Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN TUGAS

KEPERAWATAN HIV/AIDS

Penyelesaian Studi Kasus Keperawatan HIV/AIDS

Laporan ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS

Dosen pengampu : Ibu Popi Sopiah, S.Kp., M.Biomed.

Disusun Oleh :

Deviyanti Arlisa Rahmatin 2001577

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS DI SUMEDANG

2022
Studi Kasus :

Di satu rumah singgah untuk rehabilitasi penderita HIV-AIDs, terdapat 4 partisipan yang

bersedia untuk diwawancarai. Sebutlah mereka adalah J, I, K, dan L dengan jenis kelamin

semua laki-laki dan status belum menikah. usia masing masing adalah 34, 41, 27, 33 tahun.

Pendidikan SMA dan Diploma, dengan tingkat pengetahuan tentang HIV-AIDS pada kategori

baik. Saat wawancara diperoleh keterangan bahwa 3 orang dari mereka pernah terjangkit PMS

(2 diantaranya sifilis, herpes) dengan kebiasaan berperilaku hubungan seks bebas dan berganti-

ganti pasangan (3 orang diantaranya pernah menggunakan jasa WPS). Pertama kali

berhubungan seks saat usia 17, 18, 20, dan 23 tahun, bersama pacar mereka. Keempat

partisipan tersebut juga aktip sebagai pengguna narkoba suntik dengan rata-rata pemakaian

jarum suntik > 2 kali seminggu.

Dari Kasus Tersebut, Analisa, dan coba jelaskan !

1. Perilaku beresiko apa saja yang terjadi pada kasus tersebut?

2. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku beresiko HIV-AIDS pada

kasus tersebut? (dukung hasil Analisa saudara berdasarkan hasil telusur jurnal)

3. Factor-faktor apa saja yang mendukung atau berpengaruh sehingga partisipan menjadi

pengguna narkoba dengan cara suntik (penasun)? Jenis narkoba apa yang sering

digunakan/dikonsumsi penasun ?

4. Bagaimana Pola transmisi penyakit pada kasus tersebut ?

5. Hal apa saja yang bisa dialkukan untuk rehabilitasi perilaku beresiko HIV-AIDS?
Jawab :

1. PMS, perilaku seks bebas, pengguna aktif narkoba

2. Berdasarkan dari kasus diatas dijelaskan bahwa partisipan memiliki tingkat pengetahuan

terkait HIV/AIDS baik, hal itu berkaitan dengan pendidikan terakhir dari partisipan yaitu

SMA dan Diploma, berdasarkan jurnal yang saya baca yang ditulis oleh Inggit Rahayu

dkk, berjudul hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku beresiko HIV-AIDS

dijelaskan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan, semakin tinggi

pendidikan seseorang maka semakin tinggi pengetahuannya. Penelitian tersebut juga

berkaitan dengan kasus diatas bahwa partisipan memiliki pengetahuan HIV/AIDS yang

baik. Sudikno,dkk (2010) dalam penelitianya tentang pengetahuan HIV/AIDS pada

remaja di Indonesia ditemukan bahwa pengetahuan HIV/AIDS dengan kategori baik

pada kelompok remaja dengan pendidikan diatas SMP sebesar 58,6% lebih

tinggi dibandingkan remaja dengan pendidikan dibawah SMP, yaitu 48,3% .

Dilihat dari jenis kelamin partisipan yang semuanya berjenis kelamin laki laki berdasarkan

jurnal yang saya baca ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan

seseorang terhadap HIV/AIDS. Pius A. L. Berek dkk, dalam jurnal nya yang berjudul

Hubungan Jenis Kelamin Dan Umur Dengan Tingkat Pengetahuan Remaja

Tentanghiv/Aidsdisman 3 Atambuanusa Tenggara Timur 2018, dijelaskan bahwa remaja

perempuan cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS

jika dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini kemung-kinan disebabkan karena

remaja wanita memiliki lebih banyak waktu untuk membaca atau berdiskusi dengan

teman sebaya terkait penyakit HIV/AIDS. Rendahnya tingkat pengetahuan remaja

laki-laki tentang bahaya dan penularan HIV/AIDS akan mendukung mening-

katkan angka kejadian HIV/AIDS karena terbuka peluang bagi kaum remaja laki-

laki untuk terlibat dalam hubungan sex. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Klau, Sukmawati, Berek dkk (2018) yang mengatakan bahwa keterlibatan yang

sering dilakukan laki-laki dalam hubungan seksual dengan pekerja seks perempuan

(WPS) tanpa menggunakan kondom menempatkan mereka pada risiko tinggi untuk

infeksi HIV.

3. Narkoba merupakan salah satu bagian obat obatan terlarang yang menimbulkan efek

penurunan kesadaran, halusinasi, serta daya rangsang. Dilihat dari hasil wawancara

partisipan di usia 34, 41, 27, 33 tahun belum menikah itu bisa menjadi factor pencetus

partisipan mengkonsumsi narkoba, partisipan yang belum menikah disebabkan oleh

riwayat penyakit PMS yaitu sifilis dn herpes yang menyebabkan partisipan merasa tidak

percaya diri, Hal ini kemungkinan karena kurangnya informasi atau penyuluhan baik dari

pihak petugas kesehatan maupun pihak-pihak yang berwenang dalam penanggulangan

narkoba. Jenis narkoba yang digunakan

4. Pola transmisi HIV/AIDS dari kasus tersebut didasari beberapa peningkatan pola transmisi

seperti riwayat penyakit PMS, pengguna aktif narkoba, dan perilaku seks bebas.

Pada kasus partisipan merupakan seorang lakilaki yang berdasarkan hasil penelitian

memiliki tingkat kepedulian terhadap pengetahuan HIV/AIDS lebih rendah dari seorang

wanita, selain hal itu partisipan memiliki riwayat seks bebas sejak remaja dan pengalaman

partisipan yang pernah menggunakan jasa WPS sangat rentan terkena HIV/AIDS,

didukung oleh pola transmisi pengguna aktif narkoba yang memiliki hubungan erat dengan

perilaku berisio seks bebas diduga berperan penting untuk terjadinya transmisi HIV

melalui jarum suntik yang bergantian. selain itu juga banyak orang HIV positif memiliki

kontak terbatas dengan layanan kesehatan.

5. Penularan HIV/AIDS paling tinggi terjadi melalui hubungan seksual dan IDU (Penasun).

Dengan demikian, perilaku berperan penting dalam penularan HIV/AIDS. Oleh sebab itu,

selain penanggulangan infeksi melalui tindakan medik, perlu ditanamkan perilaku aman
melalui kampanye atau penyuluhan. Perubahan perilaku memerlukan bantuan perubahan

emosional dan pengetahuan melalui proses yang mendorong nurani dan logika serta

membutuhkan pendekatan individual.

- Motivasi dan dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk mengembalikan

semangat dan ODHA dapat kembali menemukan makna hidup. Makna hidup dan

keinginan untuk memilki hidup yang bermakna merupakan motivasi utama yang harus

dimiliki setiap manusia untuk meraih taraf kehidupan yang diimpikannya.Mencari dan

memperoleh makna hidup adalah hal yang penting dalam hidup, karena itu akan

menentukan bagaimana seseorang hidup dan apa tujuan hidup kita sebenarnya.

- Pendidikan dan pelatihan pemberdayaan untuk Pasien HIV dapat meningkatkan efikasi

diri pasien melalui kombinasi peningkatan pengetahuan terkait HIV, keterampilan

komunikasi yang lebih besar dan peningkatan kemampuan untuk mengatasi hambatan

psikososial yang kompleks, seperti takut berbicara kepada penyedia layanan. Studi ini

menyarankan pelatihan pemberdayaan pasien mungkin merupakan metode yang

ampuh untuk melibatkan pasien HIV dalam perawatan dan pengobatan mereka sendiri.

- Intervensi perilaku dengan pemberian konselingndan pelaksanaan tes LSL

- Intervensi perilaku melalui dukungan psikososial Intervensi brief psychoeducation

melalui fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi memiliki efek positif dalam

mengurangi stigma terkait HIV / AIDS. intervensi psikoedukasi singkat bagi

masyarakat merupakan intervensi yang mendukung untuk mencapai target nol stigma

bagi ODHA

Anda mungkin juga menyukai