama, lama mengejan, his lama.
 Riwayat post natal
Setelah bayi lahir, syanosis, sesak, terpasang ventilator, tampak
icterus, masuk ke incubator.
e. Pemeriksaan Fisik
(B1) Pernafasan
- Inspeksi, pernafasan menurun atau cepat, gigi mengatup
- Palpasi, kadang terdapat batuk dan faringitis karena demam yang tinggi.
- Perkusi, thorax sonor
- Auskultasi, adanya suara tambahan ronchi, wheezing
(B2) Kardiovaskuler
- Inspeksi, pucat, tekanan vena jugularis menurun.
- Palpasi, peningkatan nadi.
- Perkusi, normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada
kasus kejang demam masih dalam batas normal.
- Auskulatasi bunyi jantung S1, S2, tunggal.
(B3) Persyarafan
- Kejang Tonik cirinya ; semua otot kaku
- Kejang Klonik cirinya ; otot berkedut yang berulang atau berirama
- Kejang tonik-klonik cirinya ; Hilang kesadaran, tubuh menjadi kaku,
kehilangan kendali atas buang air besar dan buang air kecil lidah
tergigit, serta sulit bernapas
- Inspeksi, konjungtiva mengalami perdarahan, penurunan tingkat
kesadaran (composmentis, apatis, somnolen, stupor, koma) atau gelisah,
GCS menurun
- Palpasi, adakah parese, anestesia
(B4) Perkemihan
- Inspeksi, produksi urin menurun (oliguria sampai anuria), warna
berubah pekat dan berwarna coklat tua.
- Palpasi, adakah nyeri tekan pada daerah simfisis.
(B5) Pencernaan
- Inspeksi, BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3
kali dalam sehari.
- Auskultasi, Bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope),
peristaltik usus meningkat (gurgling) > 5-20 detik dengan durasi 1 detik.
- Perkusi, mendengar adanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien
tidak membesar suara tymphani.
- Palpasi, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba.
(B6) Muskulokeletal dan integumen
- Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas menurun.
- Palpasi, hipotoni, kulit kering, elastisitas menurun. Adanya ptekie atau
bintik-bintik merah pada kulit, akral klien hangat, biasanya timbul
mimisan. (Dianindriyani, 2011)
(B7) Pengindraan
- Mata : Pupil normalnya akan mengecil jika cahaya didekatkan,
konjungtiva normalnya merah muda, sclera adanya icterus/tidak,
ketajaman penglihatan tajam, pergerakan bola
- Mata mengikuti arah perintah.
- Hidung: tidak ada secret, ketajaman penciuman tajam, tidak ada
kelainan
- Telinga: bentuk telinga normal, ketajaman pendengaran tajam, tidak ada
kelainan
- Perasa : ketajaman perasa normal bisa merasakan ( manis, pahit, asam,
asin)
- Peraba : bisa merasakan benda yang di pegang atau di raba
(B8) System Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran kelenjar
parotis, hiperglikemia tidak ada, hipoglikemia tidak ada.

B. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


1) Resiko jatuh berhubungan dengan ketidakefektifan kejang
2) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
3) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan kejang.
4) Defisiensi tingkat pengetahuan berhubungan dengan hipertermia.
5) Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan kejang berulang
6) Hipertemia berhubungan dengan resiko inflamasi.

C. Intervensi Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan pada keluarga 1. Untuk
keperawatan selama 1 x 30 menit klien tentang pentingnya menambah
diharapkan anak tidak mengalami memodifikasi lingkungan pengetahuan
resiko jatuh. Dengan kriteria hasil : untuk mencegah resiko keluarga klien
a. Keluarga klien mampu jatuh
menjelaskan kembali tentang
pentingnya memodifikasi 2. Anjurkan pada keluarga 2. Untuk mencegah
lingkungan. untuk selalu berada resiko jatuh pada
b. Keluarga klien mau untuk didekat klien klien.

selalu berada di dekat lien.


c. Keluarga klien mampu 3. Ajarkan pada keluarga 3. Untuk melatih
mempraktekkan kembali klien tentang cara keterampilan

tentang cara pemakaian restrain pemakaian restrain yang keluarga klien

yang benar benar tentang cara


pemakaian restrain.
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan pada keluarga 1. Untuk
keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapkan tidak terjadi aspirasi. klien tentang aspirasi menambah
Dengan kriteria hasil : pengetahuan
a. Keluarga klien mampu 2. Anjurkan orang tua keluarga klien
memahami memberikan makan pada tentang aspirasi
b. tentang aspirasi klien dengan posisi
c. Aspirasi klien berkurang atau setengah duduk 2. Untuk
hilang saat makan dengan mempermudah
posisi setengah duduk klien saat menelan
d. Klien tidak mengalami aspirasi
3. Ajarkan pada orang tua 3. Untuk mencegah
saat makan
klien untuk selalu penyebab aspirasi
e. Tidak ada gangguan menelan
memperhatikan kebersihan
f. Klien tidak mengalami aspirasi
mulut
saat meminum obat

4. Observasi adanya 4. Untuk memantau


gangguan menelan perkembangan
klien
5. Kolaborasi dengan 5. Untuk obat sirup
dokter untuk pemberian lebih mudah ditelan
obat dalam bentuk sirup dari pada obat
dengan bentuk
tablet
3 Setelah dilakukan tindakan 1. Batasi pergerakan pada 1. Agar klien tidak
keperawatan selama 2 x 24 jam anak leher, kepala, dan terjadi kejang
tidak mengalami penurunan jaringan punggung berulang
otak yang dapat mengganggu 2. Monitor adanya daerah 2. Untuk memantau
kesehatan dengan kriteria hasil: tertentu yang peka keadaan lien karna
a. Tidak ada tanda-tanda terhadap panas dan dingin dapat beresiko
peningkatan intracranial kejang
b. Tekanan systole dan diastole 3. Kolaborasi pemberian 3. Untuk
dalam rentan yang diharapkan obat analgesik mengurangi rasa
nyeri
4 Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan pada keluarga 1.Untuk menambah
keperawatan selama 1x30 menit pasien atau orang tua pengetahuan orang
diharapkan tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit tua dan
keluarga tentang kejang demam kejang demam, kondisi keluarga pasien
meningkat dengan KH : pasien, dan pengobatan. tentang penyakit
a. Keluarga menyatakan kejang demam
pemahaman tentang 2. Jelaskan penyebab dari 2. Agar orang tua
penyakit, kondisi, dan penyakit kejang demam. mampu mencegah
pengobatan penyakit anaknya
kambuh lagi
dengan mengetahui
penyebabnya
3. Gambarkan tanda dan
3.Memudahkan
gejala yang biasa muncul
keluarga atau orang
pada penyakit
tua pasien untuk
memahami tanda
dan gejala pada
penyakit kejang
demam
5 Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan pada keluarga 1. Untuk
keperawatan selama 2x24 jam pasien tentang menambah
keterlambatan perkembangan tidak perkembangan pengetahuan
terjadi, dengan kriteria hasil : keluarga pasien
a. Keluarga pasien mampu 2. Anjurkan pada keluarga
menjelaskan kembali tentang pasien untuk melakukan 2. Untuk
perkembangan pemeriksaan mengetahui
b. Keluarga pasien melaporkan perkembangan fisik, perkembangan
perkembangan fisik, kognitif dan kognitif, dan psikososial pasien
psikososial normal
c. Keluarga pasien mampu untuk 3. Ajarkan pada keluarga 3. Untuk membantu

melakukan stimulus pasien tentang stimulus meningkatkan

d. Tidak ada gangguan perilaku perkembangan


4. Observasi adanya pasien
ganggun perilaku
4. Untuk
5. Kolaborasi dengan mengetahui
orang tua dan anak untuk gangguan perilaku
mendiskusikan hal-hal yang serius
yang terkait dengan
perkembangan 5. Agar lebih muda
untuk memantau
perkembangan
klien
7 Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan pada keluarga 1. Untuk
keprawatan selama 1x24 jam pasien tentang demam menambah
diharapkan suhu tubuh kembali pengetahuan
normal atau dalam batas normal. 2. Anjurkan kepada keluarga atau orang
Dengan kriteria hasil : keluarga untuk tua pasien tentang
a. Orang tua atau keluarga pasien memberikan pakaian tipis hipertermi
mengetahui tentang hipertermi dan menyerap
b. Orang tua atau keluarga pasien 2. Mencegah
mau melakukan kompres 3. Ajarkan keluarga pasien peningkatan suhu
menggunakan air hangat di untuk pengompresan pada tubuh pada pasien
lipatan-lipatan paha lipatan tubuh dengan benar

c. Orang tua atau keluarga pasien 3. Untuk membantu

mampu melakukan kompres 4. Observasi akral proses

menggunakan air hangat pada penyembuhan dan


5.Observasi adanya menjaga suhu
lipatan-lipatan paha dengan
perubahan warna kulit tubuh pasien
benar
d. Suhu tubuh pasien kembali
6.Kolaborasi pemberian 4. Mengetahui suhu
nomal atau dalam batas normal
antipiretik sesuai dengan tubuh
{36º C – 37,5o C}
kondisi pasien
e. Tidak ada perubahan warna kulit
5. Mengetahui
perubahan warna
tubuh

6. Untuk pemberian
obat dengan tepat
DAFTAR PUSTAKA

Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC. MediAction : Jakarta.
Indra, Adrian. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Anak “A” Dengan Diagnosa Medis
Kejang Demam Di Ruang Ashoka Rsud Bangil Pasuruan. Akademi Keperawatan
Kerta Cendekia : Sidoarjo. Diakses 08 Desember 2021
Indriani, Reva. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Anak yang Mengalami Kejang Demam
Dengan Hipertermia Di Ruang Melati RSUD Karanganyar. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kusuma Husada : Surakarta. Diakses 08 Desember 2021
Pebrisundari, PD. 2019. Kejang Demam. repository.poltekkes-denpasar.ac.id com Diakses
08 Desember 2021
Putri, Firda Kusuma Cahyaning. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM
PADA An. D DAN An. M DENGAN MASALAH KEPERAWATAN HIPERTERMI
DI RUANG BOUGENVILE RSUD dr.
HARYOTO LUMAJANG. Jember: repository.unej.ac.id Diakses 08 Desember 2021
Salam, Harista Miranda. 2016. Pathway Kejang Demam. Scribd.com Diakses 08 Desember
2021
Susanti, Yurika Elizabeth dan Wahyudi, Teguh. 2020. KARAKTERISTIK KLINIS PASIEN
KEJANG DEMAM YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT BAPTIS BATU. Kota
Batu: ejournal.atmajaya.ac.id Diakses 08 Desember 2021
Yuliastati. 2016. Keperawatan Anak. PPSDM Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai