KEPERAWATAN HIV/AIDS
Laporan ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS
Disusun Oleh :
KAMPUS DI SUMEDANG
2022
Studi Kasus :
Di satu rumah singgah untuk rehabilitasi penderita HIV-AIDs, terdapat 4 partisipan yang
bersedia untuk diwawancarai. Sebutlah mereka adalah J, I, K, dan L dengan jenis kelamin
semua laki-laki dan status belum menikah. usia masing masing adalah 34, 41, 27, 33 tahun.
Pendidikan SMA dan Diploma, dengan tingkat pengetahuan tentang HIV-AIDS pada kategori
baik. Saat wawancara diperoleh keterangan bahwa 3 orang dari mereka pernah terjangkit PMS
(2 diantaranya sifilis, herpes) dengan kebiasaan berperilaku hubungan seks bebas dan berganti-
ganti pasangan (3 orang diantaranya pernah menggunakan jasa WPS). Pertama kali
berhubungan seks saat usia 17, 18, 20, dan 23 tahun, bersama pacar mereka. Keempat
partisipan tersebut juga aktip sebagai pengguna narkoba suntik dengan rata-rata pemakaian
kasus tersebut? (dukung hasil Analisa saudara berdasarkan hasil telusur jurnal)
3. Factor-faktor apa saja yang mendukung atau berpengaruh sehingga partisipan menjadi
pengguna narkoba dengan cara suntik (penasun)? Jenis narkoba apa yang sering
digunakan/dikonsumsi penasun ?
5. Hal apa saja yang bisa dialkukan untuk rehabilitasi perilaku beresiko HIV-AIDS?
Jawab :
2. Berdasarkan dari kasus diatas dijelaskan bahwa partisipan memiliki tingkat pengetahuan
terkait HIV/AIDS baik, hal itu berkaitan dengan pendidikan terakhir dari partisipan yaitu
SMA dan Diploma, berdasarkan jurnal yang saya baca yang ditulis oleh Inggit Rahayu
berkaitan dengan kasus diatas bahwa partisipan memiliki pengetahuan HIV/AIDS yang
pada kelompok remaja dengan pendidikan diatas SMP sebesar 58,6% lebih
Dilihat dari jenis kelamin partisipan yang semuanya berjenis kelamin laki laki berdasarkan
jurnal yang saya baca ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan
seseorang terhadap HIV/AIDS. Pius A. L. Berek dkk, dalam jurnal nya yang berjudul
remaja wanita memiliki lebih banyak waktu untuk membaca atau berdiskusi dengan
katkan angka kejadian HIV/AIDS karena terbuka peluang bagi kaum remaja laki-
laki untuk terlibat dalam hubungan sex. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Klau, Sukmawati, Berek dkk (2018) yang mengatakan bahwa keterlibatan yang
sering dilakukan laki-laki dalam hubungan seksual dengan pekerja seks perempuan
(WPS) tanpa menggunakan kondom menempatkan mereka pada risiko tinggi untuk
infeksi HIV.
3. Narkoba merupakan salah satu bagian obat obatan terlarang yang menimbulkan efek
penurunan kesadaran, halusinasi, serta daya rangsang. Dilihat dari hasil wawancara
partisipan di usia 34, 41, 27, 33 tahun belum menikah itu bisa menjadi factor pencetus
riwayat penyakit PMS yaitu sifilis dn herpes yang menyebabkan partisipan merasa tidak
percaya diri, Hal ini kemungkinan karena kurangnya informasi atau penyuluhan baik dari
4. Pola transmisi HIV/AIDS dari kasus tersebut didasari beberapa peningkatan pola transmisi
seperti riwayat penyakit PMS, pengguna aktif narkoba, dan perilaku seks bebas.
Pada kasus partisipan merupakan seorang lakilaki yang berdasarkan hasil penelitian
memiliki tingkat kepedulian terhadap pengetahuan HIV/AIDS lebih rendah dari seorang
wanita, selain hal itu partisipan memiliki riwayat seks bebas sejak remaja dan pengalaman
partisipan yang pernah menggunakan jasa WPS sangat rentan terkena HIV/AIDS,
didukung oleh pola transmisi pengguna aktif narkoba yang memiliki hubungan erat dengan
perilaku berisio seks bebas diduga berperan penting untuk terjadinya transmisi HIV
melalui jarum suntik yang bergantian. selain itu juga banyak orang HIV positif memiliki
5. Penularan HIV/AIDS paling tinggi terjadi melalui hubungan seksual dan IDU (Penasun).
Dengan demikian, perilaku berperan penting dalam penularan HIV/AIDS. Oleh sebab itu,
selain penanggulangan infeksi melalui tindakan medik, perlu ditanamkan perilaku aman
melalui kampanye atau penyuluhan. Perubahan perilaku memerlukan bantuan perubahan
emosional dan pengetahuan melalui proses yang mendorong nurani dan logika serta
- Motivasi dan dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk mengembalikan
semangat dan ODHA dapat kembali menemukan makna hidup. Makna hidup dan
keinginan untuk memilki hidup yang bermakna merupakan motivasi utama yang harus
dimiliki setiap manusia untuk meraih taraf kehidupan yang diimpikannya.Mencari dan
memperoleh makna hidup adalah hal yang penting dalam hidup, karena itu akan
menentukan bagaimana seseorang hidup dan apa tujuan hidup kita sebenarnya.
- Pendidikan dan pelatihan pemberdayaan untuk Pasien HIV dapat meningkatkan efikasi
komunikasi yang lebih besar dan peningkatan kemampuan untuk mengatasi hambatan
psikososial yang kompleks, seperti takut berbicara kepada penyedia layanan. Studi ini
ampuh untuk melibatkan pasien HIV dalam perawatan dan pengobatan mereka sendiri.
melalui fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi memiliki efek positif dalam
masyarakat merupakan intervensi yang mendukung untuk mencapai target nol stigma
bagi ODHA