Oleh:
1. Wiwin dwi p
2. Anggie N.L
3. Bagus Ponco
4. Yeti pitasari
5. Desi arista
6. Ayu wulansari
7. Dhika hariya
8. Eva lusiana
9. Rizki ardiansah
10. Edo anggara
dengan perilaku berisiko manusia. Masalah HIV dan AIDS bukanlah masalah
kesehatan semata, tetapi juga sebagai masalah sosial yang berkaitan dengan relasi
ekonomi, budaya, dan politik sehingga orang dengan HIV dan AIDS (ODHA)
terjadi di dalam diri dan di luar diri ODHA membuat mereka memiliki persepsi
tidak menerima dirinya sendiri yang telah menjadi seorang orang dengan HIV dan
AIDS. Sumber penerimaan diri salah satunya bisa didapatkan dalam kelompok
dukungan melalui kegiatan yang dilakukan dalam kelompok, tetapi tidak semua
ODHA yang telah tergabung dalam kelompok dukungan bisa menerima statusnya.
Hasan (2008) mengungkapkan bahwa para ODHA memiliki tiga faktor utama
strategi untuk mempertahankan kondisi fisik dan emosi. Menurut Astuti (2008)
1
2
stress berat, dimana pada saat mengetahui dirinya mengidap penyakit AIDS
banyak ODHA yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya tertular HIV,
(Astuti 2008).
Jumlah kasus HIV dan AIDS di dunia pada tahun 2014 terdapat 35 juta
penderita dan meningkat pada tahun 2015 sehingga berjumlah 36,7 juta (WHO,
2016). Indonesia pada tahun 2012 terdapat 21.511 kasus HIV dan 5.686 kasus
AIDS. Hampir seluruh wilayah provinsi di Indonesia tidak ada yang bebas dari
HIV dan AIDS, hal ini sesuai dengan data Kementrian Kesehatan RI (2014) yang
menjelaskan situasi kasus HIV dan AIDS di Indonesia sejak pertama kali
ditemukan sampai dengan Desember 2012. Estimasi dan proyeksi jumlah Orang
Dengan HIV dan AIDS (ODHA) menurut populasi beresiko dimana jumlah
kasus pada tahun 2011 menjadi 279.276 kasus di tahun 2016. Di Provinsi Jawa
Timur pada tahun 2012 terdapat 15.124 ODHA pada populasi wanita resiko
rendah dan Kota Surabaya terdapat pada urutan pertama yaitu 4.447 wanita resiko
rendah. Peningkatan jumlah kasus HIV dan AIDS yang terjadi di seluruh wilayah
baik oleh Departemen atau Instansi atau Lembaga pemerintahan, Swasta, LSM
Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 6 April 2017
mekanisme koping dan penerimaan diri yang negatif (60%) menganggap dirinya
tidak berguna, masih belum menerima kenyataan yang dihadapi, serta tidak
mekanisme koping dan penerimaan diri yang positif (40%) dengan mengatakan
mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, memiliki keyakinan akan kemampuan
dirinya, dan tidak menyalahkan diri sendiri. Hasil dari studi pendahuluan yang
didapatkan tersebut menunjukkan bahwa sampai saat ini belum diketahui faktor-
faktor yang berhubungan dengan self acceptance terhadap orang dengan HIV dan
bahwa sebagian besar ODHA memiliki mekanisme koping yang negatif yaitu
merasa bersalah dan menerima penolakan dari sekitarnya, hal ini disebabkan
karena anggapan bahwa tingkah laku mereka terutama tingkah laku seksual dapat
melalui kegiatan yang dilakukan dalam kelompok, dukungan yang baik akan
bersikap optimis dan bisa menerima status dirinya yang sekarang serta
suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang terinfeksi atau
dukungan emosional. Saat self acceptance yang baik tercapai, seseorang akan
memiliki keyakinan untuk mampu melakukan dan berusaha dengan baik dalam
Strategi dalam penerimaan diri terhadap penderita HIV dan AIDS dapat
diteliti dengan menggunakan pendekatan teori Health Belief Models (HBM) yang
berhubungan dengan self acceptance terhadap penderita HIV dan AIDS dalam
(HBM). Temuan ini akan sangat bermakna sebagai informasi dalam rangka
1.3 Tujuan
penderita HIV dan AIDS dalam Kelompok Dukungan Sebaya berbasis teori
imun dan hematologi terkait HIV dan AIDS dengan menjelaskan faktor-faktor
6
yang berhubungan dengan self acceptance terhadap penderita HIV dan AIDS
dalam kelompok dukungan sebaya berbasis teori Health Belief Model (HBM)
3. Bagi perawat
self acceptance
positif
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
untuk dapat melakukan penerimaan terhadap keberadaan diri sendiri. Hal ini
serta berpikir mengenai kebutuhannya untuk memiliki mental yang sehat. Sikap
penerimaan diri dapat dilakukan secara realistis, tetapi juga dapat dilakukan
secara tidak realistis (Hurlock 1999 dalam Agoes 2005). Penerimaan diri dapat
diartikan sebagai suatu sikap memandang diri sendiri sebagaimana adanya dan
memperlakukannya secara baik disertai rasa senang serta bangga dan terus
untuk melihat fakta yang ada pada diri, baik fisik maupun psikis, sekaligus
pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas dan bakat yang ada pada
menunjukkan kualitas diri, hal ini dapat diartikan bahwa tinjauan tersebut akan
diarahkan pada seluruh kemampuan diri yang mendukung. Kesadaran diri dengan
segala kelebihan dan kekurangan diri harus seimbang dan saling melengkapi satu
7
8
individu hanya melihat dari satu sisi saja maka tidak mustahil akan timbul
akan mampu menerima dirinya dan semakin diterima oleh orang lain yang
mengatakan bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik akan mampu
Penerimaan diri mengacu pada kepuasan individu atas kebahagiaan terhadap diri,
positif, dimana seseorang dapat menerima dan memahami fakta-fakta yang begitu
berbeda dengan dirinya. Penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap diri
sendiri, dapat menerima keadaan dirinya secara tenang, serta memiliki kesadaran
penuh terhadap siapa dan apa diri mereka, selain itu dapat pula menghargai diri
dan orang lain (Calhoun dan Acocella 2013). Proses adaptasi dan penerimaan
dalam suatu studi longitudinal didapatkan proses adaptasi seseorang yang baru
9
HIV dapat beradaptasi dalam jangka waktu 8-12 bulan yang ditandai dengan
positif terhadap diri sendiri, mampu dan mau menerima keadaan diri baik
kelebihan atau kekurangan sehingga dapat memandang masa depan lebih positif.
Tanpa penerimaan diri seseorang hanya dapat membuat sedikit atau tidak ada
cenderung tidak sama antara yang satu dengan yang lainnya. Menurut Cutrona
Memahami diri ditandai dengan perasaan yang tulus, nyata, dan jujur dalam
Individu tidak hanya mengenal dirinya tetapi juga menyadari kenyataan yang
dialaminya, jika seorang individu mau menerima diri apa adanya, maka
tersebut juga mampu untuk menerima orang lain dan tidak menuntut bahwa
mereka harus mencoba untuk menyamai dirinya. Menerima diri sendiri berarti
Sikap atau respon dari lingkungan membentuk sikap terhadap diri seseorang.
suatu kemampuan karakteristik atau ciri tentang diri dianggap lebih baik
sesuatu yang lebih dalam hal itu. Kekurangan adalah kemampuan yang
namun ternyata tidak demikian, yang dianggap kurang biasanya adalah hal
diinginkan untuk menjadi lebih baik, dan kekurangan bisa melahirkan rasa
3. Memiliki keyakinan bahwa untuk mencintai diri sendiri, seseorang tidak harus
penyesuaian diri yang baik maka cenderung dapat menerima dirinya dan dapat
melihat dirinya sama dengan apa yang dilihat oleh orang lain. Mencintai diri
sendiri dengan menerima segala bentuk kekurangan yang ada dalam diri,
setiap apa yang ada dan telah dicapai, merupakan sebuah kekuatan yang besar
Seseorang yang memiliki konsep diri yang stabil akan melihat dirinya dari
waktu secara konstan dan tidak mudah berubah-rubah. Memandang diri secara
Meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan
keinginan kuat untuk melakukan perubahan kearah kondisi yang lebih baik
Nilai-nilai yang penting dan bermakna bagi kehidupan pribadi seseorang yang
Merubah diri yang bersikap negatif menjadi positif dan lebih bijak dalam
menghadapi masalah
Komitmen yang kuat akan membawa diri pada hidup yang lebih bermakna
dan mendalam.
12
pribadi yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk mencapai
tujuan hidup.
Hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya, dan
Pada dasarmya untuk memiliki self acceptance bukanlah suatu hal yang
mudah karena individu jauh lebih mudah menerima kelebihan yang ada pada
dirinya daripada menerima segala kekurangan yang ada pada dirinya juga. Sikap
Hal ini timbul jika seseorang dapat menentukan sendiri harapannya dengan
sulit tercapai.
penerimaan diri seseorang, jika lingkungan memberikan sikap yang baik pada
individu, maka individu akan cenderung untuk senang dan menerima dirinya
Tekanan emosi yang berat dan terus menerus akan mengganggu seseorang dan
6. Frekuensi keberhasilan
Setiap orang pasti akan mengalami kegagalan, hanya saja frekuensinya yang
8. Perspekstif diri
Perspektif diri terbentuk jika individu dapat melihat dirinya sama dengan apa
yang dilihat oleh orang lain pada dirinya. Rendahnya perspektif diri akan
kepribadian anak selama masa perkembangan. Latihan yang baik pada masa
Konsep diri yang stabil bagi seseorang akan memudahkan dala usaha
Tingkah laku orang yang memiliki self acceptance dan tidak memiliki self
baik dapat dilihat dari perkataan dan perilakunya sehari-hari. Pada umumnya
dapat menerima segala potensi yang ada pada dirinya, baik itu yang berkaitan
akan mudah untuk berinteraksi dengan orang lain karena bersedia menerima kritik
ataupun penolakan dari orang lain dengan sikap positif. Terdapat beberapa
dari penghayatan hidup tak bermakna menjadi hidup yang bermakna. Berdasarkan
(1949) dan dimodifikasi oleh Berger (dalam Denmark, 1973) terdapat 9 domain
lingkungan luar
menjadi lebih akrab karena individu tersebut menyadari bahwa setiap individu
diciptakan sama yaitu memiliki kelebihan dan kekurangan. Tanpa self acceptance
individu cenderung sulit untuk dapat berinteraksi dengan individu lain sehingga
bahwa “semakin baik seseorang dapat menerima dirinya, maka akan semakin baik
pula penyesuain diri dan sosialnya”. Tanpa Self acceptance individu cenderung
memiliki keyakinan diri (self confidence), selain itu juga individu lebih dapat
menerima kritik dibandingkan dengan orang yang kurang dapat menerima dirinya,
efektif. Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan dari orang
lain dan merasa aman untuk memberikan perhatiannya pada orang lain seperti
menunjukkan rasa empati. Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik
maka dapat dikatakan memiliki konsep diri yang baik pula, karena selalu mengacu
pada gambaran ideal sehingga bisa menerima gambaran dirinya yang sesuai
dengan realita.
17
kesehariannya. Individu yang dapat menerima dirinya secara utuh berarti individu
tersebut mampu menerima secara positif aspek-aspek dalam diri, Grinder dalam
1. Aspek Fisik
2. Aspek Psikis
Aspek psikis meliputi pikiran, emosi dan perilaku individu sebagai pusat
penyesuaian diri (Calhoun & Acocella, 1990). Individu yang dapat menerima
3. Aspek Sosial
Aspek sosial meliputi pikiran dan perilaku individu yang diambil sebagai
respon secara umum terhadap orang lain dan masyarakat (Calhoun &
dirinya.
18
4. Aspek Moral
atau tindakan yang telah diamilnya berdasarkan konteks sosial yang telah ada
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas
lemah. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar
terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama
akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (Komisi
retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang
lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing
evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang
paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
membentuk virus DNA yang dikenali selama periode inkubasi yang panjang
bentuk lanjut dari HIV yang merupakan kumpulan gejala menurunnya sistem
jamur, bakteri, dan virus. Penyakit yang ditimbulkan akibat infeksi oleh
dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran sel hospes. Inti virus
mengandung protein kapsid terbesar yaitu p24, protein nukleokapsid p7/p9, dua
20
copy RNA genom, dan 3 enzim virus yaitu protease, reverse transcriptase, dan
integrase. Protein p24 adalah antigen virus yang cepat terdeteksi dan merupakan
target antibody dalam tes screening HIV. Inti virus dikelilingi oleh matriks protein
selubung lipid virus ini mengandung dua glikoprotein yang sangat penting dalam
proses infeksi HIV dalam sel yaitu gp120 dan gp41. Genom virus yang berisi gen
gag, pol, dan env yang akan mengkode protein virus. Hasil translasi berupa
protein prekusor yang besar dan harus dipotong oleh protease menjadi protein
(HIV-1 dan HIV-2). HIV menunjukkan banyak gambaran khas fisikokimia dari
familinya. Terdapat dua tipe yang berbeda dari virus AIDS manusia, yaitu HIV-1
dan HIV-2. Kedua tipe dibedakan berdasarkan susunan genom dan hubungan
deretan gen env, HIV-1 meliputi tiga kelompok virus yang berbeda yaitu M
21
(main), N (new atau non-M, non-O), dan O (outlier). Kelompok M yang dominan
terdiri dari 11 subtipe atau clades (A-K), telah teridentifikasi 6 subtipe HIV-2
yaitu sub tipe A-F. HIV-1 lebih mematikan, mudah masuk ke dalam tubuh, dan
lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid
yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen
yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih
dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis
penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam
dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk
menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi
protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas
HIV secara morfologi terdiri atas dua bagian besar yaitu bagian inti
(core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris terdiri
atas dua untaian RNA. Enzim recerve transcriptase dan beberapa jenis
protein, bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein yang berhubungan
dengan sel limfosit T4, karena bagian luar virus tidak tahan panas dan bahan
kimia, maka HIV termasuk virus yang sensitif terhadap pengaruh llingkungan
22
luar seperti air mendidih, sinar matahari, dan mudah dimatikan dengan
berbagai desinfektan seperti eter, aseton, alkohol, dan sebagainya, tetapi relatif
resiten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet. Virus HIV ditemukan dalam
darah, saliva, semen, airmata, dan mudah mati diluar tubuh. HIV juga
ditemukan dalam sel monosit, makrofag, dan sel glia jaringan otak
molekul protein CD4. Kelompok sel terbesar yang mempunyai molekul CD4
adalah limfosit T. sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrite, sel
langerhans, dan sel microglia (Price, et al. 2012). HIV yang masuk ke dalam
tubuh akan ditangkap oleh sel dendrit pada membran mukosa dan kulit 24 jam
pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi akan membuat jalur ke nodus limfa
dan pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah paparan, replikasi virus semakin
cepat. Siklus hidup HIV dibagi menjadi 5 fase yaitu; masuk kemudian mengikat,
reverse trancriptase, replikasi, budding, dan maturasi. Replikasi HIV di dalam sel
1. HIV melekatkan diri pada permukaan sel penjamu atau ke sel inang yaitu sel
CD4;
2. RNA HIV, reverse trascriptase, integrase, dan komponen protein lain masuk
4. DNA virus bergerak menuju nukleus sel CD4 dan mengintegrasikan diri
terhadap DNA sel penjamu atau sel inang (CD4) dengan bantuan enzim
integrase;
5. Virus RNA baru digunakan sebagai genomik RNA dan untuk membuat
6. Virus RNA baru dan beberapa protein bergerak menuju permukaan sel dan
7. Virus-virus yang sudah matur melepaskan protein HIV melalui enzim protease
sebagian oleh respon imun spesifik dan berlanjut menjadi infeksi kronik progresif
mengukur jumlah virus dalam serum pasien dan menghitung jumlah sel T CD4
dalam darah tepi. Sistem kekebalan tubuh pada awalnya mampu mengendalikan
infeksi HIV, akan tetapi perjalanan dari waktu ke waktu virus HIV menyebabkan
sel limfosit CD4 semakin turun. Tahap-tahap infeksi HIV meliputi infeksi primer,
penyakit klinis, dan kematian. Durasi antara infeksi primer dan progresi menjadi
penyakit klinis rata-rata sekitar 10 tahun. Masa terjadinya infeksi primer, selama
4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan viremia permulaan, viremia dapat
terdeteksi selama sekitar 8-12 minggu. Virus tersebar luas ke seluruh tubuh
selama masa ini dan menyerang organ limfoid, pada tahap ini juga terjadi
penurunan jumlah sel limfosit CD4 yang beredar secara signifikan. Respon imun
24
terhadap HIV terjadi selama 1 minggu sampai 3 bulan setelah terinfeksi. Viremia
plasma menurun dan level sel CD4 kembali meningkat, tetapi respon imun tidak
mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna dan sel-sel yang terinfeksi HIV
Masa laten klinis ini dapat berlangsung sampai 10 tahun, selama masa ini
banyak terjadi replikasi virus. Siklus hidup virus dari saat infeksi sel sampai
produksi virus baru yang menginfeksi sel berikutnya rata-rata 2,6 hari. Pasien
akan menderita gejala-gejala konstitusional dan gejala klinis yang nyata, seperti
infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang lebih tinggi dapat terdeteksi
dalam plasma selama tahap infeksi lebih lanjut. HIV yang ditemukan pada pasien
dengan penyakit tahap lanjut biasanya jauh lebih virulen dan sitopatik dari pada
strain virus yang ditemukan pada awal infeksi (Jawetz, et al. 2011).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu; kontak seksual,
kontak dengan darah atau secret yang infeksius, ibu ke anak selama masa
kehamilan, persalinan, dan pemberian ASI. HIV berada terutama dalam cairan
tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan
tubuh manusia seperti darah, air mani (semen), cairan vagina, air susu ibu, dan
cairan dalam otak. Virus dalam jumlah kecil terdapat pada air kencing, air mata,
1. Hubungan seksual dengan orang yang mengidap HIV dan AIDS, berhubungan
pelindung kondom
3. Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik secara bersama atau bergantian
4. Ibu hamil yang terinfeksi HIV kepada bayi yang sedang dikandung.
pencegahan ibu ke anak HIV, HIV tidak dapat ditularkan melalui aktivitas
berikut:
1. Bersalaman
2. Berpelukan
4. Penggunaan toilet umum, kolam renang, alat makan atau minum secara
bersama
dinyatakan positif terinfeksi, antara lain 30-70% mereka mengalami gejala seperti
nyeri otot, dan ruam merah di seluruh tubuh. Gejala ini berlangsung selama 2-6
minggu dan akan menghilang dengan sendirinya. Menurut WHO South-East Asia
Regional Office (SEARO) tahun 2014 dalam pedoman nasional tatalaksana klinis
26
11. TB ekstrapulmonar
12. Limfoma
13. Sarkoma kaposi
14. Ensefalopati HIV, ketidakmampuan mental atau disfungsi motorik
15. Co-trimoxazole prophylaxis dapat diberikan karena efektif
16. Klien tidak bangun dari tempat tidur >50% dalam sehari selama 1 bulan
terakhir
Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2011
harapan hidup, dan memelihara kualitas hidup dengan cara menghambat replikasi
virus HIV. Replikasi aktif HIV menyebabkan kerusakan progresif sistem imun
(Imrotul 2010).
(NNRTI) serta inhibitor protease. Terapi ARV dibagi menjadi dua lini yaitu lini
pertama dan lini kedua. Anjuran pemilihan obat ARV lini pertama menurut
(emtricitabine) + Nevirapine)
(emtricitabine) + Efavirenz)
HIV-1 dan dapat bergabung dengan rantai DNA virus yang sedang aktif dan
(Katzung 2004).
NNRTI bekerja dengan cara membentuk ikatan langsung pada situs aktif
terhambat. Golongan ini tidak bersaing dengan trifosfat nukleosida dan tidak
memerlukan fosforilasi untuk menjadi aktif. Golongan ini terdiri dari: Nevirapin,
merupakan satu obat dari golongan protease inhibitor yang sudah ditambahi
(boost) dengan ritonavir. Selama tahap akhir siklus pertumbuhan HIV, produk-
produk gen Gag-Pol dan Gag ditranslasikan menjadi poliprotein dan kemudian
inti virion matang dan protease penting untuk produksi virion infeksius matang
selama replikasi. Obat golongan ini menghambat kerja enzim protease sehingga
mencegah pembentukan virion baru yang infeksius. Golongan ini terdiri dari :
kedua yang direkomendasikan oleh pemerintah yaitu : TDF atau AZT + 3TC +
LPV/r.
Saat yang paling tepat untuk memulai terapi ARV adalah sebelum pasien
jatuh sakit atau munculnya IO yang pertama. Perkembangan penyakit akan lebih
cepat apabila terapi ARV dimulai pada saat CD4 < 200 sel/mm³ dibandingkan bila
terapi dimulai pada CD4 di atas jumlah tersebut. Apabila tersedia sarana tes CD4
maka terapi ARV sebaiknya dimulai sebelum CD4 kurang dari 200 sel/mm³.
Terapi ARV dianjurkan pada pasien dengan TB paru atau infeksi bakterial berat
dan CD4 < 350 sel/mm³. Juga pada ibu hamil stadium klinis manapun dengan
CD4 < 350 sel/mm³ (Departemen Kesehatan 2011). Menurut WHO (2007) dalam
pedoman nasional tatalaksana klinis HIV dan terapi Antiretroviral pada orang
sebagai berikut:
Better Monitoring
diberikan untuk dan oleh orang dalam situasi yang sama. Kelompok dukungan
sebaya meliputi sekumpulan orang yang menghadapi tantangan yang sama, bisa
mengelola pengobatan dan efek samping dengan baik. Pola dukungan KDS
pengalaman, ketan, dan harapan. Pola ini berkembang dengan kegiatan belajar
bersama hingga keterlibatan ODHA lebih luas dalam penyebaran informasi dan
advokasi yang terkait HIV, hal ini juga membantu dalam Strategi Rencana Aksi
oleh orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) karena mereka termasuk program
penularan HIV dan AIDS. Kelompok sebaya sangat diperlukan karena terkadang
ODHA lebih terbuka terhadap teman sebaya daripada keluarga atau yang lainnya.
Peran KDS membantu manajer kasus dalam konsep diri ODHA, maka dibutuhkan
agar ODHA tidak jatuh dalam kondisi yang mengkhawatirkan secara fisik
maupun psikis, dan membantu ODHA dalam pencegahan penularan kepada orang
sehat yang berada disekitarnya. KDS memiliki peran yang bermakna dalam mutu
pencegahan HIV, dan kegiatan positif yang lebih tinggi dibandingkan ODHA
dengan peer group support yang didefinisikan sebagai suatu sistem pemberian
dan penerimaan bantuan dengan rasa hormat, tanggung jawab bersama dan
pengalaman itu. Ada kepercayaan yang lebih dan keterbukaan dengan orang
lain.
3. Dukungan peer group mengasumsikan timbal balik penuh. Tidak ada peran
pembantu statis, meskipun ini tidak mengherankan, timbal balik adalah kunci
kepada remaja untuk menjadi seorang teman yang siap menyertai atau
2. Sebagai orang yang merangsang hal yang positif (positive stimulation). Ketika
moril kepada sahabatnya. Bahkan ia akan hadir secara fisik ketika sahabatnya
tulus.
bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh orang lain. Dengan mengetahui hal
belajar baik secara langsung maupun tidak langsung tentang orang itu, untuk
Teori Health Belief Model (HBM) adalah teori yang dikemukakan oleh
Teori ini muncul didasarkan adanya masalah kesehatan yang ditandai oleh
kerangka konseptual yang mudah dipahami, variabel yang terbatas dan fokus pada
motivasi seseorang terhadap keinginan untuk sehat. Konstruksi HBM terdiri dari
Apabila individu merasa rentan dengan penyakit yang dianggap gawat, maka
adanya manfaat (benefits) yang dirasakan dan juga hambatan (barriers) yang
diperoleh dari pesan-pesan di media massa, nasihat atau anjuran dari teman
Perceveid susceptibility
(acceptance of the
Sociodemographic diagnosis) Perceveid
factors (Age, Individual
Perceveid severity of ill- Threat Behavioral
gender,
health condition
sosioeconomi,
knowledge,
motivation) Perceveid benefits of
action Cues to
action
Perceveid benefits of
action
Perceveid efficacy
Gambar 2.2 Health Belief Models – Revised (Rosenstock, Stecher, & Becker
1998)
Kerangka model diatas menjelaskan dan memprediksi kemungkinan
pekerjaan, dan tingkat pendidikan; faktor sosial psikologis terdiri dari peer group,
kepribadian, dan pengalaman sebelumnya; serta faktor struktural yang terdiri dari
kelas sosial dan akses menuju layanan kesehatan. Persepsi dibedakan menjadi dua
persepsi secara umum yaitu perasaan terancam dan adanya harapan. Perasaan
terancam dirasakan oleh individu apabila dirinya merasa rentan dan merasa
perasaan individu dimana mereka beresiko untuk terkena suatu penyakit yang
individu akan mendapat keuntungan dari tindakan yang akan diambil untuk
dirasakan tinggi, namun tidak ada manfaat yang dirasakan maka kemungkinan
tidak akan ada tindakan yang diambil. Tingginya tingkat ancaman dan manfaat
hambatan mungkin dapat disebabkan oleh adanya biaya, resiko cidera, kesulitan,
menentukan keywords yang terkait dengan topik dan tujuan dari penelitian ini.
database yaitu „peer group support‟ dan „HIV and AIDS‟ dengan database
„HIV and AIDS‟, dan „self acceptance‟ peneliti mencari major academic database
meliputi Google scholar dan Research Gate. Perpustakaan universitas juga terlibat
Keterangan :
Diteliti : :
Tidak diteliti :
40
41
penerimaan diri penderita HIV dan AIDS dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor utama yang dapat mempengaruhi penerimaan diri penderita HIV dan
AIDS yaitu faktor pemodifikasi, persepsi individu, dan isyarat untuk bertindak.
Faktor pemodifikasi terdiri atas faktor demografi yang dapat berupa umur, jenis
juga dapat dari aspek dalam self acceptance yaitu aspek fisik, sosial, psikologis,
dan moral. Perbedaan dari faktor demografi dan aspek dari self acceptance
HIV dan AIDS. Faktor pemodifikasi dan persepsi individu secara langsung dapat
variabel independen dan dependen hanya sekali pada satu waktu (Nursalam,
berhubungan dengan self acceptance penderita HIV dan AIDS berdasarkan teori
Pengukuran
42
43
Variabel X2 2:
Persepsi Kerentanan Uji Hubungan
Variabel X1: Variabel Y:
Faktor pemodifikasi Self Acceptance
Demografi Variabel X2 3:
Persepsi Manfaat
Variabel X2 4:
Persepsi Hambatan
4.2.1 Populasi
Populasi target dalam penelitian ini yaitu penderita HIV dan AIDS dalam
pada penelitian ini yaitu penderita HIV dan AIDS yang aktif mengikuti kegiatan
4.2.2 Sampel
1. Kriteria inklusi
1) Penderita HIV dan AIDS dengan usia produktif (18 - 64 tahun) (BPS,
2016)
2. Kriteria Eksklusi
1) Penderita HIV dan AIDS berusia kurang dari 18 tahun dan lebih dari
64 tahun
oportunistik
4.2.3 Sampling
kerentanan.
45
menentukan ada tidaknya hubungan dari variabel bebas. Variabel dependen pada
Tabel 4.1. Definisi Operasional Analisis Faktor yang berhubungan dengan Self Acceptance Penderita HIV dan AIDS dalam
Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Berdasarkan Teori Health Belief Model di KDS Yayasan Mahameru Surabaya Bulan Juli
2017
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor
Variabel Dependen
Self Acceptance Suatu sikap dalam menilai 1. Sikap dan perilaku didasarkan Kuisioner Ordinal Penilaian dengan skala
diri sendiri dan keadaannya nilai-nilai standar diri tidak likert terdiri dari 1-4
Self Acceptance
secara objektif serta dipengaruhi lingkungan luar yaitu:
menerima segala potensi- 2. Keyakinan dalam menjalani Scale (SAS)
1. Sangat tidak sesuai
potensi yang dimilikinya, hidup
keterbatasan yang disadari 3. Berani bertanggung jawab (STS)
tanpa menimbulkan rasa terhadap perilakunya 2. Tidak sesuai (TS)
malu, rendah diri dari 4. Mampu menerima pujian dan 3. Sesuai (S)
penilaian orang lain kritik secara subjektif 4. Sangat sesuai (SS)
terhadap dirinya 5. Tidak menyalahkan diri atas Skor:
perasaannya terhadap orang 1: SS
lain 2: S
6. Menganggap dirinya memiliki
kemampuan sama dengan 3:TS
orang lain 4:STS
7. Tidak mengharapkan Kategori :
penolakan orang lain - Baik : T ≥ median
8. Tidak menganggap dirinya - Buruk : T ≤ median
berbeda dari orang lain (Denmark 1973)
9. Tidak malu atau rendah diri Coding:
0 = Buruk
47
1 = Baik
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor
Variabel Independen:
Faktor
pemodifikasi
demografi
1. Umur Satuan waktu yang 1 = Dewasa muda (18 – 35 tahun) Pertanyaan dalam Ordinal Dikategorikan menjadi
terhitung sejak tahun lahir 3 = Dewasa tengah (36 – 55 kuisioner :
responden sampai tahun tahun) demografi 1= Dewasa muda
dilaksanakannya 4 = Dewasa akhir (56 – 65 tahun) 2= Dewasa tengah
penelitian 3= Dewasa akhir
2. Jenis Kelamin Gender responden yang 4.1.1.1 Laki- laki Pertanyaan dalam Nominal Dikategorikan menjadi
dibawa sejak lahir 4.1.1.2 Perempuan kuisioner :
demografi 1. Laki-laki
2. Perempuan
3. Pendidikan Jenjang pendidikan 1. Lulus SD/MI Pertanyaan dalam Ordinal Dikategorikan menjadi:
terakhir yang ditempuh 2. Lulus SMP kuisioner 1. Lulus SD/MI
responden 3. Lulus SMA demografi 2. Lulus SMP
4. Lulus Diploma/Sarjana 3. Lulus SMA
5. Lainnya 4. Lulus
Diploma/Sarjana
5. Lainnya
4. Pekerjaan Pencaharian yang Jenis pekerjaan responden Pertanyaan dalam Nominal Dikategorikan menjadi:
dijadikan pokok kuisioner 1. PNS/TNI/POLRI
penghidupan atau sesuatu demografi 2. Swasta
yang diperoleh untuk 3. Tidak Bekerja
mencari nafkah 4. Lainnya
48
Baik : 76-100%
Cukup : 56-75%
Kurang : ≤ 55%
6. Dukungan Sumber emosional, 1. Dukungan sosial keluarga Pertanyaan dalam Nominal Dikategorikan menjadi:
sosial informasional, atau 2. Dukungan sosial teman sebaya kuisioner 1: Dukungan sosial
pendampingan yang 3. Dukungan sosial teman sebaya demografi keluarga
diberikan oleh orang- dan keluarga 2: Dukungan sosial
orang disekitar individu teman sebaya
untuk menghadapi setiap 3: Dukungan sosial
permasalahan dan krisis teman dan keluarga
yang terjadi dalam
kehidupan
Persepsi individu
Persepsi Pendapat subjektif 1. Penyakit dapat menyebabkan Kuisioner Ordinal Skoring terdiri dari 4:
keseriusan responden tentang kematian 1: Sangat tidak setuju
keseriusan dari penyakit 2. Penyakit lebih buruk dari 2: Tidak setuju
penyakit kronis lainnya 3: Setuju
3. Penyakit dapat menyebabkan 4: Sangat setuju
keluarga ikut sakit Persepsi (+) : T ≥
4. Penyakit merupakan penyakit median data = 1
terburuk yang pernah diderita Persepsi (-) : T ≤
49
median data = 0
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor
Persepsi Pendapat subjektif 1. Mengetahui resiko akibat Kuesioner Ordinal Skoring terdiri dari 4
kerentanan responden tentang resiko terkena HIV dan AIDS yaitu:
terkena penyakit HIV dan 2. Mengetahui mengenai 1: Sangat tidak setuju
AIDS pengobatan untuk mengurangi 2: Tidak setuju
paparan virus 3: Setuju
3. Mengetahui resiko akan 4: Sangat setuju
diasingkan oleh masyarakat Persepsi (+) : T ≥
4. Penyakit akan sulit untuk median data
sembuh Persepsi (-) : T ≤
median data
Coding :
0 = Persepsi Negatif
1 = Persepsi Positif
Persepsi Pendapat subjektif 1. Penggunaan kontrasepsi untuk Kuesioner Ordinal Skoring terdiri dari 4
manfaat responden tentang mengurangi resiko penularan yaitu:
keuntungan yang diperoleh 2. Konsumsi obat ARV 1: Sangat tidak setuju
dari pencegahan penularan mengurangi timbulnya gejala 2: Tidak setuju
HIV 3. Penerimaan status HIV dapat 3: Setuju
mengurangi stress 4: Sangat setuju
4. Pola gaya hidup sehat Persepsi (+) : T ≥
median data
Persepsi (-) : T ≤
median data
Coding :
0 = Persepsi Negatif
1 = Persepsi Positif
50
(Denmark 1973). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lia (2016)
penerimaan diri sebesar 0,888 dengan dua kali putaran yang berarti alat ukur
dengan 4 pilihan jawaban yaitu: (1) Sangat Tidak Sesuai = STS, (2) Tidak
Sesuai = TS, (3) Sesuai = S, (4) Sangat Sesuai = SS. Peneliti membagi dua
menggunakan bobot nilai, proses input data diberi coding dengan T ≥ median
data (Baik) = 1 dan T < median data (Buruk) = 0 . Skala penerimaan diri
memberikan jawaban dengan cara memberi tanda (√) pada kotak yang
tersedia
pengembangan dari domain teori Health Belief Model, terdiri dari persepsi
setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju). Proses input data diberi coding dengan
(2012) dalam Maziya (2016) instrumen ini telah digunakan untuk meneliti
0,78).
dipakai dalam penelitian ini adalah validitas konstruk, yaitu konsep validitas dari
konstruksi teoritik tentang variabel yang akan diukur oleh jenis alat ukur.
Konstruksi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu self acceptance. Pengujian
validitas alat ukur ini dilakukan dengan cara menghubungkan tiap skor pada item
skor item instrument. Oleh karena itu, untuk mendapatkan koefesien korelasi antar
skor item dengan skor total digunakan teknin korelasi product moment dari
Pearson. Pelaksanaan uji coba alat ukur telah dilakukan oleh peneliti kepada 43
54
partisipan penderita HIV dan AIDS. Item instrument dianggap valid dengan
sebuah alat ukur dapat ditunjukkan ketika sebuah alat ukur yang digunakan
instrument penelitian ini diukur dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach. Uji
coba yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji coba terpakai, dimana
pengukuran hanya dilakukan satu kali dan langsung pada subjek penelitian. Hasil
uji coba tersebut juga digunakan dalam analisis data pada penelitian ini.
sampai 1.00. semakin tinggi koefesien reliabilitas mendekati angka 1.00 berarti
mendekati angka 0 maka semakin rendah reliabilitasnya. Dari uji reliabilitas yang
dilakukan oleh peneliti diperoleh koefesien sebesar 0,716 sehingga skala ini
reliabel untuk digunakan dalam penelitian ini dan pada alat ukur self acceptance
ini ada 11 item yang gugur karena memiliki nilai correceted item-total correlation
dibawah 0,3.
1. Tahap administratif
laik untuk dilakukan atau tidak. Uji etik dilakukan untuk mengusahakan
dilakukan oleh KDS Yayasan Mahameru dan dilakukan dua kali pengambilan
data yaitu pada tanggal 24-25Agustus 2017 pukul 09.00 WIB, hari pertama 20
mundur jika tidak bersedia menjadi responden penelitian ini, setelah itu
responden diberikan waktu untuk bertanya jika ada yang belum paham terkait
dengan poin-poin pada kuisioner. Data yang terkumpul dicatat dalam lembar
pengumpulan data.
57
Data yang terkumpul melalui kuisioner pada penderita HIV dan AIDS
1. Tahap Persiapan
1) Coding, yaitu pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri dari
3. Scoring, yaitu pemberian skor dalam setiap option jawaban pada setiap item
dengan self acceptance penderita HIV dan AIDS dalam kelompok dukungan
Data yang dihasilkan pada penelitian ini merupakan data kategorikal yang
diperoleh dari analisis penerimaan diri (self acceptance) penderita HIV dan
frekuensi dan proporsi. Uji statistik regresi logistic dan pearson’s correlation
interval) sebesar 95% dengan alpha (α) = 5% atau 0,05. Jika hasil uji statistik
(p value) kurang dari sama dengan α (p ≤ 0,05) maka hipotesis diterima atau
Pusrposive sampling
Menganalisis data hasil dari pengukuran tingkat Self Acceptance Scale, faktor
pemodifikasi dan persepsi individu dengan menggunakan Uji Regresi Logistik dan
pearson’s correlation untuk mengetahui hasil signifikasi dari pengujian (p ≤ 0.05)
Penelitian ini telah dilakukan uji etik dan dinyatakan lolos yang dilakukan
1. Informed consent
2. Autonomy
menetukan keputusan sendiri apakah bersedia atau tidak bersedia atau tidak ikut
3. Anonimity
tidak akan mencatumkan nama responden pada kuesioner yang di isi oleh
4. Confidentialy
kerahasiaanya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan
pada hasil riset. Peneliti manjaga kerahasian responden dengan isian nama pada
informed consent hanya menggunakan nama (inisial) bukan nama lengkap, isian
60
dipandu oleh peneliti tanpa melibatkan orang luar penelitian, pengisian diawasi
Mahameru Surabaya.
5. Freedom
Perilaku tanpa tekanan dari luar, memutuskan sesuatu tanpa tekanan atau
paksaan pihak lain, berarti responden bebas menentukan pilihan yang menurut
atau menolak asuhahan keperwatan yang diberikan namun pada penelitian ini,
Maleficience)
1. Nonmaleficience
2. Beneficience
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain dan secara aktif
3. Keadilan (Justice)
dengan klien, yang dilakukan oleh peneliti dengan sama dan adil. Keadilan dalam
61
penaganan yang sama dan adil, dengan memberikan kesempatan yang sama dan
penelitian luar negeri. Faktor perbedaan budaya yang digunakan oleh orang luar
negeri berbeda dengan orang Indonesia, sehingga poin-poin yang terdapat dalam
Ardhiyanti, Y. Lusiana, N. Megasari, K., 2015. Bahan Ajar AIDS pada Asuhan
Kebidanan. Deepublish, Yogyakarta
Azwar, S., 2011. Reliabilitas dan Validitas Edisi Ketiga. Pustaka Belajar,
Yogyakarta
Coe, Antoinette PharmD, et. al., 2012. The Use of the Health Belief Model to
Assess Predictors of Intent to Receive the Novel (2009) H1N1 Influenza
Vaccine. Innovations in pharmacy. Vol. 3 No. 2 Article 74
Cutrona, C.E & Russell, D. W., 1987. The Provisions of Social Relationships and
Adaptation to Stress. Literature W.H. Jones & D. Parlman (Eds. 2) Advances
in Personal Relationship (Vol. 1). Greenwich, CT, JAI Press, Inc.
Depkes RI., 2011. Profil Kesehatan Indonesia di Tahun 2011. Jakarta: Kemenkes
Dyagustin & Listyani., 2015. Konstruksi Orang dengan HIV &AIDS (ODHA)
Tentang Penyakit HIV & AIDS di Kelompok Dukungan Sebaya Jombang Care
Center Kabupaten Jombang.Thesis. Universitas Indonesia, Jakarta
Edberg, M., 2009. Buku Ajar Kesehatan Masyarakat Teori Sosial dan Perilaku.
Jakarta: EGC
Febri, Ragillia I., 2015. Analisis Faktor Dominan Perilaku Tes HIV Berdasarkan
Teori Health Belief Model Pada Ibu Hamil di Puskesmas Mulyorejo Surabaya.
Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya
Glanz, K., Rimer, B. & Vishwanath, K., 2008. Health Behaviour and Healrh
Education: theory & Practice. New Jersey: Pearson Education, Inc
Griffin, Marry., 2011. Health Belief Model, Social Support, and Intent to Screen
for Colorectal Cancer in Older African American Men. Dessertation of
Faculty of the Graduate School at the University of North Carolina at
Greesboro.
H. J, Lee., 2015. Peer supporter experiences of home visits for people with HIV
infection.
Heather Z.S., 2001. Group Worok with HIV/AIDS- Affected Children, Adolescent
and Adults: A curriculum guide. Washington DC: Family Ties Project
Imrotul, H., 2010. Studi Kasus Tentang Konsep Diri pada Orang dengan
HIV/AIDS. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Malang
Janz, K., Champion, V.L & Strecher, V.J., 2002. The Health Belief Model in K.
Glanz, B.K Rimer & F.M Lewis. “Health Behavioral and Health Education:
Theory, Research, and Practice”. San Fransisco: Jossey-Bass
Jawetz, Melnick, and Adelberg‟s. 2011. Medical Microbiology, Edisi 23. Jakarta:
Johan, Tri., Tavip D. W., Joko Pitoyo., 2015. Peran Kelompok Dukungan Sebaya
(KDS) dan Kepatuhan Minum Obat pada ODHA. Jurnal Pendidikan
Kesehatan Vol 4 (1), 64-69
Lia, Novita S., 2016. Perbedaan Penerimaan Diri Remaja Akhir Terhadap
Perceraian Orang Tua Ditinjau Dari Locus of Control. Skripsi. Universitas
Airlangga
Maziya. Nur., 2016. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup
Penderita Kusta Berbasis Teori Health Belief Model (HBM) di Puskesmas
Surabaya Utara. Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya
Mead, S dan Cheryl MacNeil., 2005. Peer Support: A Systematic Approach. hal
2-