Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN KEJANG DEMAM DI RUANG FLAMBOYAN

RST dr. SOEDJONO MAGELANG

Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan anak

Dosen Pembimbing : Ns. Suprapti, M. Kep

Disusun Oleh:

MUTIARA SAJDAH SYUKUR NURHANI

20101440121041

PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKES KESDAM IV/DIPONEGORO SEMARANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Demam merupakan keadaan yang sering ditemui dalam kehidupan
sehari-hari terutama pada anak yang tubuhnya masih rentan terhadap
penyakit. Demam ditandai dengan meningkatnya suhu di atas ambang
normal. Peningkatan suhu tubuh dapat di golongkan menjadi dua, yaitu
peningkatan suhu yang tergolong normal (bersifat fisiologis) dan
peningkatan suhu yang abnormal (patologis). Peningkatan suhu tubuh
dalam keadaan normal, misalnya peningkatan suhu setelah anak
beraktivitas, setelah mandi air panas, anak menangis, setelah makan,
anak yang kurang minum atau cemas. Peningkatan suhu yang abnormal
misalnya akibat penyakit (Lusia, 2015).
Salah satu faktor risiko kejang demam adalah riwayat kejang pada
keluarga, dihubungkan dengan tipe kejang demam pertama dan usia saat
terjadi kejang demam pertama. Beberapa penelitian menunjukkan
riwayat kejang meningkatkan risiko kejang demam kompleks sebagai
tipe kejang demam pertama dan berhubungan dengan usia kejang demam
pertama yang lebih dini (Vebriasa et al., 2016).
B. TUJUAN
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
Kejang Demam di Ruang Flamboyan RST dr. Soedjono Magelang
dengan tepat
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A. PENGERTIAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal lebih dari, 38° C) akibat suatu proses ekstra
kranial, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun. Setiap kejang
kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak,
sehingga mencemaskan orang tua. Pengobatan dengan antikonvulsan
setiap hari yaitu dengan fenobarbital atau asam valproat mengurangi
kejadian kejang demam berulang. Obat pencegahan kejang tanpa demam
(epilepsi) tidak pernah dilaporkan. Pengobatan intermittent dengan
diazepam pada permulaan pada kejang demam pertama memberikan
hasil yang lebih baik. Antipiretik bermanfaat, tetapi tidak dapat
mencegah kejang demam namun tidak dapat mencegah berulangnya
kejang demam (Vebriasa et al., 2016).
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi,
suhu badan tinggi ini karena kelainan eksternal. ( Lestari, 2016)
B. ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Kejang demam juga
terdapat pada bayi yang mengalami kenaikan suhu sesudah vaksinasi
campak, akan tetapi jarang (Lestari,2016).
Menurut Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya
kejang demam diantaranya:
a. Faktor-faktor prinatal
b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetika
d. Demam
e. Gangguan metabolism
f. Trauma
g. Neoplasma
h. Gangguan sirkulasi
C. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
diperoleh menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membrane yang
terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu
ikonik. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na) dan Ieliktrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI). Akibat
konsentrasi ion K, dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membrane yang disebut potensial membrane dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane diperlukan
energy dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel. Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi,
atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan
kenaikan metabolism basal 10-15% dan kebutuhan oksigen
akanmeningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65%
dari seluruh tubuh dibandingkan dengan dewasa yang hanya 15%. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membrane sel sekitarnya dengan bantuan
"neurotransmitter" dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosislaktat disebabkan oleh
metabolism anerobi. hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan meningkatkan metabolism otot meningkat
(Lestari,2016)
D. PATHWAY

MK : Defisit
Pengetahuan

MK : Risiko Perfusi Serebral


Tidak Efektif
E. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat bilateral, serangan
klonik atau tonik-tonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah
beberapa detik atau kelainan saraf. Adapula kejang yang berlangsung
lama dan mungkin terjadi kerusakan sel saraf menetap (Lestari, 2016).
F. PENGOBATAN
kejang demam menurut Jasni, 2021 yaitu:
a. Pengobatan medis
1) Bila pasien datang dalam keadaan kejang, obat pilihan utama
yaitu diazepamn Intuk memberantas kejang secepat mungkin
yang diberikan secara intravena.
2) Untuk mencegah edema otak, berikan kortikosteroid dengan
dosis 20-30 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaliknya
glukortikoid misalnya deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6 jam.
3) Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan
penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala
sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan
agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan
dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Untuk cairan
intravenasebaiknya diberikan dengan dipantau untuk kelainan
metabolic dan elektrolit. Obat untuk hibemasi adalah klorpormazi
2, untuk mencegah edema otak diberikan kortikorsteroid dengan
dosis 20- 30 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis atau sebaliknya
glukokortikoid misalnya dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.
4) Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi hams disusul pengobatan rumat. Daya kerja
diazepam sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah
disuntikan, oleh karena itu hams diberikan obat antipileptik dengan
daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumat tergantung pada
keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu
pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis jangka
Panjang
5) Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsy yang
diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian
atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotic yang adekuat perlu
untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang
demam yang datang untuk pertama kali sebaliknya dilakukan fungsi
lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi
didalam otak misalnya meningitis.
b. Pengobatan keperawatan
Menurut Benjamin, 2019, tindakan keperawatan pada kejang demam di
rumah sakit meliputi :
1. Saat serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali
adalah ABC (Airway, Breathing, Circulation).
2. Setelah ABC Aman, baringkan klien di tempat yang rata untuk
mencegah terjadinya perpindahan tubuh ke arah yang resiko cedera
atau bahaya.
3. Atur posisi klien dalam posisi telentang atau dimiringkan untuk
mencegah aspirasi, jangan tengkurap.
4. Tidak perlu memasang sundip lidah, karena resiko lidah tergigit
kecil. Selain itu juga sundip lidah dapat membatasi jalan nafas.
5. Singkirkan benda-benda yang berbahaya
6. Pakaian dilonggarkan, agar jalan nafas adekuat saat terjadi distensi
abdomen.
7. Secepatnya diberikan anti kejang via rectal (diazepam 5 mg untuk
BB <10 kg dan >10 mg untuk BB> 10 kg)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang untuk penyakit kejang demam adalah (Yulianti,
2017):
a. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk penyebab
demam atau kejang, pemeriksaan dapat meliputi darah perifer
lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisi, dan biakan darah, urin atau
feses.
b. Pemeriksaan cairan serebrosphinal dilakukan untuk menegakkan
atau kemungkinan terjadinya meningitis. Pada bayi kecil sering kali
sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukam
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan fungsi lumbal, fungsi
lumbal dilakukan pada:
1) Bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
2) Bayi berusia 12-18 bulan dianjurkan
3) Bayi lebih usia dari 18 bulan tidak perlu dilakukan
c. Pemeriksaan elektroenselografi (EEG) tidak direkomendasikan,
pemeriksaan ini dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak
khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun, kejang demam fokal.
d. Pemeriksaan CT Scan dilakukan jiak ada indikasi :
1) Kelainan neurologis fokal yang menetap atau kemungkinan
adanya lesi structural di otak
2) Terdapat tanda tekanan intracranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, ubun-ubun menonjol, edema pupil)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Menurut Tarwoto & Wartonah (2017), pada konsep Asuhan
Keperawatan Kejang Demam, pengumpulan data akan menentukan
kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi
kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data yang
didapatkan dari pasien, keluarga, dan team kesehatan lainnya, catatan
pasien dan hasil laboratorium. Metode pengumpulan data melalui
observasi (dengan cara inspeksi, auskultasi, dan perkusi), wawancara
(berupa catatan klinik, dokumen yang lama maupun baru).
1. PENGKAJIAN
Menurut Lestari (2016) pengkajian kejang demam meliputi:
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tempat tanggal
lahir, agama, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang
tua,tempat tinggal (Sodikin,2015).
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama, biasanya anak mengalami peningkatan suhu
tubuh >38°C.
b) Riwayat kesehatan sekarang, biasanya orang tua klien
mengatakan badan anaknya terasa panas, anaknya sudah
mengalami kejang 1 kali atau berulang dan durasi kejang berapa
lama, tergantung jenis kejang demam yang dialami anak.
c) Riwayat kesehatan lalu, khusus anak usia 0-5 tahun dilakukan
pengkajian prenatalcare, natal, dan postnatal.
d) Riwayat kesehatan keluarga, biasanya orang tua anak atau salah
satu dari orang tua nya ada yang memiliki riwayat kejang demam
sejak kecil.
e) Riwayat imunisasi, anak yang tidak lengkap melakukan imunisasi
biasanya lebih rentan terkena infeksi atau virus seperti virus
influenza.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Menurut Lestari (2016) pemeriksaan fisik kejang demam meliputi :
a. Keadaan umum: Biasanya anak rewel dan menangis, kesadaran
composmentis
b. Tanda-tanda vital: Suhu tubuh >38°C, respirasi anak 20-30
kali/menit, nadi pada anak usia 2-4 tahun 100-110 kali/menit
c. Berat badan: Biasanya pada anak kejang demam tidak mengalami
penurunan berat badan yang berat
d. Kulit Turgor kulit, dan kebersihan kulit
e. Kepala Tampak simetris dan tidak kelainan yang tampak, kebersihan
kulit kepala dan warna rambut serta kebersihannya
f. Mata: Konjungtiva, sclera pucat/tidak
g. Telinga Kotor/tidak, mungkin ditemukan adanya tonsillitis otitis
media
h. Hidung Umunya tidak ada kelainan
i. Mulut dan tenggorokan: Bisa dijumpai adanya tonsillitis
j. Dada: Simetris/tidak.pergerakan dada
k. Jantung: Umunya normal
l. Abdomen: Mual-mual dan muntah
m. Genetalia: Ada kelainan tidak
n. Ekstremitas atas dan bawah: Otot mengalami kelemahan, akral teraba
dingin
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan manifestasi klinis dengan kejang demam, maka diagnosa
yang muncul sesuai dengan SDKI, SLKI, dan SIKI 2018 sebagai berikut:
a. Hipertermia (D.0130) b.d peningkatan laju metabolisme
b. Risiko Cedera (D.0136) b.d kondisi klinis
c. Risiko Infeksi (D.0142) b.d peningkatan paparan organisme
pathogen lingkungan
d. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017) b.d faktor risiko
e. Defisit Pengetahuan (D.0111) b.d kurang terpapar informasi
4. INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Hipertermia (D.0130) b.d Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Manajemen Hipertermia (l.15506)
peningkatan laju metabolisme selama 3x24 jam diharapkan Termogulasi Observasi
(L.01006) membaik dengan kriteria hasil : − Identifikasi penyebab hipertermia
1. Menggigil meningkat − Monitor suhu tubuh
2. Kulit merah meningkat − Monitor kadar elektrolit
3. Kejang meningkat − Monitor haluan urine
4. Akrosianosis meningkat
Terapeutik
5. Konsumsi oksigen meningkat
6. Piloereksi meningkat − Longgarkan pakaian
7. Vasokonstriksi perifer meningkat − Berikan cairan oral
8. Kutis memorata meningkat − Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
9. Pucat meningkat hiperhidrosis
10. Takikardi meningkat
11. Takipnea meningkat − Berikan oksigen jika perlu
12. Bradikardi meningkat
Edukasi
13. Dasar kuku sianolik meningkat
− Anjurkan tirah baring
14. Hipoksia meningkat
15. Suhu tubuh membaik Kolaborasi
16. Suhu kulit membaik − Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit IV, jika perlu
17. Kadar glukosa darah membaik
Regulasi temperature (l.14578)
18. Pengisian kapiler membaik
Observasi
19. Ventilasi membaik
− Monitor suhu bayi
20. Tekanan darah membaik
− Monitor tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
Terapeutik
− Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
− Gunakan kasur pendingin
− Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu
2 Risiko Cedera (D.0136) b.d Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Manajemen Keselamatan Lingkungan (l.14513)
kondisi klinis selama 3x24 jam diharapkan Tingkat Cedera Observasi
(L.14136) Menurun dengan kriteria hasil: − Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis, kondisi fisik, fungsi
2. Toleransi aktivitas meningkat kognitif dan riwayat perilaku)
3. Nafsu makan meningkat − Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
4. Toleransi makanan menngkat Terapeutik
5. Kejadian cedera menurun − Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis. fisik,
6. Luka/lecet menurun biologi,dan kimia), jika memungkinkan
7. Ketegangan otot menurun − Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
8. Fraktur menurun − Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis. commode chair
9. Perdarahan menurun dan pegangan tangan)
10. Ekspresi wajah kesakitan menurun − Gunakan perangkat pelindung (mis. pengekangan fisik, rel
11. Agitasi menurun samping, pintu terkunci, pagar)
12. Iritabilitas menurun
− Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas (mis.
13. Gangguan mobilitas menurun
puskesmas, polisi, damkar)
14. Gangguan kognitif menurun
15. Tekanan darah membaik − Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman Lakukan program
16. Frekuensi nadi membaik skrining bahaya lingkungan (mis. timbal)
17. Frekuensi napas membaik Edukasi
18. Denyut jantung apikal membaik − Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya
19. Denyut jantung radialis membaik lingkungan
20. Pola istirahat/tidur membaik Pencegahan Cedera (l.14538)
Observasi
− Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan
cedera
− Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
− Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada
ekstremitas bawah
Terapeutik
− Sediakan pencahayaan yang memadal
− Gunakan lampu tidur selama jam tidur
− Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang
rawat (mis, penggunaan telepon, tempat tidur, penerangan
reangan dan lokasi kamar mandi)
− Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami cedera serius
− Sediakan alas kaki antislip
− Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi di tempat tidur, jika
pertu
− Pastikan bet panggilan atau telepon mudah dijangkau
− Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
− Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat
digunakan
− Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi terkunci
− Gunakan pengaman tempat sidur sesuai dengan kebijakan
fasilitas pelayanan kesehatan
− Pertimbangkan penggunaan alarm elektronik pribadi atau alarm
sensor pada tempat tidur atau kursi
− Diskusikan mengenal fatihan dan terapi fisik yang diperlukan
− Diskusikan mengenai alat bantu inobilitas yang sesual (mis,
tongkat atau alat bantu jalan)
− Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi
pasien
− Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
Edukasi
− Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
− Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama
beberapa menit sebelum berdiri
3 Risiko Infeksi (D.0142) b.d Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Manajemen Imunisasi / Vaksinasi(l.14508)
peningkatan paparan selama 3x24 jam diharapkan Tingkat Infeksi Observasi
organisme pathogen (L.14137) Menurun dengan kriteria hasil: − Identifikasi riwayat kesehatan dan wayal alergi
lingkungan 1. Kebersihan tangan meningkat − Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi (mis. reaksi
2. Kebersihan badan meningkat anafilaksis terhadap vaksin sebelumnya dan atau sakit parah
3. Nafsu makan meningkat dengan atau tanpa demam)
4. Demam menurun − Identifikasi stalus imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan
5. Kemerahan menurun kesehatan
6. Nyeri menurun Terapeutik
7. Bengkak menurun − Dokumentasikan informasi vaksinasi (mis, nama produsen,
8. Vesikel menurun tanggal kedaluwarsa)
9. Cairan berbau busuk menurun − Berikan suntikan pada bayi di bagian paha anterolateral
10. Sputum berwarna hijau menurun − Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
11. Drainase purulen menurun Edukasi
12. Piuria menurun − Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi, jadwal, dan efek
13. Periode malaise menurun samping
14. Periode menggigil menurun − Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah (mis.
15. Letargi menurun Hepatitis B, BCG, difteri, tetanus, pertusis, H. influenza, polio,
16. Gangguan kognitif menurun campak, measles, rubela)
17. Kadar sel darah putih membaik
− Informasikan imunisasi yang melindungi terhadap penyakit
18. Kultur darah membaik
namun saat ini tidak diwajibkan pemerintah (mis. influenza,
19. Kultur urine membaik
pneumokokus)
20. Kultur sputum membaik
21. Kultur area luka membaik − Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus (mis. rabies,
22. Kultur feses membaik tetanus)
23. Kadar sel darah putih membaik − Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal imunisasi
− Informasikan penyedia layanan Pekan Imunisasi Nasional yang
menyediakan vaksin gratis Kembali
Pencegahan Infeksi (l.14539)
Observasi
− Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
− Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
− Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
− Batasi jumlah pengunjung
− Berikan perawatan kulit pada area edema
Edukasi
− Jelaskan tanda dan gejala infeksi
− Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
− Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
− Anjurkan meningkatkan asupan cairan
− Ajarkan etika batuk
− Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
Kolaborasi
− Kolaborasi imunisasi, jika perlu
4 Risiko Perfusi Serebral Tidak Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Manajemen Peningkatan Teanan Intrakranial (l.09325)
Efektif (D.0017) b.d faktor selama 3x24 jam diharapkan Perfusi Serebral Observasi
risiko (L.02014) meningkat dengan kriteria hasi: − Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. lasi, gangguan
1. Tingkat kesadaran meningkat metabolisme, edema serebral)
2. Kognitif meningkat − Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. tekanan darah
3. Tekanan intra kranial menurun meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas Iregular,
4. Sakit kepala menurun kesadaran menurun)
5. Kecemasan menurun − Monilor MAP (Mean Arterial Pressure) Monitor CVP (Central
6. Agitasi menurun Venous Pressure), jika perlu
7. Gelisah menurun − Monitor PAWP, jika perlu
8. Demam menurun − Monitor PAP. Jika perlu
9. Nilai rata-rata tekanan darah membaik − Monitor ICP (intra Cranial Pressure), jika tersedia
10. Kesadaran membaik − Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
11. Tekanan darah sistolik membaik − Monitor gelombang ICP
12. Tekanan darah diastolic − Monitor status pemapasan
13. Refleks saraf membaik − Monitor intake dan ouput cairan
− Montor cairan serebro-spinalis (mis, warna, konsistensi)
Terapeutik
− Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
tenang
− Berikan posisi semi Fowler
− Hindari manuver Valsava
− Cegah terjadinya kejang
− Hindari penggunaan PEEP
− Hindari pemberian cairan IV hipotonik
− Atur ventilator agar PaCO2 optimal
− Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
− Kolaborasi pemberian sedasi dan and konvulsan, jika perlu
− Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
− Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

5 Defisit Pengetahuan (D.0111) Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Edukasi Kesehatan (l.12383)
b.d kurang terpapar informasi selama 3x24 jam diharapkan Tingkat Observasi
Pengetahuan (L.12111) membaik dengan − Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
kriteria hasil : − Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
1. Perilaku sesuai anjuran meningkat menurunkan motivasi perilaku hidup
2. Verbalisasi minat dalam belajar
meningkat
3. Kemampuan menjelaskan pengetahuan Terpeutik
tentang suatu topik meningkat − Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
− Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
− Berikan kesempatan untuk bertanya
4. Kemampuan menggambarkan Edukasi
pengalaman sebelumnya yang sesuai − Jekaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi Kesehatan
dengan topik meningkat − Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
5. Perilaku sesuai dengan pengetahuan − Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
meningkat perliaku hidup bersih dan sehat
6. Pertanyaan tentang masalah yang
dihadapi menurun
7. Persepsi yang keliru terhadap masalah
menurun
8. Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
menurun
9. Perilaku membaik

5. EVALUASI
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari
tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari, 38° C) akibat suatu proses ekstra kranial,
biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun. (Lusia, 2015).
Masalah keperawatan yang dapat muncul pada penyakit kejang demam
adalah
1. Hipertermia (D.0130) b.d peningkatan laju metabolisme
2. Risiko Cedera (D.0136) b.d kondisi klinis
3. Risiko Infeksi (D.0142) b.d peningkatan paparan organisme
pathogen lingkungan
4. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017) b.d faktor risiko
5. Defisit Pengetahuan (D.0111) b.d kurang terpapar informai

B. SARAN
Seharusnya sebagai mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan
anak dengan kejang demam dengan baik
DAFTAR PUSAKA
Lusia. 2015. Pengenalan Demam dan Perawatannya. Surabaya: AUP Unair.
Vebriasa, A., Herini, E. S., & Triasih, R. (2016). Hubungan antara Riwayat
Kejang pada Keluarga dengan Tipe Kejang Demam dan Usia Saat
Kejang Demam Pertama . Sari Pediatri
Lestari, T. (2016). Asuhan Keperawatan Anak.
Maiti, & Bidinger. (2018). Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689 – 1699.
Ridha, N.H, 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka
Jasni. (2021). Asuhan Keperawatan Pada An. K Dengan Diagnosa Medik
Kejang Demam Sederhana Di Ruang Anggrek B Rumah Sakit Umum
Daerah Tarakan. Angewandte Chemie International Edition. 6(11). 951
– 952., pp. 2013 – 2015
Benjamin, W. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Anak Usia Toddler
Kejang Demam Dengan Peningkatan Suhu Tubuh (Hipertermia) Di
ruang Melati Rsud Ciamis. 3. Pp. 1-9
Yulianti, T. (2017). Asuhan Keperawatan Pasa Fakultas Ilmu Kesehatan
UMP. Kesehatan. 18. 8 – 23.
Tarwoto, & Wartonah. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan . Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai