Anda di halaman 1dari 8

REVIEW JURNAL

INTERNASIONAL
KEPERAWATAN
HIV / AIDS
KELOMPOK 1
1. Endra Bagas Baswara (1810038)
Anggota
2. HafizKelompok
Alif Fikri : (1810044)
3. Larasati Oktavia (1810050)
4. Nadya Aulya Sahari (1810064)
5. Yessy Mayadinta (1810110)
Increasing Quality of Life and Reducing
HIV Burden: The PATH+ Intervention
+ Paragraph 1
+ Hasil menunjukkan bahwa efek positif untuk mencegah AIDS bertahan pada 24 bulan, 12 bulan setelah intervensi
berakhir. Proyek ini menunjukkan keefektifan intervensi kepatuhan yang dipimpin perawat, berbasis komunitas, dan
disesuaikan secara individual. Kami menunjukkan hasil yang lebih baik pada orang dengan HIV / SMI dan tentang
kualitas hidup terkait kesehatan dan pengurangan beban penyakit. Peserta dalam kelompok intervensi ditugaskan
sebagai perawat praktik tingkat lanjut yang memberikan manajemen perawatan berbasis komunitas minimal satu
kunjungan / minggu dan mengoordinasikan perawatan medis dan mental mereka selama 12 bulan. Model kurva
pertumbuhan laten proses paralel menggunakan tiga titik data untuk biomarker (baseline, 12 dan 24 bulan) dan lima titik
data untuk kualitas hidup terkait kesehatan (baseline, 3, 6, 12, dan 24 bulan) menunjukkan kesesuaian sedang hingga
sangat baik untuk pemodelan perubahan dalam CD4, viral load, dan mental dan fisik SF-12 subskala. Hasil
menunjukkan bahwa efek positif untuk Mencegah + bertahan pada 24 bulan, 12 bulan setelah intervensi berakhir.
Proyek ini menunjukkan keefektifan intervensi kepatuhan yang dipimpin perawat, berbasis komunitas, dan disesuaikan
secara individual. Jurnal ini menunjukkan hasil yang lebih baik pada orang dengan HIV / SMI dan tentang kualitas hidup
terkait kesehatan dan pengurangan beban penyakit.
Paragraph 2
+ (PAKET EDUKASI KELOMPOK DAN PERAN MODEL MENURUNKAN TINGKAT ISOLASI SOSIAL PASIEN
HIV/AIDS. Sarwan1 , Busjra M.Nur², Rohman Azzam3 Program Studi Magister Keperawatan, Universitas
Muhammadiyah Jakarta) https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JKS/article/download/850/526
+ Hasil penelitian ini sesuai dengan data kemenkes RI (2016) yang menjelaskan bahwa kasus baru HIV positif tertinggi
pada kelompok usia 25-49 tahun, diikuti kelompok usia 20-24 tahun, dan kelompok usia 15-19 tahun. Senada dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kambu dkk (2016), Bahwa infeksi HIV lebih banyak terjadi pada usia muda (12-35
tahun) ketimbang usia tua (36-65 tahun). Ini menunjukkan bahwa penderita pada kelompok usia tersebut termasuk
kelompok usia produktif yang aktif secara seksual, dimana kemungkinan penularannya terjadi pada usia remaja. Hal
lain juga sesuai dengan survey UNAIDS (2009), bahwa kelompok usia terbanyak penderita HIV/AIDS diseluruh dunia
berada pada kelompok usia 20-40 tahun. Jenis kelamin responden pada kedua kelompok dalam penelitian ini
didominasi oleh laki-laki. Hal ini menunjukan bahwa laki-laki lebih rentan memiliki faktor risiko 2019. Penularan HIV, baik
melalui pengguna jasa layanan seksual, narkoba suntik dan tatto dibandingkan dengan perempuan. Tingkat
pendidikan kedua kelompok responden didominasi oleh responden dengan tingkat Pendidikan menengah atas
(SMA/SMK), bahwa sebagian besar para penderita HIV/AIDS memiliki tingkat pendidikan SLTA, dan bahwa angka
kejadian HIV/AIDS cukup tinggi pada pekerja terutama karyawan swasta.
Paragraph 2
+ (FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP PASIEN HIV/AIDS YANG
MENJALANI
PERAWATAN DI RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/mmm/article/download/2602/1553.
JAKARTA. Henni
+ Dari hasil ini dapat dilihat perempuan dalam menghadapi stressor lebih menggunakan perasaan dibanding laki-laki.
Sehingga saat pasien wanita didiagnosa HIV, menjalani pengobatan dalamKusuma,
jangka waktu lama, mengalami komplikasi
gejala, atau mendapat tekanan sosial dari lingkungannya akan berpengaruh terhadap status psikologisnya. Sedangkan
Mediaseringkali datang dari dalam keluarga
pria lebih menggunakan logika. Selain itu, masalah yang dihadapi perempuan
seperti ketakutan dalam penularan virus pada anak, perceraian yang memaksa dirinya untuk bekerja, atau
menyebabkan dirinya 23 kehilangan hak asuh anak. Selanjutnya, hal ini akanMedika
mempengaruhi kualitas hidupnya secara
keseluruhan. Dari hasil penelitian diketahui dukungan keluarga merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi
kualitas hidup pasien HIV/AIDS. Oleh karena itu, sebagai langkah awalMuda) perlunya dilakukan pengkajian mengenai
dukungan keluarga bagi pasien. Selanjutnya, perawat dapat melakukan konseling pada keluarga yang tidak
memberikan dukungan secara efektif. Melalui hal tersebut, dapat dikaji apakah yang menyebabkan keluarga kurang
memberi dukungan pada pasien. Selanjutnya, dapat dilakukan intervensi sesuai permasalahan, misalnya disebabkan
oleh kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyakit, maka perawat dapat memberikan penjelasan yang lengkap
mengenai hal-hal yang harus diketahui keluarga terkait penyakit seperti perjalanan penyakit, cara penularan,
perawatan pasien di rumah, prosedur pengobatan yang dijalani pasien, serta dukungan yang dibutuhkan oleh pasien.
Dapat disampaikan pada keluarga mengenai dampak yang akan timbul bila dukungan dari keluarga kurang supportif
dan disampaikan pula manfaatnya. Untuk penanganan secara kontinu, perawat di rumah sakit dapat bekerja sama
dengan perawat komunitas untuk dapat dilakukan intervensi lanjut dalam usaha pemberdayaan keluarga.
Paragraph 2
+ (Stigma dan Diskriminasi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) pada Pelayanan Kesehatan di Kota Pekanbaru Tahun
2014. Riri Maharani, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, STIKes Hang Tuah Pekanbaru.
https://jurnal.htp.ac.id/index.php/keskom/article/view/79
+ Isu stigma penyakit HIV/AIDS yang didengar oleh ODHA pada pelayanan kesehatan adalah jenazah pasien HIV/AIDS
dibungkus dengan plastik dan dimasukkan kedalam peti, kasur dan semua peralatan bekas pasien HIV/AIDS dibuang
dan dibakar, penggunaan alat pelindung diri yang berlebihan. Diskriminasi terhadap ODHA meliputi dilecehkan secara
lisan, pemberian kode pada status pasien HIV, tempat pembuangan sampah yang masih dibedakan, pelayanan
kesehatan yang tidak memadai/lambat, pelayanan yang berbeda, penggunaan alat pelindung yang berlebihan,
diisolasi, serta melakukan tindakan medis tanpa memberikan informed consent. Didapatkan hasil ternyata stigma dan
diskriminasi terhadap ODHA pada pelayanan kesehatan masih sering terjadi, stigma dan diskriminasi ODHA pada
pelayanan kesehatan dimulai dari pendaftaran/IGD, rawat inap, ruang operasi sampai di ruang jenazah.
Paragraph 2
+ (Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Di
Yayasan Spirit Paramacitta. Komang Diatmi dan I. G. A. Diah Fridari, Program Studi Psikologi, Fakultas
Psikologi, Universitas Udayana) https://jurnal.htp.ac.id/index.php/keskom/article/view/79
+ ODHA sebenarnya membutuhkan dukungan, bukan dikucilkan agar harapan hidup ODHA menjadi lebih panjang.
Sarafino (2011) mengungkapkan bahwa dengan adanya dukungan sosial maka akan tercipta lingkungan kondusif yang
mampu memberikan motivasi maupun memberikan wawasan baru bagi ODHA dalam menghadapi kehidupannya.
Dukungan sosial ini dapat meminimalkan tekanan psikososial yang dirasakan ODHA, sehingga ODHA dapat memiliki
gaya hidup yang lebih baik dan dapat memberikan respon yang lebih positif terhadap lingkungan sosialnya. Selain itu,
dengan adanya dukungan sosial ini maka ODHA akan merasa dihargai, dicintai, dan merasa menjadi bagian dari
masyarakat, sehingga ODHA tidak merasa didiskriminasi yang nantinya dapat bedampak positif bagi kesehatannya.
Masyarakat bisa menggunakan bantuan dari media elektronik maupun media massa untuk mendapatkan informasi
yang utuh dan menyeluruh mengenai HIV dan AIDS, sehingga bisa meningkatkan kepedulian terhadap ODHA tanpa
melakukan diskriminasi. Masyarakat diharapkan agar bisa lebih empati terhadap ODHA, sehingga masyarakat bisa
memberikan dukungan sosial demi pencapaian kualitas hidup ODHA yang lebih baik.
Paragraph 2
+ (Praktik Sosial Pengasuhan Anak Terinfeksi HIV dan AIDS dalam Keluarga di Kota Padang : Studi
EnamKeluarga dengan Anak Terinfeksi HIV/AIDS. Muharman, Jendrius, Indradin Magister Sosiologi Unand,
Padang, Indonesia) http://journal.iaincurup.ac.id/index.php/JF/article/download/1042/pdf

+ Pelayanan kesehatan yang diberikan perlu komprehensif dan intensif dari yang dibutuhkan oleh anak lain pada
umumnya (James & Ashwill, 2007). Ketidakpastian serta ketergantungan pada perawatan dan pengobatan
menimbulkan perasaan tidak berdaya dan bingung pada anak dan anggota keluarga atau keluarga pengasuh lainnya,
terutama terkait masa depan (Allen & Marshall, 2008:359). Dampak yang ditimbulkan akibat HIV dan AIDS dapat
muncul pada anak maupun anggota keluarga lainnya, termasuk dampak terhadap aspek ekonomi, pendidikan,
kesehatan dan dalam jangka waktu yang panjang dampak terhadap tumbuh kembang anak yang dapat mempengaruhi
struktur keluarga (Ritcher, 2004). . Keluarga secara sosiologis adalah institusi sosial yang memiliki fungsi perlindungan.
Perlindungan maksimal utamanya harus diberikan kepada anggota keluarga yang rentan seperti anak-anak, anggota
keluarga yang disabilitas, anggota keluarga yang sakit serta anggota keluarga yang lanjut usia.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai