Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Disusun Oleh :
dr. Afilya M K Udang

Dokter Pendamping:
dr. Venny Tiho

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAM RATULANGI TONDANO
MINAHASA
PERIODE MEI 2021 - FEBRUARI 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dikoreksi dan disetujui laporan Kasus:

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Oleh :

dr. Afilya M K Udang

Masa Tugas:

20 Mei 2021 – 19 Februari 2022

Telah dibacakan pada tanggal 04 Februari 2022 di

RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano.

Mengetahui,

Dokter Pendamping

dr. Venny Tiho


BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah gangguan neurologis yang paling sering terjadi pada anak. Hal
ini dikarenakan anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap berbagai
penyakit sehingga sistem kekebalan tubuh belum terbangun secara sempurna. 1 Kejang
demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh. Kejang demam
terjadi pada anak dengan usia 6 bulan – 5 tahun yang disebabkan karena anak mengalami
demam lebih dari 39ºC. Namun kejang tidak harus terjadi pada suhu lebih dari 39ºC karena
demam yang temperaturnya lebih rendah dari 39ºC dapat terjadi kejang. Hal ini disebabkan
serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidaklah sama, tergantung
nilai ambang kejang masing-masing anak.2

Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah penduduk
di Indonesia dengan 80% disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan. Namun di Asia angka
kejadian kejang demam lebih tinggi, seperti di Jepang dilaporkan antara 6-9% kejadian
kejang demam, 5-10% di India, dan 14% di Guam. Kejang demam biasanya diawali dengan
infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang paling sering dijumpai menyertai kejang demam
adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis.3

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi
pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apneu (henti nafas) sehingga
kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan terjadinya kerusakan sel neuron
otak yang berdampak pada terjadinya kelainan neurologis. Apabila anak sering kejang, akan
semakin banyak sel otak yang rusak dan mempunyai risiko menyebabkan keterlambatan
perkembangan, retardasi mental, kelumpuhan dan juga 2-10% dapat berkembang menjadi
epilepsi. Oleh karena itu, setiap serangan kejang harus mendapat penanganan yang cepat dan
tepat, terutama kejang yang berlangsung lama dan berulang.4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada suhu diatas 38ºC
yang disebabkan oleh proses ekstrakranial tanpa adanya gangguan elektrolit atau
riwayat kejang tanpa demam sebelumnya, umumnya terjadi pada usia 6 bulan sampai 5
tahun dan setelah kejang pasien sadar. 5,6 Definisi kejang demam menurut National
Institutes of Health Consensus Conference adalah kejadian kejang pada bayi dan anak,
biasanya terjadi antara usia 6 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tanpa
adanya bukti-bukti infeksi atau sebab yang jelas di intrakranial.2

Kejang disertai demam pada anak yang sebelumnya menderita kejang tanpa
demam tidak termasuk dalam kategori ini. Kejang disertai demam pada bayi berumur
kurang dari 1 bulan dan anak yang pernah kejang tanpa demam lalu mengalami kejang
demam tidak termasuk dalam kejang demam. Bila kejang didahului oleh demam terjadi
pada anak umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun, pikirkan kemungkinan lain
seperti infeksi susunan saraf pusat atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disertai penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati, kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda
dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan
saraf pusat.7

Kejadian terbanyak pada kejang demam lebih sering terjadi dikarenakan oleh
infeksi virus dibandingkan infeksi bakteri, umumnya terjadi pada 24 jam pertama sakit
dan berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut, seperti faringitis dan otitis media,
pneumonia, infeksi saluran kemih, serta gangguan gastroenteritis.3

II. KLASIFIKASI
Pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat ditegakkan melalui
kriteria Livingstone, yaitu :
 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 5 tahun
 Kejang berlangsung kurang dari 15 menit
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah demam
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
 Pemeriksaan EEG setelah 1 minggu bebas demam tidak menunjukan
kelainan
 Frekuensi kejang 1-4 kali dalam 1 tahun

Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)

 Kejang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali
dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar
 Kejang bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
 Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
 Kejang demam kompleks tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh
kriteria Livingstone

Faktor resiko kejang demam antara lain :

 Demam
 Riwayat kejang demam pada orang tua
 Kadar natrium rendah
 Masalah pada masa neonates
 Anak dalam perawatan khusus

III. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai
dibidang neurologi anak dan terjadi pada 25% anak. Hampir 5% anak berumur di
bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya. Satu dari
setiap 25 anak pernah mengalami kejang demam, 1/3 darinya kejang demam lebih dari
1 kali dengan insiden tertinggi terjadi pada umur 18 bulan. Pada penelitian kohort
prospektif yang besar, 2 - 7 % kejang demam mengalami kejang tanpa demam atau
epilepsi di kemudian hari. Kejadian kejang demam ada kaitannya dengan faktor
genetik. Anak dengan kejang demam 25 - 40 % mempunyai riwayat keluarga dengan
kejang demam. Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari
jumlah penduduk di Indonesia dengan 80% disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan.
Penyakit yang paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi
saluran pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis.3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Parmar, R.C., dkk (2001) di
Department of Paediatrics of A Tertiarycare Centre di kota Metropolitan, India
menunjukkan bahwa penderita kejang demam lebih banyak diderita oleh anak laki-laki
55% dan pada anak perempuan 45%.8

IV. ETIOLOGI
Etiologi kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak,
tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Kejang
demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Demam merupakan faktor
pencetus terjadinya kejang demam anak. Berbagai penyakit infeksi yang dapat
mengakibatkan terjadinya kejang demam seperti infeksi virus (varicella, morbili,
dengue) dan infeksi bakteri (penyakit pada traktus respiratorius, faringitis, tonsillitis,
otitis media). Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda. Kejang tidak selalu
muncul pada suhu yang paling tinggi. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
serangan kejang dapat terjadi pada suhu 38ºC bahkan kurang, sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu 40ºC bahkan
lebih.2,9
Faktor hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 % anak yang mengalami
kejang demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa
kecilnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing pada
297 anak penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan demam
yang akhirnya memicu serangan kejang demam adalah tonsillitis/faringitis yaitu 34 %.
Selanjutnya adalah otitis media akut (31 %) dan gastroenteritis (27%).1

V. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh
ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya konsentrasi K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar
sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi yang berasal dari
glukosa yang melalui proses oksidasi oleh oksigen.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebanyak 20%.
Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium dan ion natrium melalui membran, sehingga
terjadi lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas
ke seluruh sel maupun membran sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter dan
menyebabkan terjadinya kejang.
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 oC,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru dapat terjadi pada suhu
40oC atau lebih. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya
apnoe sehingga kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan terjadinya
kerusakan sel neuron otak yang berdampak pada terjadinya kelainan neurologis.1

VI. MANIFESTASI KLINIS


Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua
sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan
kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Kontraksi
dapat berlangsung selama beberapa detik atau beberapa menit. Anak akan jatuh apabila
sedang dalam keadaan berdiri, dan dapat mengeluarkan urin tanpa dikehendakinya.1
Anak dapat muntah atau menggigit lidahnya. Sebagian anak tidak bernapas dan
dapat menunjukkan gejala sianosis.
Pada akhirnya kontraksi berhenti dan digantikan oleh relaksasi yang singkat.
Kemudian tubuh anak mulai menghentak-hentak secara ritmis (pada kejang klonik),
maupun kaku (pada kejang tonik). Pada saat ini anak kehilangan kesadarannya dan
tidak dapat merespon terhadap lingkungan sekitarnya.10

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan


penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, diantaranya infeksi susunan
saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis air dan elektrolit, dan
adanya lesi struktural pada sistem saraf misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan
diagnosis ini.11

A. Anamnesis
 Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningitis
encephalitis)
 Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
 Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau
naik turun)
 Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran napas,
otitis media, gastroenteritis)
 Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
 Sifat kejang (fokal atau umum)
 Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
 Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi)
 Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
 Trauma

B. Pemeriksaan Fisik
 Temperature tubuh
 Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
(infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
 Pemeriksaan reflex patologis
 Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningitis,
encephalitis)

C. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan elektrolit, untuk menyingkirkan gangguan metabolisme yang
menyebabkan perubahan homeostasis apabila pada anamnesis ditemukan
riwayat muntah, diare, gangguan asupan cairan, dan gejala dehidrasi.
 Pemeriksaan Cerebro Spinal Fluid (CSF) untuk menyingkirkan diagnosis
meningitis encephalitis apabila anak berusia kurang dari 12 bulan, memiliki
tanda rangsang meningeal positif, dan masih mengalami kejang beberapa hari
setelah demam
 CT Scan cranium pada umumnya tidak diperlukan pada kejang demam
sederhana yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat dipertimbangkan pada
pasien yang mengalami kejang demam kompleks untuk menentukan jenis
kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel.
 EEG pada kejang demam tidak dapat mengindentifikasi kelainan yang spesifik
maupun memprediksikan terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat
dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.

VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup dalam tiga hal12 :
1. Pengobatan Fase Akut
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan
nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah
aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung
terus atau berulang. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat dan
pemberian antipiretik (paracetamol 10-15 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam atau ibuprofen
5-10 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam). Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi
yang menjadi etiologi dasar demam yang terjadi.
Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan napas dan memantau fungsi vital
tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan obat pilihan utama, oleh
karena mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat diberikan secara
intravena atau rektal jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat. Dosis
diazepam pada anak adalah 0,3 – 0,5 mg/kg BB, diberikan secara intravena pada
kejang demam fase akut, tetapi pemberian tersebut sering gagal pada anak yang
lebih kecil. Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat diberikan per
rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat
badan lebih dari 10 kg. Bila diazepam tidak tersedia, dapat diberikan luminal
suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk neonatus, 50 mg untuk usia
1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun.
2. Mencari dan Mengobati Penyebab
Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain, seperti
meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal
diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2 tahun, karena
gejala rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada kelompok umur tersebut.
Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab,
seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan CT-
Scan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak diprovokasi oleh demam.
3. Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang
Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena bila berlangsung terus
menerus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap.
- Intermitten : anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu
lebih dari 38ºC) dengan menggunakan diazepam oral / rektal.
- Terus menerus, dengan memberikan fenobarbital atau asam valproat tiap hari
untuk mencegah berulangnya kejang demam

Pemberian obat-obatan untuk penatalaksanaan kejang demam pada anak, harus


dipertimbangkan antara efek terapeutik obat beserta efek sampingnya.
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk mencegah kejang
demam berulang, mencegah status epilepsi, mencegah epilepsi dan / atau retardasi
mental, serta untuk normalisasi kehidupan anak dan keluarga.
Bagan Tatalaksana Kejang Pada Anak

IX. KOMPLIKASI
Komplikasi kejang demam menurut Waskitho (2013) adalah1 :
a. Kejang demam berulang dengan frekuensi antara 25% - 50%. Umumnya terjadi
pada 6 bulan pertama.
b. Kerusakan neurotransmitter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
ataupun membran sel yang menyebabkan kerusakan pada neuron.
c. Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsi yang spontan.
d. Kecacatan atau kelainan neurologis
Serangan kejang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan diotak yang
dapat menyebabkan kelainan neurologis.
e. Kemungkinan mengalami kematian sebesar 0,46 % sampai 0,74 %.

X. PROGNOSIS
Secara umum dengan penggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik
dan tidak menyebabkan kematian. Dapat dikatakan bahwa sekitar 1/3 penderita kejang
demam akan mengalami kekambuhan 1 kali atau lebih. Kemungkinan kambuh lebih
besar bila kejang demam pertama pada usia kurang dari 1 tahun. 3/4 dari kekambuhan
ini terjadi dalam kurun waktu 1 tahun setelah kejang demam pertama, dan 90 % dalam
kurun waktu 2 tahun setelah kejang demam pertama. 1/2 dari penderita yang
mengalami kekambuhan akan mengalami kekambuhan lagi. Pada sebagian terbesar
penderita kambuh terbatas pada 2-3 kali. Hanya sekitar 10 % kejang demam yang akan
mengalami lebih dari 3 kali kekambuhan.1
Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1 tahun
kemungkinan kekambuhan 50 %, dan bila berusia lebih dari 1 tahun kemungkinan
kekambuhannya 28 %.
Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan otak
yang permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada kehidupan
dewasa anak tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki riwayat kejang
demam kompleks, riwayat penyakit keluarga dengan kejang yang tidak didahului
dengan demam, dan memiliki riwayat gangguan neurologis maupun keterlambatan
pertumbuhan, memiliki resiko tinggi untuk menderita epilepsi pada kehidupan dewasa
mereka.1,12
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Agama : Kristen Protestan
Umur : 4 tahun 2 bulan
Alamat : Tataaran
Jenis Kelamin : Perepuan
Suku : Minahasa
Tanggal masuk : 17 Januari 2022

II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama : Kejang pada 1 jam SMRS
b. Keluhan tambahan : Demam sejak 4 hari SMRS, batuk dan pilek sejak 5 hari
SMRS
c. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano dengan keluhan
kejang kurang lebih 1 jam SMRS. Kejang dialami satu kali, dengan durasi
kejang sekitar 2 menit. Saat pasien kejang kedua tangan mengepal, mata
mendelik keatas, dan badan kaku. Saat kejang pasien tidak sadar dan setelah
kejang pasien sadar, badan lemas, dan pasien menangis. Menurut ibu pasien,
sebelum kejang pasien mengalami demam tinggi. Demam dialami sejak 4 hari
SMRS, turun dengan obat penurun panas kemudian naik lagi. Nafsu makan
dan minum menurun. Batuk dan pilek dialami pasien sejak 5 hari SMRS,
muntah dan BAB cair disangkal, riwayat trauma disangkal.
d. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya.
e. Riwayat pengobatan :
Pasien sudah diberikan obat penurun panas dan obat batuk pilek sejak 4 hari
terakhir. Tetapi, menurut ibu pasien walaupun obatnya sudah habis kondisi
pasien tidak ada perubahan. Menurut ibu pasien, pasien tidak pernah
mengkonsumsi obat kejang.

f. Riwayat penyakit keluarga :


Riwayat kejang dalam keluarga disangkal.
g. Riwayat kehamilan ibu :
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara, saat hamil ibu pasien rutin
kontrol tiap bulan ke puskesmas dan rutin mengkonsumsi vitamin selama
kehamilan. Ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu selama masa
kehamilan serta tidak ada riwayat trauma selama hamil.
h. Riwayat kelahiran :
Pasien lahir melalui persalinan normal di rumah sakit. Berat badan pasien
2900 gram. Pasien lahir dengan usia kehamilan cukup bulan yaitu 38 minggu
dengan ketuban jernih serta tidak ada komplikasi selama proses melahirkan.
i. Riwayat makanan :
Orang tua pasien mengatakan bahwa pasien diberikan ASI sampai usia 5 bulan
karena menurut pengakuan ibu pasien ASI yang keluar hanya sedikit, sehingga
sejak usia 5 bulan sampai sekarang pasien diberikan susu formula. Sekarang
pasien sudah diberikan makanan tambahan dan buah-buahan.
j. Riwayat imunisasi :
Imunisasi pasien lengkap sesuai usia
k. Riwayat tumbuh kembang :
Berat badan pasien naik normal setiap bulan, anak aktif dan pertumbuhannya
sesuai dengan usia.
l. Riwayat alergi :
Tidak ada alergi makanan dan obat-obatan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status generalis

 Keadaan umum : tampak sakit sedang


 Kesadaran (PGCS) : E4M6V5
 Nadi : 134 x/menit, kuat angkat
 Respirasi : 24 x/ menit, SpO2 98%
 Suhu : 38,90C
 Berat badan : 13 kg

Kepala :
Normocephal, Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterus -/-, pupil bulat isokor, reflex cahaya
+/+

Thorax
Cor :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
 Perkusi : Redup
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris
Retraksi (-)

 Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama


 Perkusi : Sonor kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler
Ronki -/-, Wheezing -/-

Abdomen :
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Peristaltik (+) normal
 Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar lien tidak membesar
 Perkusi : Tympani pada 4 kuadran
Ekstremitas :
 Akral hangat, CRT < 2detik

b. Status neurologis

Tanda rangsang meningeal


- Kaku kuduk : negatif
- Laseque sign : negatif
- Kernig sign : negatif

Tanda peningkatan tekanan intrakranial

- Ubun-ubun Besar (UUB) menonjol : tidak ada


- Papil edema : tidak ada

Status Neuromuskular Ekstremitas Superior dan Inferior

Ekstremitas superior Ekstremitas inferior


Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Kekuatan otot ki = ka ki = ka
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Atrofi otot - - - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis
- - - -
(Babinski dan Chaddock)
Sensibilitas Sde Sde Sde Sde

Kesan : Status Neurologis Dalam Batas Normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah Rutin 17 – 01 – 2022

Hematologi Hasil Nilai rujukan Satuan


Leukosit 13.1 4.0 - 10.0 103/Ul
Eritrosit 4.38 3.80 - 5.00 106/Ul
Hemoglobin 11.1 11.5 - 16.6 g/Dl
MCV 75.6 70.0 - 85.0 Fl
MCH 25.3 27.0 - 34.0 Pg
MCHC 33.5 31.0 - 37.0 g/Dl
Trombosit 318 150 – 450 103/Ul
Pemeriksaan Elektrolit 17 – 01 – 2022

Elektrolit Hasil Nilai rujukan Satuan


Natrium 132 135 - 155 mmol/L
Kalium 4.2 3.6 - 5.5 mmol/L
Clorida 105 95 – 108 mmol/L

Pemeriksaan Swab Antigent 17 – 01 – 2022

No Jenis Pemeriksaan Hasil


1 Swab Antigent NonReaktif

V. DIAGNOSIS KERJA
 Kejang Demam Sederhana
 ISPA

VI. TATALAKSANA
− Dumin supp 125mg/2,5ml
− Stesolid supp 5mg/2,5ml (jika kejang)
− Cefixime 2 x 100 mg
− Cek DL, Elektrolit

Konsul dokter Spesialis Pediatri:


 IVFD NS 0,9% 15 tpm
 Cefixime 2 x 100 mg
 Paracetamol 3 x 125mg/5ml
 Diazepam 3 x 1,5 mg
 Dexametason 3 x 0,5 mg (pulvis)
 Ambroxol 5 mg
CTM 1 mg
3 x pulv I
 Stesolid supp 5mg/2,5ml (jika kejang)
 Dumin supp 125mg/2,5ml (jika suhu > 38,5ºC)

BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien perempuan berusia 4 tahun 2 bulan datang ke IGD RSUD Dr


Sam Ratulangi Tondano dengan keluhan kejang kurang lebih 1 jam SMRS. Kejang
dialami satu kali, dengan durasi kejang sekitar 2 menit. Saat pasien kejang kedua
tangan mengepal, mata mendelik keatas, dan badan kaku. Saat kejang pasien tidak
sadar dan setelah kejang pasien sadar, badan lemas, dan pasien menangis. Menurut
ibu pasien, sebelum kejang pasien mengalami demam tinggi. Demam dialami sejak
4 hari SMRS, turun dengan obat penurun panas kemudian naik lagi. Nafsu makan
dan minum menurun. Batuk dan pilek dialami pasien sejak 5 hari SMRS, muntah
dan BAB cair disangkal, riwayat trauma disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran berdasarkan Pediatric Glasgow Coma Scale E4M6V5, nadi 134 x/menit,
respirasi 24 x/ menit, SpO2 98%, suhu 38,90C. Dilakukan pemeriksaan status
neurologis didapatkan kesan normal. Pada pemeriksaan darah rutin, leukosit
meningkat 13.100/uL, dan Hasil pemeriksaan elektrolit, natrium 132mmol/L.
Dari hasil pemeriksaan diatas dapat diketahui bahwa pasien mengalami kejang
demam dengan tipe sederhana, karena kejang yang terjadi adalah 1x dan tidak
berulang dalam onset waktu 24 jam. Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien
adalah Dumin supp 125mg/2,5ml untuk menurunkan demam, dan Stesolid supp
5mg/2,5ml (kejang). Sedangkan untuk keluhan lainnya diberikan IVFD NS 0,9% 15
tpm, Cefixime 2 x 100 mg, Dexametason 3 x 0,5 mg (pulvis), Ambroxol 5 mg
ditambah CTM 1 mg dan di campur dalam puyer (3 x pulv I).
DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing SM. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.


2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvio, Nelson Ilmu Kesehatan anak, volume 3, edisi 15.
Jakarta: EGC 2005. Page 2059- 2066.
3. R Strange, Gary. Pediatric Emergency Medicine. 3 rd edition. United States:
McGrawHill Companies. 2009. Page 46-47.
4. Ahmed Z, Spencer S. An approach to the evaluation of a patient for seizures and
epilepsy. Winconsin medical journal. 2004; 103(1):49-55.
5. Shinnar S. Febrile seizure. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferreiro DM. Pediatric
neurology principles and practice. Edisi ke empat. Philadelpia, USA: Mosby Elseiver;
2006. h. 1079-86.
6. Johnston MV. Seizures in childhood. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, jenson
HB. Dalam: Nelson textbook of pediatrics. Edisi 18. Philadelpia, USA: WB Sauders
Company; 2007. h. 1818-9.
7. Widodo DP. Kejang pada anak. Dalam : Ramli M, Umbas R. Kedaruratan non
bedah dan bedah. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007. h. 106-17.
8. Baumann RJ. Technical report: treatment of child with simple febrile seizures.
Pediatrics. 1999; 103(6): 86.
9. AAP. Febrile seizure: clinical practice guideline for the long term management of
child with simple febril seizure. Pediatrics 2008; 121: 1281-86.
10. Behrman RE, Kliegman RM, Jensen HB, Nelson Text book of pediatrics, 17 th edition.
Philadelphia: WB Sauders company. 2004. Page 1813- 1829.
11. Hay W, William. Current Diagnosis and Treatment of Pediatrics. 19th edition. United
States of America: McGrawHill. 2009. Page 697-698.
12. Deliana M. Tatalaksana kejang demam pada anak. Sari Pediatri Jurnal, Vol. 4, No. 2;
2012. h. 59-62.

Anda mungkin juga menyukai