Anda di halaman 1dari 10

The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

MANAJEMEN MASALAH PSIKOSOSIOSPIRITUAL PASIEN HIV/AIDS DI KOTA


SEMARANG

Yunie Armiyati 1, Desy Ariana Rahayu2, Siti Aisah3


Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
Surel: yunie@unimus.ac.id, desi.ariyana@ymail.com, aisah73@yahoo.com

Abstract

The high incidence of HIV / Aids and deaths due to HIV / Aids provides an overview of how the
disease is becoming a serious threat. The problems that need to be anticipated patient to remain
optimal quality of life not only handling the problem of physical decline, but also the anticipation
and management of psychosocial and spiritual problems. Patients need to take the management of
psychosocial and spiritual problems adequately so that quality of life remains optimal. The purpose
of this study was to obtain an overview of management experience psychosocial and spiritual
problems in patients with HIV / Aids in Semarang. The study used a qualitative design with in-
depth interviews and focus group discussions in order to explore the experience of HIV / Aids in the
management of psychosociospiritual problems. The results showed largely positive response of HIV
/ Aids patient in psychosociospiritual aspect by improved coping, spiritual stragegy and social
support efforts. Social supports from family, health workers, case managers, peer support groups is
a major support system in the management of patient problems. The study recommended that social
support from family, health workers, friends, peer support groups and community needs to be
improved to prevent and tackle problems of limitation psychosociospiritual problem in HIV / Aids.

Keywords : Psychosociospiritual, HIV/ Aids

PENDAHULUAN
HIV/ AIDS adalah salah satu masalah kelompok umur 20-29 tahun (25,3%) dan
global yang terus mengalami peningkatan dari kelompok umur 40-49 tahun (11,6%). (Ditjen
tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Ditjen PP & PL, 2014). Data tersebut menunjukkan
PP & PL (2014), situasi masalah HIV-AIDS bahwa HIV/Aids banyak dialami oleh usia
di Indonesia Triwulan IV (Oktober - produktif.
Desember) tahun 2013 bahwa jumlah kasus Tingginya kasus HIV/Aids dan kematian
baru HIV sejumlah 29.037, AIDS sejumlah akibat HIV/Aids memberikan gambaran
5.608 dan jumlah kasus kematian akibat betapa penyakit tersebut menjadi ancaman
HIV/AIDS adalah 726 orang. Sedangkan yang serius. Hal penting yang perlu dilakukan
masalah HIV-AIDS di Provinsi Jawa Tengah oleh pasien adalah melakukan perawatan
pada triwulan III tahun 2013 didapatkan data kesehatan dengan baik agar kualitas hidupnya
kasus baru HIV 730 orang dan kasus baru tetap optimal dan meningkatkan umur harapan
AIDS 649 orang dan jumlah kasus kematian hidup. Permasalahan yang perlu diantisipasi
akibat HIV/AIDS adalah 65 orang. Data pasien agar kualitas hidupnya tetap optimal
masalah HIV-AIDS di Provinsi Jawa Tengah tidak hanya penanganan masalah penurunan
triwulan III tahun 2013 menujukkan bahwa fisik namun juga antisipasi dan manajemen
Semarang termasuk kota dengan jumlah kasus masalah psikososial dan spiritual. Pasien perlu
baru HIV dan AIDS tertinggi kedua yaitu melakukan manajemen masalah psikososial
sejumlah 91 kasus baru HIV dan 59 kasus dan spiritual dengan adekuat agar kualitas
baru AIDS (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, hidupnya tetap optimal.
2013). Diagnosis HIV/ Aids yang dialami
Persentase infeksi HIV di Indonesia pasien tentunya dapat menimbulkan banyak
tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25- stress, gangguan emosi saat kelebihan beban
49 tahun (70,4%), diikuti kelompok umur 20- oleh tuntutan pemberian perawatan,
24 tahun (16,4%), dan kelompok umur ≥ 50 mengalami keterasingan atau stigmatisasi dan
tahun (5,3%). Persentase AIDS tertinggi pada beban biaya pengobatan (WHO, 2006).
kelompok umur 30-39 tahun (26%), diikuti Adanya stigma dan diskriminasi yang

548
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

berkembang di lingkungan masyarakat, tenaga permasalahan psikososiospiritual yang


medis, teman maupun keluarga akan dialami pasien.
memperburuk kondisi pasien. Masalah HIV/ Fenomena yang terjadiadalah
Aids menjadi lebih berat dirasakan pasien bahwa
apabila menanggung beban hidup dan tinggal pasien HIV/Aids memiliki berbagai
di lingkungan masyarakat yang memberikan pengalaman mengatasi masalah
stigma. Penderita HIV/Aids sering mendapat psikososiospiritual. Studi pendahuluan pada
perlakuan yang tidak baik setelah mereka dua pasien menunjukkan bahwa mereka tetap
dinyatakan positif mengidap HIV/Aids bersosialisasi dan menjalankan aktifitas
Beratnya permasalahan yang dialami spiritual dengan optimal. Sebaliknya tidak
pasien HIV/Aids mempengaruhi aspek sedikit pasien yang menarik diri bahkan
psikologis, sosial dan spiritual serta mengakhiri hidup karena penyakit yang
mempengaruhi kemampuan pasien dalam dialami. Fenomena ini perlu di telaah lebih
perawatan kesehatan dan. Pasien HIV/ Aids lanjut. Perlu dilakukan penelitian untuk
mengalami masalah psikososial seperti merasa mengksplorasi tentang pengalaman pasien
khawatir atas kondisi sakitnya yang tidak HIV/Aids dalam manajemen masalah
dapat diramalkan. Pasien biasa mengalami psikososial dan spiritual.
masalah finansial, berduka berkepanjangan, Tujuan penelitian untuk memperoleh
frustasi, merasa bersalah, depresi dan gambaran pengalaman manajemen masalah
ketakutan menghadapi kematian (WHO, 2006; psikososial dan spiritual pada pasien
Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2010). HIV/Aids di Kota Semarang sehingga dapat
Permasalahan psikososial yang lain adalah diidentifikasi manajemen permasalahan
menarik diri, gangguan sosialisasi, gangguan psikososiospiritual yang tepat dalam
peran, kekhawatiran terhadap hubungan perspektif promosi kesehatan. Penelitian ini
dengan pasangan, perubahan gaya hidup, perlu dilakukan untuk memfasilitasi pasien
kehilangan semangat akibat adanya mengungkapkan pengalamannya dalam
pembatasan-pambatasan serta adanya manajemen masalah psikososiospiritual serta
perasaan terisolasi. Hermawati (2012) dalam memfasilitasi penyelesaian masalah
penelitiannya pada 100 orang pasien psikososiospiritual pasien secara adekuat
HIV/Aids menujukkan bahwa 87,5% pasien
mengalami gangguan dalam interaksi sosial. METODE PENELITIAN
Permasalahan spiritual juga bisa dialami
pasien tersebut antara lain menyalahkan Penelitian dirancang dengan metode
Tuhan, menolak beribadah, beribadah tidak kualitatif. Sampel sementara sumber data
sesuai ketentuan, gangguan dalam beribadah primer dalam penelitian ini berjumlah 9 orang
maupun distress spiritual. pasien HIV/Aids dipilih secara purposive
Permasalahan pada aspek berdasarkan kriteria. Kriteria dalam penelitian
psikososial ini adalah: Pasien berusia ≥ 19 tahun,
dan spiritual dapat menyebabkan dinyatakan positif terinfeksi HIV/ Aids
permasalahan yang komplek pada HIV/Aids. melalui pemeriksaan laboratorium, bertempat
Permasalahan psikososial dan spiritual dapat tinggal menetap di kota Semarang dan
mempengaruhi perjalanan penyakit dan bersedia menjadi responden. Penentuan
kondisi fisik pasien. Penolakan yang ekstrim, partisipan sumber data primer berdasarkan
ketidakpatuhan, agresif dan percobaan bunuh informasi Manajer Kasus (MK).
diri juga dapat terjadi sebagai maladaptif Pengambilan data dilakukan melalui
(Gorman & Sultan, 2009). Oleh karena itu wawancara mendalam (Indepth Interview),
masalah psikososial dan spiritual tersebut Focus Group Discussion (FGD) dan
memerlukan penanganan yang adekuat yang observasi. Indepth Interview dan observasi
melibatkan peran mandiri pasien, dukungan dilakukan pada pasien HIV/ Aids dan
keluarga dan peran perawat sebagai pemberi responden sekunder yaitu satu Manajer Kasus
pelayanan. Perhatian terhadap seluruh dan satu koordinator KDS.
masalah emosional, psikologis dan sosial Data yang tercatat ditranskripsi dari
harus sejalan dengan perawatan medis pasien rekaman dan diterjemahkan ke dalam bahasa
AIDS (WHO, 2006). Peran perawat sangat Indonesia. Selanjutnya data dianalisis secara
penting dalam melakukan dan memotivasi manual menggunakan metode analisis
perawatan, mengantisipasi, dan mengatasi tematik yang digunakan untuk menganalisis
setiap

549
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

Usia

550
wawancara dan catatan lapangan. Triangulasi statusnya pada anak-anaknya karena
menggunakan lebih dari satu metode menganggap anaknya masih kecil dan belum
pengumpulan data, melalui wawancara tahu apa-apa. Pasien yang belum “open
rekaman audio, kompilasi catatan lapangan status” berharap manajer kasus akan
dan buku harian penelitian, untuk memastikan menceritakan keadaanya pada anak-anaknya
konfirmasi dan kelengkapan data. kelak agar lebih faham

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Permasalahan psikososiospiritual pasien


Penelitian ini merupakan studi kasus HIV/Aids
pada komunitas orang dengan HIV/Aids Permasalahan psikososiospiritual adalah
(ODHA) di Semarang. Wawancara mendalam permasalahan psikososial dan spiritual yang
dilakukan dengan menggunakan panduan dialami pasien.
wawancara semi terstruktur pada 9 partisipan a. Permasalahan psikologis
primer (ODHA), satu Manajer Kasus dan satu Isu masalah psikososial pasien HIV/Aids
Koordinator KDS. FGD dilakukan pada 5 meliputi: khawatir, frustrasi, kesedihan,
keluarga pasien. berduka, ketakutan anggota keluarga menjadi
Partisipan sumber data primer berasal terinfeksi, perasaan marah serta depresi dan
dari beberapa daerah di kota Semarang yaitu ketakutan menghadapi kematian. (WHO,
Kecamatan Tembalang, Kecamatan Semarang 2006; Smeltzer, et all, 2010). Temuan dalam
Tengah dan Semarang Barat. Partisipan telah penelitian ini menunjukkan ketika didiagnosa
menderita HIV/Aids antara 2-10 tahun dengan HIV/ Aids pertama kali semuanya merasa
nilai CD4 berkisar antara 300-450. “drop”, kaget, takut, marah, jengkel, malu,
Karakteristik partisipan responden primer sedih dan tidak percaya. Seperti yang
penelitian dijelaskan dalam tabel 1. disampaikan partisipan berikut:
“....Saya juga takut karena penyakit seperti
Tabel 1. Karakteristik Demografi Pasien ini di mata masyarakat adalah penyakit kotor
HIV/ Aids di kota Semarang, Juni 2015 sehingga saya takut dicemooh dan
diacuhkan” (Ibu positif HIV, wiraswasta, 44
Resp Sex Status Pdkn Pekerjaan tahun)
1 42 th Laki-laki Menikah SLTA Administrasi “...Saya merasa sedih tapi sudah lebih siap
2 52 th Perempua Janda SLTA Wiraswasta
n karena sebelumnya sudah merasa lebih sedih
3 52 th Laki-laki Menikah SLTA Wiraswasta ketika suami saya duluan dinyatakan sakit...”
4 44 th Perempua Menikah SLTA Wiraswasta (Ibu positif HIV, wiraswasta, 52 tahun).
n
5 43 th Laki-laki Menikah SLTA Tukang kebun “Saya merasa malu dengan penyakit saya,
6 30 th Perempua Menikah SLTA - walaupun masyarakat tidak tahu tentang
n
7 36 th Perempua Menikah SLTA - itu...” (Bapak positif HIV, tukang kebun, 43
n tahun)
8 42 th Laki-laki Belum D1 - Hasil penelitian menujukkan bahwa
9 27 th Laki-laki menikah SLTA Karyawan dengan berjalannya waktu, bila dilihat dari
Belum tahapan respon berduka masih bervariasi
menikah
berupa Denial, Anger, Bergaining, Depresi
Dua orang pasien menderita HIV/ Aids dan Acceptance. Saat ini hampir semua
tertular dari pasangannya, sementara dua responden sudah menerima keadaanya, namun
lainnya menderita HIV/ Aids akibat perilaku masih ada satu responden seorang Bapak
sexual bereriko yang pernah dilakukan. Hasil dengan HIV/ Aids yang menyatakan bahwa
indepth interview menujukkan bahwa istri meskipun sudah menerima keadaannya tapi
pasangan partisipan D dan M belum mau sampai sekarang masih belum percaya jika
diperiksa test HIV/ Aids sehingga belum tahu dirinya menderita HIV/Aids karena tidak
sudah tertular atau belum melihat langsung hasil pemeriksaan. Setelah
Sebagian besar keluarga pasien sudah berjalan beberapa waktu mengalami HIV/Aids
“open status” pada keluarga intinya. Ada dua sebagian pasien berusaha positif dengan tetap
orang partisipan yang belum menyampaikan sabar seperti dalam pernyataan pasien berikut.
Respon berduka beberapa ODHA seperti
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

diuraikan dalam pernyataan-pernyataan dengan teman-teman” (Remaja positif HIV,


berikut: karyawan, 27 tahun)
“ Saya sudah menerima kalau saya sakit Analisa hasil penelitian tentang masih
seperti ini...tapi saya masih sering tidak yakin adanya rasa canggung dan malu untuk
kalau saya sakit seperti ini,..semua sudah bersosialisasi salah satunya terjadi karena
diatur Gusti Allah” (Bapak positif HIV, masih adanya “stigma” masyarakat yang
tenaga administrasi, 42 tahun) masih belum positif terhadap ODHA. Adanya
stigma dari masyarakat yang masih kurang
“..Saya kadang ingin menyerah..tapi saya baik didukung oleh pernyataan partisipan
harus kuat dan bertahan” (Remaja positif berikut:
HIV, karyawan, 27 tahun) “Saya merasa sedih kalau mendengar
informasi dari arisan-arisan, pengurus
“Selama satu tahun itu ketika dikatakan sakit RT/RW yang dapat info dari Kelurahan
HIV saya sering menangis, setelah sholat saya tentang penyakit seperti saya ini, tetapi
juga merenungkan penyakit saya.... pemberitaannya tidak pas, saya jadi merasa
sekarang saya ikhlas, saya sudah menerima..” bahwa penyakit saya ini divonis tidak baik.
(Ibu positif HIV, wiraswasta, 52 tahun). Mereka tidak menyampaikan informasi secara
lengkap tentang penyakit ini, hanya poin-
“Dulu awalnya saya sedih dan takut, poinnya saja jadi saya merasa sedih...” (Ibu
sekarang saya ikhlas saja dengan penyakit positif HIV, wiraswasta, 44 tahun)
saya. Tadinya merasa malu juga sama
keluarga tapi sekarang sudah biasa saja” Ibu “ ...Kalau masyarakat tahu dengan benar jadi
positif HIV, tidak bekerja, 30 tahun) kami tidak perlu takut bergaul, tidak khawatir
dijauhi...sebaiknya iklan dari pemerintah
b. Permasalahan sosialisasi tidak hanya saat ada hari AIDS saja tapi
Permasalahan sosialisasi yang dialami harus rutin diberikan di TV agar masyarakat
pasien HIV/Aids adalah menarik diri, tidak memandang negatif terus kepada
gangguan sosialisasi, gangguan peran, kami”(Bapak positif HIV, wiraswasta, 52
kekhawatiran terhadap hubungan dengan tahun)
pasangan, perubahan gaya hidup, kehilangan Temuan penelitian ini menunjukkan
semangat akibat adanya pembatasan- bahwa ODHA berharap agar tetap mendapat
pambatasan serta adanya perasaan terisolasi. dukungan emosi dari masyarakat. Masyarakat
Temuan dalam penelitian ini berbeda dengan dapat memberikan dukungan emosinya jika
temuan dalam penelitian Hermawati (2012) sudah mendapatkan pengetahuan yang baik
pada 100 orang pasien HIV/Aids yang tentang HIV/ Aids dan tidak ada stigma lagi.
menujukkan bahwa 87,5% pasien mengalami Analisis ini didukung hasil penelitian
gangguan dalam interaksi sosial dan Hermawati (2012) bahwa terdapat hubungan
bersosialisasi. Penelitian ini menunjukkan antara persepsi ODHA terhadap stigma
bahwa sebagian besar partisipan tidak HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial
mengalami hambatan permasalahan sosial, pada ODHA.
namun masih ada juga yang mengalami
hambatan dalam sosialisasi yaitu merasa c. Permasalahan spiritual
canggung. Seperti yang disampaikan Permasalahan spiritual juga bisa dialami
partisipan berikut: HIV/ Aids tersebut antara lain menyalahkan
”Saya tidak bermasalah dalam berhubungan Tuhan, menolak beribadah, beribadah tidak
dengan tetangga karena sampai saat ini sesuai ketentuan, gangguan dalam beribadah
tetangga tidak tahu kalau saya sakit. Saya maupun distress spiritual. Studi kualitatif
masih aktif dalam beraktivitas dan melakukan mengindikasikan bahwa pasien HIV/ Aids
kegiatan di masyarakat, kumpulan, akan berakibat buruk pada spiritualitasnya
pengajian...” (Ibu positif HIV, wiraswasta, 44 setelah mengetahui bahwa mereka
tahun) terdiagnosis HIV/ Aids (Tarakesh, et al, 2006
dalam Trevino, dkk, 2010). Penelitian ini
“..Saya merasa canggung, malu dan bingung menunjukkan hasil yang berbeda karena
ikut perkumpulan-perkumpulan bulanan seluruh pasien saat ini sudah tidak mengalami
masalah spiritual. Penelitian ini menunjukkan

551
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

bahwa semua partisipan mengangap bahwa bahwa manajemen permasalahan untuk


Tuhan adalah sumber kekuatan dan pengatur mengatasi masalah psikologis berupa
segalanya, memiliki harapan yang baik kecemasan pada pasien HIV/Aids diantaranya
terhadap keberadaan Tuhan agar keadaan yaitu penurunan kecemasan, peningkatan
kesehatan lebih baik dan pasrah kepada koping, dukungan kelompok, dukungan
Tuhan. keluarga.
Semua partisipan tidak menyalahkan
Tuhan atas penyakit yang dialami, Peningkatan koping dan upaya spiritual
mengganggap Tuhan memberikan ujian, dan Manajemen masalah psikososialspiritual
berharap Tuhan mengampuni dosa yang yang dilakukan oleh pasien HIV/ Aids dengan
dilakukan. Temuan ini ditunjukkan dari mekanisme koping pasien menjadi faktor yang
pernyataan partisipan berikut: penting. Sebagian besar responden pasien
“.....Semenjak sakit saya merasa hrus lebih ODHA dalam penelitian ini memiliki
dekat sama Allah, mengoreksi kesalahan mekanisme koping yang sudah adaptif.
saya. Waktu sholat, saya curhat kepada Allah Mekanisme koping yang adaptif untuk
dan berdoa. Doa yang saya panjatkan, mengatasi permasalahan yang dialami seperti
mudah-mudahan bisa panjang umur, bisa yang disampaikan dalam pernyataan berikut:
mendampingi anak-anak, anak-anak diparingi “.....Saya cuman berusaha kuat....saya juga
sehat...” (Ibu positif HIV, wiraswasta, 44 harus bertahan demi keluarga yang
tahun). mendukung saya” (Remaja positif HIV,
karyawan, 27 tahun).
“Dengan diberikan penyakit ini berharap
bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa “Saya bisa kuat dan akan terus kuat karena
masa lalu....”. (Bapak positif HIV, tenaga keluarga juga bergantung saya...saya ingin
administrasi, 42 tahun) membuat keluarga saya bahagia”(Laki-laki
Temuan dalam penelitian ini positif HIV, tidak bekerja, 42 tahun)
menunjukkan bahwa diagnosis HIV /Aids Strategi koping adaptif yang sudah
membuat ODHA semakin dekat dengan dilakukan ODHA di Semarang untuk
Tuhan. Temuan penelitian ini selaras dengan mengatasi permasalahan psikologis antara lain
penelitian Cotton, dkk (2006) yang dilakukan dengan upaya spiritual (strategi
menemukan bahwa tiga ratus tiga puluh religius). Hasil penelitian menunjukkan
sembilan (75%) pasien HIV/ Aids mengatakan bahwa partisipan utama menerima
bahwa penyakit mereka telah memperkuat penyakitnya dengan ikhlas, pasrah pada
iman mereka p<.0001. Penelitian Cotton, dkk Tuhan.Upaya spiritual yang dilakukan untuk
(2006) juga menemukan bahwa jumlah pasien mengurangi dan mengatasi permasalahan
yang menyalahkan Tuhan lebih sedikit psikologi dilakukan dengan lebih
dibanding yang mendekatkan diri pada Tuhan. mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya
mendekatkan diri pada Tuhan dilakukan
dengan beribadah seperti sholat dan mengaji.
2. Manajemen masalah psikososiospiritual Penelitian menunjukkan bahwa ODHA yang
pasien HIV/Aids awalnya tidak rajin beribadah menjadi lebih
Manajemen masalah psikososiospiritual rajin beribadah, seperti yang disampaikan
pasien HIV/Aids pada penelitian ini dalam pertanyaan berikut ini:
bersumber pada pasien, support sistem yaitu “Setelah sakit, ibadah saya jadi lebih baik,
keluarga, KDS dan manajer kasus dan petugas sholat lima waktu yang tadinya masih bolong
kesehatan. sekarang sudah lebih rutin dan ditambah
a. Manajemen masalah psikologis Temuan sholat sunnah seperti dhuha dan sholat lail.
penelitian menunjukkan bahwa Setiap sholat saya selalu berdoa, agar
manajemen masalah psikologis yang penyakit saya diangkat dan saya diberi
dilakukan oleh pasien HIV/ Aids antara lain: kesehatan..”(Ibu HIV Positif HIV,52 tahun,
1) peningkatan koping, 2) konseling, 3) upaya wiraswasta)
spiritual dan 4) meningkatkan dukungan
suport sosial. Temuan dalam penelitian ini “.....Saya cuman berusaha kuat dan berdoa
selaras dengan yang disampaikan Bulechek, saja semoga umur saya panjang...yang saya
Butcher, Dochterman dan Wagner (2012). lakukan sekarang lebih mendekatkan kepada

552
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

yang Maha Kuasa semampu saya...” (Remaja


positif HIV, karyawan, 27 tahun). “...Dukungan dari keluarga bisa lebih
Upaya strategi religius yang dilakukan memberikan semangat untuk saya. Saya
ODHA sesuai hasil penelitian ini untuk merasa dukungan keluarga saya sudah cukup
mengurangi kecemasan dan meningkatkan .....dua anak saya sudah memberikan
ketenangan. Seperti yang disampaikan oleh dukungan untuk saya, kakak dan adik saya
Bulechek, Butcher, Dochterman dan Wagner, juga sudah. Mereka selalu mengingatkan
(2012). bahwa manajemen keperawatan untuk untuk menjaga kesehatan, sholatnya
masalah mengatasi masalah psikologis adalah ditambah...”. (Ibu positif HIV, wiraswasta, 44
penurunan kecemasan, dukungan emosi, tahun)
spiritual dan dukungan keluarga. Hampir
semua responden mengungkapkan setelah “...Anak-anak juga memberi dukungan
beribadah mereka merasa lebih tenang dan psikologis, anak yang besar menguatkan
tidak cemas lagi seperti dalam pernyataan saya, supaya saya tidak mikir yang berat-
responden berikut: berat tentang penyakit saya, dipikir santai
“..Kalau sudah sholat dan berdoa saya saja. Saya dan suami juga saling menguatkan,
merasa tenang....”(Ibu HIV Positif HIV,52 menyemangati, karena sudah sama-sama tua
tahun, wiraswasta) dan sama-sama penyakitan....” (Ibu positif
Ketika ODHA tidak lagi cemas dan lebih HIV, wiraswasta, 44 tahun)
tenang maka mereka menjadi lebih mudah
untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri, “Teman saya sering memberi saran-saran
seperti temuan penelitian Muslimah dan bu,...kata teman jika kita diberi sakit apapun
Aliyah (2013) bahwa ada hubungan yang itu penyakitnya kita harus bersyukur
signifikan antara tingkat kecemasan dengan setidaknya bisa dikurangi dosanya, jangan
penyesuaian diri pasien HIV/ Aids. menyerah karena sebenarnya Allah sayang
Strategi koping penguatan diri sama kita..” (Remaja positif HIV, karyawan,
dan 27 tahun).
strategi koping religius juga akan
meningkatkan penyesuaian diri ODHA. “Ada dukungan dari teman-teman KDS,
Penyesuaian diri merupakan gambaran ....setiap bulan ada pertemuan dan saya
adaptasi yang baik. Justifikasi ini didukung bertemu banyak teman-teman saya sehingga
temuan penelitian Muslimah dan Aliyah saya tidak merasa sendiri...” Ibu HIV Positif
(2013) bahwa ada hubungan yang signifikan HIV,52 tahun, wiraswasta)
antara dan strategi koping religius dengan
penyesuaian diri pasien HIV/ Aids. Dukungan keluarga pada ODHA yang
baik juga dikuatkan oleh pernyataan keluarga,
Peningkatan support system dan konseling ketika dilakukan kegiatan FGD. Keluarga
Dukungan dari keluarga, tenaga memberikan dukungan dan motivasi agar
kesehatan seperti manager kasus, perawat dan ODHA tetap kuat dan bertahan, seperti yang
dokter terhadap ODHA sudah cukup baik disampaikan oleh keluarga ODHA berikut:
dilakukan pada ODHA di Semarang. Support “Pokoknya dia nggak tak perlakukan kaya
system yang besar dari sistem pendukung orang sakit, saya sering ngingatkan dia,
memberikan peran yang besar. Sistem mandi dulu, makan dulu… sekarang saya
pendukung pasien antara lain diperoleh dari suka ngingatkan untuk sholat...saya juga
keluarga, teman, kelompok dukungan sebaya selalu bilang „kamu itu kuat dari awakmu
dan tenaga kesehatan. Dukungan teman dan sendiri, sistem imunmu itu bagus kalau kamu
keluarga diberikan dengan memberikan saran, makannya bagus, mau minum obat...makanya
mengingatkan, mendampingi pasien dan kamu harus kuat”(Kakak ODHA, ibu rumah
memberikan motivasi. Dukungan keluarga tangga, 40 tahun).
dan teman dan yang baik pada pasien HIV/ Tanggapan positif dari teman dan
Aids seperti yang disampaikan dalam masyarakat terhadap apa yang dilakukan Odha
pernyataan berikut: akan memberikan perasaan bahwa dirinya
“Saya „ngrasakan‟ sedih selama seminggu berguna atau bermanfaat bagi orang lain.
awal...tapi kakak-kakak saya ngasih Perasaan tersebut akan menuntunnya pada
semangat... (Ibu positif HIV, ibu rumah kesadaran bahwa kehidupannya masih
tangga, 30 tahun)
553
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

bermakna, meskipun dirinya mengidap Adanya dukungan sosial akan memberi


HIV/AIDS (Astuti dan Budiyani, 2010). Jika pengalaman pada individu bahwa dirinya
ODHA merasa lebih berguna maka dicintai, dihargai, dan diperhatikan. Perhatian
permasalahan psikologis juga dapat dikurangi. dan dukungan dari orang lain akan
Dukungan sosial dari tenaga menumbuhkan harapan untuk hidup lebih
kesehatan yang baik juga dirasakan oleh lama, sekaligus dapat mengurangi kecemasan
semua pasien. Dukungan sosial dari tenaga individu. Sebaliknya, kurang atau tidak,
kesehatan diberikan oleh Manajer Kasus tersedianya dukungan sosial akan menjadikan
(perawat), dokter dan petugas obat. Dukungan individu merasa tidak berharga dan terisolasi.
tenaga kesehatan pada ODHA kota Semarang Dukungan sosial sangat diperlukan oleh
terlihat dari pernyataan berikut: ODHA agar manajemen psikososial pasien
“Selama ini petugas kesehatan disini sudah menjadi baik. Dukungan sosial juga
banyak membantu saya, memberikan diperlukan oleh ODHA agar kualitas hidupnya
dukungan... mengingatkan saya untuk berdoa tetap optimal, seperti yang disimpulkan dari
supaya diberikan kesehatan. Kalau ketemu penelitian Simboh, Bidjuni, dan Lolong
saya dan saya kelihatan agak gimana, saya (2015) bahwa ada hubungan antara dukungan
ditanya Ibu kenapa? kemudian diberi tahu keluarga dengan kualitas hidup ODHA di
kalau capek istirahat dulu..”.(Ibu positif HIV, Klinik VCT RSU Bethesda GMIM Tomohon.
wiraswasta, 44 tahun)

“..Ibu petugas kesehatan juga ngasih b. Manajemen masalah spiritual


semangat... dokter juga memberi penyuluhan, Penelitian ini menunjukkan bahwa
setelah itu saya ikhlas saja dengan penyakit responden ODHA tidak ada yang mengalami
saya.... (Ibu positif HIV, ibu rumah tangga, 30 permasalahan spiritual. ODHA justru menjadi
tahun) lebih rajin beribadah setelah didiagnosis HIV.
Upaya positif yang sudah dilakukan oleh
“Ada dukungan dari dokter dan dari petugas ODHA dapat mencegah terjadinya distress
kesehatan... dokter, petugas kesehatan yang spiritual yang mungkin akan terjadi. Upaya
banyak membantu dan menguatkan dukungan spiritual yang dilakukan pada
saya....dari petugas kesehatan saya banyak ODHA di Semarang meliputi peningkatan
dibantu, memberikan motivasi. Saya partisipasi dalam beribadah, fasilitasi
diberikan spirit dan semangat..” (Ibu HIV pelaksanaan ibadah; fasilitasi pemenuhan
Positif HIV,52 tahun, wiraswasta. kebutuhan spiritual; keterlibatan keluarga
Seorang ODHA menyebutkan bahwa dalam penyediaan perlengkapan. Temuan
peran tenaga kesehatan untuk memberikan penelitian ini mendukung upaya positif aspek
dukungan emosi pada pasien sudah cukup spiritual yang sudah dilakukan ODHA seperti
baik, berbeda dengan hal yang dirasakan dalam pernyataan berikut:
ketika ia pertama kali didiagnosa HIV di “Saya juga rutin ikut pengajian di kampung,
pulau Bali tentang masih adanya perilaku tiap minggu tiga kali rutin, selasa, kamis dan
deskriminasi dari tenaga kesehatan. ODHA minggu.... ....”(Ibu HIV Positif HIV,52 tahun,
berharap bahwa tenaga kesehatan dapat lebih wiraswasta)
memberikan dukungan emosi. Berikut
pernyataannya: “Semenjak sakit saya merasa harus lebih
“Kalau di sini penerimaan petugas kesehatan dekat sama Allah... saya ikut juga pengajian
baik...mereka memberikan saran-saran dan rutin di kampung”. (Ibu HIV Positif HIV, 36
motivasi agar saya kuat, berbeda ketika saya tahun, tidak bekerja)
pertama kali diketahui AIDS di RS Swasta di Temuan dalam penelitian sesuai dengan
Bali...begitu dokter dan perawat tahu saya yang disampaikan oleh Bulechek, Butcher,
sakit AIDS mereka tidak berkunjung ke Dochterman dan Wagner (2012) bahwa
ruangan saya, bahkan dokter menyarankan aktifitas dukungan spiritual meliputi: evaluasi
saya pindah ke RS yang lain. Saya sedih kemampuan beribadah; tingkatkan partisipasi
mengapa petugas kesehatan di sana yang dalam beribadah, fasilitasi pelaksanaan
seharusnya lebih menerima kami justru ibadah; ketenangann beribadah; pemenuhan
begitu...”(Laki-laki ODHA, 42 tahun, tidak kebutuhan spiritual; libatkan sistem
bekerja)

554
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

pendukung dalam penyediaan perlengkapan; dan dukungan support system berperan


dukung penggunaan sumber spiritual. penting dalam mengatasi permasalahan
psikososialspiritual klien HIV/Aids
c. Manajemen masalah sosial Saran dari penelitian ini adalah: 1) Perlu
Intervensi untuk mengatasi masalah ditingkatkan dan dioptimakan peran support
gangguan sosialisasi dan perubahan proses system (tenaga kesehatan). 2) Dukungan
keluarga akibat HIV/Aids meliputi: konseling, keluarga, tenaga kesehatan, KDS perlu
dukungan emosi, keluarga dan kelompok, ditingkatkan untuk mencegah dan mengatasi
peningkatan peran dan support system permasalahan psikososialspiritual pada pasien
enhancement, konseling, dukungan emosi, dan HIV/Aids. 3) Pemerintah melalui media
keluarga serta edukasi (Bulechek, Butcher, informasi dan tenaga kesehatan perlu
Dochterman & Wagner, 2012). Strategi yang menggalakkan pemberian informasi yang
dilakukan pasien agar tetap bersosialisi benar pada masyarakat tentang pencegahan
dengan baik adalah tidak menceritakan dan perawatan HIV/Aids.
permasalahan sakitnya kepada selain keluarga
inti. Strategi lain adalah dengan tetap bergaul UCAPAN TERIMAKASIH
melalui media sosial dan membatasi diri untuk Ucapan terimakasih kami sampaikan
bersosialisasi yang “beresiko” seperti kepada Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti)
disampaikan berikut: yang telah memberikan bantuan dana hibah
“Saya tidak bergaul dengan menemui teman penelitian ini. Ucapan terimakasih juga kami
perempuan, saya bergaulnya hanya sekedar sampaikan kepada LPPM Unimus atas
chating saja agar tetap bisa bergaul bu...saya dukungannya dalam memfasilitasi publikasi
tidak mau menularkan penyakit saya, kasihan ilmiah artikel penelitian.
nanti orang yang tidak bersalah bisa DAFTAR PUSTAKA
tertular...” (Remaja positif HIV, 27 tahun) Astuti, A & Budiyani, K. (2010).
“...Saya nggak pernah ikut pertemuan ODHA Hubungan Antara Dukungan Sosial Yang
disini karena saya pernah lihat suami dan Diterima Dengan Kebermaknaan Hidup
anak teman SMA saya...saya takut ketahuan Pada Odha (Orang Dengan HIV/AIDS)."
jadi terus saya nggak ikut lagi...” (Ibu positif Jurnal Insight, 2010
HIV, ibu rumah tangga, 30 tahun)
Permasalahan dalam aspek sosialisasi Bulechek, G.M., Butcher, H.,
pada ODHA perlu agar tidak mencetuskan Dochterman, J.M., & Wagner., C.
masalah yang lain terutama masalah (2012). Nursing Intervention
psikologis. Sosialisasi diperlukan agar ODHA th
Classification (NIC). 6 edition. St
mendapat dukungan yang optimal. Dukungan Louis: Mosby
dari teman, sahabat, masyarakat dapat tejadi
jika tidak ada permasalahan dalam aspek Cotton, P, Puchalski, C.M., Sherman, S.N.,
sosialisasi. Dukungan sosial diperlukan agar Mrus, J.M., Peterman, A.H., Feinberg,
hidup ODHA menjadi lebih bermakna, J., Pargament, K., Justice, A.C., Leonard,
sehingga menjadi lebih bersemangat dalam A.C., and Tsevat,J. (2006). Spirituality
hidup. Justifikasi ini didukung hasil penelitian and Religion in Patients with HIV/AIDS.
menunjukkan ada hubungan positif antara J Gen Intern Med. 2006 Dec; 21(Suppl
dukungan sosial yang diterima dengan 5): S5–S13.
kebermaknaan hidup pada ODHA (r= 0,885;
p<0,01). Semakin tinggi tingkat dukungan Ditjen PP & PL. (2014). Perkembangan HIV-
sosial yang diterima maka semakin tinggi pula AIDS di Indonesia, Triwulan IV Tahun
kebermaknaan hidup yang dirasakan ODHA 2013. Diunduh 28 April 2014 dari
http://www.spiritia.or.id/
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan dari penelitian ini adalah: 1) Dinkes Provinsi Jawa Tengah. (2013).
Masalah psikososial yang masih dialami Buku saku kesehatan Triwulan 3 tahun
pasien HIV/Aids antara lain sedih, malu dan 2013. Diunduh 28 April 2014
dijauhi teman, terjadi karena kurangnya http://www.dinkesjatengprov.go.id
pemahaman masyarakat tentang ODHA. 2)
Pemahaman tentang penyakit, kesadaran diri Gorman, L.G., & Sultan, D.F., (2009).

555
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

Psychosocial nursing for general patient Cheever, K.H. (2010). Textbook of


care. Philadelpia: Davis Company medical–surgical nursing . (ed. 12).
Philadelpia: Lippincott William & Wilki
Hermawati., P. (2012). Hubungan
persepsi ODHA terhadap stigma Trevino, K. M., Pargament, K. I., Cotton,
HIV/Aids masyarakat dengan interaksi S., Leonard, A. C., Hahn, J., Caprini-
sosial pada ODHA. Diunduh 28 April Faigin, C. A., & Tsevat, J. (2010).
2014 dari Religious coping and physiological,
http://tulis.uinjkt.ac.id/opac/themes/katal psychological, social, and spiritual
og/detail.jsp?id=100766&lokasi=lokal outcomes in patients with HIV/AIDS:
Cross-sectional and longitudinal
findings. AIDS and Behavior, 14(2), 379-
Simboh, F.K., Bidjuni, H & Lolong, J. 389.
(2015). Hubungan dukungan keluarga
bagi kualitas hidup orang dengan hiv/aids WHO.(2006). Palliative care for people living
(odha) di klinik VCT RSU Bethesda with HIV/ AIDS: Clinical protocol for the
GMIM Tomohon. eJournal WHO european region. Diakses
Keperawatan (e-Kp) Volume 3 Nomor tanggal 19 Maret 2014
2 Mei 2015 dari.http://www.euro.who.int/document/S
HA/Chap_3_Palliative_for_web.pdf
Muslimah, A.I. & Aliyah, S. (2013). Tingkat
kecemasan dan strategi koping religius
terhadap penyesuaian diri pada pasien
HIV/aids klinik VCT RSUD kota Bekasi.
Jurnal Soul Vol 6, No 2 (2013)

Smeltzer, S.C,. Bare, B.G., Hinkle,J.L &

556

Anda mungkin juga menyukai