Anda di halaman 1dari 13

ASPEK PSIKO, SOSIO, KULTURAL, SPIRITUAL KLIEN HIV/AIDS

OLEH:
ERIKA JOYCE 12190005
ESTERLITA AYU 12190007
THERESIA RISKA 12190010
NOVALIA ADE 12190014

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI WALUYA MALANG
MARET 2021

i
ASPEK PSIKO, SOSIO, KULTURAL, SPIRITUAL KLIEN HIV/AIDS

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS
yang diampu oleh Ns. Febrina Secsaria, S.Kep., M.Kep

OLEH:
ERIKA JOYCE 12190005
ESTERLITA AYU 12190007
THERESIA RISKA 12190010
NOVALIA ADE 12190014

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI WALUYA MALANG
MARET 2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan kasih-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya. Dalam penyusunan ini, penulis
banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Febrina Secsaria, S.Kep., M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan
HIV/AIDS
2. Teman–teman mahasiswa Prodi S1 Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Panti Waluya Malang yang telah membantu dan memberikan
motivasi untuk penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan khususnya Institusi serta para pembaca
pada umumnya.

Malang, Maret 2021

Penulis,

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

HALAMAN JUDUL ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

2.1 Aspek Psikologis 3

2.2 Aspek Sosiologis 4

2.3 Aspek Kultural 5

2.4 Aspek Spiritual 6

BAB III PENUTUP 8

DAFTAR PUSTAKA 9

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang menginfeksi
sel-sel dalam sistem imun yang kemudian menghancurkan atau merusak fungsi dari
sel-sel sistem imun. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan
stadium lanjutan atau kumpulan dari beberapa komplikasi. Virus HIV tidak
menyebabkan kematian secara langsung pada penderitanya akan tetapi adanya
penurunan imunitas tubuh yang mengakibatkan mudah terserang infeksi
oportunistik bagi penderitanya ( Fauci&Lane, 2012; WHO,2014). Namun dengan
demikian orang dengan infeksi virus HIV/AIDS menyisakan persoalan-persoalan
yang meliputi baik secara fisik, psiko, kultural dan spiritual. Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) kerap kali mendapatkan perlakuan yang tidak seharusnya
mereka dapatkan dari lingkungan maupun keluarga.
ODHAakan mengalami stress ketika menunjukkan perilaku dirinya maupun
lingkungan yang maladaptive. Hal ini akan mempengaruhi pada proses
penyembuhan penderita dan bahkan dapat meningkatkan angka kematian.Stres
psikososial-spiritual pasien terinfeksi HIV berlanjut akan mempercepat kejadian
AIDS dan bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Maramis (2003) jika
stres mencapai tingkat exhausted stage dapat menimbulkan kegagalan fungsi sistem
imun, yang memperparah keadaan pasien. dan mempercepat kejadian AIDS.Pada
umumnya penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama, namun
dari fakta klinis menunjukkan adanya perbedaan respons imunitas. Hal tersebut
terbukti ada faktor lain yang memengaruhi misalnya deskriminasi dan stigma sosial
dari masyarakat. Menurut peneliti faktor dukungan baik secara fisik, mental dan
sosial sangat berkaitan dengan peran serta keluarga dan perawat dalam menangani
pasien HIV/AIDS selama menjalani perawatan.

1
1.2 Rumusan Masalah
Masalah-masalah dalam makalah ini mengenai bagaimana etika dan hukum asuhan
keperawatan pasien dengan HIV/AIDS.

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penyusunan makalah untuk
mengetahui dan memahami etika dan hukum asuhan keperawatan pasien dengan
HIV/AIDS.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etika
A. Pengertian etika
Etika merupakan kata yang berasal dari yunani, yaitu ethos, yaitu segala
sesuatu yang berhubungan dengan pertimbangan pembuatan keputusan,
benar atau tidaknya suatu perbuatan.
B. Prisip etika
Ada 8 prinsip etika keperawatan yang wjib diketahui oleh perawat dalam
memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok/keluarga,dan
masyarakat
 Otonomi (autonomy) prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa
individu mampu berfikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri.
Orang desawa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus
menghargainya. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan
inidividu yang menuntut pembedaan diri salah satu contoh yang tidak
memperhatikan otonomi adalah memberitahukan klien bahwa
keadaannya baik, padahal terdapat gangguan atau penyimpangan.
 Benefecience (berbuat baik) prinsip ini menuntut perawat untuk
melakukan hal yang baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau
kejahatan. Contoh perawat menasehati klien tentang program latihan
untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati
untuk tidak dilakukan karena alasan resiko serangan jantung.
 Justice (keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional
ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan.
 Nonmaleficince (tidak merugikan) prinsip ini berarti tidak menimbulkan
bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
 Veracity (kejujuran) nilai ini bukan Cuma dimiliki oleh perawat namun
harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk

3
menyampaikan kebenaran pada setiap klien untuk meyakinkan agar
klien mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif,
dan objektif. Kebenaran merupakan dasar membina hubungan saling
percaya. Klien memiliki otonomi sehingga mereka berhak mendapatkan
informasi yang ia ingin ketahui.
 Fidelity (menepati janji) tanggung jawab besar seseorang perawat adalah
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan,
dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus
memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya
kepada orang lain.
 Confidentiality (kerahasiaan) adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien
hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan
kesehatan klien.
 Accountability (akuntabilitasi) adalah standar yang pasti bahwa tindakan
seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau
tanda terkecuali,
2.2 Isu Etik Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia
elenursing diartikan sebagai pemakaian telekomunikasi untuk memberikan
informasi dan pelayanan keperawatan jarak-jauh. Aplikasinya saat ini,
menggunakan teknologi satelit untuk menyiarkan konsultasi antara fasilitas
fasilitas kesehatan di dua negara dan memakai peralatan video conference
(bagian integral dari telemedicine atau telehealth).
Telenursing membantu pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi aktif
dalam perawatan, terutama sekali untuk self management pada penyakit
kronis.Hal itu memungkinkan perawat untuk menyediakan informasi secara
akurat dan tepat waktu dan memberikan dukungan secara langsung (online).
Kesinambungan pelayanan ditingkatkan dengan memberi kesempatan kontak
yang sering antara penyedia pelayanan kesehatan dan pasien dan keluarga-
keluarga mereka.

4
2.3 etika keperawatan dalam asuhan keperawatan hiv/aids
1. prinsip etika dalam kaitannya dengan HIV/AIDS
Prinsip etika yang harus dipegang teguh oleh seluruh komponen baik itu
seseorang,masyarakat,nasional maupun dunia internasional dalam menghadapi
HIV/AIDS adalah:
a. Empati,ikut merasakan penderitaan,sesama termasuk ODHA (orang
dengan HIV/AIDS) dengan penuh simpati,kasih sayang dan kesedihan
saling menolong.
b. Solidaritas,secara bersama-sama bahu membahu meringankan
penderitaan dan melawan ketidakadilan yang diakibatkan oleh
HIV/AIDS.
c. Tanggung jawab,bearti setiap individu,masyarakat lembaga atau bangsa
mempunyai tanggung jawab untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS
dan merikan perawatan pada ODHA (orang dengan HIV/AIDS )
(Nursalam,2007).
2. Stigma dan Diskriminasi
Stigma atau cap buruk adalah tindakan memvonis seseorang buruk
moral/perilakunya sehingga mendapat penyakit tersebut.orang-orang yang di
stigma biasanya dianggap melakukan untuk alasan tertentu dan sebagai akibat
mereka dipermalukan,dihindari,didiskreditkan,ditolak dan ditahan.penelitian
yang dilakukan oleh kristina (2005) di kalimantan selatan dan cipto (2006) di
jember jawa timur tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
pengetahuan dan sikap mengenai stigma pada orang dengan HIV/AIDS
menunjukkan bahwa 72% orang yang berpendidikan cukup (SMU) kurang
menerima ODHA dan hanya 5% yang cukup menerima.faktor yang
berhubungan dengan kurang diterimanya ODHA antara lain karena HIV/AIDS
dihubungkan dengan perilaku penyimpangan seperti seks sesama
jenis,penggunaan obat terlarang,seks bebas,serta HIV diakibatkan oleh
kesalahan moral sehingga patut mendapat hukuman.(Kristina dan Cipto dalam
Nursalam,2008).
Diskriminasi atau perlakuan tidak adil didefinisikan oleh UNAIDS sebagai
tindakan yang disebabkan perbedaan,menghakimi orang berdasarkan status

5
HIV/AIDS mereka baik yang pasti maupun yang diperkirakan sebagai
pengidap.diskriminasi ini juga dapat terjadi dibidang kesehatan antara lain
dalam kerahasiaan,kebebasan,pribadi,kelakuan kejam,penghinaan atau
perlakuan kasar,pekerjaan pendidikan keluarga dan hak kepemilikan maupun
hak untuk berkumpul.ODHA menghadapi diskriminasi dimana saja dan
diberbagai negara.membiarkan diskriminasi akan merugikan upaya
penanggulangan infeksi HIV/AIDS.(Nursalam,2008).
3. Peran Perawat
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan konseling dan
pendampingan (tidak hanya psikoterapi tetapi juga psikoreligi),edukasi yang
benar tentang HIV/AIDS baik pada penderita,keluarga dan masyarakat.sehingga
penderita,keluarga maupun masyarakat dapat menerima kondisinya dengan
sikap yang benar dan memberikan dukungan kepada penderita.adanya
dukungan dari berbagai pihak dapat menghilangkan berbagai stresor dan dapat
membantu penderita meningkatkan kualitas hidupnya sehingga dapst terhindar
dari stress,depresi,kecemasan serta perasaan dikucilkan.
Peran seorang perawat dalam mengurangi beban psikis seorang penderita
AIDS sangatlah besar.lakukan pendampingan dan pertahankan hubungan yabg
sering dengan pasien sehingga pasien tidak merasa sendiri dan
ditelantarkan.tunjukkan rasa menghargai dan menerima orang tersebut.hal ini
dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.perawat juga dapat melakukan
tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan untuk konseling
psikiatri.konseling yang dapat diberikan adalah konseling pra-nikah,konseling
pre dan pascates HIV,konseling KB dan perubahan prilaku.konseling sebelum
tes HIV penting untuk mengurangi beban psikis.pada konseling dibahas
mengenai risiko penularan HIV,cara tes,interpretasi tes,perjalanan penyakit
HIV serta dukungan yang dapat diperoleh pasien.konsekuensi dari hasil tes
positif maupun negatif disampaikan dalam sesi konseling.dengan demikian
orang yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk menerima hasil
apakah hasil tersebut positif atau negatif.
Mengingat beban psikososial yang dirasakan penderita AIDS akibat
stigma negatif dan diskriminasi masyarakat adakalanya sangat berat,perawat

6
perlu mengidentifikasi adakah sistem pendukung yang tersedia bagi
pasien.perawat juga perlu mendorong kunjungan terbuka (jika
memungkinkan),hubungan telepon dan aktovitas sosial dalam tingkat yang
memungkinkan bagi pasien.partisipasi orang lain,bantuan dari orang terdekat
dapat mengurangi perasaan kesepian dan ditolak yang dirasakan oleh
pasdien.perawat juga perlu melakukan pendampingan pada keluarga serta
memberikan pendidikan kesehatan dan pemahaman yang benar mengenai
AIDS,sehingga keluarga dapat berespons dan memberi dukungan bagi
penderita.
Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh
dilupakan perawat. Bagi penderita yang terinfeksi akibat penyalahgunaan
narkoba dan seksual bebas harus disadarkan agar segera bertaubat dan tidak
menyebarkan kepada orang lain dengan menjaga perilakunya serta
meningkatkan kualitas hidupnya.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dengan diterapkan prinsip etik keperawatan pada klien dengan gangguan
HIV/AIDS, dapat mengurangi diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS dan
dengan diterapkannya prinsip etika perawat dapat menghargai hak-hak asasi pasien
sesuai prinsip etika otonomi.
AIDS merupakan model penyakit yang memerlukan dukungan untuk mengatasi
masalah fisik, psikis, dan sosial. Gangguan fisik yang berat dapat menimbulkan
beban psikis psikososial penderita. Dalampenatalaksanaan AIDS selainpenanganan
aspek fisik maka aspek psikososial perlu di perhatikan dengan seksama.

8
Ta.
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam., D.K, Ninuk., Bakar, Abu., Purwaningsih., P.A, Candra. (2014). Bio-psycho
social-spiritual responses of family and relatives of HIV-Infected Indonesian.
Migrant Workers. Jurnal Ners, 9(2), 209-216.
Sari, Y. K., & Wardani, I. Y. (2017). Dukungan Sosial Dan Tingkat Stres Orang
Dengan Hiv/Aids. Jurnal Keperawatan Indonesia, 20(2), 85–93.
Kusuma, Heni. (2015. Hubungan antara Tingkat Harga Diri dengan Kecemasan
Interaksi Sosial pada Remaja yang Telah Dinyatakan Positif Menderita Human
Immuno deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS).
Jakarta. Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai