Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM

DI RUANG TOPAZ RS LAVALETTE KOTA MALANG

Oleh :
WAHYU HANDRIANTO
(NIM :2024201032)

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MAJAPAHIT MOJOKERTO
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

I. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Kejang demam adalah suatu kondisi saat tubuh anak sudah tidak dapat menahan
serangan demam pada suhu tertentu (Widjaja, 2021).Kejang demam adalah kejang
yang terjadi pada suhu badan yang tinggi.Suhu badan ini disebabkan oleh kelainan
ekstrakranial (Lumbantobing, 2014). Dari pengertian di atas penulis dapat
menyimpulkan bahwa kejang demam adalah kondisi tubuh anak yang tidak dapat
menahan demam pada peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh karena proses
ekstrakranial.

2. ETIOLOGI
Menurut Randle-Short (2020) kejang demam dapat disebabkan oleh:
a. Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis, otitis
media, gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela, demam
berdarah, dan lain-lain.
b. Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
c. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
d. Perubahan cairan dan elektrolit.
e. Faktor predispisisi kejang deman, antara lain: ƒ
- Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus.
- Diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak lengkap.
- Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan
perinatal tinggi.
- Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga
tinggi, tapi kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.

3. KLASIFIKASI
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik, tanpa gerakan
fokal.Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
b. Kejang demam kompleks
Kejang lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial, kejang berulang atau lebih 1
kali dalam waktu 24 jam (Wulandari & Erawati, 2018)

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Arif Mansjoer (2020), kejang demam umumnya berlangsung singkat,
yaitu berupa serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral. Bentuk kejang yang
lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau
kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului dengan kekakuan atau hanya
sentakan atau kekakuan fokal. Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit
dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit.
Seringkali kejang berhenti dengan sendirinya.Setelah kejang berhenti, anak tidak
memberikan reaksi apapun untuk sementara waktu, tetapi setelah beberapa detik atau
menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa ada defisit neurologis.Kejang dapat
diikuti dengan hemiparesis sementara.(Todd’s hemiparesis) yang berlangsung selama
beberapa jam hingga beberapa hari.Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh
hemiparesis yang menetap.Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering
terjadi pada kelang demam yang pertama.

5. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+ ) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (N+ ) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl). Akibatnya konsentrasi
K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron
terdapat keadaan yang sebaliknya.Karena perbedaan jenis dan konsentrasi di dalam
dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron.Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran itu sendiri karena penyakit atau
keturunan. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10 - 15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya mencapai 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium i ion natrium melalui membran tersebut dengan akibat
terjadi pelepasan listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang disebut “Neurotransmitter” dan terjadilah kejang.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (2020), beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
pasien dengan kejang demam adalah meliputi:
a. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.EEG abnormal tidak
dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang
demam yang berulang dikemudian hari.Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi
dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana.Pemeriksaan laboratorium
rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama
pada pasien kejang demam yang pertama.Pada bayi yang masih kecil seringkali
gejala meningitis tidak jelas sehingga.harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi
yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari
18 bulan.

7. PENATALAKSANAAN
Pada tata laksana kejang demam ada 3 hal yang perlu di kerjakan (Badrul, 2015).
a. Penanganan fase akut (Badrul, 2015)
1) Pertahankan jalan nafas (saluran pernafasan lancar tidak ada sumbatan).
2) Lindungi anak dari tarauma/ cidera
3) Posisikan anak tidur setengah duduk (45º)
4) Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu. Berikan oksigen bila
tersedia.
5) Gunakan suction untuk secret hidung dan mulut bila diperlukan.
6) Atasi demam dengan kompres dan antipiretik
Dosis parasetamol yang di gunakan adalah 10-15 mg/kg/kali di berikan 4 kali sehari
dan tidak lebih dari 5 kali.Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
7) Monitor tanda vital (setiap 2 jam sekali)
8) Anti konfulsif rectal
Berikan diazepam rectal 0,5- 0,75 mg/kg atau diazepam 5 mg untuk anak dengan
berat kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk anak berat badan lebigh dari 10 kg.
atau diazepam rectal dengan dosis 5 mg untuk anaka usia di bawah 3 tahun atau
dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. (pusponegoro, 2016)
9) Antikonvulsif intravena
10) Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rectal masih tetap kejang, bila anak
masih kejang selama >15 menit dapat di berikan
a) Diazepam intravena 0,2-0,5 mg/kg perlahan lahan (kecepatan maksimum 1-2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit) sampai maksimal 2-4 mg untuk bayi
atau 5-10 mg untuk anak yang lebih tua. Dosis yang sama bias di ulang tiap
10-30 menit hingga 3 dosis bila di perlukan.
b) Lorazepam 0,05-0,10 mg/kg/dosis (kecepatan maksimum 1 mg/ menit )
hingga maksimal 4 mg. bila di butuhkan dapat di tambah 0,05 mg/kg 10
menit kemudian. Bila tetep kejang tetap belum berhenti berikan fenitoin
secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/menit dengan kecepatan 1
mg /kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti, dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari. Namun bila dengan fenotoin kejang
belum berhenti maka pasien harus di rawat di ruang intensive
(pusponegoro,2016).
c) Mencari dan mengobati penyebab Pemeriksaan cairan serebrospinal di
lakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, pemeriksaan
laboratorium lain di lakukan atas indikasi untuk mencari
penyebab(soetomenggolo,1999 dalam Badrul, 2015).
d) Pengobatan profiklasis Pencegahan berulang kejang demam perlu di lakukan
karena bila sering berulang dapat menyebabkan kerusakan otak yang
menetap. Ada dua cara pengobatan profikasi (Soetomonggolo,2019 dalam
Badrul, 2015).
- Profilaksis intermiten pada waktu demam
- Profilaktasis terus menerus denghan anti konvulsif setiap hari
Diazepam interaktal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan
berat kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat lebih
dari 10 kg. seriap pasien menunjukkan suhu 38,5oC atau lebih.
Diazepam dapat pula di berikan secara oral dengan dosis 0,5
mg/kgBB/ hari di bagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam
(Soetomonggolo,1999 dalam Badrul, 2015).
e) Penatalaksanaan non farmakologi (tepid sponge)
Definisi tepid sponge merupakan suatu prosedur untuk meningkatkan kontrol
kehilangan panas tubuh melalui evaporasi dan konduksi, yang biasanya di
lakukan pada pasien yang mengalami demam tinggi (Hidayati,2014 dalam
Aryanti et al., 2016).
8. PATHWAY
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan
hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun
selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al. 2017).
a. Identitas pasien
Lakukan pengkajian identitas seperti nama, alamat, dan pada umur anak
di bawah 6 bulan sampai 4 tahun (Sodidin,2012 dlm Farida & Selviana, 2016),
jenis kelamin, agama, pendidikan, orang tua klien, dll. b. Keluhan Utama
Kejang merupakan gangguan tersier pada anak yang sering terjadi bersamaan
dengan demam yang melebihi 38oC (Juanita & Manggarwati, 2016).
b. Keluhan utama
Keluhan utama pada kejang demam dapat mengakibatkan
hipertermi.Hipertermi yaitu peningkatan suhu tubuh di atas normal (wilkison,
2016).
c. Riwayat penyakit sekarang
Kejang demam merupakan bangkitan kejang akibat kenaikan suhu tubuh
di atas 38oC yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium(Badrul, 2015).
Menurut Nurhayati et al., 2017 dalam suatu penelitian menyebutkan bahwa
demam memiliki resiko lebih besar terjadinya kejang demam pada anak.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami kejadian yang sedang di alami
sekarang atau pernah di rawat dengan sakit tertentu. Dewanti (2012)
mendapatkan 86 anak mengalami kejang demam, dan 47,7%
diantaranya mengalami kejang demam berulang. Perbandingan kejadian
kejang demam yang diperoleh peneliti pada kejang demam pertama dan
kejang demam berulang adalah 2 : 1. Hal ini menunjukkan ada
perubahan kejadian kejang demam berulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai
factor resiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang
tua ataupun saudara kandung (first degree relative) (Badrul, 2015).
f. Pemeriksaan fisik
Batas suhu yang bias mencetuskan kejang demam 38oC atau lebih,
tapi suhu sebenarnya pada waktu kejang sering tidak di ketahui
(Soetomongolo, 1999 dalam Badrul, 2015).
Pemeriksaan fisik yang lainnya bertujuan untuk mencari sumber
infeksi dan kemungkinan adanya infeksi intracranial meningitis atau
ensevalitis (Basuki, 2009 dalam Badrul, 2015).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin
2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan)
c. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai
dengan kebocoran plasma darah
d. Risiko cidera berhubungan dengan kejang
C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaboratif
(D.0130) Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia (I.15506).
keperawatan diharapkan Observasi :
berhubungan dengan proses
termoregulasi (L.14134)membaik - Identifikasi penyebabhipertermia.
penyakit dengan Kriteria Hasil : - Monitor suhu tubuh.
- Menggigil menurun.
- Monitor haluaran urine.
- Takikardi menurun.
Terapeutik
- Suhu tubuh membaik.
- Suhu kulit membaik - Sediakan lingkungan yangdingin
- Longgarkan atau lepaskanpakaian
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih)
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairandan elektrolit
intravena, jikaperlu
(D.0034) Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia (I.03116)
keperawatan Status cairan (L.0328) Observasi :
berhubungan dengan kehilangan
membaik dengan - Periksa tanda dan gejala hipovolemia.
cairan secara aktif (muntah) Kriteria Hasil :
- Monitor intake dan output cairan.
- Kekuatan nadi meningkat.
- Membrane mukosa lembap. Terapeutik
- Frekuensi nadi membaik. - Berikan asupan cairan oral
- Tekanan darah membaik. Edukasi
- Turgor kulit membaik - Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV
(D.0136) Risiko Cedera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Kejang (1.06193)
keperawatan tingkat cedera Observasi
berhubungan dengan kejang
(L.14136) menurun dengan Kriteria - Monitor terjadinya kejang berulang
Hasil :
- Monitor karakteristik kejang (mis. Aktivitas
- Kejadian cedera menurun
- Gangguan mobilitas menurun motorik dan progresi kejang)
- Pola istirahat/tidur membaik - Monitor status neurologis
- Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
- Baringkan pasien agar tidak terjatuh
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Longgarkan pakaian, terutama di bagian leher
- Damping selama periode kejang
- Jauhkan benda-benda berbahaya terutama benda
tajam
- Catat durasi kejang
- Pasang akses IV, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan keluarga menghindari memasukkan
apapun ke dalam mulut pasien saat periode kejang
- Anjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan
untuk menahan gerakan pasien
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberianantikonvulsan, jika perlu
1. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses

keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana

keperawatan (Potter & Perry, 2020).

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan

implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain

yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi

keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)

2. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan.

Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan

melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila,

2018).

Menurut Setiadi (2018) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan

Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan

terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien,

keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam

mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap


perencanaan (Setiadi, 2012).

Menurut (Asmadi, 2018)Terdapat 2 jenis evaluasi :

a. Evaluasi formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan

dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera

setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna

menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Evaluasi ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah

SOPA, yakni subjektif (data keluhan pasien), objektif (data hasil

pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan teori), dan

perencanaan.

b. Evaluasi sumatif (hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah

semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi

sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan

keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan

pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir

pelayanan, menanyakan respon pasien dan keluarga terkai

pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir

layanan.

Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian

tujuan keperawatan, yaitu :

1) Tujuan tercapai/masalah teratasi

2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian

3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi.


DAFTAR PUSTAKA

Arief, R.F., 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical Education, 42, Pp.658-61.
Mail, E., 2017.Penatalaksanaan Awal Kejang Demam Pada Anak Di Poli Anak.Hospital
Majapahit, 9, Pp.97-108.
Nindela, R., Dewi, R. & Ansori, I.Z., 2014.Karakteristik Penderita Kejang Demam Di Inhalasi Rawat
Inap Bagian Anak Rumah Saki Muhammad Hoesin Palembang.Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan, 1, Pp.41-45.
Nurlaila, Umami, W. & Cahyani, T., 2018.Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Loutikaprio
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.Tim Pokja
SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai