Anda di halaman 1dari 14

JAN

11

Makna Diri Penderita HIV/AIDS Yang Mendapatkan Motivasi/Terapi


Spiritual

Makna Diri Penderita HIV/AIDS Yang Mendapatkan


Motivasi/Terapi Spiritual

Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatatif yang mengguna wawancara
semi terstruktur dalam pengambilan data agar data yang di dapat lebih mendalam.
Partisipan merupakan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) berumur 25-29 tahun dan telah
terdiagnosa HIV 4-5 tahun. Partisipan tergabung dalam salah satu yayasan HIV/AIDS
yang juga bekerja sebagai karyawati dan telah menikah. Proses meaning in life dilihat
dalam tiga dimensi dari Peterson & Seligman (dalam jurnal measuring meaning in life,
2009) yaitu kebahagiaan, hubungan, dan pemaknaan. Hasilnya menunjukkan terdapat
perbedaan sikap dalam memaknai kondisinya antara sebelum dan setelah terkena HIV.
Perbedaan juga terdapat pada tingkat spiritualitas partisipan dimana hal tersebut juga
berpengaruh terhadap pemaknaan hidup partisipan.
Keywords : Meaning, life, HIV, spiritual

Introduction
Sementara itu rentang umur yang paling banyak terkena AIDS adalah umur 20-
29 tahun. Rentang umur tersebut merupakan usia produktif dimana Erikson
mengelompokkan individu yang berada dalam rentang umur tersebut ke dalam
kelompok Masa Dewasa Muda. Hal ini juga sejalan dengan yang dilaporkan oleh
Strategi Nasional 2007-2010 bagian 1,2,3 (dalam Strategi Komunikasi Penanggulangan
HIV dan AIDS di Indonesia, 2008) yang menyatakan bahwa HIV mempengaruhi kaum
muda yang berada pada usia produktif yaitu 19-49 tahun dengan persentase 94%.
HIV adalah sebuah virus yang mencari manusia sebagai targetnya dan dapat
menyebabkan AIDS. HIV merupakan singkatan dari Human Imunodeficiency
Virus.Virus ini menyerang system kekebalan tubuh sehingga berakibat pada penurunan
system kekebalan tubuh yang dapat membuat orang yang terkena virus ini mudah
terkena penyakit dan sulit disembuhkan.
Perubahan kondisi fisik dan psikis penderita HIV/AIDS memberikan dampak
negative terhadap perkembangan psikologisnya seperti rasa malu dan hilangnya
kepercayaan dan harga diri. Stigma negative yang diberikan oleh masyarakat terhadap
ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dapat diperburuk dengan keadaan individu tersebut
yang tidak dapat menerima dirinya sendiri sehingga akan merasa terasing dan terkucil
dari lingkungannya (Monty dkk, 2003).
Menurut Craven & Himle (2007) mengatakan bahwa spiritualitas adalah kualitas
atau proses meresapi atau memaknai, integritas dan proses yang melebihi kebutuhan
psikososial. Inti dari spiritualitas menurut Murray & Zentner (dalam Craven & Himle,
2007) adalah kualitas dari suatu proses menjadi lebih religious, berusaha mendapatkan
inspirasi, penghormatan, perasaan kagum, memberikan makna dan tujuan oleh individu
yang percaya maupun tidak pada tuhan.
Dalam penanganan HIV itu sendiri para ahli telah menegembangkan obat yang
dapat membantu ODHA untuk dapat bertahan hidup yaitu Anti Retroviral Virus yang
dapat membantu mencegah penyebaran virus HIV di dalam tubuh. Dan untuk
membantu keadaan psikologis seseorang maka dapat dilakukan beberapa terapi
seperti konseling.Pemberian informasi keagamaan atau terapi spiritualitas merupakan
cara yang telah banyak diterapkan dimana spiritualitas/kepercayaan merupakan salah
satu cara untuk mengatasi dan membentuk kembali kehidupan seseorang dan
membawa makna dan tujuan kedalam kehidupan seseorang dalam menghadapi
penyakit seperti HIV/AIDS.Penemuan makana baru dalam diri dan hidupnya juga dapat
membantu pasien untuk memaafkan dirinya sendiri.
Individu yang terjangkit virus HIV akan mengalami transisi identitas dimana ia
juga mengalami perubahan status kesehatan dari sehat menjadi sakit. Penerimaan
mereka terhadap penyakit akan berpengaruh terhadap bagaimana individu memaknai
diri dan hidupnya untuk kemudian melanjutkan hidupnya. Transisi identitas ini
merupakan suatu keadaan dimana individu harus mampu menerima keadaannya dan
menyesuaikan tindakan dan perilakunya. Tidak hanya itu, dukungan juga berpengaruh
terhadap penerimaan ODHA pada penyakitnya serta memaknai dirinya lebih positif.
Joel Tsevat mengatakan bahwa spiritualitas/kepercayaan berpengaruh terhadap
kualitas hidup, dimana spiritualitas berpengaruh terhadap peningkatan keyakinan dalam
hidup, dan memiliki umur yang panjang.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Tuck dan Thinganjana untuk
menemukan makna spiritualitas yang menggunakan metode focus group discussion
menemukan 6 tema spiritualitas pada pasien HIV/AIDS, pertama yaitu spiritualitas
adalah keterkaitan atau hubungan dan percaya kepada tuhan atau kekuatan lain yang
lebih besar. Kedua, spiritualitas adalah panduan untuk membantu partisipan.Ketiga,
spiritualitas adalah sumber inspirasi, harapan, iman, dan kekuatan untuk memelihara
hidup dan menerima pemberian.Keempat, spiritualitas dinyatakan dengan perbuatan
atau kegiatan seperti mendengarkan music, ibadah, dll.Kelima, spiritualitas adah
perjalanan, pusat, dan pencarian.Keenam, spiritualitas adalah merasakan kehadiran
tuhan.Dan hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa wanita yang mempunyai
spritualitas merasa mendapatkan harapan, kekuatan dan inspirasi dari
spiritualitas/kepercayaannya.Sementara itu, laki-laki merasa mendapatkan petunjuk di
dalam hidupnya.
Penelitian yang dilakukan Magdalena szaflarski dkk, menunjukkan 13 pasien
yang di diagnose HIV/AIDS merasa hidupnya yang sekarang lebih baik dibanding
sebelum didiagnosa HIV/AIDS dimana mereka mengalami peningkatan dalam hal
spiritualitas. HIV/AIDS juga memiliki hubungan yang kuat terhadap individu dalam
memaknai hidupnya,keyakinan akan sehat, dan memiliki hidup yang lebih positif.
Michael S. dkk juga melakukan penelitian dan menemukan hasil dimana dengan
memenuhi kebutuhan spiritual pada pasien merupakan salah satu cara untuk
mengurang gejala depresi pada pasien dengan HIV/AIDS. Spiritual well being juga
berhubungan dengan rendahnya resiko terhadap gejala depresi.
Penelitian yang dilakukan Sian Cotton dkk menunjukkan 25 subjek menyatakan
bahwa level spiritualitasnya setelah didiagnosa HIV lebih baik disbanding sebelum
didiagnosa terutama pada individu African American. Dan peningkatan
spiritualaitas/keyakinan juga dapat memperpanjang umur seseorang yang diperoleh
dari positif feedback yang dirasakan oleh penderita HIV/AIDS.Spiritualitas merupakan
faktor yang penting dalam hidup untuk mendapatkan makna dan tujuan hidupnya, dan
banyak penelitian yang menunjukkan bahwa religious coping sering digunakan pada
penderita HIV/AIDS untuk mencari makna dan tujuan hidup.
Harold G. Koening dalam penelitiannya menunjukkan bahwa cognitive behavior
therapy yang religious lebih efektif dibandingkan dengan yang konvensional.Dan
pendekatan religious/spiritualitas yang diberikan pada saat berkomunikasi dengan
pasien dapat membuat klien merasa lebih nyaman dalam mengekspresikan
kebutuhannya.
Penelitian mengenai Quality of life yang dilakukan Joel Tsevat dkk menunjukkan
hubungan yang positif antara spiritualitas/religious dengan kualitas hidup dimana
spiritualitas tidak hanya membuat pasien dapat mengatasi dan beradaptasi dengan
penyakit kronisnya tetapi juga merasa hidupnya setelah didiagnosa HIV/AIDS tersebut
lebih baik..
Pemberian terapi kepada pasien HIV/AIDS yang paling umum adalah dengan
pemberian obat ARV. Obat tersebut hanya akan membantu dalam membatasi
penyebaran dan perkembangan virus dalam diri individu. Untuk dapat mengembalikan
keadaan psikologis individu maka dilakukan konseling dan pemberian motivasi. Dan
segala yang dialami dan pengobatan yang dilakukan oleh penderita HIV/AIDS tentu
akan berpengaruh terhadap dirinya, oleh sebab itu maka penelitian ini bertujuan untuk
melihat bagaimana proses pemaknaan diri pada penderita HIV/AIDS yang
mendapatkan motivasi/terapi spiritual

Teori
1. HIV
HIV adalah sebuah virus yang mencari manusia sebahai targetnya dan dapat menyebabkan
AIDS. HIV merupakan singkatan dari Human Imunodeficiency Virus. Virus ini menyerang
system kekebalan tubuh sehingga berakibat pada penurunan system kekebalan tubuh yang dapat
membuat orang yang terkena virus ini mudah terkena penyakit dan sulit disembuhkan. HIV
merupakan virus yang digolongkan ke dalam retrovirus, yaitu virus yang memiliki struktur RNA.
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS merupakan
kumpulan sindrom atau gejala yang diakibatkan oleh menurunnya system kekebalan tubuh
karena adanya infeksi atau virus HIV pada manusia (J. Mark L dalam Fiqh HIV/AIDS, pedulikah
kita?).
HIV dapat ditularkan melalui cairan tubuh,air mani, cairan vagina dan air susu ibu, proses
transmiri ini dapat terjadi akibat hubungan seksual, transfusi darah serta penularan dari ibu ke
anak yang terjadi saat hamil, melahirkan atau menyusui dan kontak lain yang berhubungan
dengan cairan tubuh. Namun sebagian besar yang dapat menyebabkan penularan HIV adalah
akibat hubungan seksual yang tidak aman serta kurangnya kesadaran diri dari masing-masing
individu untuk bisa melakukan hubungan yang aman dan bertanggung jawab seperti penggunaan
kondom.

2. Meaning in life
Pemahaman kebermaknaan hidup memiliki sejarah panjang yang dimulai dari Aristoteles
yang disebut konsep eudaimonia. Dan fenomena pemaknaan hidup yang ada sejak lahirnya
modern psikologi dimana pemaknaan hidup merupakan eksplorasi dari optimalisasi
fungsi sebagai individu, pengalaman, individuasi, kematangan dan potensial manusia
(James, Jung, Allport, Maslow, dalam Morgan dan Farsides, 2009). Meaning in life
dalam setting klinis dijelaskan oleh Frankl’s meyebutkan individu memiliki motivasi yang
kuat untuk menemukan makna diri yaitu memahami lingkungan tempat hidupnya dan
merasakan hidupnya significant, important, worthwhile, atau purposeful (dalam Morgan
dan Farsides, 2009)

3. Terapi/motivasi spiritual
Di indonesia pengobatan secara spiritual biasanya berkaitan dengan agama dimana individu
diberikan pembekalan spiritual yang dijalankan sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
Dalam ajaran agama terdapat kegiatan spiritual untuk penyembuhan mental dimana hal ini akan
mempengaruhi perkembangan penyakit pasien.

Metode

Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data yang dibutuhkan peneliti


melakukan wawancara semi terstruktur kepada partisipan. Partisipan dalam penelitian
ini terdiri dari 3 orang dimana mereka telah terdiagnosa HIV positif 4-5 tahun dengan
rentang umur 25-29 tahun. Status ketiga partisipan adalah karyawati di sebuah
perusahaan dimana masing-masing partisipan bekerja di perusahaan yang berbeda.
Selain itu, ketiga partisipan juga sudah memiliki suami yang didiagnosa positif HIV dan
telah memiliki keturunan.
Ketiga partisipan selain telah menggunakan obat Anti Retroviral Virus, mereka
juga mengikuti bimbingan spiritual di sebuah yayasan di daerah Jakarta. Dalam
memenuhi etika dalam penelitian, peneliti memberikan informed concent yang diperoleh
dari Fakultas Psikologi Universitas YARSI kepada partisipan. Dan sebelum proses
wawancara berlangsung, peneliti meminta izin kepada partisipan untuk merekam
pembicaraan selama wawancara dimana hasil rekaman akan dirahasiakan dan
rekaman tersebut hanya sebagai arsip.
Partisipan pertama berusia 28 tahun dan telah 4 tahun didiagnosa HIV serta
memiliki suami positif HIV dan anak yang negative HIV. Partisipan kedua berusia 28
tahun dan telah didiagnosa HIV selama 5 tahun serta memiliki anak dan suami positif
HIV. Dan partisipan yang ketiga berusia 27 tahun dan telah 4 tahun didiagnosa HIV
serta memiliki suami positif HIV dan anak negative HIV.

Hasil

Dalam melakukan wawancara ini peneliti menggunakan 3 Dimensi dari Peterson


dan Seligman yaitu Happiness (kebahagiaan), engagement (hubungan), dan meaning
(pemaknaan) (dalam jurnal Measuring Meaning in Life, 2009). Untuk dimensi
Happiness, ketiga subjek menyatakan bahwa saat ini mereka telah merasakan
kebahagiaan.

Subjek 1
saya sangat senang karena walaupun saya dan suami + HIV tapi anak saya – HIV, itu
benar-benar anugerah lah mbak.
Subjek 2
yah bahagia lah… mungkin beberapa orang mengira orang yang HIV itu tidak bahagia,
tapi saya dan keluarga masih merasa bahagia walopun saya + HIV tapi saya tetap bisa
menjalani hidup seperti orang biasanya kan, anak saya juga tumbuh sehat.
… saya bisa tetap bertahan hidup dan sehat, punya keluarga yang juga sehat walaupun
+ HIV itu membuat saya bersyukur dan senang.
Subjek 3
Hidup saya? Hmmm saya bahagia… yah walopun saya dan suami saya + HIV tapi
alhmadulillah anak saya – HIV. Jadi saya merasa bahagia atas apa yang saya miliki
saat ini

Dari pernyataan subjek tersebut terlihat bahwa saat ini subjek merasakan
kebahagiaan meskipun ia positif HIV. Dan kebahagiaan yang dirasakan oleh subjek
berkaitan dengan adanya hubungan dengan keluarga dimana subjek merasa bahagia
karena memiliki keluarga yang meskipun juga positif HIV namun mereka dapat hidup
layaknya orang normal lainnya. Dari wawancara tersebut juga dapat dilihat bahwa
terdapat hubungan atau korelasi antara dimensi kebahagaiaan dan hubungan
(pleasure) dimana kebahagiaan itu adalah ketika memiliki keluarga yang sehat
meskipun positif HIV.
Dalam wawancara yang dilakukan, subjek juga menyebutkan bagaimana ia
memandang hidupnya saat ini.

memandang hidup? Hmm yah saya sih gak merasa gimana-gimana yah.. Walaupun
saya + HIV tapi saya gak menganggap hal itu sebagai.. Sebagai apa yah… yah yang
menghalangi saya untuk terus hidup. Karena walopun saya + HIV tapi saya merasa
sehat jadi saya tetap menjalani hidup saya.. Rutinitas saya seperti biasa karena
walaupun saya + HIV, hal itu gak membatasi saya untuk bekerja, ngurus suami dan
anak.

hidup… hmm yah saya mah dalam hidup ini tetap optimis dek, perjalanan saya masih
panjang. Walopun saya + HIV tapi saya tetap punya harapan untuk dapat hidup
bahagia

Dari pernyataan subjek dapat dilihat bahwa subjek tetap merasa optimis dalam
hidupnya dan virus yang ada didalam tubuhnya tidak menghalangi untuk melakukan
rutinitas dan mereka tetap memiliki harapan untuk dapat hidup bahagia. Subjek juga
tidak menunjukkan rasa putus asa saat ini meskipun sebelumnya saat pertama kali
mengetahui bahwa dirinya positif HIV seperti yang dijelaskan oleh subjek berikut ini

Yah.. kalo awal-awal sih saya shock waktu tahu saya kena HIV, yah gimana ya..
Pokoknya ngerasa terpuruk banget deh mbak, ada kecewa juga…
pertama pasti saya kaget yah.. Sedih dan ngerasa hidup saya itu udah sia-sia, kaya
dikutuk gitu lah…

Waktu itu saya pastinya sedih ya, yah mana ada orang yang mau kena HIV. … waktu
itu saya merasa sangat malu, bahkan saya gak mau ketemu sama orang tua saya tapi
akhirnya saya memberi tahu orang tua saya.. Trus kalo dikantor itu saya ngerasa
minder

Dari pernyataan subjek tersebut dapat dilihat bahwa ada perbedaan sikap dan
perasaan yang dialami subjek ketika pertama kali dan saat ini setelah mereka menjalani
terapi obat dan terapi penunjang lainnya seperti pemberian motivasi spiritual

Kalo sekarang saya ngerasa lebih dekat dengan allah, saya jadi lebih rajin sholat… yah
kerasa sih mbak. …yah.. Pastinya saya merasa lebih optimis ya. Saya kayak diberi
kekuatan untuk ngejalanin hidup. Yah… mungkin penyakit saya ini sebagai cobaan dari
allah tapi saya berterima kasih dengan cobaan seperti ini. Sekarang saya jadi lebih
dekat dengan allah, sholat gak ada yang ketinggalan lagi.. Dan saya merasa beruntung
karena ternyata ada orang-orang yang punya penyakit lebih parah dari saya atau tidak
seberuntung saya.

bedanya… yah yang pasti sekarang saya lebih dekat sama allah, saya jadi lebih ngerti
agama. …kalo sekarang saya lebih ikhlas yah ngejalanin hidup saya, kalo dulu mungkin
saya ngerasa dikasi cobaan yang berat banget tapi sekarang saya ngerasa cobaan
yang dikasi allah itu pasti ada hikmahnya. Sekarang saya ngejalanin hidup lebih ikhlas,
tenang dan optimis.

hmmm gini, dulu saya sempat marah sama tuhan.. Tapi setelah saya ikut ceramah,
pengajian dan konsultasi sama pak ustad.. Saya jadi ngerasa apa yang saya alami itu
adalah teguran dari allah karena allah sayang sama saya. Sekarang ibadah saya jadi
lebih mantab dan rajin.

Subjek merasa apa yang ia alami merupakan cobaan dari Tuhan, namun cobaan
yang ia alami tersebut akhirnya menjadikan mereka lebih dekat lagi dengan Tuhan hal
itu terlihat dari pernyataan pertisipan bahwa saat ini mereka lebih sering melakukan
ibadah. Dan sekarang partisipan juga merasa lebih optimis dan ikhlas serta merasa
beruntung karena masih ada orang yang tidak seberuntung dia saat ini.

Diskusi

Dari wawancara semi terstrukur yang dilakukan pada ketiga partisipan, data
yang diperoleh menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam memaknai hidupnya dan
juga dalam hal psikis dimana pada awal partisipan merasa kaget dan shock namun
setelah 4-5 tahun partisipan merasa lebih optimis dalam menjalani hidupnya. Dan
kondisi yang ia alami saat ini tidak menghalanginya untuk melakukan rutinitas sehari-
hari seperti bekerja dan mengurus keluarga.
Dari 3 dimensi yang digunakan sebagai acuan yaitu kebahagiaan, hubungan
dan pemaknaan dapat dilihat bahwa ketiga dimensi tersebut salaing berhubungan dan
mempengaruhi dalam proses pemaknaan diri partisipan. Hal tersebut sejalan dengan
fenomena pemaknaan hidup yang ada sejak lahirnya modern psikologi dimana
pemaknaan hidup merupakan eksplorasi dari optimalisasi fungsi sebagai individu,
pengalaman, individuasi, kematangan dan potensial manusia (James, Jung, Allport,
Maslow, dalam Morgan dan Farsides, 2009). Status partisipan yang memiliki keluarga
yang mendukung dan rentang waktu yang telah lama terkena HIV membuat partisipan
lebih optimis dalam menjalani dan memandang hidupnya dimana kematangan dari
partisipan juga merupakan faktor penunjang yang dapat dilihat dari umur partisipan
yang telah memasuki masa dewasa.
Szaflarski dkk (2005) dalam penelitiannya menemukan 1 dari 3 pasien merasa
hidupnya lebih baik dibanding sebelum didignosa HIV setelah mengalami peningkatan
level spiritual. Dalam penelitian ini ditemukan ketiga partisipan menyatakan merasakan
perbedaan dalam sikap dan perasaan dalam memandang hidupnya serta merasa
optimis dan menganggap apa yang ia alami merupakan cobaan dari Tuhan yang
membuat mereka lebih dekat lagi dengan tuhan.
Dari hasil wawancara juga dapat dilihat bahwa faktor dukungan serta adanya
keluarga dapat membantu pasien dengan HIV menjadi lebih optimis dan dapat bangkit
dari keterpurukannya. Serta kebahagiaan yang dirasakn oleh partisipan merupakan
keterlibatannya dengan keluarga. Oleh sebab itu, dukungan keluarga perlu diperhatikan
dalam melihat proses pemaknaan diri pada penderita HIV/AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
Cotton, Sian. et. al., (2006). Changes in Religiousness and Spirituality Attributed to HIV/AIDS. J Gen
Intern Med. No 21, hal 14-20.

Cotton, Sian. et. Al., (2006).Spirituality and Religion in Patients with HIV/AIDS. J Gen Intern Med. No
21, hal 5-13.

Campbell, Thomas., (2010). ‘‘I look forward. I feel insecure but I am ok with it’’. The experience of
young HIV_ people attending transition preparation events: a qualitative
investigation. Routledge Taylor & Francis Group.Vol. 22, No. 2, hal.263-269.

Hjelle, L. A. & Ziegler, D. S., (1981).Personality Theories : Basic Assumptions,


Researsch, and Application. Tokyo : Mc Graw Hill Inc.

Koening, Harold g. et. all., (2012). Religious versus Conventional Psychotherapy for Major Depression
in Patients with Chronic Medical Illness: Rationale, Methods, and Preliminary Results. Hindawi
Publishing Corporation.Vol 2012, hal 1-8.

Kremer, H. et. Al., (2009). Spiritual and Mind body Beliefs as Barriers and Motivators to HIV-
Treatment Decision Making and Medication Adherence? A Qualitative Study.Mary Ann Liebert,
inc .No 2, hal 127-134.

McDonalds, Karalyn & Slavin, Sean., (2010). My body, my life, my choice: practices and meanings of
complementary and alternative medicine among a sample of Australian people living with
HIV/AIDS and their practitioners. Routledge Taylor & Francis Group.Vol. 22, No. 10,
hal.1229-1235.
Mckee, Neill et. Al., (2008).Strategi Komunikasi Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.Jakarta:
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.
Monty, P., Satiadarma, A., (2003). Hubungan Antara Penerimaan Diri dengan Kesepian.
Suatu Studi Pada Penderita Stroke Berat.Abstrak Penelitian. Fakultas Psikologi
Universitas Tarumanegara.
Morgan, J., Farsides, T., (2009). Measuring Meaning in Life. J Happiness Stud. Vol. 10, hal 197-214
Plattner, I. E. & Meiring, N., (2006).Living with HIV: The psychological relevance of meaning
making.Routledge Taylor & Francis Group. No 18(3), hal 241-245.
Szaflarski, Magdalena., (2006). Modeling the effects of Spirituality/Religion on Patients’ Perceptions of
Living with HIV/AIDS. J Gen Intern Med. No 21, hal 28-38.

Tsarenko, Yelena & Polonsky, Michael J., (2011). ‘You can spend your life dying or you can spend your
life living’: Identity transition in people who are HIV-positive. Routledge Taylor & Francis
Group.Vol. 22, No. 2, hal.263-269.

Tsevat, Joel et. al., (2009). Change in Quality of Life after Being Diagnosed with HIV: A Multicenter
Longitudinal Study. Mary Ann Liebert, inc .No 11, hal 931-937.

Tuck, I., Thinganjana, W., (2007). An exploration of the meaning of spirituality voiced by persons living
with HIV disease and healthy adults.Issues Ment Health Nurs. No 28(2), hal 151-166.

Vance, David. Et. Al., (2011). Religion, spirituality, and older adults with HIV: critical personal and
social resources for an aging epidemic. Clinical Interventions in Aging Dovepress. No 6, hal
101-109.

Yi, Michael S. et. al., (2006).Religion, Spirituality, and Depressive Symptoms in Patients with
HIV/AIDS.J Gen Intern Med. No 21, hal 21-27.

Zou, James. et. al., (2009). Religion and HIV in Tanzania: Influence of religious beliefs on HIV stigma,
disclosure, and treatment attitudes. BMC Public Health.2009, No 9:75, hal 1-12.

Diposting 11th January 2013 oleh Psikologi Kualitatif Yarsi 2012

0
Tambahkan komentar

Psikologi Kualitatif Yarsi 2012


 Klasik

 Kartu Lipat

 Majalah

 Mozaik

 Bilah Sisi

 Cuplikan

 Kronologis

JAN
11

Identitas Sosial Pada Anak Jalanan Pengguna Narkoba


Dalam Kaitannya Dengan Peer Group
Identitas Sosial Pada Anak Jalanan Pengguna Narkoba Dalam Kaitannya Dengan Peer Group

Karina Dyasanti

1602009033

Abstrak
Tindak penyalahgunaan narkoba meluas ke semua lapisan masyarakat, salah satunya anak jalanan.
Salah satu faktor penyebab penyalahgunaan narkoba pada anak jalanan tersebut adalah peer group,
yang mempunyai peranan sangat penting karena akan menimbulakan pembentukan identitas sosialnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengetahui identitas sosial pada anak jalanan
pengguna narkoba dalam kaitannya dengan peer group. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif.
Metode pengumpulan datanya melalui observasi langsung dan wawancara. Sumber data dalam
penelitian ini adalah tiga anak jalanan. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.

JAN
11

Identitas Sosial Pada Anak Jalanan Pengguna Narkoba Dalam Kaitannya Dengan Peer
Group
Identitas Sosial Pada Anak Jalanan Pengguna Narkoba Dalam Kaitannya Dengan Peer Group

Karina Dyasanti

1602009033

Abstrak

Tindak penyalahgunaan narkoba meluas ke semua lapisan masyarakat, salah satunya anak jalanan.
Salah satu faktor penyebab penyalahgunaan narkoba pada anak jalanan tersebut adalah peer group,
yang mempunyai peranan sangat penting karena akan menimbulakan pembentukan identitas sosialnya.

JAN
11

Makna Diri Penderita HIV/AIDS Yang Mendapatkan Motivasi/Terapi Spiritual


Makna Diri Penderita HIV/AIDS Yang Mendapatkan Motivasi/Terapi Spiritual

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatatif yang mengguna wawancara semi terstruktur dalam
pengambilan data agar data yang di dapat lebih mendalam. Partisipan merupakan ODHA (Orang Dengan
HIV/AIDS) berumur 25-29 tahun dan telah terdiagnosa HIV 4-5 tahun. Partisipan tergabung dalam salah
satu yayasan HIV/AIDS yang juga bekerja sebagai karyawati dan telah menikah.

JAN
11

Keyakinan Diri Mahasiswa Perempuan untuk Tetap Menggunakan Angkutan Umum Sebagai Sarana
Transportasi Terkait dengan Berita Pemerkosaan di Angkutan Umum

Amalia Mu’minah

(1602009036)

Abstrak

Pemerkosaan tentunya akan menimbulkan dampak negatif bagi korbannya, baik secara fisik maupun
psikologis.

JAN
11

Keyakinan Diri Mahasiswa Perempuan untuk Tetap Menggunakan Angkutan Umum Sebagai Sarana
Transportasi Terkait dengan Berita Pemerkosaan di Angkutan Umum

Amalia Mu’minah

(1602009036)

Abstrak

Pemerkosaan tentunya akan menimbulkan dampak negatif bagi korbannya, baik secara fisik maupun
psikologis.

JAN
11

Kondisi Psychological Well-Being Pada Lansia Wanita yang Tinggal Di Panti Werdha
Kondisi Psychological Well-Being Pada Lansia Wanita yang Tinggal Di Panti Werdha

Oleh

Igusti Ayu Diva

1602009015

ABSTRAK

Perlu diperhatikan aspek psychological well-being untuk meningkatkan kualitas hidup lansia. Lansia di
Indonesia terutama lansia wanita yang tinggal di panti werdha,berasal dari status ekonomi
kebawah dan tidak miliki keluarga, dikatakan dalam beberapa penelitian sebelumnya, memiliki
kondisi psychological well-being yang rendah sehingga membutuhkan banyak perhatian.

JAN
11

Peran Dukungan Sosial Emosional Yang Diberikan Kepada Penderita Kanker Payudara
Peran Dukungan Sosial Emosional

Yang Diberikan Kepada Penderita Kanker Payudara

Mutiara Fara Dhita, 1602009032

Fakultas Psikologi, Universitas YARSI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran peran dukungan sosial emosional yang diberikan
keluarga pada penderita kanker payudara. Dukungan sosial emosional berperan penting bagi penderita
kanker payudara dalam mengurangi tekanan psikologi yang disebabkan oleh penyakit.

JAN
11

BENTUK DUKUNGAN EMOSIONAL LANSIA DARI PEER LANSIA DI PANTI WERDHA

Nikmawati: 1602009022

Fakultas Psikologi Universitas YARSI

Abstrak

Lansia merupakan tahap akhir dari perkembangan manusia dimana dalam perkembangan ini lansia
mengalami perubahan fisik maupun psikis dan terkadang yang hidupnya dimasa muda sangat produktif
mengalami penurunan yang sangat drastis di tahap ini.

JAN
11

Motivasi Pecandu Narkoba Untuk Berhenti Menggunakan Narkoba dan Mengikuti


Kegiatan Rehabilitasi
Motivasi Pecandu Narkoba Untuk Berhenti Menggunakan Narkoba dan Mengikuti Kegiatan Rehabilitasi

Nurtifriani Gati Rixa

1602009025

A. Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi-motivasi apakah yang mendasari adanya perubahan
tingkah laku seorang pengguna narkoba untuk bisa berhenti menggunakan narkoba dan mengikuti
kegiatan-kegiatan rehabilitasi.

JAN
11

Trauma Mahasiswa yang Pernah Mengalami Bullying Ketika Duduk Di Bangku Sekolah
Dasar
“Trauma Mahasiswa yang Pernah Mengalami Bullying

Ketika Duduk Di Bangku Sekolah Dasar”

Luluk Septian Dini

1602009019

ABSTRAK

Kasus kekerasan yang terjadi di sekitar kita seolah tidak pernah ada habisnya. Namun, dari bermacam-
macam kasus kekerasan yang terjadi saat ini, kasus bullying tengah marak dalam masyarakat. Bullying
yang terjadi di sekolah adalah contoh kasus yang sering dilupakan.

Memuat
Tema Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai