Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBINEMIA

Dibuat untuk memenuhi tugas praktik klinik Keperawatan Anak


Dosen pengampu : Sri Kusmiati, S.Kp., M.Kes

Disusun oleh :
Eka Fadilah Khoerunisa
PI7320119410

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG


JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
2021/2022
1. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Pengertian
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar serum bilirubin dalam
darah sehingga melebihi nilai normal. Keadaan tersebut sering terjadi pada bayi
baru lahir. Pada bayi baru lahir lebih dari 60% pada yang normal dan keadaan
tersebut hampir terjadi pada semua bayi baru lahir yang premature(Watson, 2019).
Hiperbilirubinemia atau penyakit kuning adalah penyakit yang disebabkan
karena tingginya kadar bilirubin pada darah sehingga menyebabkan bayi baru lahir
berwarna kuning pada kulit dan pada bagian putih mata (Mendri dan Prayogi,
2017).
Hiperbilirubinemia adalah kumulasi nilai bilirubin dalam darah yang
berlebihan melebihi nilai normal,ditandai dengan adanya jaundice atau ikterus,
perubahan warna kekuningan pada kulit, sclera dan kuku.Kelainan ini paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir, yang secara klinis akan mulai tampak bila kadar
bilirubin darah lebih dari 5 sampai 7 mg/dl, dengan angka kejadian cukup tinggi
terutama pada bayi premature dan sering terjadi pada minggu pertama kehidupan.

B. Etiologi
1) faktor Bayi
Faktor yang bisa memicu terjadinya ikterus neonatorum yaitu berat badan
lahir < 2500 gram karena belum matangnya fungsi hati pada bayi untuk
memproses eritrosit (sel darah merah) (Putri & Rositawati, 2017). Metabolisme
bilirubin pada neonatus berada dalam bentuk peralihan dari tingkat janin
dimana plasma sebagai jalan utama pembuang bilirubin yang sudah larut dalam
lipid, menjadi tingkat dewasa, dimana bentuk terkonjugasi dan larut didalam air
dikelurkan oleh sel-sel hati kedalam sistem empedu untuk selanjutnya kedalam
saluran pencernaan. Penyebab yang sering ditemukan disini yaitu hemolisis
yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah AB-O atau difensi G6PD.
Hemolisis tersebut dapat timbul akibat perarahan tertutup
(hematomcepal,perdarahan subaponeurotik) atau bisa juga disebut
inkompabilitas darah RH (Manggiasih & Jaya, 2016).
Bayi yang lahir dengan riwayat asfiksia, hal ini terjadi karena kurangnya
asupan oksigen pada organ-organ tubuh neonatus, sehingga fungsi kerja organ
tidak optimal. Asfiksia juga dapat mengakibatkan perubahan fungsi hati karena
kurangnya oksigen. Glikogen yang dihasilkan tubuh di dalam hati berkurang,
sehingga hal tersebut mengakibatkan terjadinya ikterus dalam jangka panjang
(Putri & Rositawati, 2017).
2) Faktor ASI
Pemberian ASI awal yang tidak sesuai dikaitkan dengan pengurangan
asupan kalori, penurunan berat badan yang drastis dan peningkatan bilirubin
serum yang tinggi dalam hari pertama kehidupan. Kurangnya asupan kalori
dapat meningkatkan sirkulasi enterohepatik dan mekanisme menyusui yang
sesuai diperkirakan mengurangi intensitas kenaikan bilirubin didalam
kehidupan awal yaitu karena pengeluaran mekonium awal dari saluran
pencernaan sehingga dapat mencegah sirkulasi bilirubin dari saluran
pencernaan melalui portal sistem ke sirkulasi sistemik (Herawati & Indriati,
2017).
Komposisi yang terkandung di dalam ASI akan mengalami perubahan
sesuai dengan kebutuhan bayi pada setiap saat yaitu kolostrum (ASI awal) pada
hari ke empat hingga ketujuh dilanjutkan dengan ASI peralihan dari munggu
ketiga sampai minggu keempat, selanjutnya ASI matur, ASI yang keluar dari
permulaan menyusui (foremilk = susu awal) bereda dengan ASI yang keluar
pada akhir menyusui (bindmilk/susu akhir). ASI yang diproduksi ibu yang
melahirkan premature/kurang bulan komposisi yang terkandung di dalam ASI
tersebut berbeda dengan ASI yang dihasilkan oleh ibu melahirkan cukup bulan.
Selain itu ASI juga mengandung zat pelindung yang bisa melindungi bayi dari
berbagai penyakit infeksi (Herawati & Indriati, 2017).
3) Faktor Ibu
Neonatus yang mengalami ikterik, sebagaian besar lahir pada umur
kehamilan aterm, ibu dengan multipara, ibu melahirkan dengan usia 29-35
tahun, jarak persalinan ≥2 tahun, lahir secara normal/spontan (Puteri,2016) .
4) Faktor Lain
Faktor lain yang bisa memicu yaitu hipoksia atau anoksia, dehidrasi,
hipoglikemia, polisitemia, usia sel darah merah yang sedikit akibat imaturitas,
dapat memicu peningkatan sirkulasi hepatik infeksi. Setiap faktor yang dapat
menurunkan jumlah enzim atau yang mengakibatkan penurunan kadar bilirubin
oleh sel-sel hati (cacat genetic dan prematuritas) dapat meningkatkan ikterus
(Manggiasih & Jaya, 2016). Peningkatan kadar bilirubin bisa juga disebabkan
oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu infeksi, kelainan sel darah merah, dan
toksin dari luar tubuh, serta dari tubuh itu sendiri (Puteri, 2016).

C. Patofisiologi
Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dan agen pereduksi
nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial.
Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh
protein intraselular “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran
darah hepatic dan adanya ikatan protein.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh
enzim asam uridin difosfoglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid (UPGA)
glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut
dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui
ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membrane
kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri
menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali
melalui sirkulasi enterohepatik.
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut
lemak, tak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek).
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari
difisiensi atau tidak aktifmya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan
dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatic sejalan dengan
penurunan aliran darah hepatic.
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas
yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat
kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25-30 mg/dl selama minggu ke 2-
3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu. Jika
pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur
dapat menetap selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian
ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat, biasanya mencapai
normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama 1-2 hari dan penggantian ASI
dengan formula memgakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat,
sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke
kadar yang tinggi seperti sebelumnya.
Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam
pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis muncul antara
3-5 hari sesudah lahir.

D. WOC
E. Manifestasi Klinis
Bayi dengan hiperbilirubinemia akan memperlihatkan tanda dan gejala sebagai
berikut:
1) Ikterus pada 24 jam pertama
2) Ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikerus yang disertai dengan
keadaan berat badan lahir kurang dari 2000 gram.
3) Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam.
4) Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan.
5) Asfiksia
6) Hipoksia
7) Sindroma gangguan pernafasan
8) Pada pemeriksaan fisik: bentuk abdomen membuncit, terjadi pembesaran hati,
feses berwarna seperti dempul, dapat ditemukan adanya kejang, opistotonus,
tidak mau minum, letargi, reflek moro lemah atau tidak ada sama sekali.

F. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
 Test Coomb pada tali pusat BBL
- Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
- Hasil positif daritest Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-
positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
 Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
 Bilirubin total.
- Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis.
- Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam
24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau
1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
 Protein serum total
- Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.
 Hitung darah lengkap
- Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
- Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<
45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan. \
 Glukosa
- Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau
test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan
mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
 Daya ikat karbon dioksida
- Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
 Meter ikterik transkutan
- Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
 Pemeriksaan bilirubin serum
- Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara
2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak
fisiologis.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl
tidak fisiologis
 Smear darah perifer
- Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
 Test Betke-Kleihauer
- Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
2) Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
3) Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
4) Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain
itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

G. Penatalaksanaan
1) Foto Terapi
Merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinar yang
menggunakan lampu, dan lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 500
jam untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu.
Cara melakukan foto terapi:
a. Buka pakaian bayi agar seluruh bagian tubuh bayi kena sinar.
b. Tutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang memantulkan cahaya.
c. Jarak bayi dengan lampu kurang lebih 40 cm.
d. Posisi sebaiknya diubah setiap 6 jam sekali.
e. Lakukan pengukuran suhu setiap 4-6 jam.
f. Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali
dalam 24 jam.
g. Lakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada penderita
mengalami hemolisis.
h. Lakukan observasi dan catat lamanya terapi sinar.
i. Berikan atau sediakan lampu masing-masing 20 watt sebanyak 8-10 buah
yang disusun secara paralel.
j. Berikan ASI yang cukup, yang cara memberikan dengan mengeluarkan
bayi tempat dan dipangku penutup mata dibuka dan diobservasi ada
tidaknya iritasi.
2) Tranfusi Tukar
Merupakan cara yang dilakukan untuk mengkuarkan darah dari bayi untuk
ditukar dengan darah yang tidak sesuai atau patologis dengan tujuan mencegah
peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pemberian transfusi tukar apabila
kadar bilirubin indirek 20mg%, kenaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu 0,3-
1mg/jam, anemia berat dengan gejala gagal jantung dan kadar Hb tali pusat
14mg% dan uji coombs direk poisitif.
Cara pelaksanaan transfusi tukar:
a. Anjurkan pasien untuk puasa 3-4 jam sebelum transfusi tukar
b. Siapkan pasien di kamar khusus
c. Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada bayi.
d. Tidurkan pasien dalam keadaan terlentang dan buka pakaian pada daerah
perut.
e. Lakukan transfusi tukar sesuai dengan prorap.
f. Lakukan observasi keadaan umum pasien, catat jumlah darah yang keluar
dan masuk.
g. Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat.
h. Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12 jam.
Perawatan Setelah Transfusi
Dapat meliputi perawatan daerah yang dilakukan pemasangan kateter
transfusi dengan melakukan kompres NaCl fisiologis kemudian ditutup dengan
kassa steril dan difiksasi, lakukan pemeriksaan kadar Hb dan bilirubin serum
setaip 12 jam dan pantau tanda vital.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1) Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai  minggu I, Kejadian
ikterus  :  60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan. Perhatian
utama  :  ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin > 5mg/dl dalam 24
jam.
2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
b. Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif :
lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan
asfiksia.
c. Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak
kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan
saluran cerna dan hati ( hepatitis )
e. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang
tua
f. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi
yang ikterus.
3) Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
4) Aktivitas / Istirahat
 Letargi, malas.
5) Sirkulasi
 Mungkin pucat menandakan anemia.
6) Eliminasi
 Bising usus hipoaktif.
 Pasase mekonium mungkin lambat.
 Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
 Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
7) Makanan / Cairan
 Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui
daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek
menghisap dan menelan lemah, sehingga BB bayi mengalami
penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa,
hepar.
8) Neuro sensori
 Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran
ekstraksi vakum.
 Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada
dengan inkompatibilitas Rh berat.
 Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis).
9) Pernafasan
 Riwayat asfiksia
10) Keamanan
 Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
 Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial.
 Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut
pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze)
sebagai efek samping fototerapi.
11) Seksualitas
 Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu
diabetes.
 Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
 Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
12) Penyuluhan / Pembelajaran
 Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis
kistik.
 Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme
saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi
gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
 Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin),
inkompatibilitas Rh/ABO, penyakit infeksi (misal, rubella,
sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
 Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran
dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali
pusat, atau trauma kelahiran.
B. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin
indirek dalam darah, ikterus pada sclera, leher dan badan.
2) Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan
tindakan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
3) Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan
peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.
4) Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping
fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
5) Risiko terjadi gangguan  suhu tubuh akibat efek samping
fototerapi  berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
6) Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan
dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.
7) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan hospitalisasi anak
C. Intervensi keperawatan
Diagnosis
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor warna dan keadaan kulit 1. Warna kulit  kekuningan sampai jingga
kulit berhubungan keperawatan selama ......x24 jam, setiap 4-8 jam yang semakin pekat menandakan
dengan peningkatan diharapkan integritas kulit kembali konsentrasi bilirubin indirek dalam darah
kadar bilirubin indirek baik/ normal dengan tinggi.
dalam darah, ikterus kriteria hasil : 2. Monitor keadaan bilirubin direk dan 2. Kadar bilirubin indirek merupakan indikator
pada sclera leher dan  Kadar bilirubin dalam batas normal indirek ( kolaborasi dengan dokter berat ringan joundice yang diderita.
badan. ( 0,2 – 1,0 mg/dl ) dan analis )
 Kulit tidak berwarna kuning/ warna 3. Ubah posisi miring atau tengkurap. 3. Menghindari adanya penekanan pada kulit
kuning mulai berkurang Perubahan posisi setiap 2 jam yang terlalu lama sehingga mencegah
berbarengan dengan perubahan terjadinya dekubitus atau irtasi pada kuit
 Tidak timbul lecet akibat penekanan
posisi lakukan massage dan monitor bayi.
kulit yang terlalu lama
keadaan kulit
4. Jaga kebersihan kulit dan 4. Kulit yang bersih dan lembab membantu
kelembaban kulit/ Memandikan dan memberi rasa nyaman dan menghindari
pemijatan bayi kulit bayi meengelupas atau bersisik.

Kurang pengetahuan Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Berikan informasi tentang 1. Memperbaiki kesalahan konsep,
keluarga mengenai selama ......x 24 jam, diharapkan penyebab,penanganan dan implikasi meningkatkan pemahaman, dan
kondisi, prognosis dan pengetahuan keluarga bertambah masa datang dari hiperbilirubinemia. menurunkan rasa takut dan perasaan
kebutuhan tindakan dengan kriteria hasil : Tegaskan atau jelaskan informasi bersalah. Ikterik neonates mungkin
berhubungan dengan  Mengungkapkan pemahaman sesuai kebutuhan. fisiologis, akibat ASI, atau patologis dan
kurangnya paparan tentang penyebab, tindakan, dan protocol perawatan tergantung pada
informasi kemungkinan hasil penyebab dan factor pemberat.
hiperbilirubinemia 2. Tinjau ulang maksud dari mengkaji 2. Memungkinkan orangtua mengenali tanda-
 Melatih orang tua bayi bayi terhadap peningkatan kadar tanda peningkatan kadar bilirubin dan
memandikan, merawat tali pusat bilirubin ( mis., mengobservasi mencari evaluasi medis tepat waktu.
dan pijat bayi . pemucatan kulit di atas tonjolan
tulang atau perubahan perilaku )
khususnya bila bayi pulang dini.
3. Diskusikan penatalaksanaan di 3. Pemahaman orangtua membantu
rumah dari ikterik fisiologi ringan mengembangkan kerja sama mereka bila
atau sedang, termasuk peningkatan bila bayi dipulangkan. Informasi membantu
pemberian makan, pemajanan orangtua melaksanakan penatalaksanaan
langsung pada sinar matahari dan dengan aman dan dengan tepat serta
program tindak lanjut tes serum. mengenali pentingnya aspek program
penatalaksanaan.
4. Berikan informasi tentang 4. Membantu ibu untuk mempertahankan
mempertahankan suplai ASI melalui pemahaman pentingnya terapi.
penggunaan pompa payudara dan Mempertahankan supaya orangtua tetap
tentang kembali menyusui ASI bila mendapatkan informasi tentang keadaan
ikterik memerlukan pemutusan bayi. Meningkatkan keputusan berdasarkan
menyusui. informasi.
5. Kaji situasi keluarga dan system 5. Fototerapi di rumah dianjurkan hanya untuk
pendukung.berikan orangtua bayi cukup bulan setelah 48 jam pertama
penjelasan tertulis yang tepat tentang kehidupan, dimana kadar bilirubin serum
fototerapi di rumah, daftarkan teknik antara 14 – 18 mg/dl tanpa peningkatan
dan potensial masalah. konsentrasi bilirubin reaksi langsung.
6. Buat pengaturan yang tepat untuk tes 6. Tindakan dihentikan bila konsentrasi
tindak lanjut dari bilirubin serum bilirubin serum turun di bawah 14 mg/dl,
pada fasilitas laboratorium. tetapi kadar serum harus diperiksa ulang
dalam 12-24 jam untuk mendeteksi
kemungkinan hiperbilirubinemia berbalik.
7. Diskusikan kemungkinan efek-efek 7. Kerusakan neurologis dihubungkan dengan
jangka panjang dari kernikterus meliputi kematian, palsi
hiperbilirubinemia dan kebutuhan serebral, retardasi mental, kesulitan sensori,
terhadap pengkajian lanjut dan pelambatan bicara, koordinasi buruk,
intervensi dini kesulitan pembelajaran, dan hipoplasiaemail
atau warna gigi hijau kekuningan

Risiko tinggi cedera Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Periksa resus darah ABO 1. Inkompatibilitas ABO mempengaruhi
terhadap keterlibatan selama...........x24 jam, diharapkan 20%  dari semua kehamilan dan paling
SSP berhubungan kadar bilirubin menurun dengan umum terjadi pada ibu dengan golongan
dengan peningkatan kriteria hasi l: darah O, yang antibodinya anti-A dan anti-B
bilirubin indirek dalam  Kadar bilirubin indirek dibawah 12 melewati sirkulasi janin, menyebabkan
darah yang bersifat mg/dl pada bayi cukup bulan pada aglutinasi dan hemolisis SDM. Serupa
toksik terhadap otak. usia 3 hari dengan itu, bila ibu Rh-positif, antibody ibu
 Resolusi ikterik pada akhir minggu melewati plasenta dan bergabung pada
pertama kehidupan SDM janin, menyebabkan hemolisis lambat
 SSP berfungsi  dengan normal atau segera
2. Tinjau catatan intrapartum terhadap 2. Kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan
factor resiko yg khusus, seperti berat pembalikan barier darah-otak,
badan lahir rendah (BBLR) atau memungkinkan ikatan bilirubin terpisah
IUGR, prematuritas, proses pada tingkat membrane sel atau dalam sel
metabolic abnormal, cedera vaskuler, itu sendiri, meningkatkan resiko terhadap
sirkulasi abnormal, sepsis, atau keterlibatan SSP
polisitemia
3. Perhatikan penggunaan ekstrator 3. Resorpsi darah yang terjebak pada jaringan
vakum untuk kelahiran. Kaji bayi kulit kepala janin dan hemolisis yang
terhadap adanya sefalohematoma dan berlebihan dapat meningkatkan jumlah
ekimosis atau petekie yang bilirubin yang dilepaskan dan menyebabkan
berlebihan ikterik
4. Tinjau ulang kondisi bayi pada 4. Asfiksia dan siadosis menurunkan afinitas
kelahiran, perhatikan kebutuhan bilirubin terhadap albumin.
terhadap resusitasi atau petunjuk
adanya ekimosis atau petekie yang
berlebihan, stress dingin, asfiksia,
atau asidosis
5. Pertahankan bayi tetap hangat dan 5. Stress dingin berpotensi melepaskan asam
kering, pantau kulit dan suhu inti lemak. Yang bersaing pada sisi ikatan pada
dengan sering albumin, sehingga meningkatkan kadar
bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas
(tidak berikatan)
6. Mulai memberikan minum oral awal 6. Keberadaan flora usus yang sesuai untuk
dengan 4 sampai 6 jam setelah pengurangan bilirubin terhadap
kelahiran, khusus bila bayi diberi urobilinogen; turunkan sirkulasi
ASI. Kaji bayi terhadap tanda-tanda enterohepatik bilirubin Hipoglikemia
hipoglikemia. Dapatkan kadar memerlukan penggunaan simpanan lemak
Dextrostix, sesuai indikasi. untuk asam lemak pelepas-energi, yang
bersaing dengan bilirubin untuk bagian
ikatan pada albumin.
7. Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan 7. Hipopoteinemia pada bayi baru lahir dapa
prenatal; perhatikan kemungkinan mengakibatkan ikterik. Satu gram albumin
hipoproteinemia neonates, khususnya membawa 16 mg bilirubin tidak
pada bayi praterm. terkonjugasi. Kekurangan albumin yang
cukup meningkatkan jumlah sirkulasi
bilirubin tidak terikat (indirek), yang dapat
melewati barier darah otak.
8. Perhatikan usia bayi pada awitan 8. Ikterik fisiologis biasanya tampak antara
ikterik; bedakan tipe ikterik (mis, hari pertama dan kedua dari kehidupan,
fisiologis, akibat ASI, atau patologis) ikterik karena ASI biasanya tampak antara
hari keempat dan keenam kehidupan,
mempengaruhi hanya 1%-2% bayi
menyusui.
9. Gunakan meter ikterik transkutaneus. 9. Ikterik patologis tampak dalam 24 jam
pertama kehidupan dan lebih mungkin
menimbulkan perkembangan
kernikterus/ensefalopati bilirubin.
Memberikan skrining noninvasif terhadap
ikterik, menghitung warna kulit dalam
hubungannya dengan bilirubin serum total.
10. Kaji bayi terhadap kemajuan tanda- 10. Bilirubin tidak terkonjugasi yang berlebihan
tanda dan perubahan perilaku; tahap (dihubungkan dengan ikterik patologis)
I meliputi neurodepresan (mis., mempunyai afinitas terhadap jaringan
letargi, hipotonia, atau ekxtravaskuler, meliputi ganglia basal
penurunan/tidak adanya reflek). jaringan otak. Perubahan prilaku
Tahap II meliputi neurohiperefleksia berhubungan dengan kernikterus biasanya
(mis,. Kedutan,kacau mental, terjadi antara hari ke-3 dan ke-10 kehidupan
opistotonus, atau demam). Tahap III dan jarang terjadi sebelum 36 jam
ditandai dengan tidak adanya kehidupan.
manifestasi klinis. Tahap IV meliputi
gejala sisa seperti palsi serebra atau
retardasi mental
11. Pantau pemeriksaan laboratorium, 11. Memantau kemajuan penanganan
sesuai indikasi :
a. Bilirubin direk dan indirek. a. Bilirubin tampak dalam 2 bentuk:
bilirubin direk; yang di konjugasi oleh
enzim hepar glukoronil transferase, dan
bilirubin indirek, yang di konjugasi dan
tampak dalam bentuk bebas dalam
darah atau terikat pada albumin. Bayi
potensial terhadap kernikterus
diprediksi paling baik melalui
peningkatan kadar bilirubin indirek.
Peningkatan kadar bilirubin indirek 18-
20 mg/dl pada bayi cupup bulan, atau
lebih besar dari 13-15 mg/dl pada bayi
praterm atau bayi sakit, adalah
bermakna
b. Tes Coombs darah tali pusat b. Hasil positif dari tes Coombs indirek
direk/indirek menandakan adanya antibody (Rh-
positif atau anti-A atau anti-B) pada
darah ibu dan bayi baru lahir; hasil
positif tes Coombs indirek
menandakan adanya sensitisasi (Rh-
positif, Anti-A, atau Anti-B) SDM
pada neonates
c. Kekuatan combinasi c. Penurunan konsisten dengan hemolisis
karbondioksida (CO2)
d. Jumlah retikulosit dan smear d. Hemolisis berlebihan menyebabkan
perifer. jumlah retikulosit meningkat. Smear
mengidentifikasi SDM abnormal atau
imatur
e. Hb/Ht e. Peningkatan kadar Hb/Ht ( Hb lebih
besar dari pada 22 g/dl; Ht lbih besar
dari 65%) menandakan polisitemia,
kemungkinan disebabkan oleh
pelambatan pengkleman tali pusat,
transfusi maternal-ibu transfuse
kembaran-kembaran, ibu diabetes, atau
stress intrauterus kronis pada hipoksia,
seperti trlihat pada bayi BLR atau bayi
dengan penurunan sirkulasi plasenta.
Hemolisis kelebihan SDM
menyebabkan peningkatan kadar
bilirubi dengan 1 g Hb menghasilkan
35 mg bilirubin. Kadar Hb rendah (14
mg/dl) mungkin dihubungkan dengan
hidrops fetalis atau dengan
inkompatibilitas Rh yang terjadi dalam
uterus serta menyebabkan hemolisis,
edema, dan pucat.
f. Protein serum total f. Kadar rendah protein serum (kurang
dari 3,0 g/dl) menandakan penurunan
kapasitas ikatan terhadap bilirubin.
g. Hitung kapasitas ikatan plasma g. Membantu dalam menentukan risiko
bilirubin-albumin kernikterus dalam kebutuhan tindakan.
Bila nilai bilirubin total dibagi dengan
kadar protein total serum kurang dari
3,7 bahaya kernikterus sangat
rendah.Namun, resiko cedera
tergantung pada derajat prematuritas,
adanya hipoksia atau asidosis, dan
aturan obat (mis.Sulfonamide,
kloramfenikol).
h. Hentikan menyusui ASI selama h. Pendapat bervariasi apakah
24-48 jam, sesuai indikasi. menghentikan menyusui ASI perlu bila
Bantu ibu sesuai kebutuhan terjadi ikterus. Namun, mencerna
dengan pemompaan panyudara formula meningkatkan motilitas.
dan memulai lagi menyusui Gastrointestinal dan ekskresi feses dan
pigmen empedu, dan kadar bilirubin
serum mulai tun dalam 48 jam setelah
penghentian menyusui.
12. Berikan agens indikasi enzim 12. Merangsang enzim hepatic untuk
(fenobarbital, etanol) bila meningkatkan bersihan bilirubin
dibutuhkan.

Risiko tinggi Setelah diberikan asuhan 1. Pantau masukan dan haluan cairan; 1. Peningkatan kehilangan air melalui feses
kekurangan volume keperawatan  selama .....x 24 jam, timbang berat badan bayi 2 kali dan evaporasi dapt menyebabkan dehidrasi.
cairan akibat efek cairan tubuh neonatus adekuat dengan sehari.
samping kriteria hasil : 2. Perhatikan tanda- tanda dehidrasi 2. Bayi dapat tidur lebih lama dalam
fototerapi berhubungan  Tugor kulit baik (mis: penurunan haluaran urine, hubungannya dengan fototerapi,
dengan pemaparan sinar  Membran mukosa lembab fontanel tertekan, kulit hangat atau meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal
dengan intensitas tinggi. kering dengan turgor buruk, dan pemberian makan yang sering tidak di
 Intake dan output cairan seimbang
mata cekung). pertahankan.)
 Nadi, respirasi dalam batas normal 3. Perhatikan warna dan frekuensi 3. Defeksi encer, sering dan kehijauan serta
(N: 120-160 x/menit, RR : 35 defekasi dan urine. urine kehijauan menandakan keefektifan
x/menit ), suhu ( 36,5-37,5 C )
fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi
bilirubin. Feces yang encer
meningkatkatkan risiko kekurangan volume
cairan akibat pengeluaran cairan berlebih.
4. Tingkatkan masukan cairan per oral 4. Meningkatkan input cairan sebagai
sedikitnya 25%. Beri air diantara kompensasi pengeluaran feces yang encer
menyusui atau memberi susu botol. sehingga mengurangi risiko bayi
kekurangan cairan.
5. Pantau turgor kulit 5. Turgor kult yang buruk, tidak elastis
merupakan indikator adanya kekurangan
volume cairan dalam tubuh bayi.
6. Berikan cairan per parenteral sesuai 6. Mungkin perlu untuk memperbaiki atau
indikasi mencegah dehidrasi berat.

Risiko terjadi Setelah diberikan asuhan keperawatan  1. Pantau kulit neonates dan suhu inti 1. Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi
gangguan suhu tubuh selama ......x 24 jam, diharapkan tidak setiap 2 jam atau lebih sering sampai sebagai respon terhadap pemajanan sinar,
akibat efek samping terjadi gangguan suhu tubuh dengan setabil( mis; suhu aksila) dan Atur radiasi dan konveksi.
fototerapi berhubungan kriteria hasil : suhu incubator dengan tepat
dengan efek mekanisme  Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Monitor  nadi, dan respirasi 2. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena
regulasi tubuh. (36,50C-370C ) dehidrasi akibat paparan sinar dengan
 Nadi dan respirasi dalam batas intensitas tinggi sehingga akan
normal ( N : 120-160 x/menit, RR : mempengaruhi nadi dan respirasi, sehingga
35 x/menit ) peningkatan nadi dan respirasi merupakan
aspek penting yang harus di waspadai.
 Membran mukosa lembab
3. Monitor intake dan output 3. Intake yang cukup dan output yang
seimbang dengan intake cairan dapat
membantu mempertahankan suhu tubuh
dalam batas normal.
4. Pertahankan suhu tubuh 36,50C-370C 4. Suhu dalam batas normal  mencegah
jika demam lakukan kompres/ axilia terjadinya cold/ heat stress
5. Cek tanda-tanda vital setiap 2-4 jam 5. Untuk mengetahui keadaan umum bayi
sesuai yang dibutuhkan sehingga memungkinkan pengambilan
tindakan yang cepat ketika terjadi suatu
keabnormalan dalam tanda-tanda vital.
6. Kolaborasi pemberian antipiretik jika 6. Antipiretik cepat membantu menurunkan
demam. demam bayi.
Risiko tinggi cedera Setelah diberikan asuhan keperawatan, 1. Perhatikan kondisi tali pusat bayi 1. Pencucian mungkin perlu untuk melunakkan
akibat komplikasi selama ......x 24 jam, diharapkan tidak sebelum transfuse bila vena tali pusat dan vena umbilicus sebelum
tindakan transfusi tukar terjadi komplikasi dari transfusi tukar umbilical digunakan. Bila tali pusat transfuse untuk akses I. V dan memudahkan
berhubungan dengan dengan kriteria hasil : kering, berikan pencucian salin pasase kateter umbilical.
prosedur invasif, profil  Menyelesaikan transfusi tukar selama 30-60 menit sebelum
darah abnormal. tanpa komplikasi prosedur
 Menunjukkan penurunan kadar 2. Pertahankan puasa selama 4 jam 2. Menurunkan risiko kemungkinan regurgitasi
bilirubin serum. sebelum prosedur atau aspirat isi dan aspirasi selama prosedur.
lambung
3. Jamin ketersediaan alat resusitatif. 3. Untuk memberikan dukungan segera bila
perlu
4. Pertahankan suhu tubuh sebelum, 4. Membantu mencegah hipotermia dan
selama dan setelah prosedur. vasospasme, menurunkan risiko fibrilasi
Tempatkan bayi di bawah penyebar ventrikel, dan menurunkan vikositas darah.
hangat dengan servomekanisme.
Hangatkan darah sebelum
penginfusan dengan menempatkan di
dalam incubator, hangatkan baskom
berisi air ataau penghangat darah.
5. Pastikan golongan darah serta faktor 5. Transfuse tukar paling sering dihubungkan
Rh bayi dan ibu. Perhatkan golongan dengan masalah inkompatibilitas Rh.
darah dan factor Rh darah untuk
ditukar.
6. Jamin kesegaran darah. Darah yang 6. Darah yang lama lebih mungkin mengalami
diberi heparin lebih disukai. hemolisis, karenanya meningkatkan kadar
bilirubin. Darah yang diberikan heparin
selalu baru, tetapi harus dibuang bila tidak
digunakan dalam 24 jam.
7. Pantau  nadi, warna dan frekuensi 7. Membuat nilai data dasar, mengidentifikasi
pernapasan/kemudahan sebelum, potensial kondisi tidak stabil ( mis; apnea
selama dan setelah atau disritmia/henti jantung ) dan
transfuse.Lakukan pengisapan jika mempertahankan jalan napas.
diperlukan.
8. Catat tanda-tanda atau kejadian 8. Membantu mencegah kesalahan dalam
selama transfuse, pencatatan jumlah penggantian cairan. Jumlah darah ditukar
darah yang diambil dan diinjeksikan. kira-kira 170 ml/kg BB. Volume ganda
tukar transfuse menjamin bahwa antara 75
% dan 90 % sirkulasi SDM digantikan.
9. Pantau tanda-tanda keseimbangan 9. Hipokalsemia dan hiperkalemia dapat
elektrolit ( mis; gugup, aktivitas terjadi selama dan setelah transfuse tukar.
kejang, dan apnea; hiperefleksia,;
bradikardia; atau diare )
10. Kaji bayi terhadap perdarahan 10. Penginfusan darah yang diberi heparin
bedlebihan dari lokasi I V setelah mengubah koagulasi selama 4-6 jam setelah
transfuse. transfuse tukar dan dapat mengakibatkan
perdarahan.
11. Pantau pemeriksaan laboratorium 11. Memantau kemajuan penanganan
sesuai indikasi :
a. Kadar Hb/Ht sebelum dan setelah a. Bila Ht kurang dari 40 % sebelum
transfuse transfuse, pertukaran sebagian SDM
kemasan dapat mendahului pertukaran
penuh. Penurunan kadar setelah
transfusi menadakan kebutuhan
terhadap transfuse kedua.
b. Kadar bilirubin serum segera b. Kadar bilirubin dapat menurun sampai
setelah prosedur, kemudian setiap setengah segera setelah prosedur, tetapi
4 jam dapat meningkat dengan cepat
setelahnya, memerlukan pengulangan
transfuse.
c. Protein serum total c. Mengalikan kadar dengan 3,7
menetukan derajat peningkatan
bilirubin yang memerlukan transfuse
tukar
d. Kalsium dan kalium serum d. Darah mengandung sitrat sebagai anti
koagulan yang mengikat kalsium,
sehingga menurunkan kadar kalsium
serum. Selain itu, bila darah lebih dari
2 hari, destruksi SDM melepaskan
kalium, menciptakan risiko
hiperkalemia dan henti jantung.
e. Glukosa e. Kadar glukosa rendah mungkin
dihubungkan dengan glikolisis
anaerobik kontinu dalam SDM donor.
Tindakan segera perlu untuk mencegah
efek buruk/kerusakan SSP.
f. Kadar pH serum f. PH serum dari darah donor secara khas
6,8 atau kurang. Asidosis dapat tejadi
jika darah segar tidak digunakan dan
hepar bayi tidak dapat memetabolisme
sitrat yang digunakan antikoagulan,
atau bila darah donor melanjutkan
glikolisis anaerobik dengan produksi
asam metabolit.
12. Berikan albumin sebelum transfuse 12. Meskipun masih kontroversial, pemberian
bila diindikasikan albumin dapat meningkatkan ketersediaan
albumin untuk berikatan dengan bilirubin,
karenanya menurunkan kadar bilirubin
serum sikulasi yang bebas. Dari 2 sampai
4 ml kalsium glukonat dapat diberikan
setelah setiap 100 ml penginfusan darah
untuk memperbaiki hipokalsemia dan
meminimalkan kemungkinan iritabilitas
jantung.
13. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : 13. Memperbaiki asidosis dan mengimbangi
 Kalsium glukonat 5 % efek-efek antikoagulan dari darah yang
 Natrium bikarbonat diberi heparin.
 Protamin sulfat

Perubahan proses Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Kenali kekhawatiran dan kebutuhan 1. Dapat menurunkan stress
keluarga berhubungan selama .........x24 jam, terjadi orang tua untuk informasi dan
dengan hospitalisasi pengurangan ansietas keluarga, dengan dukungan
anak kriteria hasil : 2. Gali perasaan dan masalah seputar 2. Memudahkan dalam pemilihan intervensi
 Kecemasan keluarga berkurang hospitalisasi dan penyakit anak
 Secara verbal keluarga mengatakan 3. Berikan informasi seputar kesehatan 3. Untuk menurunkan ansietas yang dialami
cemas berkurang anak keluarga
4. Berikan dukungan sesuai kebutuhan 4. Meningkatkan kemampuan koping
5. Anjurkan perawatan yang berpusat 5. Meningkatkan pemahaman keluarga
pada keluarga dan anjurkan anggota
keluarga agar terlibat dalam
perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Jannah, Raudatul. 2020. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA BAYI Ny.L DENGAN

HIPERBILIRUBIN DI RUANG PERINATOLOGI RSUD ARIFIN ACHMAD

PROVINSI RIAU. Riau: repository.pkr.ac.id

Nining, Yuliastuti. 2016. KEPERAWATAN ANAK. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan

Setiawan, Rudi. 2021. Proses LP. Scribd.com Diakses 29 November 2021

Simanullang, Poniyah dkk. 2021. PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG

HIPERBILIRUBIN PADA BAYI YANG MENJALANI BLUE LIGHT THERAPY DI

RUANGAN KAMAR BAYI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK STELLA MARIS MEDAN.

Medan: jurnal.darmaagung.ac.id Diakses 29 November 2021

Tosopu, Gladys. 2021. LP Hiperbilirubinemia. Scribd.com Diakses 29 November 2021

Yuliana, V. 2020. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ponorogo: eprints.umpo.ac.id Diakses 29

November 2021

Anda mungkin juga menyukai