PERILAKU PENCARIAN PELAYANAN KESEHATAN PADA GAY YANG
TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)
DI BANDAR LAMPUNG
Nurul Aryastuti1), Dhiny Easter Yanti1), Frisca Desma Ayu K W2)
ABSTRAK
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebakan penyakit
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Data laporan bulanan 2016 Provinsi Lampung, kunjungan layanan HIV sebanyak 2.328 orang dimana 87 (3,7%) merupakan Lelaki Seks Lelaki (LSL). Dari jumlah kumjungan tersebut terdapat 1.406 menderita HIV dan 70 (4,9%) kasus terjadi pada LSL. Sementara data kunjungan Kota Bandar Lampung terdapat 2.169, dan sebanyak 82 (3,7%) dari golongan LSL. Dari jumlah kunjungan tersebut, 1.340 positif HIV, dan 66 (4,9%) kasus terjadi pada LSL (Dinkes Provinsi Lampung, 2017). Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran mendalam tentang perilaku pencarian pelayanan kesehatan pada gay yang terinfeksi HIV. Jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pemilihan informan dengan purposive sampling. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan kajian dokumentasi. Validasi data dengan triangulasi sumber. Analisa data dengan conten analisis. Hasil penelitian menemukan bahwa pengetahuan informan mengenai HIV umumnya baik, demikian sikap mereka terhadap pelayanan kesehatan umumnya positif, yang dapat mendorong pada pemanfaatan pelayanan kesehatan. Masyarakat disarankan waspada terhadap gejala HIV dan segera mendatangi pelayanan kesehatan yang tepat, apabila ada gejala atau anggota keluarga yang menunjukan gejala tersebut.
Kata kunci : Pelayanan, HIV, Gay
PENDAHULUAN dan 66 (4,9%) kasus terjadi pada LSL
Human Immunodeficiency Virus (Dinkes Provinsi Lampung, 2017). (HIV) adalah virus yang menyebabkan Kota Bandar Lampung, sebanyak penyakit Acquired Immunodeficiency 297 orang (189 laki-laki dan 108 Syndrome (AIDS). Di seluruh dunia pada perempuan) dinyatakan positif HIV tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan penderita terbanyak pada usia yang meliputi 16 juta perempuan dan 25-49 tahun yaitu sebanyak 226 3,2 juta anak berusia < 15 tahun. (76,0%) orang. Tahun 2016 orang positif Jumlah infeksi baru HIV pada tahun HIV sebanyak 248 orang (191 laki-laki 2013 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari dan 57 perempuan) dengan kasus 1,5 juta dewasa dan 240.000 anak terbanyak usia 25-49 tahun yaitu berusia <15 tahun (Kemenkes, 2016). sebanyak 177 (71,3%) orang (Dinkes Berdasarkan laporan bulanan Kota Bandar Lampung, 2016). 2016 Provinsi Lampung, kunjungan Layanan HIV di Kota Bandar layanan HIV sebanyak 2.328 orang Lampung terdapat di RSUD Abdul dimana 87 (3,7%) merupakan Lelaki Moeloek, RSUD A Dadi Tjokrodipo, dan Seks Lelaki (LSL). Dari jumlah beberapa Puskesmas yang ada di kumjungan tersebut terdapat 1.406 wilayah Bandar Lampung) meliputi menderita HIV dan 70 (4,9%) kasus pemeriksaan, pengobatan, konseling terjadi pada LSL. Sementara data perubahan perilaku serta pemberian kunjungan Kota Bandar Lampung kondom. Beberapa faktor yang terdapat 2.169, dan sebanyak 82 berkontribusi terjadinya infeksi (3,7%) dari golongan LSL. Dari jumlah berulang/reinfeksi tersebut adalah faktor kunjungan tersebut, 1.340 positif HIV, sosio demografi, perilaku dan juga layanan HIV. 1) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati 2) Puskesmas Tegineneng Kabupaten Pesawaran
158 Jurnal Dunia Kesmas Volume 6. Nomor 3. Juli 2017
METODE PENELITIAN pengobatan dan kemudahan Jenis penelitian kualitatif dengan transportasi . Penelitian Gaol (2013) pendekatan fenomenologi. Teknik Hasil penelitian faktor sosio demografi pemilihan informan dengan purposive (umur, jenis kelamin, pendidikan, sampling. Pengumpulan data dengan pengetahuan dan sikap), faktor sosio wawancara mendalam dan kajian ekonomi (pekerjaan dan penghasilan) dokumentasi. Validasi data dengan berpengaruh terhadap pencarian triangulasi sumber. Analisa data dengan pengobatan di Kecamatan Medan Kota. conten analisis. Menurut pendapat peneliti, tingkat pengetahuan individu berperan HASIL DAN PEMBAHASAN terhadap kesadaran untuk ikut serta Predisposing Factors dalam suatu kegiatan dan mempunyai Faktor predisposisi (predisposing dampak terhadap perilaku. Namun bila factors) dalam penelitian ini adalah dianalisis lebih lanjut jauh proses suatu hal yang menggambarkan bahwa terbentuknya suatu kesadaran tidak setiap informan mempunyai hanya dipengaruhi oleh pengetahuan. kecenderungan yang hampir sama dalam Pengetahuan saja belum cukup untuk menggunakan pelayanan kesehatan. membuat seseorang merubah perilakunya. Perubahan atau adopsi Enabling Factors (faktor perilaku adalah suatu proses yang pemungkin/ pendukung) kompleks dan memerlukan waktu yang Faktor pemungkin yang relatif lama. Secara teori perubahan menjadikan informan berperilaku perilaku seseorang menerima atau mencari pelayanan kesehatanuntuk mengadopsi perilaku baru dalam berobat adalah faktor pendukung. kehidupannya melalui tiga tahap, yaitu ketersediaan sarana dan prasarana atau sebelum seseorang mengadopsi perilaku fasilitas kesehatan bagi masyarakat. (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku Need factors (faktor kebutuhan) tersebut bagi dirinya atau keluarganya, Kebutuhan merupakan dasar dan sikap yaitu setelah seseorang stimulus langsung untuk menggunakan mengetahui stimulus atau objek, proses pelayanan kesehatan bila faktor selanjutnya akan menilai atau bersikap predisposisi dan pendukungnya ada, terhadap stimulus atau objek kesehatan tentang seberapa butuh informan tersebut, praktik atau tindakan yaitu terhadap pelayanan kesehatan. setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian PEMBAHASAN mengadakan penilaian atau pendapat Predisposisi terhadap apa yang diketahui atau Pengobatan penderita HIV yang disikapinya. lama dan kecenderungan untuk kambuh Peneliti berpendapat bahwa tahu menjadi besar pada akhirnya membuat atau tidaknya masyarakat tentang apa beban bagi keluarga baik secara moril dan bagaimana pelayanan yang maupun material. Disamping itu diberikan di puskesmas disebabkan oleh pengobatan yang lama ini membuat karena masyarakat yang tidak keluarga menjadi jenuh dan bosan, memahami secara jelas akan fungsi dan apalagi bila tanggung jawab perawatan peran puskesmas serta prosedur penderita dirumah dibebankan pada satu pelayanan kesehatan yang ada di orang, sehingga akhirnya keluarga tidak puskesmas. Keseluruhan informan lagi memperhatikan keadaan penderita mengerti tentang peran dan fungsi (Widyantoro, 2003). puskesmas sebagai layanan primer Penelitian Widyantoro (2003) sebelum pengobatan diteruskan ke Faktor-faktor yang mempunyai layanan yang lebih lanjut. Hasil yang hubungan yang bermakna dengan ditemukan oleh peneliti berbanding kepatuhan berobat jalan adalah biaya terbalik dengan persepsi masyarakat
Jurnal Dunia Kesmas Volume 6. Nomor 3. Juli 2017 159
tentang pemilihan tempat pengobatan. diterima sehingga membentuk kesiapan Isu yang beredar di masyarakat selama untuk bertindak atau berperilaku. Sikap ini menekankan bahwa puskesmas yang baik akan memunculkan perilaku adalah tempat pengobatan terakhir, yang baik demikian sebaliknya sikap apabila penyakit tidak dapat yang buruk akan memunculkan perilaku disembuhkan oleh pengobatan alternatif yang buruk. seperti dukun dan pengobatan sendiri. Hasil penelitian menunjukkan Persepsi seperti inilah sebenarnya yang akses ke pelayanan dengan kepatuhan menjadikan cara pandang dan sikap pemanfaat an pelayanan kesehatan masyarakat terhadap pengobatan medis kemungkinan terkait dengan faktor menjadi kurang antusias, karena internal dari teman atau pasien tersebut. menurut peneliti persepsi yang baik akan Faktor internal itu seperti persepsi mendorong masyarakat untuk kebutuhan terhadap pelayanan yang berperilaku memanfaatkan layanan diberikan, pengalaman pasien dan kesehatan di Puskesmas dengan baik teman-teman di komunitas terhadap pula. layanan kesehatan, dan banyaknya Peneliti berpendapat bahwa pilihan pelayanan kesehatan yang perkem bangan masyarakat kota saat ini tersedia di sekitar tempat tinggal. begitu baik, dimana ketersediaan sarana Adanya tingkat atau derajat penyakit transportasi yang sudah cukup mudah yang semakin dirasakan berat, maka didapatkan, baik itu angkutan kota individu tersebut akan semakin maupun motor sewaan , kemudian membutuhkan kesembuhan dengan kondisi jalan penghubung ke tempat demikian akan semakin perlu adanya layanan sudah baik dan biaya pelayanan kesehatan, demikian juga transportasi yang terjangkau serta dengan kebutuhan layanan kesehatan, kelancaran angkutan kota yang tersedia jika semakin tinggi kebutuhan akan membuat masyarakat yang mempunyai suatu layanan maka akan semakin tinggi rumah yang jauh dengan puskemas pula keinginan untuk memanfaat kan tidak merasakan halangan untuk datang pelayanan kesehatan tersebut. ke puskesmas. Waktu tempuh ke puskesmas menjadi relatif singkat Enabling Factor dengan adanya kemudahan sarana Perilaku pencarian pengobatan tranportasi seperti kendaaraan dan merupakan upaya seseorang untuk prasarana jalan yang baik sehingga mengatasi masalah kesehatan yang masyarakat yang jauh dengan dialami atau penyakit yang diderita puskesmas dapat mengakses tempat sehingga menjadi sembuh dengan layanan tersebut. Kesulitan akses mendatangi fasilitas pelayanan pengobat layanan kesehatan dapat teratasi dengan an. Perilaku pencarian pengobat an tersedianya sarana dan prasarana merupakan salah satu keputusan yang penunjang transportasi dari wilayah akan diambil seseorang ketika penduduk yang berada jauh dari lokasi menghadapi masalah kesehatan karena pelayanan puskemas, untuk itu itu perilaku ini berkaitan erat dengan pembangunan jalan dan ketersediaan persepsi masyarakat mengenai konsep angkutan kota dapat menjadi cara untuk sehat dan sakit. Perilaku pencarian memudahkan masyarakat mendapatkan pengobatan dipengaruhi oleh beberapa pelayanan kesehatan di Puskesmas. faktor diantaranya sikap dan pengetahu Pada dasarnya tingkat an. pengetahuan yang dimiliki Perilaku pencarian penyembuhan mempengaruhi sikap seseorang dalam atau pengobatan (health seeking mengambil keputusan, sementara sikap behavior) adalah perilaku orang atau menentukan perilaku apa yang akan masyarakat yang sedang mengalami muncul seiring dengan adanya tuntutan sakit atau masalah kesehatan yang lain, permasalahan. Sikap merupakan hasil untuk memperoleh pengobatan sehingga olahan dari pengetahuan yang telah
160 Jurnal Dunia Kesmas Volume 6. Nomor 3. Juli 2017
sembuh atau teratasi masalah kesehatan terhadap pencarian pengobatan di nya. kecamatan medan kota. Penelitian mengenai perilaku atau Setiap orang pasti akan tindakan masyarakat pada waktu sakit mempunyai persepsi yang berbeda-beda atau anak balita mereka yang sedang meskipun mengamati obyek yang sama. sakit (health seeking be-havior) secara Hasil penelitian ini berdasarkan pada komprehensif baik tidak berbuat apa- persepsi dari masing- masing informan apa, diobati sendiri, atau mencari tentang bagaimana mempersepsikan pengobatan keluar, belum ada. Dalam keadaan dirinya menurut keadaan sakit Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016 yang dirasakannya dan pendapat disajikan pola perilaku pengobatan informan akan kebutuhan segera sendiri (self medication) dan perilaku mendapatkan pelayanan kesehatan pencarian penyembuhan ke fasilitas apabila merasa sakit, sehingga jika pengobatan tradisional maupun modern. informan mengetahui persepsi sakit yang Keyakinan tenaga kesehatan benar ia akan selalu memanfaatkan akan sangat mempengaruhi perilaku pelayanan kesehatan dan tidak pasien HIV. Jika tenaga kesehatan menunggu sakitnya parah/segera berasumsi bahwa pasien HIV yang melakukan pencarian pelayanan dirawat tidak mau mengonsumsi kesehatan. Berbeda dengan informan metadon atau obat antiretroviral (ARV), yang mempunyai persepsi sakit yang pasien akan benar-benar tidak mau salah yang akan menunda kebutuhan mengonsumsi metadon dan ARV, dengan untuk mendapatkan pelayanan menghilangkan stigma terhadap pasien kesehatan sehingga biasanya berusaha HIV dan merawat mereka dengan mengobati diri sendiri dengan beli obat sepenuh hati justru akan berpengaruh di warung, minum jamu tradisional positif terhadap pencegahan penyebaran ataupun menunggu sakitnya parah baru HIV. Pasien yang dirawat dengan baik, memanfaatkan pelayanan kesehatan. perilakunya akan berubah. Pasien akan Semua informan mengungkapkan cenderung mengikuti pengobatan hal yang senada dalam mencari sehingga penularan berkurang, selama informasi adalah semata-mata ini berbagai pihak di dunia menjalankan disebabkan karena keinginannya untuk program pencegahan dan pengobatan dapat sembuh dari penyakitnya dan HIV secara terpisah. Upaya pencegahan dapat teratasi masalah kesehatannya bisa dilakukan bersama dengan upaya dengan baik dan benar. Seperti yang kuratif. diungkapkan secara berbeda-beda oleh para informan, proses sharing juga Need Factor (Faktor Kebutuhan) dapat digambarkan sebagai salah satu Persepsi merupakan suatu proses wujud kesadaran akan kebutuhan pengorganisasian, penginterpretasian informasi seseorang. Dengan tahap terhadap stimulus yang diterima oleh sharing, banyak nmemberikan informasi organisme atau individu sehingga yang tidak terduga sebelumya dan menjadi sesuatu yang berarti, dan banyak member informasi yang lebih merupakan aktivitas yang integrated selama orang tersebut mengetahui dalam diri individu. Respon sebagai dengan benar siapa yang memiliki akibat dari persepsi dapat diambil oleh memiliki ekspertensi pada sebuah individu dengan berbagai macam informasi yang dibutuhkan olehnya. bentuk. Stimulus mana yang akan Proses sharing dapat juga dijadikan mendapatkan respon dari individu sebagai strategi dalam memecahkan tergantung pada perhatian individu yang masalah yang dihadapinya. bersangkutan. Motivasi setelah mendapatkan Penelitian Gaol (2013) literasi informasi dari masing-masing menunjukkan ada hubungan yang informan dan yang mempengaruhi signifikan antara persepsi kebutuhan informan untuk bangkit dari keterpurukan, semangat hidup yang
Jurnal Dunia Kesmas Volume 6. Nomor 3. Juli 2017 161
tinggi untuk dapat tetap bertahan hidup penerimaan yang didapatkan ternyata dan berharap penyakit yang dideritanya tidak sesuai dengan harapan dimana dapat sembuh adalah seperti yang orang tua yang dianggap adalah orang diungkapkan oleh ke lima informan. Dari terdekat dan paling mengerti justru tidak proses rapport yang dilakukan oleh menunjukan sikap penerimaan akan peneliti, motivasi literasi informasi dari status baru dari informan. Hal yang masing-masing informan adalah senada terjadi diatas ternyata tidak yaitu setelah mendapatkan literasi mempengaruhi keinginan informan informasi terkait penyakitnya para untuk melakukan pengobatan medis. informan tersebut mempunyai semangat Informan yang kurang mendapatkan tinggi untuk dapat selalu sehat dan dukungan dari keluarga tersebut dapat menjalankan segala aktivitas ternyata tetap datang ke pelayanan sehari-harinya dengan baik dan dapat kesehatan secara rutin untuk menjalankan peran masing-masing memeriksakan keluhan atau untuk sesuai dengan perannya. pengambilan obat. Bahkan informan Temuan data yang telah tetap menjaga pola minum obat secara ditemukan peneliti mengenai perilaku teratur, meskipun harus menggunakan sakit dalam upaya penyembuhan alarm sebagai media pengingat. penyakit pada masing-masing informan Berdasarkan hasil penelitian, hal adalah ungkapannya senada yaitu tersebut terjadi karena informan merasa dengan melakukan berbagai upaya nyaman dengan pelayanan kesehatan dengan mendatangi para ahli, dalam hal medis yang diberikan oleh tenaga ini adalah petugas kesehatan yang kesehatan yang mereka kunjungi. memang perannya dapat menangani Menurut informan tempat pelayanan berbagai masalah kesehatan yang sesuai kesehatan medis tersebut adalah tempat dengan bidangnya, untuk memperoleh pengobatan yang menimbulkan rasa pengobatan sehingga sembuh atau nyaman, aman, terjaganya kerahasiaan teratasi masalah kesehatannya. Dengan atas identitas diri, serta menjadi tempat begitu para informan melakukan segala bagi informan untuk menceritakan upaya yang sudah didapat tersebut segala keluhan tentang kesehatannya dengan mematuhi peraturan-peraturan/ dengan terbuka. Sikap ramah, pantangan yang berkaitan dengan pola pengertian, bahkan informan merasa hidup dan pola asupan makanan yang petugas kesehatan di layanan kesehatan sudah disepakati dimana merupakan tersebut sudah seperti keluarga sendiri suatu proses dalam mengatasi kondisi inilah yang membuat informan tetap kesehatannya, melakukan hal-hal yang memiliki semangat untuk tetap positif terkait dengan pikologis dan tetap menjalani pengobatan meskipun kurang mencari informasi tersebut secara up to mendapatkan dukungan dari keluarga. date dengan harapan penyakitnya Temuan lain dalam penelitian ini tersebut dapat segera teratasi/ sembuh. adalah informan mengatakan bahwa Temuan lain dalam penelitian ini penyebabab dari terinfeksi virus HIV adalah 3 dari 5 informan tidak adalah perilaku beresiko yang dilakukan mendapatkan dukungan dari keluarga, oleh informan yaitu sebagai PENASUN baik karena memang informan (Penggunaan Napza Suntik). Informan merahasiakan statusnya sebagai ODHA memang memiliki orientasi seksual laki- (Orang Dengan HIV/AIDS) kepada laki penyuka laki-laki, namun ternyata keluarga pada tahun-tahun awal ketika hal tersebut bukan menjadi faktor informan tahu akan statusnya, ada juga penyebab terinfeksinya Human informan yang memang sengaja Immunodeficiency Virus (HIV), karena merahasiakan statusnya bahkan sampai informan mengungkapkan selalu sekarang dari sejak mengetahui status, menggunakan kondom ketika melakukan dan ada pula informan yang berusaha hubungan seksual. memberitahu pihak keluarga akan status Motif sesungguhnya dari para barunya sebagai ODHA, namun informan tersebut adalah ingin dapat
162 Jurnal Dunia Kesmas Volume 6. Nomor 3. Juli 2017
benar-benar teratasi masalah pemanfaatan pelayanan kesehatan, kesehatannya sehingga dapat dimana pengetahuan yang baik akan melakukan segala aktivitas dengan menimbulkan sikap yang baik sehingga normal tanpa terbebani dan dihantui melakukan pemanfaatan pelayanan oleh virus yang bersarang ditubuhnya kesehatan dengan baik dengan serta tidak merasa selalu ragu-ragu dan sebagaimana mestinya. takut dalam melakukan kegitan sehari- Kesadaran akan kebutuhan hari. Selain itu motif mereka bagi subyek informasi merupakan suatu langkah awal yang menderita HIV adalah ingin dalam proses pemenuhan informasi. merubah pola pemikiran masyarakat Faktor yang mempengaruhi dan awam akan stigma negative kepada mendorong para subyek dalam mencari mereka menjadi positif agar penderita informasi adalah semata-mata hanya tersebut tidak semata-mata di karena keinginannya untuk dapat diskriminasi dan di hindari oleh sembuh dari penyakit yang diderita dan masyarakat dengan adanya stigma dapat teratasi masalah kesehatannya bahwa penderita dengan HIV adalah dengan baik dan benar. berbahaya dan bisa menular dengan mudah, karena adanya anggapan SARAN penyakit tersebut adalah penyakit yang Pengetahuan terbaru tentang mematikan. Adanya aktualisasi diri/ penyakit HIV dan pelayanan kesehatan ingin diakui seperti orang-orang normal perlu ditingkatkan karena pengetahuan pada umumnya yang tidak perlu dijauhi yang baik dan informasi yang cukup ataupun dikucilkan di masyarakat. akan merubah sikap orang yang Karena bagaimana pun juga mereka terinfeksi HIV untuk bersedia adalah manusia biasa yang tentunya memanfatkan pelayanan kesehatan tidak ingin mempunyai / mengidap dengan baik pula. penyakit kronis tesebut. Mempertahankan sikap-sikap Cara yang paling ampuh yang yang positif yang telah terbentuk pada dilakukan oleh orang yang terinfeksi HIV orang yang terinfeksi HIV. ini beragam dalam mengatasi Meningkatkan kualitas pelayanan di permasalahannya. Salah satunya dengan layanan kesehatan dengan membangun keikutsertaan mereka dalam suatu interaksi yang baik dengan pasien HIV, lembaga atau komunitas yang ikut sehingga akan tercipta kenyamanan berperan dalam peningkatan motivasi yang akan memicu pasien tersebut dalam setiap anggotanya. Kegiatan yang untuk bersedia memeriksakan dilakukan beragam dalam rangka kesehatannya. menumbuhkan semangat hidup para Meningkatkan kesadaran ODHA. Tidak jarang banyak yang masyarakat akan bahaya penyakit HIV bertukar informasi atau sharing dan segera berobat ke pelayanan information satu sama lain yang juga kesehatan yang tepat, apabila ada gejala berstatus ODHA yang ikut dalam atau anggota keluarga yang menunjukan keanggotaan. Hal ini berkaitan dengan gejala HIV. teori Difusi akan sebuah Inovasi. Difusi Meningkatkan pengetahuan inovasi menjelaskan proses bagaimana masyara kat tentang cara penularan suatu inovasi atau dalam hal ini HIV, agar penerimaan pada masyarakat dikatakan informasi baru disampaikan kepada orang yang terinfeksi HIV kepada sekelompok anggota dari sistem menjadi lebih baik. sosial. DAFTAR PUSTAKA KESIMPULAN Dinkes Lampung. 2016. Profil Kesehatan Pengetahuan yang baik tentang Lampung. Lampung penyakit HIV dan sikap yang positif Dinkes Lampung. 2017. Data penderita terhadap pelayanan kesehatan HIV-AIDS provinsi Lampung. berhubungan positif dengan Lampung
Jurnal Dunia Kesmas Volume 6. Nomor 3. Juli 2017 163
Dinkes Kota Bandar Lampung. 2017. Kementerian Kesehatan RI 2016. Pusat Data penderita HIV-AIDS Kota Data dan Informasi: AIDS. Bandar Lampung. Lampung Jakarta.www.depkes.go.id/resour Kementerian Kesehatan RI. 2011. ces/download/pusdatin/infodatin/ Estimasi dan ProyeksiHIV/AIDS di Infodatin%20AIDS.pdf IndonesiaTahun 2011-2016: Mualim, 2012. Perilaku Pencarian Jakarta. Pengobatan Infeksi Menular Kementerian Kesehatan RI. 2009. Seksual Ims Pada Wanita Pekerja Pelayanan Kesehatan Pada Seks Wps Di Tempat Hiburan Jaminan Kesehatan Nasional: Malam Di Mamuju, Sulawesi Jakarta. Barat. Jurnal Penelitian Kementerian Kesehatan RI. 2012. Widoyono, 2011. Penyakit Tropis Rencana aksi nasionel Epidemiologi, Penularan, pencegahan penularan HIV dari Pencegahan & ibu ke anak (PPIA) Indonesia Pemberantasannya, Jakarta: 2013-2017. Jakarta Erlangga Kementerian Kesehatan RI. 2016. Pencegahan dan Pelayanan Penyakit: Jakarta.
164 Jurnal Dunia Kesmas Volume 6. Nomor 3. Juli 2017