Anda di halaman 1dari 97

STUDI KASUS

UPAYA MENINGKATKAN PERSEPSI DIRI (HARGA DIRI RENDAH)


PADA PASIEN AIDS DI RUANG WIJAYA KUSUMA B
RSUD Dr. SOEDONO MADIUN

Disusun Oleh:

1. Dewi Agustina (470115007)


2. Ela Nur Khamdah (470115009)
3. Ida Karisma (470115015)
4. Nurul Khotimah (470115024)
5. Risya Kurnia Rahmawati (470115030)

AKADEMI KEPERAWATAN DR.SOEDONO MADIUN


TAHUN 2016/2017

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era globalisasi seperti sekarang ini, semakin meningkatnya ilmu

pengetahuan dan teknologi yang ada di seluruh penjuru dunia ternyata juga

dibarengi dengan meningkatnya berbagai penyakit menular, penyakit tidak

menular atau degeneratif dan timbulnya berbagai penyakit baru. Ini termasuk

dampak negatif dari gaya hidup masyarakat jaman sekarang. Mengabaikan status

kesehatan dan masuk dalam kenakalan remaja seperti konsumsi alkohol, narkoba

dan pergaulan bebas misalnya. Keadaan ini membuka peluang mobilitas

penduduk usia produktif dengan kemungkinan membawa penyakit. Human

Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome

(AIDS) merupakan salah satu penyakit yang dipengaruhi oleh faktor perilaku atau

gaya hidup.

Diantara berbagai virus yang telah dikenal saat ini, yang dianggap paling

berbahaya adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan

penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). HIV merupakan virus

yang menyerang sistem kekebalan tubuh orang yang dijangkitinya. Sedangkan

AIDS merupakan kumpulan simptom yang terjadi karena terjangkit HIV

(Sarafino, 1998). Sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat melawan

virus tersebut. Para ahli berusaha mendapatkan obat untuk mengatasi AIDS dan

obat itu disebut sebagai Antiretroviral (ARV). Namun, ternyata obat ini tidak

dapat menyembuhkan AIDS, hanya dapat memperlambat reproduksi HIV pada

tahap awal (Taylor, 1995). Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh
menyebabkan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) amat rentan dan mudah

terjangkit bermacam-macam penyakit (Nursalam, 2008).

Hasil penelitian Sasanti (2006), ditemukan masalah psikososial yaitu

penurunan persepsi diri terutama pada harga diri rendah karena kurangnya

dukungan yang disebabkan oleh masih adanya stigma di masyarakat terkait

dengan penularan HIV/AIDS. Hasil penelitian Kodja (2010), menunjukkan bahwa

sebagian besar klien di BPRS Dadi Makassar yang mengalami gangguan konsep

diri adalah harga diri rendah sebesar 60%. Respon sosial dan emosional yang

maladaptif sering sekali terjadi dalam kehidupan sehari-hari, khususnya sering

dialami pada ODHA menarik diri. Sikap lingkungan dalam penelitian ini setelah

terkena HIV/AIDS adalah tidak bersahabat, ada yang berkata-kata menyakitkan,

ada yang mendiamkan dengan tidak menegur dan menyapa, curiga dan

mengisolasi ODHA. Adanya stigma-stigma itu memunculkan sikap-sikap

diskriminatif. Adanya stigma yaitu reaksi sosial terhadap ODHA yang jelek

muncul karena penyakit ini berkaitan dengan perilaku homoseksual dan pemakai

narkoba suntik sehingga ODHA dianggap tidak bermoral. Sesungguhnya bukan

hanya hal tersebut penyebab penularan HIV/AIDS, namun juga dapat ditularkan

oleh ibu pada bayinya, darah yang tercemar HIV/AIDS dan pemakaian alat

kesehatan yang tidak steril.

AIDS menduduki peringkat ke-4 penyebab kematian pada orang dewasa di

seluruh dunia. AIDS juga menyebabkan usia harapan hidup turun lebih dari 10

tahun di beberapa negara (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2009).

Berdasarkan data dari Joint United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS)

tahun 2008, terdapat 33,4 juta penderita HIV di dunia dengan prevalensi pada
anak-anak <15 tahun sebanyak 2,1 juta orang. Di Afrika 22,4 juta orang menderita

menderita HIV/AIDS, di Amerika Utara, Eropa Tengah dan Eropa Barat terdapat

2,3 juta penderita dan di Asia terdapat 4,7 juta orang terinfeksi HIV.

Di Indonesia, AIDS pertama kali dijumpai pada bulan April tahun 1987.

Data situasi perkembangan HIV & AIDS di Indonesia yang dilaporkan oleh

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan bahwa sampai dengan

Juni 2011 secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan adalah 26.483

kasus. Kasus HIV/AIDS di Indonesia telah dilaporkan terus mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Kasus HIV tahun 2010 sebanyak 21.591 kasus,

tahun 2011 sebanyak 21.031 kasus, tahun 2012 sebanyak 21.511 kasus, dengan

kumulatif sampai dengan Maret 2013 sebanyak 103.759 kasus. Provinsi Jawa

Timur merupakan provinsi dengan kasus HIV terbanyak ke dua setelah DKI

Jakarta dengan jumlah 13.599 kasus. Prevalensi tertinggi HIV dilaporkan pada

kelompok usia 25-49 tahun yaitu sebesar 74,2% (Kemenkes RI, 2013).

Di wilayah Kota dan Kabupaten Madiun, 80% penderita HIV/AIDS akibat

pengguna napza suntik (Penasun). Penularan HIV/AIDS di Kabupaten Madiun

cenderung disebabkan transmisi seksual, penggunaan narkoba dengan jarum

suntik dan kelahiran. Penderita HIV/AIDS di Kabupaten Madiun pada Januari

2015 sampai November 2015 berjumlah 81 orang dan 17 diantaranya meninggal

dunia (Madiunpos, 2015).

Keyakinan diri yang rendah pada penderita HIV/AIDS akan menyebabkan

penderita mengalami hipocondria, penderita seringkali memikirkan kehilangan,

kesepian dan perasaan berdosa atas segala yang dilakukannya sehingga


menyebabkan mereka kurang menitikberatkan langkah-langkah penjagaan

kesehatan dan kerohanian mereka (Abdullah, 2008).

Harga diri pada pasien HIV/AIDS mempunyai peranan penting dalam

proses perawatan seperti yang diungkapkan oleh Stuart dan Sundeen self estem

(Harga Diri) adalah perilaku tentang nilai individu menganalisa kesesuaian

perilaku dengan ideal diri yang dapat diperoleh melalui orang lain dan diri sendiri.

Aspek utama harga diri adalah dicintai, disayangi, diasihi dan mendapat

penghargaan dari orang lain. Harga diri rendah apabila kehilangan kasih sayang

atau cinta kasih dan penghargaan diri dari orang lain, serta adanya hubungan

interpersonal yang buruk. Sebaliknya, individu akan merasa hidupnya bermakna

jika diterima dan diakui orang lain. Hal ini akan menumbuhkan perasaan harga

diri yang tinggi (Sunaryo, 2013).

Motivasi berupa dukungan sosial mempunyai pengaruh yang sangat tinggi

dalam mempertahankan harga diri. Individu yang termasuk dalam memberikan

dukungan sosial meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga,

teman, tim, atasan dan konselor (Nursalam, 2008).

Selain keluarga, peran perawat sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan

masalah tersebut dengan memberikan pelayanan keperawatan karena perawat

merupakan tenaga kesehatan yang paling sering kontak dengan pasien. Disamping

memberian perawatan sesuai prosedur, perawat merupakan faktor yang

mempunyai peran penting pada pengelolaan stres. Perawat dapat memberikan

kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan negatif, memberikan

umpan balik atas perilakunya, memberikan rasa percaya dan keyakinan, serta

memberi informasi yang diperlukan pasien (Nursalam, 2008).


Berdasarkan masalah diatas, penulis memiliki ketertarikan untuk menyusun

karya tulis ilmiah dengan judul Upaya Meningkatkan Persepsi Diri (Harga Diri

Rendah) Pada Pasien AIDS.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

pertanyaan masalah sebagai berikut, Bagaimana upaya meningkatkan persepsi

diri (harga diri rendah) pada pasien AIDS?


1.3 Tujuan Studi Kasus
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana upaya meningkatkan peresepsi diri (harga diri rendah)

pada pasien AIDS.


1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik pasien AIDS yang mengalami gangguan

persepsi diri (harga diri rendah).


2. Mengidentifikasi upaya meningkatkan persepsi diri (harga diri rendah) pada

pasien AIDS.
3. Mengevaluasi upaya meningkatkan persepsi diri (harga diri rendah) pada

pasien AIDS.
1.4 Manfaat Studi Kasus
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan keterampilan peneliti tentang teori

dan aplikasi terhadap upaya meningkatkan persepsi diri (harga diri rendah)

pada pasien AIDS.


2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam

pengembangan bahan pembelajaran khususnya dalam upaya meningkatkan

persepsi diri (harga diri rendah) pada pasien AIDS.


3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dijadikan bahan pertimbangan dan rujukan dalam mengadakan

penelitian lebih lanjut tentang teori dan aplikasi meningkatkan persepsi diri

terutama harga diri rendah pada pasien AIDS.


1.1 Manfaat Praktis
Bagi keperawatan adalah sebagai referensi perawat dalam dalam meningkatkan

persepsi diri (harga diri rendah) pada pasien AIDS.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan membahas tentang konsep harga diri dan harga diri

rendah, konsep HIV/AIDS dan konsep asuhan keperawatan pada klien AIDS

dengan masalah harga diri rendah

2.1 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh

manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis,

yang tentunya bertujuan mempertahankan kehidupan kehidupan dan kesehatan.


Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam teori Hirarki

meyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar.


Menurut Maslow Hierarki kebutuhan dasar manusia ada lima tingkat yang

berbeda antara lain :


1. Kebutuhan Fisiologis
Maslow percaya pada bahwa kebutuhan ini adalah kebutuhan paling dasar dan

naluriah karena semua kebutuhan menjadi sekunder sampai kebutuhan-

kebutuhan fisiologis terpenuhi.


2. Kebutuhan Keamanan
Ini termasuk kebutuhan untuk keselamatan dan keamanan yang penting untuk

kelangsungan hidup, tetapi mereka tidak terlalu besar seperti kebutuhan

fisiologis.

3. Kebutuhan Sosial
Hubungan seperti persahabatan, keluarga membantu memenuhi kebutuhan ini

untuk persahabatan dan penerimaan, seperti halnya keterlibatan dalam sosial

dan komunitas.
4. Kebutuhan Self Esteem
Ini termasuk kebutuhan untuk hal-hal yang merefleksikan harga diri, nilai

pribadi, pengakuan sosial, dan prestasi


5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Ini adalah tingkatan tertinggi dari hierarki kebutuhan Maslow, berkaitan

dengan pertumbuhan pribadi, kurang peduli dengan pendapat orang lain, dan

tertarik memenuhi potensi mereka.

2.2 Konsep Dasar Harga Diri


2.2.1 Pengertian Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan

menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Fekuensi pencapaian

tujuan akan menghasilkan harga diri rendah atau tinggi. Jika individu selalu

sukses maka cenderung harga diri tinggi tetapi apabila individu sering gagal maka

cenderung memiliki harga diri rendah (Sujono, 2009)


2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri, diantaranya :
1. Diri sendiri
Kita dapat mempertinggi atau memperendah self-esteem sesuai dengan

perasaan kita sendiri.


2. Jenis kelamin
Beberapa penelitian membuktikan nahwa wanita cenderung memiliki harga diri

rendah daripada pria, seperti merasa khawatir dengan kemampuannya,

kepercayaan diri yang kurang, atau merasa harus dilindungi


3. Kondisi fisik
Individu dengan kondisi fisik yang menarik cenderung memiliki harga diri

yang tingggi daripa dengan kondisi fisik yang kurang menarik


4. Inteligensi
Individu yang memiliki skor inteligensi yang tingggi cnderung memiliki harga

diri yang tingggi dibandingkan dengan individu yang memiliki skor yang

rendah
5. Lingkungan keluarga
Mereka yang berasal dari keluarga yang bahagia, akan memiliki harga diri

yang tinggi karena mengalami oerasaan nyaman yang berasal dari penerimaan,

cinta, kasih sayang, dan tanggapan positif orang tua. Sedangkan mereka yang

berasala dari keluarga yang harmonis akan cenderung memiliki harga diri yang

rendah.
6. Lingkungan sosial
Kesuksesan dalam harga diri tinggi dapat timbul dari pengalaman dlam

lingkungan, keberhasilan dalam bidang tertentu, kompetisi, dan nilai kebaikan

di dalam lingkup sosial bermasyarakat.


2.2.3 Definisi Harga Diri Rendah
Menurut Depkes RI tahun 2000, harga diri rendah merupakan perasaan

negatif terhadap diri sendiri termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga,

tidak berguna, tidak berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa (NANDA

NIC-NOC, 2015).
2.2.4 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Adanya penolakan dari orang tua sehingga anak merasa tidak berguna dan

dicintai
b. Kurangnya oengakuan dan pujian dari orang tua, keluarga mapun orang

terdekat dengan individu yang bersangkutan


c. Individu yang selalu dituntut untuk berhasil
d. Tidak mempunyai hak untuk salah dan gagal
e. Anak dapat menghakimi dirinya sendiri dan hilangnya rasa percaya diri
2. Faktor presipitasi
a. Gangguan fisik dan mental salah satu anggota keluarga sehinga keluarga

merasa malu
b. Pengalaman traumatik berulang seperti penganiayaan seksual dan

psiologis, aniaya fisik, kecelakaan, bencana alam, dan perampokan.

2.2.5 Manifestasi Klinis


1. Perasaan malu terhadap diri sendiri, individu mempunyai perasaan kurang

percaya diri
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, individu yang selalu gagal dalam

meraih sesuatu
3. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri, lebih suka menyendiri dan

tidak ingin bertemu dengan orang lain


4. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
5. Sukar mengambil keputusan, ingung dan ragu-ragu dalam bertindak
6. Kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, lebih

banyak menunduk
2.2.6 Penatalaksnaan
1. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan

orang lain. Maksudnya agar tidak mengasingkan diri lagi karena bila

menarik diri terus-menerus akan menjadi kebiasaan yang akan sulit

disembuhkan.
2. Terapi aktivitas kelompok
Aktivitas kelompok merupakan terpai yang efektif dapat menimbulkan

stimulasi terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan


secara kelompok sehingga mengajari penderita agar bisa menyelesaikan

masalah secara bersama-sama.


2.2.7 Psikososial pasien AIDS

Stigma dan diskriminasi membuat orang tidak berani untuk melakukan

tes HIV. Orang yang telah melakukan perilaku berisiko yang tidak berani

melakukan tes tidak akan mendapat kepastian tentang statusnya, sehingga

apabila ternyata mereka telah terinfeksi virus HIV, berarti perilaku berisiko yang

telah mereka lakukan selama ini maupun yang akan datang tanpa mereka sadari

telah menularkan virus HIV ke banyak orang (Kemenkes RI, 2012). Stigma dan

diskriminasi tentang HIV/AIDS menimbulkan efek psikologi yang berat pada

ODHA karena menyebabkan terjadinya depresi, kurangnya penghargaan diri,

keputusasaan dan sebagian sampai melakukan bunuh diri (Komunitas AIDS

Indonesia, 2010)

Stigma dari lingkungan sosial dapat menghambat proses pencegahan dan

pengobatan. ODHA akan cemas terhadap diskriminasi sehingga tidak mau

melakukan tes. ODHA dapat juga menerima perlakuan yang tidak semestinya,

sehingga menolak untuk membuka status mereka terhadap pasangan atau

mengubah perilaku mereka untuk menghindari stigma. ODHA akhirnya tidak

mencari pengobatan dan dukungan, juga tidak berpartisipasi untuk mengurangi

penyebaran, karena khawatir akan mendapatkan stigma dan diskriminasi dari

masyarakat (Pelangi, 2012).


Penderita HIV/AIDS sangat mudah merasa bersalah dan menerima

penolakan dari sekitarnya, hal ini disebabkan karena anggapan bahwa tingkah

laku mereka dapat membahayakan orang lain. Emosi yang berkaitan dengan

menularkan kuman berbahaya dapat membuat pasien merasa seperti dibuang.


Ketakutan yang irasional dan respon yang negatif dari masyarakat merupakan

msalah yang setiap hari secara terus-menerus harus dihadapi pasien, keluarga,

dan kelompok pendukung.

2.3 Konsep Dasar HIV / AIDS


2.3.1 Pengertian HIV/AIDS
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human

Immunodeficiency Virus (HIV). HIV menyerang sistem imun yaitu limfosit T

helper yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel

lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi. Seseorang yang terinfeksi

oleh virus HIV atau dalam kondisi AIDS disebut dengan istilah Orang Dengan

HIV AIDS (ODHA) (Depkes RI, 2006). Infeksi HIV memiliki perjalanan

penyakit yang kronik dan progresif dengan sedikit atau bisa tanpa gejala.

Munculnya syndrom AIDS erat hubungannya dengan penurunan zat kekebalan

tubuh yang prosesnya sekitar 5 sampai 10 tahun setelah seseorang terinfeksi oleh

HIV (Rampengan, 2007).


2.3.3 Etiologi
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem

kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang oleh penyakit lain yang dpat

berakibat fatal.
Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV. Dewasa ini dikenal

juga dua tipe HIV yaitu HIV -1 dan HIV-2. Sebagian besar infeksi disebabkan

HIV-1, sedangkan infeksi oleh HIV-2 didapatkan di Afrika Barat . Infeksi HIV-1

lebih mudah dutularkan dan masa mulai infeksi (masuknya virus ke dalam tubuh

) sampai timbulnya penyakit lebih pendek (Nursalam, 2008).


2.3.3 Klasifikasi
Menurut CDC (Centre for diasease control and prevention) klasifikasi dari

HIV/AIDS sebagi berikut:


1. Katergori klinis A
Infeksi HIV tanpa gejala, limfadenopati generalisata yang menetap, dan

infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat

infeksi HIV akut

2. Kategori klinis B
Terdiri atas koindisi dengan gejala dan memenuhi paling sedikit satu hari

dari beberapa kriteria sebagai berikut : Kandidiasis orofaringeal,

kandidiasis vulvavaginalis, displasia leher rahim, demam 38,5 C, diare

lebih dari satu bulan, herpes zoster, radang panggul, neuropati perifer
3. Kategori klinis c
Pada tahap ini individu yang terinfeksi HIV menunjukkan perkembangan

infeksi dan keganansan yang mengancam hidupnya antara lain:

Kandidiasis bronki dan paru, kandidiasis esophagus, kanker leher rahim,

invasif, herpes simplex dan ulkus lebih dari dari satu bulan, sarkoma

kaposi, pneumonia yang berulang, toxoplasmosis di otak.


2.3.4 Tanda Dan Gejala HIV/AIDS
Menurut Nursalam (2008), tanda dan gejala HIV/AIDS adalah sbebagai

berikut :
1. Gejala Mayor
a. Penurunan berat badan lebih dari 10%
b. Demam memanjang atau lebih dari satu bulan
c. Diare kronis
d. Tuberkulosis
2. Gejala Minor
a. Kandidiasis orofaringeal
b. Batuk menetap lebih dari satu bulan
c. Berkeringat malam hari
d. Kelemahan tubuh
e. Hilang nafsu makan
f. Infeksi kulit generalisata
g. Sarkoma kaposi
h. Herpes Zoster
2.3.5 Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik (sel imun) adalah sel yang

terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi di


kelenjar limfe, limpa dan sumsung tulang. HIV menginfeksi sel melalui

pengikatan degan protein perifer CD4, dengan bagian virus yang bersesuaian

yaitu antigen grup 120. Pada sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun,

maka HIV menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan

banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer

penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.


Dengan menurunnya jumlah sel T4 , maka sistem imun seluler makin

lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan

menurunnya fungsi sel T penolong.


Seseorang yang terinfeksi HIV dapat tetap tidak memperlihatkan gejala

selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari

sekitar 1000 sel/ml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300/ml darah,

2-3 tahun setelah terinfeksi.


Sewaktu T4 mencapai kadar ini, gejal-gejala infeksi seperti Herpes

Zoster sering muncul, jumlah T4 menurun akibat timbulnya penyakit baru

yang akan menimbulkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang

parah.. Seseorang didiagnosis mengidap AIDS apabila telah terjadi infeksi

oportunistik, kanker atau dimensia AIDS (Brunner & Sudarth, 2002).


2.3.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan cara:
1. Cara langsung ayitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan

menggunakan mikroskop elektron dan deteksi antigen virus.


2. Secara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik

tes, misalnya:
a. ELISA , sensitivitasnya tinggi biasanya memberikan hasil

positif 2-3 bulan sesudah infeksi.


b. Imunofivoresceny assay(IFA)
c. Radio Imuno Praecipitation Assay (RIPA)
d. Western Blot, mutlak dperlukan untuk monfirmasi hasil

pemeriksaan ELISA positif


2.3.7 Penatalaksanaan
Menurut Nursalam (2008), penatalaksanaan HIV/AIDS sebagai

berikut :
1. Meningkatkan satus gizi
Bertujuan untuk mempertahankan kekuatan tubuh dan berat badan,

mengganti kehilangan vitamin dan mineral, meningkatkan fungsi

sistem imun, meningkatkan respon terhadap pengobatan, menjaga

agar tetap dapat aktif dengan terpenuhinya nutrisi.


2. Pendidikan untuk mengurangi alkohol dan obat terlarang, makan-

makanan sehat, hindari stres, gizi yang kurang dan obat-obatan

yang mengganggu sistem imun


3. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel

T dan mempercepat replikasi HIV


Komplikasi
Menurut Smeltzer (2002), komplikasi penderita HIV/AIDS antara lain:
1. Neurologik
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung pada sel saraf,

berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,

kelemahan, disfasia, hipoglikemia, dan meningitis atau ensefalitis.


2. Oral Lesi
Karena kandida, herpes zoster, sarkoma kaposi, HPV oral,

penurunan berat badan, keletihan dan cacat.


3. Gastrointestinal
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,

limpoma, sarkoma kaposi dengan efek penurunan berat badan,

anoreksia, demam, dan dehidrasi.


4. Hepatitis
Karena bakteri dan virus, limpoma, obat illegal,dan alkoholik.
5. Penyakit Anorektal
Karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai

akibat infeksi
6. Respirasi
Infeksi karena virus influenza, pneumococcus, strongiloides yang

berefek batuk, nyeri, hipoksia dan gagal napas.


2.3.8 Pencegahan
1. Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato, dan sebagainya
2. Mencegah infeksi ke janin / bayi baru lahir
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang

tidak jelas satus HIV nya


4. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah

berhubungan seks terkahir yang tidak terlindungi


5. Melakukan seks dengan pasangan yang tidak terinfeksi
2.4 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan

dalam praktik keperawatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap

yaitu : pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi

(Iyer et al., 1996 dalam buku Nursalam, 2009).


2.4.1 Pengkajian
1. Identitas umum
a. Nama: nama klien dikaji untuk membedakan pasien satu

dengan pasien yang lain


b. Usia kasus HIV/AIDS banyak terjadi pada usia produktif (15-

45 tahun).
c. Jenis kelamin kasus HIV/AIDS lebih banyak pada laik-laki.
d. Suku bangsa ras kulit hitam mempunyai angka kematian yang

lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih, hal ini

berkaitan dengan keterlambatan diagnosis dengan cara

membandingkan dengan orang yang terdiagnosis AIDS lebih

dini.
2. Riwayat perawatan
a. Alasan MRS /keluhan utama yang biasa dirasakan oleh

penderita AIDS dengan gangguan harga diri rendah adalah

karena perubahan pada dirinya atas perkembangan penyakitnya

yang menyebabkan terjadinya penolakan oleh orang tua dan

diskriminasi dari adanya stigma masyarakat tentang

penyakitnya.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada bagian ini dijelaskan secara rinci menegenai keadaan

yang sedang dialami oleh pasien AIDS dengan gangguan harga

diri rendah, meliputi keluhan, akibat keluhan, faktor yang

memperberat, upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi

keluhan lainnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji bagaimana status kesehatan keluarga, apakah ada

anggota keluarga yang juga menderita HIV/AIDS, karena

penularan penyakit ini salah satunya melalui persalinan dari

ibu ke bayi (Nursalam, 2008)


3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1) Pengetahuan tentang penyakit sekarang : menguraikan

mengenai penyakit yang sedang diderita saat ini.


2) Riwayat kesehatan sebelumnya : menguraikan mengenai

riwayat apakah sebelumnya klien dirawat dirumah sakit

atau tidak, bagaimana riwayat pengobatan klien

sebelumnya, apakah klien menderita penyakit oportunistik

(penyakit atau infeksi yang disebabkan organisme yang

biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan

sistem imun yang normal, tetapi dapat menyerang orang

dengan kekebalan tubuh yang buruk ) yang biasa diderita

oleh pasien dengan HIV/AIDS (Wikipedia.org)


3) Perlindungan kesehatan yang telah dilakukan
a) Melakukan abstinensi seks/ melakukan hubungan

seksual dengan pasangan yang tidak terinfeksi.


b) Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato, dan

sebagainya
c) Mencegah infeksi ke janin / bayi baru lahir
d) Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan

orang yang tidak jelas satus HIV nya


e) Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah

berhubungan seks terkahir yang tidak terlindungi.


4) Penggunaan bahan yang beresiko : riwayat onsumsi ARV

mempunyai efek samping mual muntah.


5) Harapan terhadap perawatan saat ini : klien dengan AIDS

akan mengalami kehilangan sumber penghasilan akibat

kelemahan tubuh atau pemutusan hubungan kerja,

penolakan lingkungan dan sosial yang dpaat

mengakibatkan harapan hidup klien menjadi rendah.


b. Pola nutrisi/ cairan metabolisme
1) Nafsu makan : menurun, samapi tidak nafsu makan
2) Terjadi penurunan berat badan >10 %
3) Keluhan :mual/ muntah
c. Pola eliminasi
Defekasi terjadi diare kronis lebih dari 1 bulan dengan

atau tanpa disertai darah dan lendir, disertai atau tanpa disertai

dengan kram perut, nyeri panggul dan adanya sensasi terbakar

saat miksi, terdapat nyeri tekan abdominal, terjadi perubahan

jumalh, warna dan karakteristik urin.


d. Pola aktivitas dan personal hygiene
1) Kemampuan perawatan diri : Klien merasa mudah lelah,

terjadi intolernasi aktivitas dan malaise


2) Tidak mampu melaksanakan aktivitas, penampilan tidak

rapi dan kurang perawatan diri.


3) Rentang gerak : terjadi kelemahan pada anggota gerak

karena kurangnya asupan nutrisi dalam tubuh.


4) Masa atau tonus otot terjadi penurunan masa otot, terjadi

kelemahan, hemiparase, ataupun kejang.


5) Keseimbanagn dan gaya berjalan kurang karena

kelemahan.
e. Pola tidur dan Istirahat
Akan terjaid perubahan pola tidur dan istirahata, kualitas dan

kuantitas tidur menurun.


f. Pola kognitif dan sensori-persepsi
1) Status mental : depresi dapat timbul karena AIDS itu

sendiri dan akan memeperberat perjalanan penyakit AIDS

melalui perubahan perilaku seperti perasaan bersalah,

kurangnya minat berkomunikasi, berkurangnya kepatuhan

memeinum obat, keinginan untuk bunuh diri, dan

gangguan sistem imun.


2) Stres psikososial-spiritual pasien terinfeksi HIV berlanjut,

akan mempercepat kejadian kejadian AIDS dan bahkan

meningkatkan angka kematian.


g. Pola persepsi diri dan toleransi terhadap stres
1) Masalah utama selama MRS :Pasien AIDS dengan

masalah gangguan harga diri rendah karena perubahan dan

perkembangan penyakitnya yang menyebabkan terjadinya

penolakan oleh orang tua dan diskriminasi dari adanay

stigma masyarakat tentang penyakitnya.


2) Pandnagan terhadap diri sendiri : pasien AIDS akan

merasa dirinya sudah tidak berdaya dan putus asa.


3) Status emosi ; meraskaan kecemasan karena penyakit dan

ancaman akan kematian.


h. Pola hubungan peran /interaksi sosial
1) Bicara :normal
2) Komunikasi verbal/ non verbal dengan orang lain interaksi

dengan orang lain akan berkurang sehubungan dengan

penyakit
3) Status pekerjaan : klien dengan AIDS akan mengalami

penolakan lingkungan dan pemutusan pekerjaan.


4) Ketika individu dinyataakn terinfeksi HIV, sebagian besar

menunjukkan perubahan karakter psikososial. Hal itu

mendiring teerjadinya reaksi penolakan hingga syok yang

berlangusng lama dan berpotensi mendiring progresivitas

infeksi HIV ke AIDS.


i. Pola seksualitas/reproduksi
Laki-laki homoseksual paling rawan untuk penularan HIV

karena hubunganteknik penis anal lebih memungkinkan

terjadinya lesi dan perdarahan pada mukosa anus.


j. Pola keyakinan nilai
Klien akan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum meliputi penampilan
b. Sistem integumen
1) Turgor kulit buruk, mukosa bbir kering, konjungtiva

anemis, terdapat abses di beberapa tempat, timbulnya

nodul dan terjadi pembesaran limfe.


2) Terjadi perpanjangan pengisian kapiler
c. Sistem pernapasan
1) Nafas pendek, batuk, sesak napas pada dada
2) Terdapat distress pernapasan, terdapat perubahan bunyi

napas, adanya sputum


3) Frekuensi napas cepat atau takipnea
4) Auskultasi : whezing , ada ronchi
d. Sistem kardiovaskuler
1) Nadi : terdapat penurunan volume nadi perifer, pasien

tampak pucat atau sianosis


e. Sistem pencernaan
1) Diet : makanan tinggi kalori-tinggi protein, kaya vitamin

dan mineral, cukup air.


2) Adanya sindroma Wasting (HIV)
3) Terdapat kandidiasis oral
4) Kesehatan gigi dan gusi buruk
f. Sistem neurosensori
pendengaran, penglihatan, kesadaran terganggu
g. Sistem muskuloskeletal
1) Masa tonus otot menurun, terjadi kelemahan, hemiparese

ataupun kejang
2) Keseimbangan dan gaya berjalan kurang mantap karena

kelemahan.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Status imun
2) Tes fungsi sel CD4
3) Hitung sel darah putih normal hingga menurun
4) Rasio CD4:CD8 menurun
b. Pemeriksaan lain
1) Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya

menggunakan mikroskop elektron dan deteksi antigen

virus.
2) Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada

bayi sehingga menghambat pemeriksaan serologis


3) Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi

serokonversi.
4) Cara tidak langsung yaitu : dengan pemeriksaan ELISA

yang sensitivitasnya sangat tinggi, biasanya memberikan

hasil positif 2-3 bulan setelah terinfeksi.


5) Western Blot, mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil

pemeriksaan ELISA positif.

2.4.2 Diagnsa Kperawatan


1. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan transisi

perkembangan penyakit.
Batasan karakteristik:
a. Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu mengahadapi

situasi kondisi sekarang


b. Perilaku bimbang, berputus asa
c. Ekspresi ketidakberdayan
d. Ekspresi ketidakbergunaan
e. Verbalisasi meniadakan diri
2.4.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah petunjuk tertulis yang

menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang

dilakukan terhadap pasien sesuai dengan kebutuhannya sesuai dengan

diagnosa keperawatan. Pada pasien AIDS dengan perubahan persepsi

diri dirumuskan rencana keperawatan sebagai berikut :


Diagnosa : Harga diri rendah situasional berhubungan dengan transisi

perkembangan penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari,

diharapkan ada peningkatan persepsi diri terutama pada harga diri.


Kriteria Hasil ;
1. Adaptasi terhadap kondisi yang dihadapi sekarang
2. Penyesuaian dengan kehilanagn aktual atau kehilangan yang akan

terjadi
3. Penyesuaia psikososial : respon psikososial adaptif individu

terhadap perubahan bermakna dalam hidup.


4. Menunjukkan penilaian pribadi tentang harga diri yang positif

untuk saat ini dan seterusnya.


5. Mengungkapkan penerimaan diri komunikasi terbuka.
6. Menggunakan strategi kopimg efektif.
Rencana Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
2. Dorong pasien mengidentifikasi kekuatan dirinya
3. Dukung pasien untuk menerima tantangan baru dan mengurangi

ansietas panik.
4. Kaji alasan alasan untuk mengkriti atau menyalahkan diri

sendiri.
5. Bantu pasien mengekspresikan dan menggambarkan perasaan

serta persepsi dirinya.


6. Bantu pasien mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya.
7. Bantu menemukan keterampilan perilaku yang positif melalui

model peran dan diskusi.


8. Monitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negatif
9. Kolaborasi dengan perawat ahli dan libatkan kelompok dukungan

sebaya dari pasien dalam menggali permasalahan, memotivasi

klien dan melakukan pengawasan dalam minum obat.


10. Gunakan proses interaktif yang berfokus pada kebutuhan,

masalah, atau perasaan pasien dan orang terdekat untuk

meningkatkan atau mendukung koping.


2.4.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi untuk meningkatkan harga diri pada klien AIDS

adalah :
1. Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan

melakukan pendekatan terapeutik dan selalu bersikap ramah

kepada pasien serta menghadapi pasien seperti pada umumnya

tanpa membedakan status pasien AIDS secara mencolok.


2. Mendorong pasien mengidentifikasi kekuatan dirinya dalam

mengahadapi situasi sekarang


3. Mendukung pasien untuk menerima tantangan baru dan

mengurangi ansietas panik dengan memberi semangat kepada

pasien bahwa ia mampu mengatasi situasi sekarang serta

memberikan dan memfasilitasi pasien dengan penjelasan tentang

HIV/AIDS agar pasien lebih memahami tentang penyakitnya


4. Kaji alasan alasan untuk mengkriti atau menyalahkan diri

sendiri.
5. Membantu pasien mengekspresikan dan menggambarkan

perasaan serta persepsi dirinya dengan mengungkapkan apa yang

ada di dalam pikirannya.


6. Membantu pasien mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya

dengan menyebutkan apa saja yana bisa ia lakukan dan tidak

dapat dilakukan orang lain, begitupun sebaliknya


7. Membantu menemukan keterampilan perilaku yang positif

melalui model peran dan diskusi dengan memeberikan contoh

kepada pasien agar dapat melakukan koping yang adaptif dan

dengan sharing tentang HIV/AIDS sehingga dapat mengubah pola

pikir atau persepsi diri menjadi positif.


8. Monitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negatif
9. Melakukan Kolaborasi dengan perawat ahli dan libatkan

kelompok dukungan sebaya dari pasien dalam menggali

permasalahan, memotivasi klien dan melakukan pengawasan

dalam minum obat.


10. Menggunakan proses interaktif yang berfokus pada kebutuhan,

masalah, atau perasaan pasien dan orang terdekat untuk

meningkatkan atau mendukung koping dengan melibatkan

keluarga dalam memberikan dukungan dan umpan balik posotif

kepada klien untuk mempertahankan kemajuan dan

pertumbuhannya.

2.4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,

rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan

perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap

pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi intervensi

(Ignatavicius dan Bayne, 1994 dalam buku Nursalam, 2008).


Evaluasi hasil yang diharapkan pada klien AIDS dengan masalah

harga diri rendah adalah :


1. Klien mampu menunjukkan respon adaptif terhadap penyakit.
2. Klien mampu menyesuaikan dengan kehilangan aktual atau

kehilangan yang akan terjadi.


3. Penyesuaian respon psikososial adaptif individu terhadap

perubahan bermakna dalam hidup.


4. Menunjukkan penilaian pribadi yang positif tentang harga diri

yang positif.
5. Mengungkapkan penerimaan diri dengan komunikasi terbuka.
6. Menggunkan strategi koping efektif.
Perumusan evaluasi formatif meliputi 4 komponen yang dikenal

dengan istilah SOAP (subyektif, obyektif, assesment, dan

planning), yakni:
S: Ungkapan perasaan klien dan keluhan terhadap adanya

gangguan persepsi yang dirasakan secara sbyektif oleh

pasien sebab setelah diberikan implementasi


O: Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat

setelah implementasi keperawatan, pasien tidak merasa

putus asa, harga diri pasien meningkat, mampu menghadapi

situasi sekarang, mampu mengungkapkan dan

meningkatkan koping yang positif.


A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subyek dan

obyek keluarga yang dibandingkan dengan kriteria dan

standar yang telah ditentukan.


P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan

analisis, apakah dihentikan apa tetap dilanjutkan

intervensinya (Hidayat, 2006).


BAB 3

METODE STUDI KASUS

Bab ini akan menguraikan metode studi kasus yang digunakan untuk

menjawab tujuan penulisan berdasarkan masalah yang ditetapkan antara lain

rancangan studi kasus, sumber data, lokasi dan waktu, etika, metode pengumpulan

data, analisa data dan keabsahan data.

3.1 Rancangan Studi Kasus


Rancangan yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah

deskriptif. Penulisan deskriptif adalah suatu metode penulisan yang dilakukan

dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu

keadaan secara objektif. Metod penulisan deskriptif digunakan untuk

memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi


sekarang. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus

merupakan rancangan penulisan yang mencangkup pengkajian suatu unit

penulisan secara intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas,

atau institusi (Nursalam, 2008).


Studi kasus dilaksanakan dengan cara mempelajari suatu permasalahan

melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit yang menjadi masalah

tersebut secara mendalam dianalisa bai dari segi yang berhubungan dengan

kasusnya sendiri, faktor resiko, yang mempengaruhi, kejadian yang

berhubungan dengan kasus maupun tindakan dan reaksi dari kasus tersebut

perlakuan ataupun pemaparam tertentu. Meskipun yang diteliti dalam kasus

tersebut hanya berbentuk unit tunggal, namun dianalisis secara mendalam

(Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian studi

kasus untuk mengetahui bagaimana upaya meningkatkan persepsi diri (harga

diri rendah) pada pasien AIDS di Ruang Wijaya Kusuma B RSUD Dr. Soedono

Madiun.
3.2 Sumber Data
Menurut Sujarweni (2014), sumber data dalam penelitian dapat diperoleh

dari data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah data yang langsung

diperoleh dari responden. Sedangkan sumber data sekunder adalah data yang

diperoleh dari pihak lain atau dapat berwujud data dokumentasi atau data

laporan yang telah tersedia (Siswanto dkk, 2013). Dalam studi kasus ini, sumber

data primer diperoleh dari responden yaitu klien dengan AIDS, dengan masalah

harga diri rendah dengan kriteria pasien yang memiliki evaluasi diri bahwa ia

tidak mampu menghadapi peristiwa atau situasi, menunjukkan perilaku

bimbang, berputus asa, perilaku tidak asertif ( gagal mengungkapkan perasaan,

pikiran, pandangan dan keyakinan atau mengungkapkan dan mengekspresikan


hinggga orang lain memberikan respon yang tidak dikehendaki), ekspresi

ketidakberdayaan, ketidakbergunaan, verbalisasi meniadakan diri, yang dirawat

di ruang Wijaya Kusuma B RSUD Dr.Soedono Madiun. Sedangkan data

sekunder diperoleh dari keluarga klien, kelompok dukungan sebaya (KDS),

perawat ruangan Wijaya Kusuma B RSUD Madiun, petugas kesehatan lain,

dokumen yang relevan (status klien dan hasil pemeriksaan penunjang).


3.4 Lokasi Dan Waktu
Lokasi pengambilan studi kasus ini dilakukan di runag Wijaya Kusuma B

RSUD Dr. Soedono Madiun. Waktu persiapan studi kasus ini dimulai dari

penetapan judul pada bulan Maret 2017, pelaksanaan studi kasus yang akan

dimulai pada April 2017 sampi Juni 2017, dan pelaporan dimulai dari pelaporan

hasil studi kasus, melakukan revisi, sampai dengan sidang studi kasus.
3.5 Etika Penulisan
Menurut Hidayat (2003), etika dalam studi kasus keperawatan merupakan

masalah yang sangat penting, mengingat studi kasus keperawatan berhubungan

langsung dengan manusia. Maka segi etika studi kasus harus diperhatikan karena

manusia mempunyai haka asasi dalam kegiatan studi kasus. Setiap studi kasus

yang mengunakan subjek manusia harus mengikuti aturan etik dalam hal ini

adalah adanya persetujuan. Etika yang perlu dituliskan pada studi kasus antara

lain adalah lembar persetujuan (informed consent), tanpa nama (anonimity,dan

kerahasiaan (confidentiality):
1. Lembar persetujuan (informed consent)
Lembar persetujuan ini diberikan dan dijelaskan kepada responden yang

akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian

serta manfaat penelitian dengan tujuan responden dapat mengerti maksud

dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya, jika responden bersedia

maka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak


bersedia maka peneliti tidak memeriksa dan tetap menghormati hak-hak

subyek (Hidayat, 2003).


2. Tanpa nama (anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan

mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data yang diisi

subyek, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode tertentu pada lembar

pengumpulan data (Hidayat, 2003).


3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari informan

dijamin kerahasiaanya. Hanya kelompok tertentu saja yang akan

disajikan / dilaporkan sebagai hasil penelitian studi kasus (Setiadi,

2007).
3.6 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan

proses pengumpulan karakteristik subyek yang dilakukan dalam suatu penelitian

ini meliputi bahan/instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan prosedur

pengumpulan data, sebagai berikut :


3.4.5 Bahan / Instrumen Dan Metode Pengumpulan Data
Bahan / instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan oleh

penulis untuk mengukur dan mengidentifikasi data yang akan dikumpulkan

berdasakan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam studi kasus ini penulis

menggunakan beberapa alat bantu, yaitu : format pengkajian asuhan keperawatan

medikal bedah, pedoman wawancara terstruktur, pengukuran dengan alat/ nursing

kit (tensimeter, pen light, termometer, stetoskop), hasil pemeriksaan oenunjang

(pemeriksaan hasil laboratorium), dokumen yang relevan (status klien, rekam

medik klien).
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah cara yang digunakan

untuk mengumpulkan data. Metode yang digunakan dalam studi kasus ini yaitu :
1. Wawancara (anamnesa)
Wawancara merupakan suatu proses peneliti berkomunikasi langsung dengan

responden sebagai obyek penelitian )Wasis, 2008). Dalam studi kasus ini

wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur, yang dapat

digunakan untuk menggali data subyektif dari pasien, kepada erawat ruangan,

doketer, keluarga dan orang lain yang berhubungan langsung dengan pasien

tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah harga diri rendah pada pasien

AIDS.
2. Observasi
Observasi merupakan kegiatan mengamati perilaku dan keadaan klien

(Nursalam, 2009). Observasi pada studi kasus ini yaitu dengan mengamati

perubahan keadaan fisik (Tanda-tanda vital: Tekanan darah, nadi, suhu, dll),

tanda-tanda gangguan persepsi diri (harga diri rendah) serta observasi

keberhasilan standar asuhan keperawatan yang diberikan.


3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan empat

metode, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi dengan metode

pemeriksaan fisik head to toe.


a. Inspeksi
Didefinisikan sebgaai kegiatan melihat atau memperhatikan secara

seksama status kesehatan klien. Kunci keberhasilan inspeksi adalah dengan

mengetahui apa yang harus kita lihat atau kita amati.


b. Palpasi
Adalah sejenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba atau merasakan kulit

klien mengetahui struktur yang ada di bawah kulit.


c. Perkusi
Adalah sejenis pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk secara pekan jari

tengah menggunakan jari yang lain untuk menentukan posisi, ukuran, dan

konsistensi struktur suatu organ tubuh.


d. Auskultasi
Adalah langkah pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop yang

memungkinakn pemeriksa mendengar bunyi yang keluar dari rongga tubuh

pasien (Asmadi, 2008).


4. Studi dokumentasi
Yaitu dengan mempelajari catatan medik klien, buku laporan serta dokumen

lainnya untuk membandingkan dengan data yang penulis dapatkan dari

informan. Dalam studi kasus ini studi dokumen digunakan untuk melengkapi

data yang sudah diperoleh (Sujarweni, 2014)

3.5.2 prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data menguraikan tentang proses pengumpulan data mulai

dari ijin sampai dengan data selesai di ambil. Prosedur pengumpulan data pada studi

kasus ini adalah :

1. Mengurus izin studi kasus dan meminta surat pengantar kepada Direktur Akademi

Keperawatan Dr. Soedono Madiun.


2. Mengurus izin studi kasus dan persetujuan pada lokasi tempat pengambilan studi

kasus yaitu di ruang Wijaya Kusuma B RSUD Dr. Soedono Madiun.


3. Setelah mendapatkan jawaban persetujuan dari tempat pengambilan studi kasus

yaitu di ruang Wijaya Kusuma B RSUD Dr. Soedono Madiun, peneliti bekerja

sama dengan CI ( clinical instructure) dan perawat untuk memperoleh informasi

dari tempat pengambilan kasus mengenai calon responden (pasien).


4. Jika sudah didapatkan responden ( pasien) AIDS yang mengalami masalah harga

diri , penulis datang ketempat responden yang bersedia menandatangani

informed consent.
5. Setelah mendapatkan informed consent dilanjutkan dengan anamnese. Anamnesa

di mulai dengan membangun hubungan saling percaya dengan responden melalui

komunikasi terapeutik. Untuk itu penulis melakukan perkenalan dengan


responden sekaligus untuk pengumpulan data. Kemudian penulis melakukan

wawancara terstruktur sesuai dengan pertanyaan - pertanyaan yang telah disusun

dalam pedoman anamnesa ( format pengkajian medikal bedah). Kegiatan

anamnesa diakhiri pada saat informasi yang dibutuhkan telah diperoleh.

Selanjutnya dilakukan validasi kepada responden dan bila ada yang kurang di

tambah kan selama proses validasi ini, begitu juga dengan pernyataan yang perlu

dilakukan koreksi oleh responden.


6. Dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik head to toe menggunakan Alat seperti

tensimeter, stetoskop, termometer, penampilan light dan jam tangan. Setelah

pemeriksaan fisik dilakukan pengumpulan data dari catatan medis yang

berhubungan dengan responden yang digunakan untuk menambah data agar lebih

lengkap dan akurat, dalam hal ini penulis melihat status pasien.
7. Selanjutnya adalah tahap pelaksanaan asuhan Keperawatan yang di ambil mulai

dari data hasil anamnesa, observasi, dan pemeriksaan fisik pada pasien dengan

AIDS. Kemudian data yang sudah terkumpul dianalisa untuk mendapat masalah

dan diagnosa keperawatan. Setelah itu menetapkan tujuan, kriteria hasil, dan

intervensi yang dilanjutkan dengan implementasi yang dilaksanakan di ruang

Wijaya Kusuma B RSUD Dr. Soedono madiun. Setelah implementasi dilakukan,

diperlukan evaluasi untuk mengetahui respon klien sesuai dengan tujuan dan

kriteria hasil yang sudah di tetap kan.

3.6 analisis data

Analisis data pada studi kasus merupakan masalah yang paling kritis,

serius, dan memerlukan kerja keras serta kesepahaman bersama. hal ini terjadi

karena belum adanya pola, metode, formula yang jelas serta variasi data yang

sangat tinggi ( Sugiyono, 2007).


Prinsip yang harus di pegang dalam analisis studi kasus yang merupakan jenis

penelitian kualitatif adalah proses mencari, menyusun dan menganalisis secara

sistematis kesenjangan data antara teori yang telah di bangun dengan Fanta yang

diperoleh dalam studi kasus. Kesenjangan dapat dilakukan dengan cara

membandingkan antara teori dan fakta dalam Suatu tabel yang kemudian

diinterpretasikan ke orang lain (Sugiyono, 2007).

3.7 keabsahan data

Keabsahan data pada studi kasus didasarkan pada derajat kepercayaan

( Credibility), keteralihan (Transferability), kebergantungan (Dependability) dan

kepastian ( Confirmability) ( Susilo dkk, 2015).

1. Kepercayaan ( Credibility)

Credibility bermakna kebenaran atau Kepercayaan hasil yang mengindikasikan

kenyataan yang sesungguhnya terjadi. Kredibilitas ini dapat dimaknai bahwa

penulis mengeksplorasi masalah sesuai konteks, pemilihan klien sesuai dengan

masalah, pelaksanaan asuhan Keperawatan sesuai dengan langkah - langkah,

serta pendokumentasian dilakukan sesuai tahapan asuhan Keperawatan. Dalam

studi kasus ini, data benar - benar di ambil dari pasien AIDS dengan masalah

harga diri rendah di ruang wijaya kusuma B RSUD Dr soedono Madiun.

2. Keteralihan (Transferability)

Sejauh mana hasil penerapan studi kasus pada Suatu subjek studi kasus dapat

diterapkan dalam subjek studi kasus yang lain) Sugiyono, 2007). Artinya

apakah asuhan Keperawatan yang di laksanaan ini dapat diterapkan pada


pasien lain dengan fenomena keperawatan yang sesuai, dan dapat dijadikan

sebagai perbandingan oleh penulis yang lain atau studi kasus yang sesuai.

3. Kebergantungan (Dependability)

Dependability adalah ke sesuai an metode yang dipergunakan untuk

menjawab pokok permasalahan dan mencapai tujuan penulisan yang

diinginkan dalam metode penelitian ini yang digunakan adalah metode studi

kasus, adapun penyelesaian permasalahan pada Upaya meningkatkan harga

diri adalah melakukan pengkajian asuhan Keperawatan dengan anamnesa

secara langsung kepada pasien untuk. Mendapatkan data yang valid dan

melakukan asuhan Keperawatan kepada pasien.

4. Kepastian (confirmability)

Confirmability mengandung makna bahwa sesuatu itu objectification jika

mendapatkan persetujuan dari pihak - pihak lain terhadap pandangan,

pendapat dan penemuan seseorang ( Susilo dkk, 2015). Kondisi ini dapat

diperoleh melalui proses bimbingan yang telah mencapai kesepakatan antara

pembimbing satu, dua dan mahasiswa, ujian proposal untuk mendapatkan

kritik an dan masukan. Prinsip ini juga dapat diperoleh melalui Upaya validasi

data klien pada saat melakukan asuhan Keperawatan. Dalam studi kasus ini,

peneliti telah melakukan konsultasi dan bimbingan kepada pembimbing satu

dan pembimbing dua.


BAB 4

Hasil dan pembahasan

Hasil pembahasan Upaya meningkatkan persepsi Diri )( Harga Diri Rendah =

pada pasien AIDS di Ruang Wijaya Kusuma B RSUD Dr. Soedono Madiun,

yang disusun sesuai dengan pedoman penyusunan dengan hasil pembahasan

asuhan Keperawatan. Dalam BAB 4 ini juga diuraikan pembahasan tentang ;

identifikasi gangguan harga diri rendah, identifikasi Upaya peningkatan persepsi

diri ( harga diri rendah) dan evaluasi hasil Upaya meningkatkan persepsi diri
( harga diri rendah pada pasien AIDS di Ruang Wijaya Kusuma B RSUD Dr.

Soedono Madiun.

4.1 hasil studi kasus

Sub BAB ini meliputi deskripsi status pasien, deskripsi kasus sebelum tindakan

keperawatan, deskripsi tindakan yang dilakukan, dan deskripsi kasus setelah

dilakukan tindakan keperawatan,

4.1.1 deskripsi status klien

Pasien berinisial Sdr. A berusia 36 tahun, sudah menderita AIDS sejak dua tahun

yang lalu . Sebelum pasien terkena AIDS, IA pernah bekerja di rumah makan di

Bandung. Lalu pasien memutuskan untuk pulang dan bekerja di Salah satu hotel

di Madiun. Karena alasan cereal, IA memutuskan untuk keluar dari pekerja

Anna. Setelah keluar dari pekerjaannya, pasien tidak lagi bekerja di tempat lain.

Ia hanya berdiam diri di rumah tanpa saling berinteraksi dengan lingkungan

sekitar. Pasien memilih untuk tidak keluar rumah, tidak mengikuti setiap

kegiatan yang ada di lingkungan sekitar karena tidak ingin ada yang mengetahui

penyakitnya dan juga malu karena sudah dewasa namun belum berkeluarga.

Kemudian pasien jatuh sakit. Karena keadaannya yang tak kunjung membaik,

oleh ibu dibawa ke RS Santa Clara ( Panti Bahagia). Di sinilah pasien

mengetahui bahwa Ia terkena AIDS (2014). Pada tahun 2015, pasien pernah di

rawat di rumah sakit yang sama yakin di RSUD Dr. Soedono dengan keluhan

batuk lebih dari 3 minggu. Setelah keluar dari rumah sakit, pasien

mengkonsumsi obat secara rutin selama 6 bulan. Pasien juga mengkonsumsi obat

dari klinik VCT yaitu obat ARV dengan jenis TDF (Tenovoir) 300mg 1x1,
Hiviral (LAmivudin) 150mg 2x1, Etc ( Efavirenz) 600 mg 1x1 secara rutin sejak

tahun 2014. Selama mengkonsumsi obat, pasien selalu merasa mual tetapi tidak

sampai terjadi muntah. Pada awal tahun 2016, pasien tidak mengkonsumsi obat

lagu karena merasa sudah sehat fan tidak perlu minum obat lagi, beberapa hari

sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami tidak enak badan, badan terasa

lelah, nafsu makan menurun dan kadang dada terasa sesak.

Pada tanggal 21 juni 2016 pasien merasa badannya lemas dan nafsu makan

menurun. Selain I itu pasien juga mengalami mual tapi tidak sampai muntah.

Karena gejala yang dirasakan tidak kunjung read akhirnya pada tanggal 21 juni

2016 pasien dibawa ke puskesmas Patihan. Dari puskesmas pasien dirujuk ke

RSUD Sogaten tetapi melihat kondisi nya yang sangat lemah, pasien langsung

dirujuk lagi key Poli Dalam RSUD Dr. Soedono Madiun. Pasien ke Poli Dalam

RSUD Dr soedono pada tanggal 22 juni 2016. Dari Poli Dalam, pasien di

anjurkan untuk rawat inap karena keadaannya. Kemudian pasien dibawa ke IRD.

Di IRD RSUD Dr. Soedono, didapatkan TTV: TD 100/70 mmHg, nadi 80x/

menit, suhu 37C, respirasi 19x/ menit da pasien mendapat terapi infus NaCl 500

ml 20 tpm (iv), injeksi Ranitidin 50 mg (iv), anemolat 1 mg (oral), tablet SF 300

mg (oral). Kemudian pasien menjalani rawat inap di Ruang WIjaya Kusuma B.

Pada tanggal 25 juni 2016 pukul 11.15 WIB didapatkan tekanan darah 100/70

mmHg, nadi 88x/menit suhu 37,6c respirasi 20x/menit.

4.1.2 deskripsi kasus sebelum tindakan

Pada berinisial Sdr. A dari hasil pengkajian tanggal juni 2016 pukul 11.15 WIB

dengan masalah harga diri diperoleh data sebagai berikut : keadaan umum cukup,
kesalahan composmetis, GCS : 4-5-6, TTV : TD 100/70 mmHg, nadi 88x/ menit,

suhu 37,6C, respirasi 20x/ menit. Hasil pemeriksaan imuniserologi CD 4 yaitu

19 Sel / mm3. Pada sistem integumen : turgor turun, suhu 37.6C, warna kulit sao

malang, tidak ada edema, tidak ada varises, gatal, tidak ada memar, penyebaran

rambut merata, kelembaban kening. Pasien mengatakan nafsu makanya menurun

sejak sebelum masuk rumah sakit sampai sekarang. Pasien hanya mau

menghabiskan makanannya jika itu bubur sumsum. Tetapi jika makanannya

berhenti nasi, IA tidak mau menghabiskan makanannya. Pasien mengatakan

bahwa ia merasa belum bisa membahagiakan orang tuanya karena menderita

penyakit yang sulit di sembuh kan dan juga di ujian yang sudah mencapai 36

tahun belum berkeluarga. Terserh karena merasa penyakit nya semakin hari

semakin memburuk, pasien sekarang tidak bisa bekerja seperti sebelum sakit dan

hanya memiliki 1 Teman. Pasien juga mengatakan bahwa hanya suka berdiam

diri di rumah, tidak ingin keluar rumah karena malu dengan adanya beberapa hal

tersebut. Pasien tampak gelisah saat akan dilakukan implementasi, selalu

mencari Ibu saat Ibu sedang di luar ruangan, bersihan acuh dan sering

memalingkan muka saat di ajak bicara pada awal pertemuan.

4.1.3 deskripsi tindakan

Tindakan keperawatan mulai tanggal 25-30 juni 2016 yang dilakukan pada Sdr. A

dengan Upaya meningkatkan persepsi diri ( harga diri rendah) adalah :

1. Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan melakukan

pendekatan terapeutik dan selalu bersikap ramah kepada pasien serta menghadapi

pasien seperti pada umumnya tanpa membedakan status pasien AIDS secara
mentolo. Bhkn dilakukan untuk membentuk kepercayaan antara pasien dan

peneliti agar mempermudah tindakan - tindakan selanjut nya,. I ada hari pertama

dan kedua pasien menanggapi dengan acuh dan sering memalingkan muka,

namun pada hari selanjut nya pasien menanggapi dengan lebih baik dan tidak

acuh.

2. Membantu pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dirinya dalam menghadapi

situasi sekarang. Identifikasi dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat pasien

menghadapi situasinya saat ini dengan penyakit yang diderita terlebih dengan

stigma yang ada di masyarakat. Pasien menjawab untuk mengatasi situasi adalah

dengan berdiam diri di rumah. Implementasi dilakukan pada hari pertama dan

kedua

3. Mendukung pasien untuk menerima tantang an baru dan mengurangi tingkat

ansietas pamit dengan memberikan semangat kepada pasien bahwa ia mampu

mengatasi situasi sekarang serta memberikan dan memfasilitasi pasien dengan

penjelasan tentang HIV /AIDS agar pasien lebih memahami tentang penyakitnya,

seperti pengertian penyakit HIV/AIDS , penularan HIV/AIDS , bagaimana tanda

dan gejala HIV/AIDS, dan pencegahan dari penyakit itu sendiri. Ini dimaksudkan

agar pasien memahami kembali tentang penyakitnya dan dapat menyikapi

keadaan tersebut dengan baik. Pada saat setelah dijelaskan, pasien selalu

memberikan pertanyaan seputar keluhan yang sering dialami. Implementasi

dilakukan mulai hari pertama sampai hari ke lima dengan respon yang berbeda

dari pasien
4. mengkaji alasan-alasan untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri.

Mengkaji alasan dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien secara

langsung seperti mengapa pasien selalu mengurung diri dirumah seakan

menghukum diri ataupun menyalahkan diri dengan keadaan yang dialaminya

sekarang. Implementasi dilakukan pada hari pertama sampai hari ke tiga. Pasien

mau mengatakan alasannya pada hari ke tiga.

5. membantu pasien untuk mengekspresikan dan menggambarkan perasaan yang

ada dalam pikirannya. Implementasi dilakukan hari pertama sampai hari kelima.

Pasien mengungkapkan ia merasa belum dapat membahagiakan keluarga karena

keadaan sekarang.

6. membantu pasien mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dengan menyebut

apa yang bisa ia lakukan dan tidak dapat dilakukan.

7. menggali keterampilan perilaku yang positif melalui modal peran dan diskusi

dengan diskusi memberi contoh kepada pasien agar dapat melakukan koping yang

adaptif dan sering tentang HIV AIDS. Pasien selalu mendengarkan dan selalu

berfikir tentang hal tersebut dengan melamun.

8. memonitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negatif. Pasien tidak

mengungkapkan verbal yang negatif karena pasien lebih banyak diam.

9. melakukan kolaborasi dengan perawat ahli dan tim kesehatan lainnya serta

melibatkan keluarga dalam pemberian dukungan untuk persepsi pasien. Meminta

ibu mendampingi saat dilakukan tindakan. Ibu selalu menemani pasien saat

dilakukan tindakan sejak hari pertama sampai kelima.


10. menggunakan proses interaktif yang berfokus pada kebutuhan, masalah atau

perasaan pasien dan orang terdekat untuk meningkatkan dan mendukung

kopingdengan melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan dan umpan

balik positif kepada pasien untuk mempertahankan kemajuan dan

pertumbuhannya.

4.1.4 deskripsi kasus setelah tindakan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x 24 jam pasien mau

mengungkapkan apa yang sebelumnya tidak ingin dikatakan dan perubahan

perserpsinya dengan mulai berinteraksi pada rumah sakit, melakukan usaha dan

tidak mengurung diri lagi .

Pada hari pertama, pasien mengatakan badan masih terasa lemasdan ia tidak ingin

membahas tentang penyakitnya. Pasien hanya mau membahas tentang keadaannya

dan keluhan yang dirasakan saait itu, karena privasinya pasien tampak gelisah,

mudah tersinggung, selalu mencari ibu saat tidak ada di ruangan, dan selalu

bersikap acuh. Keadaan umum cukup, kesadaran komposmentis, pasien sudah

tidak mengeluh diare seperti hari sebelumnya

Pada hari kedua pasien tidak mau membahas penyakitnya terutama penyebab ia

terkena penyakit ersebut. Dan mengatakan ingin istirahat saja. Pasien sering

memalingkan muka saat ditanya mengapa memilih menyendiri di rumah.

Pada hari ketiga, pasien mau mengungkapkan perasaannya dan merasa tidak

berguna, tidak bisa membahagiakan dan membanggakan orang tua. Emosional

saat disinggung tentang penyebab terkena AIDS.Pasien tidak gelisah dan tidak
mencari ibu seperti sebelumnya. Pasien bersikap baik dan dan mau untuk meminta

peneliti membantunya untuk minum susu yang disediakan rumah sakit.

Pada hari ke empat, pasien mengatakan penyebabnya terkena AIDS adalah karena

pergaulan bebas. Pasien merasa tidak berguna karena sakit. Dan belum dapat

membahagiakan orang tuanya. Namun saat ditanya apa yang ingin dilakukannya

setelah keluar dari rumah sakit, pasien sudah memikirkan dan merencanakan

untuk membuka kedai bersama ibunya.

Pada hari kelima, pasien mengungkapkan banyak makan dari sebelumnya, tidak

malu lagi saat bertemu penulis, mau mengungkapkan perasaannya mengenai

penyebba AIDS yang dideritanya, mengutarakan kenapa klien menarik diri dari

orang lain dan memiliki pandangan positif terhadap masa depannya. Pasein

mengatakan bahwa semalam ia merasakan sesak hebat, terpasang o2 10 lpm.

Namun sekarang berkurang sesaknya terpasang o2 3 lpm.

4.1.5 Analisa Data

Tabel 4.1

Analisis Upaya Meningkatkan Persepsi Diri ( Harga Diri Rendah)

Pada Pasien AIDS di Ruang Wijaya Kusuma B

RSUD Dr. Soedono Madiun

Karakteristik Masalah Sebelum Karakteristik Masalah


No. Analisa
Tindakan Setelah Tindakan

1 Pola konsep diri dan persepsi diri. Setelah dilakukan Penerimaan tanpa
perawatan selama lima syarat dengan
Pasien mengatakan mengetahui hari, pasien mau memberikan motivasi
penyakit yang diderita adalah AIDS mengungkapkan sangat besar
sejak 2 tahun yang lalu tepatnya pada perasaan dan persepsi pengaruhnya dalam
2014 saat ia sakit dan di periksakan dirinya terhadap kehidupan seseorang
di RS Santa Clara Madiun. Pasien masalah yang dihadapi. dengan AIDS baik
hanya berdiam diri di rumah dan Pasien juga mau berupa motivasi
tidak pernah berinteraksi dengan mengatakan ekstrinsik maupun
lingkungan sekitar sejak ia keluar penyebabnya instrinsik. Dukungan
dari pekerjaanya dan penyakitnya terkenaAIDS adalah sosial mempengaruhi
memburuk. Pasien tidak mau karena pergaulan bebas kesehatan dan
mengatakan penyebab ia terkena dan mengapa ia hanya melindungi seseorang
AIDS dan juga tidak ingin berdiam diri dirumah terhadap efek negative
mengatakan mengapa ia menghadapi adalah karena ia malu stress berat.
masalah dengan hanya diam diri di jika harus keluar rumah
rumah dan pasien tampak gelisah dengan keadaannya Harga diri pasien AIDS
saaat dilakukan implementasi, selalu yang sudah tidak seperti mempunyai peranan
ada di ruangan , bersikap acuh, dulu sebelum sakit, penting dalam proses
sering memalingkan muka saat di serta pasien juga malu keperawatan. Aspek
ajak bicara pada awal pertemuan. karena di usia yang utama harga diri adalah
mencapai 36 tahun dicintai, disayangi,
belum berkeluarga dikasihi, dan mendapat
penghargaan dari orang
Pasien tidak gelisah lain,Individu akan
karena sudah terbiasa merasa berhasil
dengan tindakan yang hidupnya bermakna
dilakukan, tidak apabila diterima dan
mencari ibunya lagi, diakui orang lain. Hal
tidak bersikap acuh, ini akan menumbuhkan
lebih menghargai dan perasaan harga diri
memperhatikan saat yang tinggi
diajak bicara

2 Pola peran hubungan atau Pasien mau berinteraksi Bagi individu yang
interaksi sosial. dengan orang lain, positif terinfeksi AIDS
namun hanya mereka menjalani
Pasien mengatakan ia lebih senang yang menghampirinya kehidupannya akan
menutup diri dari lingkungan, tidak di tempat tidur. terasa sulit karena dari
pernah mengikuti kegiatan yang ada segi fisisk individu
disekitar, tidak ingin berinteraksi tersebut akan
dengan orang lain ataupun mencari mengalami perubahan
teman yang berkaitan dengan
perkembangan
penyakitnya, tekanan
emosional dan stress
psikologis yang
dialami karena
dikucilkan oleh
keluarga dan teman
yang takut tertular.
Serta adanya stigma
sosial dan diskriminasi
di masyarakat akan
berdampak pada
respon sosial serta
harga diri pasien
.

3. Pola Nutrisi. Pasien mengatakan Pasien mau Terjadi penurunan


nafsu makan menurun sejak sebelum menghabiskan nafsu makan sampai
masuk rumah sakit. Pasien hanya makanannya karena tidak nafsu makan pada
mau menghabiskan makannya jiak yang tersedia adalah pasien AIDS dengan
berbentuk bubur sumsum. Berat bubur sumsum dan keluhan atau
badan sebelum sakit 55 kg dan berat makanan lunak lainnya muntah.terjadi
badan terakhir 40 kg. hasil yang disediakan dari penurunan berat badan
pemeriksaan : Hb 10.2 , Albumin rumah sakit. >10 %
2.54 gr/dL

4.2 Pembahasan

Setelah mempelajari tinjauan teori dan melakukan penelitian terhadap Sdr.

A dengan diagnosa medis B20 (AIDS)+anemia yang mengalami masalah pada

persepsi diri (harga diri rendah), penulis membahas permasalahan yang terjadi

merujuk pada tinjauan teori dengan kasus yang ada.

4.2.1 Mengidentifikasi karakteristik pada pasien AIDS yang mengalami

gangguan persepsi diri (harga diri rendah) di ruang Wijaya Kusuma B

RSUD Dr. Soedono Madiun

Saat dilakukan pengkajian, didapatkan hasil sebagai berikut : pasien

tampak gelisah, bersik2ap acuh, sering memalingkan muka, pasien lebih sering
diam, dan sedikit bicara. Pasien memiliki emosional labil, dibuktikan dengan

perubahan sikap saat dilakukan tindakan terhadapnya. Orang yang selalu ada

disamping pasien hanayalah ibunya, tidak ada teman atau keluarga lainnya.

Pasien juga tidak pernah terlihat berinteraksi dengan pasien lain dan lebih

memilih diam dan menyendiri di tempat tidurnya , meski ada pasien lain di

samping tempat tidurnya. Saat ditanya jawabannya juga sama yaitu karena malu

dengan penyakitnya dan belum menikah. Pasien merasa lebih baik diam dan

menyimpan perasaan dan keluhannya untuk diri sendiri

Menurut Sunaryo (2013), harga diri rendah timbul jika individu merasa

kehilangan kasih sayang , cinra kasih dan penghargaan dari orang lain dan tidak

memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan cita-cita ideal yang ada di

dalam dirinya, sehingga individu akan mengalami kesulitan berinteraksi dalam

hubungan interpersonalnya dengan lain di lingkungan social.

Penderita AIDS sangat mudah merasa bersalah dan menerima penolakan dari

sekitarnya karena anggapan bahwa mereka dapat membahayakan orang lain.

Diskriminasi timbul dalam masalah perumahan , pekerjaan, kesehatan, dan

bantuan masyarakat , akibat rasa takut akan tertular. Dalam kenyataanya , dengan

berlanjutnya perjalanan penyakit , dukungan primer yang diterima oleh sebagian

pasien mungkin dari kelompok pendukung atau pasien AIDS lainya. Beberapa

gejala psikologis yang sering timbul :

a. Kecemasan : rasa tidak pasti tentang penyakit yang diderita ,

perkembangan dan pengobatanya : cemas dengan gejala baru , cemas


dengan gejala prognogis dan ancaman kematian , hiperventilasi , serangan

paknik.
b. Depresi : merasa sedih, tak berdaya, rendah diri, merasa bersalah , tak

berharga, putus asa, keinginan bunuh diri, menarik diri, memberi expresi

pasrah, sulit tidur, hilang nafsu makan.


c. Merasa terisolasi dan berkurangnya dukungan sosial.
d. Merasa marah terhadap diri sendiri dan orang lain, menolak bekerjasama

dengan pemberian perawatan.


e. Merasa takut bila ada yang mengetahui penyakit yang diderita.
f. Merasa kawatir dengan biaya perawatan , khawatir kehilangan pekerjaan,

pengaturan hidup selanjutnya, dan transportasi.


g. Merasa malu dengan adanya stigma sebagai penderita

HIV/AIDS,penyangkalan terhadap kebiasaan sekxual.


h. Penyangkalan terhadap obat terlarang.
Bentuk tekan psikolog yang utama adalah preokupasi pasien

dengan penyakitnya dan kemungkinan menurunnya kondisi kesehatan

pasien dengan cepat sampai tibul kematian. Respon stres yang normal

terlihat saat diagnosa diberitahukan kepada pasien, dengan ciri ciri klien

merasa tidak yakin merasa kaku , dan penyakalan serta diikuti kemarah

dan kekacauan takut dengan gejala kecemasan yang tinggi dan depresi .

kecemasan dan proses ketidak yakinan akan penyakit , perjalanan penyakit

, kemungkinan pengobatan, dan kesinambugan dari hasil yang akan

diterima . gejala kecemasan mungkin timbul dalam bentuk serangan

paknik , agitasi, insomnia, ketegangan, tidak nafsu makan, taki kardi.


Gejala depresi juga cukup menonjol. Suasana hati pasien yang

dominan ditandai dengan adanya kesedihan , putus asa dan merasa tidak

berdaya. Rasa bersalah, harga diri yang rendah , merasa tidak berharga dan

antisipasi untuk beruka seringkali timbul disertai dengan isolasi dan

menarik diri dari pergaulan sosial.


Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Sdr. A

mengalami harga diri rendah dikarenakan penyakit yang diderita. Dengan

sikap dan cara pasien menghadapi kondisinya saat ini, yaitu memilih untuk

tidak saling berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar karena

takut den malu jika ada yang mengetahui tenang penyakitnya serta ia

belum menikah di usia dewasa, maka hal ii menunjukan bahwa

karakteristik pasien sesuai denga teori yang dikemukakan.


4.2.2 Mengidentifikasi upaya peningkatan persepsi diri (harga diri rendah)

pada pasien AIDS di ruang Wijaya Kusuma B RSUD Dr. Soedono

Madiun.

Berdasarkan kasus nyata, upaya yang dilakukan dalam asuhan

keperawatan
pasien AIDS dengan hara diri rendah dilakukan dengan tindakan keperawatan

seperti :
Membina hubungan saling percaya dengan pasien untuk mempermudah dalam
melakukan tindakan, mendorong pasien untuk mengidentifikai seperti apa

kekuatan
dirinya dalam menghadapi situasi sekarang, mendukung pasien untuk menerima

tantangan baru dan mengurangi ansietas dengan menberikan motivasi serta

penjelasan mengenai penyakit dan harga diri rendah, mengkaji alasan-alasan

untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri, membantu pasien untuk

mengekspresikan dan meggambarkan perasaan serta persepsinya, membantu

pasien mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan untuk menumbuhkan rasa

optimis untuk masa depan pasien, membantu menggali keterampilan perilaku

yang positif agar dapat dilakukan setelah keluar dari rumah sakit, memonior

frekuensi komunikasi verbal pasien yang negatif , melibatkan keluarga dalam

memberikan dukungan dan umpan balik positif kepada pasien untuk

mempertahankan kemajuan dan pertumbuhannya, serta menganjurkan pasien

untuk rutin meminum obatnya agar tidak memperburuk kondisinya.


Menurut teori Nursalam (2008), penerima tanpa syarat dengan

memberikan motivasi sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan seseorang

dengan HIV/AIDS baik berupa motivasi ekstrinsik (dukungan orang tua teman
dan sebagainya) Maupun motivasi instrinsik(dari individu sendiri). Motivasi

berupa dukungan sosial mempunyai pengaruh sangat tinggi dalam

mempertahankan harga diri karena dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dan

melindungi seseorang terhadap efek negatif stres berat.


Dalam hal ini perawat dapat memberikan kesempatan pada pasien untuk

mengungkapkan perasaan negatif, memberikan umpan balik atas perilakunya,

memberikan rasa percaya dan keyakinan, serta memberi informasi yang

diperlukan oleh pasien. Sedangkan menurut Nanda Nic-Noc(2015) rencana

tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah harga diri rendah yaitu :

membina hubungn saling percaya dengan pasien, mendorong pasien untuk

mengidentifikasi kekuata dirinya dalam mengahadapi situasi sekarang mendukung

pasien meneima tantangan baru dan mengurangi ansietas, mengkaji alasan-alasan

untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri , membantu pasien untuk

mengekspresikan dan menggambarkan perasaan serta persepsinya , membantu

pasien mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan , membantu menggali

keerampila perilaku yang positif, memonitor frekuensi komunikasi verbal pasien

yang negatif , melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan dan umpan balik

positif kepada pasien untuk mempertahankan kemajuan dan pertumbuhannya


Tindakan yang dilakukan pada tinjauan teori sesuai dengan tindakan yang

dilakukan pada kasus Sdr. A dengan diagnosa medis B20 (AIDS) dengan masalah
harga diri rendah . oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada

kesenjangan antara teori dan fakta.


4.2.3 Mengevaluasi upaya meningkatkan persepsi diri(harga diri rendah)

pada pasien AIDS diruang Wijaya kusuma B RSUD Dr. Soedono

Madiun.

Dalam kasus nyata , hasil upaya meningkatkan harga diri pada pasien
AIDS dengan harga diri rendah didapatkan pasien tidak gelisah, tidak lagi

bersikap
acuh dengan memalingkan muka, tidak mencari ibu saat iu diluar ruangan dan saat
akan dilakukan tindakan, pasien mau untuk mengungkapkan perasaan dan terbuka
mengenai penyakitnya, memilik pemikiran dan pandangan positif terhadap masa

depan
terutama saat keluar dari rumah sakit, pasien terbiasa dengan dampak dari
penyakitnya seperti sesak yang semakin ari semakin sering terjadi , emosi yang

lebih stabil dari sebelumnya. Namun untuk berinteraksi dengan orang lain , pasien

hanya mampu berinteraksi dengan orang yang menghampirinya di tempat tidur

karena psien tidak kuat untuk turun dari tempat tidur.

Dalam teori yang dikemukakan oleh Nursalam (2008), hasil yang

diharapkan dari upaya peningkatan harga diri dari pasien AIDS dengan harga diri

rendah adalah pasien menunjukan tidak terdapat gelisah , tidak acuh, lebih

memperhatikan saat diajak bicara, mau mengutarakan masalah yang di hadapi.

Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil upaya meningkatkan harga

diri pasien AIDS dengan masalah harga diri rendah sesuai dengan teori yang

dikemukakan. Pasien mampu mengidentifikasi pada dirinya sendiri untuk

meningkatkan kepercayaan diri serta miningkatkan harga dirinya.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Ksimpulan
Setelah penulis melakukan studi kasus asuhan keperawatan pada pasien

dengan AIDS dalam upaya meningkatkan harga dirinya. Penulis membuat

kesimpulan sebagai berikut :


1. Karakteristik masalah harga diri rendah antara lain merasa bahwa dirinya

tidak berharga , tidak berani mencari tantangan baru dalam hidupnya ,

lebih senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal baik, tidak yakin

akan pemikiran serta perasaan yang dimilikinya , takut menghadapi respon

dari orang lain, tidak mampu membina komunikasi yang baik, merasa

tidak berdaya , memiliki emosi yang labil , mudah merasa cemas , stres

merasa kesepian dan mudah depresi , dapat menyebabkan masalah dengan

kteman baik dan sosial.


2. Upaya meingkatkan harga diri rendah pada pasien AIDS dilakukan dengan

cara : membina hubungan saling percaya dengan pasien , membantu

paasien untuk mengidentifikasi kekuatan dirinya dalam menghadapi

situasi sekarang, mendukung pasien menerima tantangan baru dan

mengurangi ansietas, mengkaji alasan-alasan untuk mengkritik atau

menyalahkan diri sendiri , membantu pasien untuk mengekspresikan dan

menggambarkan perasaan serta persepsinya, membntu pasien untuk

mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan, membantu menggali

keterampilan perilaku yang positif, memonitor frekuensi komunikasi

verbal pasien yang negatif, melibatkan keluarga dalammemberikan

dukungan dan umpan baik positif kepada pasien untuk mempertahankan

kemajuan dan pertumbuhannya


3. Evaluasi hasil upaya meningkatkan harga diri rendah pada pasien AIDS

adalah harga diri pasien membaik di tandai dengan perubahan sikap pasien

yang semula acuh menjadi memperhatikan dengan baik dan tidak lagi
memalingkan muka saat dilakukan tindakan. Pasien mau untuk

mengungkapkan perasaan dan terbuka mengenai penyakitnya , memiliki

pemikiran dan pandangan positif terhadap masa depan terutama saat keluar

dari rumah sakit, pasien terbiasa dengan dampak dari penyakit seperti

sesak yang semakin hari semaki sering terjadi , emosi yang lebih stabi dari

sebelumnya.

5.2 Saran

Penulis memberikan saran sebagai bahan pertimbangan untuk

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan sebagai berikut:

1. Bagi institusi pendidikan


Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam pengembangan

bahan pembelajaran khususnya dalam upaya meningkatkan persepsi

diri(harga diri rendah) pada pasien AIDS


2. Bagi RSUD Dr. Soedono Madiun
Hendaknya lebih meningkatkan kwalitas mutu pelayanan dalam meberikan

perawatan serta pengobatan terhadap pasien khususnya pasien AIDS

dengan gangguan persepsi harga diri rendah agar pasien merasa


diperhatikan dan tidak merasa bahwa ada diskriminasi antara pasien

dengan yang lainya.


3. Bagi peneliti selanjutnya
Dijadikan bahan pertimbangan dan rujukan dalam mengadakan penelitian

lebih lanjut tentang teori aplikasi meningkatkan persepsi diri terutama

harga diri pada pasien AIDS serta terampil dalam menerapkan dalam kasus

nyata.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul H, Azis. (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta :

Salemba Medika

__________. (2006).Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan

Keperawatan . Jakarta : Salemba Medika

Asmadi .(2008). Konsep Dasar Keperawatan . Jakarta : EGC.

Brunner & suddarth.(2002). Buku Ajar Keperatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Depkes . (2004). Kasus HIV/AIDS di indonesia (online).

(http://www.depkes.go.id,diakes 10 februari 2016)

Kartika (2014). Perempuan Mendominasi Penderita HIV/AIDS di madiun

(online).

(http://ww.rri.co.id/post/berita/77937/daerah/perempuan_mendominasi_penderita_

hivaids_di_madiun, diakses 15 februari 2016)

Mandal, dkk. (2008). Lecture Notes : Penyakit Infeksi. Jakarta : erlangga.

NANDA NIC-NOC. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis dan Nanda Nic-noc Edisi Revisi Jilid 1 & 2. Jogjakarta :

Mediaction Publising.

Nursalam. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.

Jakarta : salemba Medika.


__________. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan.

Jakarta : Salemba Medika

__________. (2009). Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan

Praktik. Jakarta : Salemba Medika.

Potter &perry. (2005). Buku Ajaran Fundamental Keperawatan Konsep , Proses

dan Praktik Volume I . Edisi 4. Jakarta:EGC.

Ricard, dkk.(1997).HIV : Manual Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta EGC.

Rihaliza. (2010). Hubungan Konseling VCT dan Dukungan Sosial dari Kelompok

Dukungan Sebaya Dengan Kejadian Depresi Pada Pasien HIV/AIDS di Lentera

Minangkabau Support. Skripsi.

Riyadi, S. & Purwanto, T. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha

Ilmu .

Santrock, J. W. (2010). Psikologi pendidikan . jakarta : kencana.

Saptoadhi , irawan (2015). Memperingati HIV/AIDS, Pin Disebar di

Madiun(online). (http://www.madiunpos.com/2015/hivaids-hari-aids-diperingati-

pin-disebar-di-madiun, diakses 15 februari 2016)

Setiadi.(2007).Konsep & Penulisan Riset Keperawatan . Yogyakarta : Graha Ilmu.


Shanti. (2009). Penatalaksanaan Keperawatan pda Pasien Harga Diri

Rendah(Online) . (http://shanti.staff.umy.ac.id/?tag=harga-diri-rendah diakses

tanggal 21 Maret 2016).

Siswanto, dkk. (2013). Metologi penelitian kesehatan dan kedokteran .

yogyakarta : Bursa Ilmu.

Smeltzer, Suzane C. (2002). Buku Ajaran Keperawatan Medikal-Bedah Brunner

& suddarth. Jakarta : EGC

Sugiyono. (2007).Metode Penelitian kuantitatif kuantitatif dan R&D. Bandung :

CV Alfabet

Sujarweni, Wiratna. (2014).Metodologi Penelitian Keperawatan . Yogyakarta:

Gava Media.

Sunaryo. (2013). Psikologi Untuk Keperawatan . Jakarta: EGC

Susilo, W. H. (2015). Riset kualitatif dan Aplikasi Penelitian Ilmu Keperawatan :

Analisis Data dengan pendekatan fenomenologo, colaizzi dan perangkat lunak N

Vivo. Jakarta : trans info media.

UPNVJ.(2014).Makalah gangguan konsep diri pada pasien HIV/AIDS.

(http://library.upnvj.ac.id/pdf/2d3keperawatan)207301008/bab2.pdf, diakes 15

februari 2016.

Videbeck, sheila.(2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :EGC

Wasis . (2008). Riset penelitian kualitatif. Jakarta : EGC


ASUHAN KEPERAWATAN

MENINGKATKAN PERSEPSI DIRI (HARGA DIRI RENDAH)

PADA SDR. A DENGAN AIDS DI RUANG WIJAYA KUSUMA B

RSUD Dr. SOEDONO MADIUN

1. Pengkajian
a. Identitas umum
1. Nama : Sdr A
2. Umur : 36 tahun
3. Jenis kelamin : laki laki
4. Alamat : Manguharjo madiun
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : Karyawan swasta
7. Agama :Islam
8. Suku/bangsa :Jawa / Indonesia
9. Sumber informasi : Ibu (Ny.s)
10. Diterima dari : IRD
11. Cara datang : Pasien rujukan dari RSUD kota madiun
12. No. Registrasi : 6624109
13. Tanggal MRS :22 juni 2016 pukul 10.45
14. Tanggal pengkajian :25 juni 2016 pukul 11.15
15. Diagnosa medis :B20 + Anemia
B. Riwayat Perawatan

1. Alasan MRS/Keluhan Utama

Saat MRS :Pasien mengatakan lemas , nafsu makan menurun

Saat pengkajian :Pasien mengatakan merasa badanya lemas

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengatakan beberapa hari sebelum dibawa kerumah sakit badanya

terasa lemas , nafsu makannya menurun, dan kadang dada terasa sesak.

Pasien dan ibu menganggap itu hanya penyakit biasa, jadi cara

menanganinya adalah dengan memberikan makan sesuai dengan selera.

Karena gejala yang dirasakan tidak kujung reda akhirnya pada tanggal 21

juni 2016 pasien dibawa ke puskesmas patian. Dari puskesmas pasien

dirujuk ke RSUD sogaten tetapi melihat kondisinya yang lemah, pasien

langsung dirujuk ke poli dalam RSUD Dr soedono madiun. Pasien ke poli

dalam RSUD soedono madiun pada tanggal 22 juni 2016. Dari poli

dalam , pasien dianjurkan untuk rawat inap karena keadaanya. Kemudian

pasien dibawa ke IRD.Di IRD RSUD Dr soedono , pasien mendapat terapi

infus NaCl 500 ml 20 tpm (iv)., injeksi ranitidin 50 mg(iv), anemolat 1

mg(oral),tablet SF300 mg(oral). Kemudin pasien menjalan rawat inap

diruwang wijaya kusuma B


3. Riwayat Kesehatan keluarga
Pasien mengatakan Bapak menderita penyakit menurun Diabetes melitus

namun sekarang sudah meninggal. Tidak ada anggota keluarga yang

memiliki penyakit menular seperti TBC.


C. Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

a. Riwat hidup sebelumnya :sebelum klien terkena AIDS, klien pernah

bekrja dirumah makan di bandung , llu bekerja di salah satu hotel di

madiun. Tak lama setelah itu klien keluar dari pekerjaannya dan hanya

tinggal dirumah tanpa berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Kemudian

klien jatuh sakit . karena keadaan klien yang tak kujung membaik , oleh

ibu dibawa ke RS Santa Clara (panti bahagia). Di rumah sakit ini klien dan

ibu mengetahui bahwa terkena HIV (2014). Pada tahun 2015klien pernah

dirawat dirumah sakit yang sama yakni RSUD Dr soedono dengan keluhan

batuk lebih dari 3 minggu. Setelah keluar dari rumah sakit, klien

mengkonsumsi obat selama 6 bulan secara rutin. Klien juga

mengkonsumsi obat dari klinik VCT yaitu abat ARV dengan jenis TDF

(tenofir) 300mg 1x1 secara rutin sejak tahun 2014. Selama mengkonsumsi

obat , klien sering merasa mul tetapi tidak sampai terjadi muntah . pada

awal tahun 2016 klien tidak mengkonsumsi obat lagi karena merasa sudah

sehat dan tidak perlu minum obat lagi.

b. Penggunaan bahan beresiko :

Tembakau : tidak
Alkohol : tidak
Obat lain : tidak

C. Riwayat elergi tidak

d. Pengetahuan tentang penyakit sekarang dan upaya pencegahan :


pasien mengatak tahu tentang penyakitnya namun kurang tahu mengapa

badanya yang lemas dan sesak yang dirasakan tidak kunjung reda.

e. Harapan terhadap perawat saat ini : pasien mengatakan bahwa ingin

kondisinya segera sehat dan ingin cepat pulang.

2. Pola nutrisi / cairan dan metabolisme

a. Nafsu makan : menurun, diet MLTETP (makanan lunak tinggi energi

tinggi protein), juka berbentuk nasi satu porsi hanya habis setengah tapi

jika bubur sum-sum habis.

b. Perubahan berat badan terakhir : menurun (dari 55kg menjadi 40kg)

c. Keluhan : kadang kadang mual

d. rumus BMI(body mas index) diperhitungkan:

BMI = BB(kg) = 40kg = 40kg = 15,6

TB(m)2 1.600(m)2 2.56

LILA 17 cm

Status gizi : kurang, klien tergolong kurus

3. Pola Eleminasi

a. Defekasi 2-3 kali/hari, tanggal defekasi terakhir 25 juni 2016 jam 06.00

WIB
b. masalah defekasi : diare
c. Berkemih: 3-4 kali/hari, alat bantu yang digunakan adalah pispot dan

diapres
d. masalah berkemih : tidak ada
e. kemampuan mencapai toilet :klien tidak mampu

4. Pola aktivitas dan personal hygiene

a. Kemampuan Perawat Diri:

Makan minum : dibantu orang lain


Mandi : dibantu orang lain
Berpaikan : dibantu orang lain
Toileting : dibantu orang lain
Mobilisasi di tempat tidur : mandiri
Berpindah/berjalan : klien tidak mampu

5. Pola tidur dan istirahat

A. Pola tidur malam jam 20.00 WIB 05.00 WIB , tidur siang sangat ingin

tidur tapi saat sepi tanpa pengunjung


B. Kebiasaan sebelum tidur :tidak ada
C. Masalah tidur : bila sesaknya kambuh pasien sering terbangun

6. pola persepsi kognitif

a. status mental : orientas baik, kesadaran composmentik, GCS E : 4, V:5, M:5

b. kemampuan bicara : jelas, menggunakan bahasa jawa dan indonesia

c. pendengaran : normal

d. penglihatan : normal

e. nyeri : tidak

7.Pola konsep Diri Persepsi Diri


a. Kesadaran terhadap diri :kekuatannya tergantung pada keluarga dan

kelemahannya adalah karena penyakitnya


b. Kesadaran terhadap perannya:pasien menyadari bahwa sebagai anak

harusnya bisa membahagiakan orang tua ,namun sampai sekarang ia

merasa belum bisa membahagiakan orang tuanya.Karena justru sekarang

ini menderita penyakit yang sulit disembuhkan dan di usia yang sudah

mencapai 36 tahun belm berkeluarga.


c. Penerimaan terhadap kondisi badannya :Pasien merasa semakin hari

bukannya tambah baik tetapi bertambah parah terutama sesaknya,semakin

sering kambuh.Pasien sering bertanya apakah itu baik-baik saja dan apa

penyebabnya.

8.Pola Toleransi Terhadap Stress

a. Pencetus stress terakhir badan semakin kurus karena penyakit dan belum

berkeluarga,tingkat stress:sedang
b. Cara menangani stress :berdiam diri di rumah dan tidak pernah keluar.
c. Pandangan terhadap masa depan :tidak ada jawaban saat pengkajian
d. Status emosi :labil,menarik diri ,mudah tersinggung
e. Tingkat ansietas/takut:Sedang (berdasarkan HARS dengan ciri lahan

persepsi terhadap lingkungan menurun,fokus pada hal penting

,anorexia,diare,gelisah,perasaan tidak nyaman)


f. Perilaku cemas:Mengerutkan kening dan selalu mencari ibu saat ibu

berada di luar ruangan

9.Pola Peran dan Hubungan/Interaksi Sosial


a. Peran dalam pekerjaan :sebelumnya bekerja sebagai koki dirumah makan

di Bandung kemudian pindah jadi koki di salah satu hotel di Madiun

,namun sekarang pasien tidak bekerja karena sakit


b. Kepuasan menjalankan peran :saat masih bekerja pasien merasa puas

dengan pekerjaannya namun sering mendapatkan teguran dari atasan

yang cerewet.Namun karena keterbatasan kondisinya sekaran,pasien tidak

bisa bekerja dan merasa malu jika harus keluar rumah..


c. Sistem pendukung pasien:ibu
d. Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan di rumah sakit :Tidak ada
e. Hubungan dengan orang lain:Pasien menutup diri dari lingkungan,hanya

memiliki satu teman yang sering diajak main dan bisa untuk

curhat.Namun sekarang jarang berkunjung kerumah dan tidak pernah

berkomunikasi lagi.
f. Pola Seksualitas/Reproduksi
a. Perilaku seksual:tidak terkaji
b. Kontrasepsi :tidak menggunakan alat kontrasepsi
c. Masalah Reproduksi:Tidak ada

11.Pola Keyakinan Nilai

a. Agama:Islam
b. Pantangan keagamaan b/d kesehatan :tidak ada pantangan namun klien

jadi jarang menjalankan ibadah


c. Hambatan pelaksanaan ritual agama:klien jarang beribadah dengan alasan

sakit dan lemas.

D.Pemeriksaan Fisik

1.Keadaan Umum:

a. Penampilan kurang rapi ,tinggi badan 160 cm,berat berat badan 40 kg


b. Suhu 37,6 0C,nadi 88x/menit (teratur),respirasi rate 20 x/menit
c. Tekanan darah 100/70 mmHg

2.Sistem Integumen :

a. A.Kulit :turgor/elastisitas menurun ,warna pucat ,kering,tidak ada

edema,tidak ada varises,tidak ada gatal,tidak ada lesi


b. Penyebaran rambut merata,warna bibir merah muda ,kelembaban cukup
c. Kuku :warna :pucat ,hangat,:bentuk normal,tidak ada lesi,pengisian

kapiler kurang dari 2 detik


d. Kelenjar tiroid tidak ada pembesaran,kelenjar limfe tidak ada pembesaran

3.Sistem Pernapasan

a. Dinding dada :normal,tidak ada retraksi dada


b. Bentuk dada :normal,simetris
c. Gerak napas :simetris
d. Suara napas :Vesikuler,tidak ada wheezing ,tidak ada ronchi
e. Frekuensi 20x/menit ,fokal fremitus sama kanan kiri
f. Tidak ada pernapasan cuping hidung,tidak ada penggunaan otot bantu

napas

4.Sistem Cardiovaskular

a. Tekanan darah 100/70 mmHg ,tidak terdapat distensi vena juguler


b. Bunyi jantung :S1 dan S2 tunggal ,irama reguler ,tidak ada gallop atau

murmur
c. Palpasi jantung:ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula sinistra
d. Nadi :frekuensi 88x/menit
e. Tekanan vena juguler : normal

5.Sistem Pencernaan :

a. Bibir dan lidah :kotor


b. Gusi dan gigi:normal
c. Abdomen : tidak kembung,tidak acites,tidak terdapat nyeri tekan,bising

usus 10 x/menit
6.Sistem Neurosensori

a. Pendengaran:normal
b. Penglihatan :normal,reaksi pupil isokor,konjungtiva tidak anemis,sklera

tidak ikterik
c. Penghidu :normal,tidak terdapat polip
d. Kepala :tidak terdapat nyeri,tidak ada vertigo
e. Kesadaran :Composmentis,GCS 456
f. Kesemutan/rasa tidak ada,terdapat tremor di tangan kanan
g. Kejang:tidak ada

7.Sistem Muskuloskeletal:

a. Tonus otot :genggaman tangan sama kuat kanan dan kiri,kekuatan otot

kaki sama kuat kanan dan kiri 5 5

5 5

b. Tulang ; tidak ada tumor,tidak ada radang


c. Sendi :nyeri/radang :tidak ada,rentang gerak :normal
d. Keseimbangan dan gaya berjalan tidak mantap,pasien hanya berbaring di

tempat tidur.Kadang-kadang juga duduk

8.Sistem Genitourinary:

a. Tidak terpasang kateter ,tidak terdapat lesi .Pasien BAK menggunakan

pispot dan diapers.

E.Pemeriksaan Penunjang

Tabel 4.1
Hasil Pemeriksaan Penunjang Laboratorium
Di RSUD Dr.Soedono Madiun Tanggal 23 Juni 2016

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Acuan


HEMATOLOGI
DARAH LENGKAP/CBC
Hemoglobin 10.2* g/dL 13.4-17.7
Hitung Leukosit 5.45 103/uL 4.3-10.3
Trombosit 218 103/uL 142-424
Hematokrit 30.8* % 40-47
Hitung Eritrosit 3.65* 106/uL 4.0-5.5
MCV 84.4 fL 80-93
MCH 27.9 pg 27-31
MCHC 33.1 g/dL 32-36
Hitung Jenis Leukosit:
Eosinofil (%) 0.0 % 0-3
Basofil (%) 0.2 % 0-1
Neutrofil (%) 84.3* % 50-62
Limfosit (%) 6.1* % 25-40
Monosit (%) 8.8* % 3-7
Laju Endap Darah (LED) 78 mm/jam 0-15
KIMIA KLINIK
Protein total 5.83* g/dL 6.7-8.7
Albumin 2.54* g/dL 3.5-5
Globulin 3.29 g/dL 2.9-4.5
SGOT 61* U/L 8-31
SGPT 30 U/L 6-40
BUN 11.5 mg/dL 10-20
Creatinin 1.21* mg/dL 0.6-1.1
Asam Urat 2.81 mg/dL 2.6-6.0

Tabel 4.2
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik
Di RSUD Dr.Soedono Madiun Tanggal 24 Juni 2016

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Acuan Keterangan


IMUNO-SEROROLI
CD 4 19* Sel/mm3 >500

Tabel 4.3
Hasil Pemeriksaan Penunjang Laboratorium
Di RSUD Dr.Soedono Madiun Tanggal 29 Juni 2016

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Acuan


HEMATOLOGI
DARAH LENGKAP/CBC
Hemoglobin 10.2* g/dL 13.4-17.7
Hitung Leukosit 7.69 103/uL 4.3-10.3
Trombosit 153 103/uL 142-424
Hematokrit 31.1* % 40-47
Hitung Eritrosit 3.71* 106/uL 4.0-5.5
MCV 83.8 fL 80-93
MCH 27.5 pg 27-31
MCHC 32.8 g/dL 32-36
Hitung Jenis Leukosit:
Eosinofil (%) 0.4 % 0-3
Basofil (%) 0.1 % 0-1
Neutrofil (%) 89.9* % 50-62
Limfosit (%) 4.7* % 25-40
Monosit (%) 4.9 % 3-7
Laju Endap Darah (LED) 74* mm/jam 0-15
KIMIA KLINIK
Albumin 2.13* g/dL 3.5-5
SGOT 70* U/L 8-31
SGPT 38 U/L 6-40
BUN 17.5 mg/dL 10-20
Creatinin 1.09 mg/dL 0.6-1.1
Asam Urat 1.55* mg/dL 2.6-6.0

Pemeriksaan Radiologi

Foto Thorax

Hasil :Cardiak normal,Keradangan paru

F.Program Terapi

Program Terapi Tanggal 25-30 Juni 2016:


1) Infus NaCl 500 ml :20 tpm.Merupakan jenis elektrolit
2) Injeksi Omeprazole :2x40 mg (IV).Jenis penghambat pompa proton yang

dapat menurunkan kadar asam.


3) Injeksi Asam Traneksamat 2x500mg (IV).Asam Traneksamat merupakan

golongan obat anti-fibrinolitik untuk menghentikan pendarahan.


4) Injeksi Ceftazidime 3x1 gram (IV).Antibiotika sefalosporin semisintetik

yang bersifat bakterisidal,bekerja dengan menghambat enzim yang

bertanggung jawab terhadap sintesis dinding sel.


5) Injeksi Vit K 2x10 mg (IV).Vitamin yang larut dalam lemak ,berperan

penting dalam proses pembekuan darah dan kesehatan tulang.


6) Anemolat 2x1 mg (oral).Jenis Vitamin B yang digunakan untuk mengobati

beberapa jenis anemia (kekurangan sel darah merah).


7) SF (Sulfas Ferosus) 1x300 mg (oral).Suplemen zat besi yang digunakan

untuk mengobati atau mencegah kadar zat besi rendah dalam darah.
8) Lodia 3x2 mg (oral).Lodia merupakan obat untuk mengobati diare akut.
9) Kandistatin :6x4 gtt (oral).Obat anti jamur untuk infeksi oleh jamur pada

mulut,kerongkongan,dan saluran pencernaan.


10) ARV dengan jenis TDV (Tenofovir) 300 mg 1x1 ,Hiviral (Lamivudin) 150

mg 2x1 ,EFV (Efavirenz) 600mg 1x1.ARV merupakan obat untuk

memperlambat perkembangan penyakit karena infeksi virus.

G.Perumusan Diagnosa Keperawatan

1.Analisa Data

Tanggal Data Fokus Etiologi Problem


25-06-2016 DS: Virus HIV-AIDS Harga diri rendah
-Klien mengatakan situasional
semenjak sakit tidak
pernah keluar rumah Penurunan Imunitas
kecuali saat berpergian Tubuh
jauh.
DO:
-Pasien bertanya Berbagai Masalah
tentang keadaannya Kesehatan (transisi
disetiap kesempatan perkembangan
-Pasien cemas dan penyakit)
gelisah dengan
ekspresi mengerutkan
kening saat ibu tidak
ada di ruangan
-Sistem pendukung
yang dimiliki hanya ibu
-Pasien sempat menolak
untuk menjelaskan
tentang penyebab
penyakitnya pada awal
implementasi
-Pasien menutup diri
dari lingkungan dan
hanya memiiki 1 teman
namun sekarang tidak
saling berkomunikasi
lagi
-Pasien sudah keluar
dari pekerjaannya dan
menganggur
-Pasien mudah
tersinggung
-Keadaan umum cukup
-Kesadaran
Composmentis
-GCS 456
-Sel CD 4 19 sl/mm3
(normal >500 sel/mm3)
-Tanda-tanda Vital:
TD=100/70mmHg
N=88X/menit
RR=20X/menit
Suhu=37,60C

2.Diagnosa Keperawatan

Harga diri rendah situasional berhubungan dengan transisi perkembangan

penyakit.
3.Intervensi Keperawatan

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari,diharapkan ada

peningkatan persepsi diri terutama pada harga diri.

Tujuan jangka panjang :Menunjukkan peningkatan persepsi diri dengan tidak

merasa malu lagi dan pasien mampu membaur di lingkungan sekitar dan tidak

berdiam diri di rumah,memiliki pandangan positif tentang masa depan.

Kriteria Hasil:

1. Adaptasi terhadap kondisi yang dihadapi sekarang (menjadi diri seperti

sebelum sakit dengan tetap berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan

tidak mengurung di rumah).


2. Menunjukkan penilaian pribadi tentang harga diri yang positif untuk

saat ini dan seterusnya (tidak menyalahkan diri karena apa yang

dilakukan di masa lalu sehingga membuatnya berputus asa).


3. Mengungkapkan penerimaan diri (peningkatan harga diri dan tidak

berputus asa dengan apa yang terjadi).


4. Menggunakan strategi koping efektif dengan mengungkapkan

optimisme tentang masa depan (memiliki pandangan seperti apa

nantinya setelah keluar dari rumah sakit).

Rencana Tindakan Keperawatan :

1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien.


2. Bantu pasien mengidentifikasi kekuatan dirrinya.
3. Dukung pasien untuk menerima tantangan baru dan mengurangi tingkat

ansietas panik.
4. Kaji alasan-alasan untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri.
5. Bantu pasien mengekspresikan dan menggambarkan perasaan serta

persepsi dirinya.
6. Bantu pasien mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya.
7. Bantu menemukan keterampilan perilaku yang positif melalui model

peran dan diskusi.


8. Monitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negatif.
9. Kolaborasi dengan perawat ahli dan libatkan keluarga atau kelompok

dukungan sebaya (KDS) dari pasien dalam menggali

permasalahan,memotivasi klien dan melakukan pengawasan dalam

minum obat.
10. Menggunakan proses interaktif yang berfokus pada kebutuhan,masalah

atau perasaan pasien dan orang terdekat untuk meningkatkan atau

mendukung koping.
4. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Tanggal No.D Jam Tindakan Keperawatan Paraf


x
25-06-2016 1 12.45 -Melakukan BHSP setiap bertemu pasien dengan memberi salam dan tersenyum pada
pasien serta selalu bersikap ramah
R/Klien merasa percaya dan tidak canggung saat dilakukan implementasi
-Membantu pasien mengidentifikasi kekuatan diri dengan bertanya bagaimana cara untuk
menghadapi penyakitnya selama ini
12.50 R/pasien menjawab bahwa ia lebih suka berdiam diri dan menyendiri di rumah
-Mengkaji alasan mengapa pasien selalu menyendiri dirumah seakan menyalahkan diri
dengan keadaannya
R/Pasien menunduk dan tidak mau menjawab
-Mendukung pasien menerima tantangan baru dan mengurangi tingkat ansietas panik
12.57 dengan memberikan semangat dan memberikan penjelasan tentang penyakitnya seperti
pengertian serta bagaimana mekanisme penyakit tersebut menyerang tubuh terutama pada
sistem imun atau daya tahan tubuhnya.
R/Pasien sering bertanya kenapa sering sesak dan mual ,apakah ia sedang baik-baik saja
13.05 atau tidak ,namun setelah diberikan penjelasan pasien mengerti keadaannya
-Membantu pasien mengekspresikan dan menggambarkan perasaan serta persepsi dirinya
dengan mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya
R/pasien tidak menjawab
-Membantu pasien mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dengan menyebutnya apa
yang bisa dilakukannya dan belum tentu bisa dilkukan orang lain
R/Pasien menjawab ia suka memasak jadi ia bekerja di rumah makan dan disebuah hotel di
bagian dapur.
-Membantu menggali keterampilan perilaku positif yang dimiliki pasien dengan bertanya
kepada pasien adakah hobi selain memasak
R/Pasien menjawab ia hanya suka memasak
13.20 -Memonitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negatif
R/Pasien tidak mngungkapkan komunikasi verbal yang negatif
-Mengajak dan melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan dan semangat agar lekas
sembuh
R/Keluarga (ibu)selalu mendampingi pasien
13.25 -Menggunakan proses interaktif yang berfokus pada kebutuhan,masalah atau perasaan
pasien dan orang terdekat untuk meningkatkan atau mendukung koping dengan
memberikan penjelasan tentang dampak penyakit kepada keluarga
R/Ibu pasien memberikan feedback berupa pertanyaan seputar gejala yang dialami pasien
kemarin yaitu pasien tiba-tiba terkena diare walaupun tidak makan sembarangan

13.30

13.32

13.33

13.40
27-06-2016 1 08.15 -Melakukan BHSP setiap bertemu pasien dengan memberi salam dan tersenyum pada
pasien serta selalu bersikap ramah
R/Klien merasa percaya dan tidak canggung saat dilakukan implementasi
-Memberikan terapi injeksi ceftazidime 1gr (IV),omeperazole 40mg (IV),asam traneksamat
500mg (IV),Vit K 10mg (IV)
08.35 R/Pasien kooperatif dalam pemberian obat
-Membantu pasien mengidentifikasi kekuatan diri dengan bertanya apakah ada cara lain
untuk menghadapi penyakitnya selain berdiam diri dirumah
R/pasien menjawab tidak ada cara lain ,hanya ingin seperti itu
08.55 -Mengkaji alasan mengapa pasien selalu menyendiri dirumah seakan menyalahkan diri
dengan keadaannyaa
R/Pasien menunduk dan tidak mau menjawab seperti sebelumnya
-Tetap memberikan semangat dan mengevaluasi penjelasan kemarin dengan pertanyaan
tentang penykitnya
R/Pasien tidak menyebutkan nama atau virus dari penyakitnya ,hanya menjawab penyakit
09.00 itu menyerang kekebalan tubuhnya sehingga jadi seperti itu
-Membantu pasien mengekspresikan dan menggambarkan perasaan serta persepsi dirinya
dengan mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya
R/Pasien tetap tidak menjawab
-Menganjurkan kepada pasien untuk tetap menyikat gigi dan membersihkan mulut agar
09.05 tidak ada kotoran yang menempel dan mempengaruhi nafsu makan
R/Pasien menjawab iya dengan acuh
-Selalu memonitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negatif
R/Pasien tidak mengungkapkan komunikasi verbal yang negatif
-Mengingatkan keluarga untuk selalu mengawasi pasien dalam minuum obat
R/ibu selalu membantu pasien minum obat

09.15

09.55

10.20

11.15
28-06-2016 1 08.15 -Melakukan BHSP setiap bertemu pasien dengan memberi salam dan tersenyum pada
pasien serta selalu bersikap ramah
R/Klien merasa percaya dan tidak canggung saat dilakukan implementasi
-Memberikan terapi injeksi ceftazidime 1gr (IV),omeperazole 40mg (IV),asam traneksamat
500mg (IV),Vit K 10mg (IV)
08.30 R/Pasien kooperatif dalam pemberian obat
-Menanyakan apakah pasien makan dengan baik serta memberikan pengertian kepada
pasien dan ibu untuk memperhatikan kecukupan asupan nutrisi agar tidak memperburuk
kondisi pasien dengan memakan yang disediakan dari rumah sakit
09.00 R/Pasien hanya menghabiskan setengah dari makanannya tadi pagi karena tidak selera dan
merasa bahwa makanannya tidak enak ,pasien ingin makan buah yang kandungan airnya
banyak
-Menjelaskan kepada pasien tentang harga diri rendah dan pengaruhnya dalam kehidupn
sehari-hari seperti tidak dapat mengembangkan potensi diri ,tidak memiliki teman sebagai
sistem pendukung selain ibu
R/Pasien memperhatikan dengan seksama
-Mengkaji kembali alasan mengapa pasien selalu menyendiri di rumah seakan
menyalahkan diri dengan keadaannya namun tidak memaksa pasien untuk menjawab
R/Pasien menjawab merasa malu karen terkena HIV/AIDS sehingga tubuhnya semakin
kurus ,jadi jangan sampai ada tetangga yang tahu tentang penyakitnya dan di usia 36 belum
13.00 berkeluarga
-Mendukung pasien menerima tantangan baru dan mengurangi tingkat ansietas panik
dengan memberikan semangat dan memberikan motivasi merubah persepsinya untuk tetap
membaur dengan lingkungan dengan tidak mengurung diri dirumah dan mengikuti setiap
kegiatan yang ada di lingkungan sekitar untuk tetap menjaga silaturahim dengan sesama
R/Pasien kooperatif dalam mendengarkan dan menjawab akan mencoba saat keluar dari
13.15 rumah sakit
-Meminta pasien mengekspresikan dan menggambarkan perasaan serta persepsi dirinya
dengan mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya dan bertanya pada pasien apa
pandangan apa yang dimilikinya untuk masa depan atau setelah keluar dari rumah sakit
R/Pasien masih merasa saat ini tidak berguna karena berada di rumah sakit,tapi nanti saat
keluar dari rumah sakit pasien memiliki keinginan untuk membuka kedai dan mengelolanya
bersama ibu
-Membantu pasien mengidentifikasi kelebihan dan kekurangann dengan menyebutkan apa
yang bisa dilakukannya dan belum tentu bisa dilakukan orang lain
13.25 R/Karena suka memasak maka dari itu pasien ingin meembuka kedai,karena dengan
kelebihannya itu ia yakin bisa untukk tercapai
-Menanyakan apakah pasien masih rutin beribadah kepada Allah,misalnya sholat 5 waktu
R/Pasien menjawab tidak sholat karena dengan keadaannya yang lemas dan sering sesak
seperti sekarang ini pasienn meyakini akan sulit untuk beribadah
-Menyarankan untuk tetap menjalankan perintah-Nya minimal sholat wajib
R/Pasien hanya menjawab iya dengan memalingkan muka seakan menolak saran secara
tidak langsung.

13.35
13.40

13.42

13.47

29-06-2016 1 08.15 -Melakukan BHSP setiap


bertemu pasien dengan
memberi salam dan
tersenyum pada
pasien,menanyakan kabar
09.30 pasien setiap bertemu
R/Pasien menjawab
dengan baik
-Mengkaji alasan mengapa
bisa sampai terkena AIDS
R/Pasien mengatakan
13.00 terkena AIDS karena
pergaulan bebas dan
memutuskan untuk
melupakan itu semua
karena menyakitkan jika
diingat
-Tetap memberikan
semangat dan memberikan
13.15 motivasi merubah
persepsinya untuk tetap
membaur dengan
lingkungan dengan tidak
13.20 mengurung diri dirumah
dan mengikuti setiap
kegiatan yang ada
dilingkungan sekitar
R/Pasien kooperatif dalam
mendengarkan dan
menjawab akan mencoba
13.25 saat keluar dari rumah
sakit.
-Mengambilkan dan
membantu pasien untuk
13.26 minum air putih
R/Pasien minum air putih
dalam botol menggunakan
sedotan
13.40 -Menanyakan pada pasien
adakah pandangan yang
dimilikinya untuk masa
depan atau setelah keluar
dari rumah sakit selain
membuka kedai
R/Pasien ingin melengkapi
keinginannya dengan
membina keluarganya
sendiri dan berbahagia
-Menanyakan kembali
dampak dari memiliki
harga diri rendah
R/Pasien menjawab tidak
memiliki teman seperti
saya sekarang
-Memonitor frekuensi
komunikasi verbal pasien
yang negatif
R/Pasien tidak
mengungkapkan
komunikasi verbal yang
negatif
-Memberikan sarann
kepada pasien mengikuti
organisasi atau komunitas
seperti Bambu Nusantara
untuk mendapatkan teman
yang bisa diajak sharing
mengenai penyakit dan

Pengalaman yang dimilikiserta mengikuti kegiatan yang diadakan dalam komnitas. Jadi
tidak hanya berdiam diri dirumah, namun memiliki kegiatan positif untuk mengisi
waktu sehari-hari
R/ Pasein kooperatif dan mengatakan mau mengikuti komunitas tersebut jika tidak ada
tetangganya yang akan tahu tentang penyakitnya
30-06-2016 1 08.25 Melakukan BHSP setiap bertemu pasien dengan memberi salam dan tersenyum
pada pasien, menanyakan kabar pasien setiap bertemu
R/ Pasien menjawab dengan baik
08.45 Memberikan terapi injeksi ceftazidime 1 gr (iv), omeprazole 40 mg /9iv), asam
traneksamat 500 mg (iv0, vit k 10 (iv)
R/ Pasien kooperatif saat pemberian obat
Memasangkan oksigen kepada pasien dengan nasal kanul 3 lpm karena pasien
09.00
mengeluh sesak
R/ Pasien merasa lebih baik dengan dipasangnya oksigen
Membantu pasien minum susu saat ibu berada diluar ruangan
10.00 R/ Pasien menghabiskan segelas susu yang disediakan
Meminta pasien untuk tetap semangat demi kesembuhan dan memberikan motivasi
bahwa tidak semua penderita AIDS hanya bisa berdiam diri dirumah. Nbanyak
13.00 penderita yang tetap bekerja dengan berusaha seperti penata rias, petani, pengusaha
pakaian, tukang kayu, pengrajin dari barang bekas, bahkan juga ada juga yang
bekerja membantu perawat di klinik khusus bagi penderita AIDS di rumah sakit.
Namun dari semua itu mereka memiliki persepsi yang baik dan tidak menyalahkan
diri karena penyakit tersebut. Mereka memiliki pandangan positif untuk kehidupan
sehari-hari di masa mendatang. Jadi sebenarnya tidak ada yang tidak
mungkinasalkan mau berusaha pasti bisa, tergantung bagaimana cara pandang
setiap individu sendiri.
R/ Pasien bertanya apakah benar seperti itu, dan jika benar maka ia meyakini bisa
mewujudkan keinginannya sendiri
Mengingatkan kembali kepada pasien untuk selalu mengutamakan terpenuhinya
nutrisi, membuang emikiran negatif dan selalu memliki pandangan positif karena
pemikiran negatif dapat memicu stress dan memperburuk kondisi
R/ Pasien mendengarkan dan tersenyum
13.15
Meminta ibu untuk selalu mendampingi serta mengawasi pasien dalam minum obat
agar tidak sampai terulang pasien memutuskan untuk tidak minum obat lagi karena
merasa sudah sehat
R/ Ibu selalu mendampingi pasien dan membantu minum obat sudah saat ada
waktunya
13.25

5. Evaluasi Keperawatan

Tanggal Jam No. DX Catatan Perkembangan Paraf


25-06-2016 14.00 1 S : Pasien mengatakan badan masih terasa lemas dan tidak mau membahas tentang
penyakitnya
O:
Belum mau mengungkapkan masalah dan menggambarkan perasaannya
Pasien tampak gelisah
Pasien bersikap acuh
Mudah tersinggung. Labil
Pasien sudah tidak diare
Keadaan umum cukup
Masih mencari ibu saat sendiri di ruangan setiap dilakukan tindakan
Tanda-tanda vital:
o TD= 100/ 70 mmHg
o N= 88 kali/ menit
o RR= 20 kali/menit
o Suhu = 37,6 0 C
A : Masalah belum teratasi
P : Pertahankan intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
2. Bantu pasien mengidentifikasi kekuatan diri
3. Dukungan pasien untuk menerima tantangan baru dan mengurangi tingkat
ansietas panik
4. Kaji alasan-alasan untuk mengkritik atau penyalahkan diri sendiri
5. Bantu pasien mengekspresikan dan menggambarkan perasaan serta persepsi
dirinya
6. Bantu pasien mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannnya
7. Bantu menemukan keterampilan perilaku positif
8. Monitor frekuensi komunikasi verbal negatif
9. Libatkan keluarha dari pasien dalam menggali permasalahan, memotivasi klien
dan melakukan pengawasan dalam minum obat
10. Menggunakan proses interaktif yang berfokus pada kebutuhan, masalah atau
perasaan pasien dan orang terdekat untuk meningkatkan dan mendukung koping

27-06-2016 14.00 1 S: Pasien mengatakan tidak mau membahas tentang penyebab penyakitnya dan ingin
beristirahat
O:
Pasien masih belum mau mengungkapkan penyebab ia terkena AIDS
Tidak mau mengatakan bagaimana perasaan serta pandangan terhadap diri
Pasien gelisah
Sering memalingkan muka
Keadaan umum cukuop
Tanda-tanda vital:
o TD= 110/ 70 mmHg
o N= 85 kali/ menit
o RR= 20 kali/ menit
o Suhu=37,9 0 C
A: Masalah belum teratasi
P: Pertahankan intervensi 1, 3, 5, 7, 9, 10
28-06-2016 14.10 1 S: Pasien mengatakan merasa lebih baik dari sebelumnya
O:
Pasien mau mengungkapkan perasaannya
Pasien tidak mencari ibunya lagisaat didalam ruangan sendiri
Pasien tidak gelisah saat dilakukan implementasi
Emosional saat disinggung mengenai penyebabnya terkena AIDS
Keadaan umum cukup
Tanda-tanda vital:
o TD= 100/70 mmHg
o N= 80 kali/ menit
o RR= 19 kali/ menit
o Suhu= 37 0 C
A: Masalah teratasi sebagian
P: Pertahankan intervensi 1,2,5,7,9,10
29-06-2016 14.30 1 S: Pasien mengatakan merasa tidak berguna karena sakit, namun ingin membuka kedai
bersama ibunya setelah keluar dari rumah sakit
Pasien mengatakan salah satu dampak dari harga diri rendah adalah tidak
mempunyai teman
O:
Pasien tidak gelisah
Tidak lagi memalingkan muka
Tidak bersikap acuh lagi
Mau mengatakan penyebab AIDSnya adalah karena pergaulan bebas namun
masih emosional jika disinggung tentang hal tersebut
Dapat mengungkapkan perasaan dan pandangan masa depan
Terbiasa dengan implementasi yang dilakukan
Pasien menghabiskan makanannya
Keadaan umum cukup
Tanda-tanda vital
o TD= 100/70 mmHg
o N= 88 kali/ menit
o RR= 19 kali/ menit
o Suhu= 37,7 0 C
A: Masalah teratasi sebagian
P: Pertahankan intervensi 1,3,5,7,9.10

30-06-2016 14.20 1 S: Pasien mengungkapkan pandangannya terhadap masa depan dan mengatakan mau
untuk mencoba mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat setelah keluar dari rumah
sakit dan keadaannya membaik, pasien mengeluh sesak
O:
Pasien tidak gelisah
Tidak lagi memalingkan muka
Tidak bersikap acuh lagi
Dapat mengungkapkan perasaan dan pandangan masa depan dengan bekerja dan
mengikuti organisasi derta mencari teman baru
Terbiasa dengan imolementasi yang dilakukan
Pasien sesak dan menggunakan nasal kanul dengan oksigen 3 lpm
Tanda-tanda viatal:
o TD= 100/70 mmHg
o N= 89 kali/ menitTD= 100/70 mmHg
o N= 89 kali/ menit
o RR= 21 kali/ menit
o Suhu= 37,7 0 C
A: Masalah teratasi (pasien memiliki pandangan positif di masa depan dan mau untuk
membuka diri kepada orang lain dan berjanji untuk mengikuti setiap kegiatan di
masyarakat dan mencari teman baru)
P: Hentikan intervensi
Lampiran 5

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik/Materi : HIV/ AIDS

Sasaran : Pasien AIDS

Tanggal : Mei- Juni 2016

Waktu : 30 Menit

Tempat: Ruang Wijaya Kusuma B RSUD Dr. Soedono Madiun

Pemateri : Rois N

A. LATAR BELAKANG
Seperti yang kita ketahui bahwa semakin banyak kasus HIV/ AIDS untuk itu

perlu penjelasan lebih lanjut terhadap pasien AIDS dengan harapan pasien mampu

mengenal, mengetahui, tanda dan gejala, serta bagaimana pencegahan penularan

penyakit HIV/AIDS.
B. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti penyuluahan selama 30 menit diharapkan pasien mapu

memahami tentang penyakit HIV/ AIDS.


2. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah diadakan penyuluhan selama 30 menit pasien dapat:

Menjelaskan pengertian HIV/ AIDS.


Mampu menyebutkan gejala HIV/ AIDS..
Menjelaskan bagaimana penularan HIV/ AIDS.
Menyebutkan cara pencegahan HIV/ AIDS.
C. POKOK BAHASAN
Pentingnya mengetahui penyakit HIV/ AIDS dan gejala serta cara

pencegahannya.
D. SUB POKOK BAHASAN
Pengertian HIV/ AIDS.
Penyebab HIV/ AIDS.
Gejala HIV/ AIDS.
Cara penularan HIV/ AIDS.
Pencegahan HIV/ AIDS.
E. METODE
Jenis model pembelajaran: pertemuan (tatap muka)
Landasan teori: ceramah, diskusi
Langkah pokok: menciptakan suasana pertemuan yang baik
F. MEDIA
Tidak menggunakan media
G. PROSES KEGIATAN

Tahap
Kegiatan Pemateri/ Penyuluh Kegiatan Pasien
Kegiatan
pendahuluan 1. Memberi salam, memperkenalkan diri, dan Memperhatikan
membuka penyuluhan
2. Menjelaskan materi secara umum
3. Menjelaskan tentang TIU dan TIK
Memperhatikan

Memperhatikan

penyajian 1. Menjelaskan pengertian HIV/ AIDS. Memperhatikan


2. Menjelaskan penyebab HIV/ AIDS. Memberikan
3. Menjelaskan tanda dan gejala HIV/ AIDS. pertanyaan
4. Menjelaskan bagaimana HIV/ AIDS.
5. Menjelaskan cara pencegahan HIV/ AIDS.
Menanyakan kepada pasien apabila ada yang
kurang jelas
Menerima dan menjawab peratanyaan yang
diajukan pasien
Penutup 1. Memberikan pertanyaan tentang materi yang Menjawab
baru dijelaskan pertanyaan yang
2. Menampung dan mendiskusikan bersama diajukan
jawaban dari pasien Pemateri
3. Menyimpulkan mater yang telah dibahas memperhatikan
4. Menutup pertemuan dan memberi salam. Menyimpulkan
materi
Memperhatikan
dan membalas
salam

H. EVALUASI
Evaluai yang diberikan berupa pertanyaan terbuka, antara lain:
1. Apa pengertian HIV/ AIDS?
2. Apa saja penyebab HIV/ AIDS?
3. Apa saja gejala-gejala HIV/ AIDS?
4. Bagaimana penularan HIV/ AIDS? Bisa terjadi?
5. Bagaimana pencegahan HIV/ AIDS?
MATERI HIV/ AIDS
A. Pengertian HIV dan AIDS
Acquire Immune Deficiency Sindrome (AIDS) adalah kumpulan gejala

penyakit akibat menurunnya sistem kekbalan tubuh secara bertahap yang

disebabkan oleh virus yang disebabkan oleh virus yang disebut Human

Immunodeficiency Virus (HIV) (Nursalam, 2008)


Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah infeksi salah satu

dari 2 jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

limfosit,menyebabkan AIDS dan penyakit lainnya sebagai akibat dari gangguan

kekebalan tubuh (Mandal dkk, 2008).


B. Penyebab HIV/ AIDS.
Penyebab HIV/ AIDS adalah invfeksi oleh virus HIV, yang menyerang

sistem kekebalan tubuh sehingga sel-sel pertahanan tubuh makin lama makin

banyak yang rusak. Penderita infeksi HIV menjadi sangat rentan terhadap semua

bentuk infeksi. Pada tahap akhir, penderita tidak bisa tahan terhadap kuman-kuman

yang secara normal bisa dilawannya dengan mudah.


C. Gejala HIV/ AIDS

Bervariasi, tergantung pada kekebalan tubuh individu masing-masing dan

tahap penyakit HIV/ AIDS yang sedang diderita.

Tahap awal gejala HIV/ AIDS.

Dalam waktu antara 2-4 minggu setelah infeksi virus HIV, kebanyakan penderita

akan mengalami gejala mirip sakit flu, bisa juga digambarkan sebagai sakit flu, bisa

juga digambarkan sebagai sakit flu terburuk yang pernah diderita. Gejala awal ini

disebut juga sindrom retroviral akut atau infeksi HIV primer, dan gejala ini
merupakan ITU reson alami tubuh terhadap infeksi virus HIV. Selain Seperti

menderita flu parah, gejala awal lainnya berupa:

Demam (Gejala HIV/ AIDS yang paling umum)


Pembengkakan kelenjar
Sakit tenggorokan
Ruam
Letih
Nyeri otot dan sendi
Sakit kepala
Kedinginan
Penurunan berat badan
D. Penularan HIV/ AIDS
HIV dan virus- virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung

antar lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh

yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu.

Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral),

tranfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama

kehamilan, bersalin, atau menyusui serta bentuk kontak lainnya dengan cairan

tubuh.
E. Pencegahan HIV/ AIDS
Melakukan abstinensi seks/ melakukan hubungan kelamin dengan pasangan

yang tidak terinfeksi.


Memeriksa adanya virus paling lambat 65 bulan setelah hubungan seks terakhir

yang tidak terlindungi


Menggunakan pelindung jika hubungan dengan orang yang tidak jelas status

Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya


Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato, dan sebsgsinya.
Mencegah infeksi ke janin/ bayu baru lahir.
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik/Materi : Persepsi Diri (Harga Diri)

Sasaran : Pasien AIDS dengan harga diri

Tanggal : Juni 2016

Waktu : 30 Menit

Tempat: Ruang Wijaya Kusuma B RSUD Dr. Soedono Madiun

Pemateri : Rois N

A. LATAR BELAKANG
Pada orang dengan HIV/ AIDS (ODHA) cenderung mengalami penurunan

persepsi diri terutama pada harga diri karena rendahnya dukungan yang disebabkan

oleh masih adanya stigma di masyarakat terkait dengan penularan HIV/ AIDS.

Permasalahan ini menjadi pengalaman buruk bagi ODHA dimana saat

membutuhkan dukungan tidak ada yang membantunya sehingga muncul harga diri

rendah serta depresi pada ODHA.


B. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti penyuluahan selama 30 menit diharapkan pasien mampu

memahami tentang penyakit persepsi diri khususnya pada harga diri


2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diadakan penyuluhan selama 30 menit pasien dapat:
Menjelaskan pengertian Persepsi Diri dan Harga Diri.
Menyebutkan jenis dan karakteristik Harga Diri.
Mampu menyebutkan faktor pengaruh Harga Diri.

C. POKOK BAHASAN
Pentingnya mengetahui konsep Persepsi Diri dan Harga Diri.
D. SUB POKOK BAHASAN
Pengertian Persepsi Diri dan Harga Diri.
Jenis Harga Diri.
Karakteristik Harga Diri.
Faktor yang mempengaruhi
E. METODE
Jenis model pembelajaran: pertemuan (tatap muka)
Landasan teori: ceramah, diskusi
Langkah pokok: menciptakan suasana pertemuan yang baik
F. MEDIA

Tidak menggunakan media

G. PROSES KEGIATAN

Tahap Kegiatan Kegiatan Pemateri/ Penyuluh Kegiatan Pasien


Pendahuluan 1. Memberi salam, Memperhatikan
memperkenalkan diri, dan
membuka penyuluhan
2. Menjelaskan materi secara
umum Memperhatikan
3. Menjelaskan tentang TIU dan
TIK Memperhatikan
Penyajian 1. Menjelaskan pengertian Memperhatikan
Persepsi Diri dan Harga Diri
2. Menjelaskan jenis dan
karakteristik Harga Diri Memberikan pertanyaan
3. Menjelaskan faktor yang
dapat mempengaruhi Harga
Diri
Menanyakan kepada pasien
apabila ada yang kurang
jelas.
Menerima dan menjawab
pertanyaan yang diajukan
pasien.
penutup 1. Memberikan pertanyaan Menjawab pertanyaan
tentang materi yang baru yang diajukan pemateri
dijelaskan Memperhatikan
2. Menampung dan
mendiskusikan bersama
jawaban dari pasien.
3. Menyimpulkan materi yang Menyimpulkan materi
telah dibahas.
4. Menutup pertemuan dan Memperhatikan dan
memberi salam. membalas salam

H. EVALUASI
Evaluasi yang diberikan berupa pertanyaan terbuka, antara lain:

1. Apa pengertian Persepsi Diri dan Harga Diri?


2. Apa saja jenis harga diri?
3. Sebutkan karakteristik Harga Diri?
4. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi Harga Diri?

MATERI PERSEPSI DIRI (HARGA DIRI)


A. Pengertian Persepsi Diri dan Harga Diri
Persepsi Diri adalah upaya seseorang mengamati diri sendiri baik dari sifat,

motivasi, perasaan dan emosi.


Menurut Stuart dan Sudeen, self estem (Harga Diri) adalah perilaku tentnag nilai

individu menganalisa kesesuaian perilaku dengan ideal diri yang dapat diperoleh

melalui orang lain dan diri sendiri. Aspek utama harga diri adalah dicintai,

disayangi, dikasihi, dan mendapatkan pengahargaan dari orang lain, serta adanya

hubungan interpersonal yang buruk. Sebaliknya, individu akan merasa berhasil

hidupnya bermakna apabila diterima dan diakui orang lain atau merasa mampu

menghadapi kehidupan dan mampu mengontrol dirinya. Hal ini akan

menumbuhkan perasaan harga diri yang tinggi (Sunaryo, 2013).


B. Jenis-jenis Harga Diri
Ada dua jenis harga diri yaitu:
1. Menghargai diri sendiri (self respect): kebutuhan kekuatan, penguasaan

kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian dan kebebasan.


2. Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from other): kebutuhan prestise,

penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi orang penting,

kehormatan, diterima dan apresiasi.


C. Karakteristik Harga Diri
Harga diri seseorang tergantung bagaimana dia menilai tentang dirinya yang

dimana hal ini akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Penilaian

individu ini diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat tinggi dan rendah

(Sunaryo dkk, 2009).


1. Karakteristik harga diri tinggi
Harga diri yang tinggi akan membangkitkan rasa percaya diri , penghargaan

diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa

kehadirannya diperlukan didalam dunia ini.


karakteristik anak yang memiliki harga diri yang tinggi menurut Clemes dkk

(2001), antara lain:


a. bangga dengan hasil kerjanya
b. bertindak mandiri
c. mudah menerima tanggung jawab
d. mengatasi prestasi dengan baik
e. menanggapi tantangan barudengan antusiasme
f. merasa sanggup mempengaruhi orang lain
g. menujukkan jangkauan perasaan dan emosi yang luas

manfaat harga diri yang tinggi diantaranya:

a. individu akan semakin kuat dalm menghadapi penderitaan hidup, semakin

tabah, dan semakin tahan menghadapi tekanan kehidupan serta tidak mudah

menyerah dan putus asa.


b. individu semakin kreatif dalam bekerja
c. individu semakin ambisius, tidak hanya dalam karir dan urusan finansial,

tapi dalam hal-hal yang ditemui dalam kehidupan secara emosional, kreatif,

maupun hak spriritual.


d. individu akan memiliki harapan yang besar dalam membangun hubungan

yang baik dan konstuktif


e. individu akan semakin hormat dan bijak dalam memperlakukan orang lain,

karena tidak memandang orang lain sebagai ancaman.


2. karakteristik harga diri rendah diantaranya:
a. menghindari situasi yang dapat menimbulkan kecemasan
b. merendahkan bakat diriya
c. merasa tak ada seorang pun yang menghargainya
d. mudah dipengarui orang lain
e. mudah frustasi
f. merasa tidak berdaya
g. menunjukkan perasaan dan emosi yang sempit

akibat memiliki hagra diri rendah yaitu:


a. mudah merasa cemas, stres, merasa kesepian dan mudah depresi.
b. dapat menyebabkan masalah dengan teman baik dan sosial.
c. dapat merusak secara serius, akademik dan penampilan kerja.
d. membuat underachiver (prestasi rendah dibandingkan tingkat kecerdasan

yang dimiliki) dan meningkatkan penggunaan obat-obat dan alkohol.


D. Faktor-faktor yang mempengaruhiharga diri, diantaraya:
1. diri sendiri
2. jenis kelamin
3. kondisi fisik
4. inteligensi
5. linhkungan keluarga
6. lingkunagn sosial

Anda mungkin juga menyukai