KEPERAWATAN ANAK
DENGAN MASALAH KEJANG DEMAM
PADA ANAK
Oleh:
INDRA HIDAYAT
NIM.2022207209287
B. Epidemiologi
Angka kejadian kejang demam pada 2-4% anak berumur 6 bulan- 5
tahun. Anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dengan
perbandingan sekitar 1,4 : 1. Kejang demam pertama paling sering terjadi
pada usia 1 hingga 2 tahun (Pusponegoro dkk,2006, Lumbantobing,2007).
C. Etiologi
Faktor penting dalam kejang demam adalah demam, umur, genetik,
riwayat prenatal dan perinatal. Infeksi saluran napas atas merupakan
penyakit yang paling sering berhubungan dengan kejang demam.
Gastroenteritis terutama yang disebabkan oleh Shigella atau
Campylobacter, dan infeksi saluran kemih merupakan penyebab lain yang
lebih jarang (Moe, et al, 2007).
D. Patofisiologi
Patofisiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas. Diduga
penyebab kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan
suhu yang cepat. Penyebab kejang diduga berhubungan dengan puncak
suhu. Hipertermia mengurangi mekanisme yang menghambat aksi
potensial dan meningkatkan transmisi sinaps eksitatorik. pada penelitian
hewan didapatkan peningkatan ekstabilitas neuron otak selama proses
maturasinya. Suhu yang sering menimbulkan kejang demam adalah
38,5%0C (Basuki, 2009).
Penelitian pada kejang demam berhasil mengidentifikasi febrile
seizures susceptibility genes pada 2 lokus, yaitu FEB1 (kromosom 8q13-
q21) dan FEB2 (kromosom 19p13.3), bersifat autosomal dominan dengan
penetrasi tidak lengkap. Hal ini menjelaskan mengapa kejang demam lebih
sering terjadi dalam satu keluarga. Mutasi genetik dari kanal ion natrium
atau Na’channelopathy dan gaminobutiric acid A receptor merupakan
gangguan genetik yang mendasari terjadinya kejang demam.
Penelitian pada hewan coba menunjukan kemungkinan peran pirogen
endogen seperti interleukin 1β yang dengan meningkatkan eksitabilitas
neuron, mungkin menghubungkan demam dengan bangkitan kejang.
Penelitian pendahuluan pada anak mendukung hipotesis bahwa cytokine
network teraktivasi dan diduga berperan dalam pathogenesis kejang
demam. Namun, segnifikansi klinis dan patologis pengamatan ini masih
belum jelas (Gatti, 2002).
Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang
demam antara lain:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral
Dari beberapa faktor diatas yang menyebabkan kejang demam maka
masalah yang bisa muncul diantaranya ialah:
Perfusi jaringan serebral yang tidak efektif disebabkan karena rangsang
mekanik dan biokimia yang menyebabkan perubahan konsentrasi ion di
ruang ekstraseluler difusi Na dan K yang akhirnya terjadi kejang kurang
dari 15 menit atau lebih dari 15 menit yang menimbulkan resiko kerusakan
sel neuron, selain itu resiko cedera juga terjadi dikarenakan adannya
inkordinasi kontraksi otot mulut dan lidah saat anak mengalami kejang,
hipertermi pada anak terjadi setelah kejang saat aktivitas otot meningkat,
metabolisme dan suhu juga mengalami peningkatan dan kurangnya
pengetahuan orang tua dalam menangani dan mencegah kejang demam
pada anak.
E. Faktor Risiko
Faktor risiko yang bisa mencetuskan kejang demam antara lain :
1. Faktor Demam
Anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya
bangkitan kejang demam 2,4 kali lebih besar dibandingkan anak yang
mengalami demam lebih dari dua jam. Anak dengan demam lebih
besar dari 390C memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk menderita
bangkitan kejang demam disbanding dengan anak yang demam kurang
390C.
2. Faktor Usia
Anak dengan kejang demam usia kurang dari dua tahun mempunyai
risiko bangkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar disbanding yang
lebih dari dua tahun. (Fuadi,2010).
3. Faktor Riwayat Kejang dalam Keluarga
Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai
faktor risiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang
tua ataupun saudara kandung (first degree relative).
a) Bila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pernah menderita
kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.
b) Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah
menderita kejang demam mempunyau risiko untuk terjadi
bangkitan kejang demam 20%-22%.
c) Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat
pernah menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi
bangkitan kejang demam meningkat menjadi 59%-64%. Demam
diwariskan lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayaj, 27%
berbanding 7% (Fuadi,2010)
H. Pemeriksaan Fisik
Batas suhu yang bisa mencetuskan kejang demam 38OC atau lebih, tetapi
suhu sebenarnya pada waktu kejang sering tidak diketahui. Pemeriksaan
fisik lainnya bertujuan untuk mencari sumber infeksi dan kemungkinan
adanya infeksi intrakranial meningitis atau ensefalitis (Basuki, 2009)
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah
Untuk mencari etiologic kejang demam. Darah lengkap, kultur darah,
glukosa darah, elektrolit, magnesium, kalsium, fosfar, urinalisa, kultur
urin (The Barbara, 2011).
2. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak
ditemukan focus infeksinya (Guidelines, 2010).
3. Fungsi Lumbal
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
4. Radiologi
Neuroimaging tidak diindikasikan setelah kejang demam sederhana.
Dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan neurologis.
5. Elekroensefalografi (EEG)
Untuk menyingkirkan kemungkinan epilepsi.
J. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Kriteria Livingstone untuk kejang demam:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun
2. Kejang berlangsung sebentar, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu
normal tidak menunjukan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
K. Penatalaksanaan
Pada tata laksana kejang demam, ada 3 hal yang perlu di kerjakan:
1. Pengobatan fase akut
Penanganan pada fase akut kejang demam antara lain:
a. Pertahankan jalan napas
b. Lindungi anak dari trauma/cidera
c. Posisikan anak tidur setengah duduk
d. Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu.
2. Mencari dan mengobati penyebab demam
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, pemeriksaan laboratorium lain dilakukan
atas indikasi untuk mencari penyebab.
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Pencegahan berulang kejang demam perlu dilakukan karena bila
sering berulang dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap.
Ada dua cara pengobatan profilaksi :
1) Profilaksi intermitten pada waktu demam
2) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari
Diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg untuk pasien
dengna berat badan ≤ 10 kg dan 10mg untuk pasien dengan berat
badan ≥ 10 kg, setiap pasien menunjukan suhu 38,5 OC atau lebih.
Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam.
Untuk profilaksis terus menerus/jangka panjang dapat dengan
pemberian obat rumat. Pengobatan rumat hanya diberikan bila
kejang demam menunjukan ciri sebagai berikut:
a) Kejang lama > 15 menit.
b) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cereberal palsy,
retardasi mental, Hidrosefalus.
c) Kejang fokal.
d) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam terjadi pada baiyi kurang dari 12 bulan
Kejang demam ≥ 4 kali per tahun.
L. Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal.
Kemungkinan berulang kejang demam.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor
risiko berulangnya kejang demam adalah: riwayat kejang demam
dalam keluarga. Usia kurang lebih 12 bulan, temperatur yang rendah
saat kejang, cepatnya kejang setelah demam
Kemungkinan terjadinya epilepsi.