Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA ANAK DENGAN KANKER LEUKIMIA DAN


AVIDENCED BASED

OLEH :
1. HAERUNISA PUTRI
2. HOTARI
3. HIJRATUL IKSAN
4. I GEDE ARYANATA
5. KUSMIATI AGUSTINA
6. LALU MANSYUR
7. LINA SOLIHAN
8. NI NYOMAN INDAH SARI
9. PIPIT PUTRI HANDAYANI
10. SELVI ROVIYATI
11. SUMARJAN
12. VIVIN SEPTA KIHANTARI
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MATARAM JURUSAN
KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Kanker Leukimia dan Avidenced
Based” dengan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulis tidak akan dapat menyelesaikan makalah


ini tanpa bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini belum sempurna dan


masih perlu perbaikan serta penyempurnaan, baik dari segi materi maupun
pembahasan. Oleh sebab itu dengan lapang dada penulis akan menerima kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan makalah ini di masa
mendatang.

Semoga makalah ini dapat dipahami oleh seluruh pembaca. Selain itu,
penulis juga berharap makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca yang berkepentingan dengan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i


KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Perawatan paliatif ................................................................................ 3
2. 2 Konsep Advanced Directive ............................................................................ 5
2. 3 Konsep Dasar Penyakit Leukimia ................................................................. 10
2.4 Konsep Penatalaksanaa Keperawatan Paliatif Pada Pasien Leukimia .......... 21
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus .............................................................................................................. 27
3.2 Asuhan Keperawatan ...................................................................................... 28
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA

iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leukemia atau yang biasa disebut kanker darah adalah penyakit akibat
terjadinya proliferasi (pertumbuhan sel imatur) sel leukosit yang abnormal dan
ganas, serta sering disertai adanya leukosit dengan jumlah yang berlebihan
(Hidayat, 2006). Leukemia sering ditemukan pada anak dibawah usia 15 tahun dan
merupakan penyakit kronis yang menempati urutan kedua dan ketiga sebagai
penyebab kematian pada anak (Andra dalam Farmacia, 2007).
Anak dengan leukemia sangat membutuhkan perawatan yang intensif, selain
terapi farmakologi dan non farmakologi, anak dengan leukemia juga memerlukan
perawatan untuk mencapai peningkatan kualitas hidupnya. Sehingga tenaga
kesehatan tidak hanya perlu berfokus pada kesembuhan pasien tetapi juga pada
kesejahteraan pasien yang bisa dicapai dengan pemberian perawatan paliatif.
Perawatan paliatif merupakan perawatan total secara aktif terhadap tubuh, pikiran,
dan jiwa anak yang turut melibatkan pemberian dukungan kepada keluarga.
Perawatan paliatif dimulai sejak terdiagnosa penyakit sampai akhir kehidupan
(Kars, dkk, 2011). Perawatan ini melibatkan keluarga dan tenaga kesehatan. Jenis
kegiatan paliatif meliputi penatalaksanaan nyeri, penatalaksanaan keluhan fisik
lain, asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan sosial, dukungan
kultural dan spiritual, dukungan persiapan dan selama masa berkabung
(bereavement) (MENKES RI, 2007).
Pada perawatan paliatif ini dilakukan identifikasi, penilaian penyakit, dan
masalah yang dihadapi anak baik fisik, psikologi, dan rohani (WHO, 2002).
Berbagai keluhan yang tidak teratasi pada anak dengan leukemia dapat
mempengaruhi kualitas hidupnya, lambatnya penyembuhan luka, kecemasan,
gangguan tidur, regresi perkembangan, dan penurunan imun. Anak terkadang
menunjukkan berbagai perilaku yaitu perilaku secara verbal (berteriak, mengerang)
dan perilaku non verbal (meringis karena nyeri, memijat daerah yang sakit).
Sehingga dibutuhkan perawatan palitif untuk mengontrol emosional anak.
Perawat sangat penting untuk menilai secara berkelanjutan dari kebutuhan
emosional yang dialami anak dan orang tua dan memfasilitasi pemenuhan
kebutuhan
spiritual yang melibatkan keluarga dan tokoh agama. Perawat dapat memfasilitasi
1
kegiatan yang dapat digunakan anak dan orang tua dalam mengontrol setiap respon
yang akan muncul, tentunya dengan pendekatan-pendekatan yang professional dan
memberikan kenyamanan pada pasien, dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien dan mengurangi penderitaan yang dialami pasien karena penyakitnya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari penyusunan makalah ini, adapun rumusan masalah yang akan dibahas sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep perawatan paliatif?

2. Bagaimana konsep teori leukemia pada anak?

3. Bagaimana asuhan keperawatan paliatif pada anak dengan leukemia?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Setelah melakukan perkuliahan Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif ini


diharapkan mahasiswa mengetahui dan dapat melakukan asuhan keperawatan
paliatif pada anak dengan leukemia.
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Menjelaskan konsep perawatan paliatif

b. Menjelaskan konsep penyakit leukemia pada anak

c. Menjelaskan konsep perawatan paliatif pada anak dengan leukemia

d. Menjelaskan asuhan keperawatan paliatif pada anak dengan leukemia

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perawatan Paliatif

2.1.1 Definisi Perawatan Paliatif

Menurut WHO perawatan paliatif merupakan pendekatan untuk


meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah
yang berkaitan dengan masalah yang mengancam jiwa, melalui pencegahan
dan menghentikan penderitaan dengan identifikasi dan penilaian dini,
penangnanan nyeri dan masalah lainnya, seperti fisik, psikologis, sosial dan
spiritual (WHO, 2017). Palliatif care berarti mengoptimalkan perawatan
pasien dan keluarga untuk meningkatkan kualitas hidup dengan
mengantisipasi, mencegah, dan mengobati penderitaan. Palliative care
meliputi seluruh rangkaian penyakit melibatkan penanganan fisik, kebutuhan
intelektual, emosional, sosial dan spiritual untuk memfasilitasi otonomi
pasien, dan pilihan dalam kehidupan (Ferrell, 2015).

2.1.2 Prinsip Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif secara umum merupakan sebuah hal penting dan


bagian yang tidak terpisahkan dari praktek klinis dengan mengikuti prinsip:
1. Fokus perawatan terhadap kualitas hidup, termasuk kontrol gejala yang
tepat.
2. Pendekatan personal, termasuk pengalaman masa lalu dan kondisi
sekarang.
3. Peduli terhadap sesorang dengan penyakit lanjut termasuk keluarga atau
orang terdekatnya.
4. Peduli terhadap autonomy pasien dan pilihan untuk mendapat rencana
perawatan lanjut, eksplorasi harapan dan keinginan pasien.

2.1.3 Peran dan Fungsi Perawat

Dalam menjalankan peran dan fungsi perawat dalam perawatan


paliatif, perawat harus menghargai hak-hak pasien dalam menentukan
pilihan, memberikan kenyamanan pasien dan pasien merasa bermartabat
3
yang sudah tercermin didalam rencana asuhan keperawatan.
Perawat memiliki tanggung jawab mendasar untuk mengontrol gejala dengan
mengurangi penderitaan dan memberi support yang efektif sesuai kebutuhan pasien dan
keluarga. Peran perawat sebagai pemberi layanan paliatif harus didasarkan pada
kompetensi perawat yang sesuai kode etik keperawatan (Combs, et al., 2014). Menurut
American Nurse Associatiuon Scope And Standart Practice dalam (Margaret, 2013)
perawat yang terintegrasi harus mampu berkomuniasi dengan pasien, keluarga dan
tenaga kesehatan lainnya mengenai perawatan pasien dan ikut berperan serta dalam
penyediaan perawatan tersebut dengan berkolaborasi dalam membuat rencana yang
berfokus pada hasil dan keputusan yang berhubungan dengan perawatan dan pelayanan,
mengindikasikan komunikasi dengan pasien, keluarga dan yang lainnya.

4
2.1.4 Langkah-Langkah Dalam Pelayanan Perawatan Paliatif

Menurut KEMENKES (2013), terdapat langkah-langkah dalam


melakukan pelayanan parawatan paliatif, diantaranya yaitu:
1. Menentekun tujuan perawatan dan harapan pasien

2. Membantu pasien dalam membuat advance care planning

3. Pengobatan penyakit penyerta dari aspek sosial yang muncul

4. Tata laksana gejala

5. Dukungan psikologis, kultural dan sosial

6. Respon pada fase terminal: memberikan tindakan sesuai wasiat atau


keputusan keluarga bila wasiat belum dibuat
7. Pelayanan terhadap pasien dan keluarga termasuk persiapan duka cita

2.2 Konsep Advanced Directives

2.2.1 Definisi Advance Directive


Advanced directives adalah suatu bentuk dokumentasi yang berisi
arahan/ekspresi keinginan pasien tentang perawatan yang akan dilakukan jika
pasien menjadi tidak berdaya (incapable) dalam hal menentukan keputusan.
Keputusan yang dimaksud adalah keputusan untuk semua tindakan perawatan saat
pasien mengalami koma atau demensia. Advance directives harus berisi tentang
semua arahan pasien untuk dilakukan oleh dokter dan keluarganya. Durable
power of attorney (DPO) adalah advance directives bentuk lain, merupakan
dokumen berisi pernyataan tentang siapa yang akan menjadi pengganti diri pasien,
berlaku saat pasien sudah tidak berdaya. Hal yang digantikan adalah semua
keputusan dalam berbagai hal, termasuk dalam penggunaan finansial pasien.
Durable power of attorney ini memiliki makna lebih luas dibanding advance
directives, karena keputusan dapat berubah tergantung keputusan yang diberi
kuasa. Durable power of attorney bukan pilihan yang tepat jika tidak ada orang
yang dapat diberi kuasa.
Physician orders for life-sustaining treatment (POLST) adalah
instruksi tenaga medis untuk mewakili keinginan pasien dalam bentuk konkrit.
POLST ini dibuat dalam bentuk tertulis. pada fasilitas pelayanan kesehatan

5
dimana pasien ingin dirawat sesuai keinginannya. Instruksi ini membuat klinisi
atau petugas kesehatan lain dapat menetapkan dan memenuhi keinginan pasien
saat mengalami penyakit yang membuat pasien terbatas. Yang menjadi catatan
khusus, POLST ini dibuat oleh pasien dengan angka harapan hidup kurang dari 1
tahun, atau dapat juga pada semua orang dengan usia lanjut yang mengharapkan
perawatan tertentu saat akhir hidupnya. Physician orders for life-sustaining
treatment ini sifatnya adalah sebagai pengganti pasien (surrogate) untuk
memberi instruksi kepada tenaga medis. 10,18 Untuk lebih jelasnya, table 3
menerangkan perbedaan ADs dan POLST.
2.2.2 Sejarah Pembuatan Advanced Directives
Sejak pertengahan tahun 1970an, advance directives dipromosikan sebagai
alat hukum utama untuk mengkomunikasikan keinginan perawatan kesehatan yang
sah mengenai perawatan akhir kehidupan dan, mungkin, untuk meningkatkan
tingkat kepastian bahwa keinginan seseorang diikuti oleh profesional perawatan
kesehatan. Dokumen tersebut menguraikan sasaran dan instruksi perawatan
kesehatan seseorang dan menunjuk seseorang atau pembuat keputusan pengganti
jika terjadi perburukan kondisi kesehatan.
Advance directives pertama diajukan oleh Perhimpunan Euthanasia di
Amerika pada tahun 1967. Luis Kutner, seorang pengacara hak asasi manusia dari
Chicago yang mewakili masyarakat, menggambarkan konsep ini dalam sebuah
artikel tahun 1969. Dia memulai dengan hukum umum dan undang-undang
konstitusional, yaitu “konstitusi dan undang-undang menetapkan bahwa seorang
pasientidak boleh mengalami suatuperlakuan/ tindakan tanpa persetujuannya”.
Tantangannya adalah hal yang harus dilakukan terhadap pasien yang tidak lagi
mampu membuat keputusan perawatan kesehatan. Dia menyarankan agar individu
tersebut memberi indikasi secara tertulis sebelum waktu pengobatannya. Kutner
juga membandingkan keinginan hidup dengan “kepercayaan yang baik atau
bersyarat dengan tubuh pasien sebagaimana adanya, pasien sebagai penerima
manfaat dan pemberi hibah, dan dokter dan rumah sakit sebagai wali amanat”.
Dengan instrumen kepercayaan, dokumen menetapkan persyaratan untuk
mengelola, dalam konteks perawatan kesehatan, berarti sejauh mana penyedia
layanan kesehatan diperbolehkan melakukan perawatan.

6
2.2.3 Kegunaan Advanced Directives
Advanced directives mempunyai kegunaan bagi pasien maupun petugas
kesehatan. Kegunaan yang dapat dirasakan pasien, antara lain:
1) Pasien dapat mengemukakan otonominya;
2) Kebebasan dari pasien untuk menentukan sendiri pilihan-pilihan alternatif terapi
berdasarkan informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan;
3) Mengurangi kecemasan pasien terhadap tindakan-tindakan perawatan yang
tidak diinginkan;
4) Mengurangi kecemasan dan rasa bersalah anggota keluarga. Dengan adanya ADs
dapat membantu mengambil keputusan terbaik yang sesuai dengan keinginan pasien.

 Kegunaan yang dirasakan pada petugas kesehatan, yaitu:

1) Mengetahui apa yang diharapkan pasien;

2) Mengurangi tindakan terapi dan intervensi diagnostik yang tidak diperlukan

3) Mengurangi biaya perawatan; dan 4) Mengurangi masalah medikolegal.


 Konsil Kedokteran Indonesia telah memberikan pedoman pemberian informasi
dan sikap yang sebaiknya diberikan dokter kepada pasien:22,23
a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak
diobati.
b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding)
termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan.
c. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya,
termasuk pilihan untuk tidak diobati.
d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur atau
pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan subsider seperti
penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya mempersiapkan diri, rincian
apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan, termasuk efek
samping yang biasa terjadi dan yang serius.
e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang
kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan diskusi
tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi, dan perubahan
gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut.
f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih

7
eksperimental.
g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan
dimonitor atau dinilai kembali.
h. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk pengobatan
tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim lainnya.
i. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan,
maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang
akan dilakukan.
j. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap
waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas
konsekuensi pembatalan tersebut.
k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter
lain
l. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya.
2.2.4 Hambatan pada pembuatan Advances Directives
Hambatan peran pasien menetapkan ADs terjadi jika onset timbulnya
penyakit cepat, adanya penyangkalan dan penundaan, dan kurangnya kepercayaan
bahwa penyedia layanan kesehatan akan mengikuti ADs yang dibuat.
Membicarakan masalah akhir kehidupan secara tidak langsung memaksa seseorang
untuk membicarakan kematian, hal demikian menghilangkan otonomi, dan
meningkatkan kerentanan kepribadian pasien. Diskusi tentang ADs dapat memicu
masalah emosional, ditambah lagi jika berhubungan dengan adat dan budaya dalam
keluarga pasien.23,24
 Faktor yang menjadi hambatan dalam pembuatan dan penyelesaian ADs: 22,25
a. Keengganan pasien dan penyedia layanan kesehatan untuk mendiskusikan
masalah akhir kehidupan (end of life)
b. Kendala waktu untuk membuat ADs
c. Penolakan dan penangguhan dari pasien terhadap pembuatan ADs
d. Penundaan ADs sampai terjadi krisis
e. Harapan tidak realistis atas keberhasilan resusitasi kardiopulmonar
f. Ketidaknyamanan perencanaan perawatan paliatif
g. Hambatan sistem budaya dan kesehatan setempat
h. Kesiapan diskusi: pasien tidak dapat atau tidak tertarik memikirkan masalah
akhir kehidupan
8
i. Seorang pasien diliputi oleh implikasi dari onset penyakit baru atau dokter
dari pasien tersebut khawatir membebani pasien dengan membicarakan
kematian
j. Akses terhadap informasi ADs masih kurang
k. Kompleksitas membuat keputusan tentang preferensi akhir kehidupan
l. Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi seseorang yangditunjuk sebagai
pengganti pengambil keputusan akhir
m. Kurangnya kepercayaan pada proses ADs
n. Etnisitas.
2.2.5 Faktor-Faktor yang mempengaruhi pembuatan Advanced Directives
a. Ras/Etnis
Ruang rawat intensif adalah tempat perawatan dimana keputusan
perawatan akhir pada pasien diputuskan, karena 1 dari 5 kematian terjadi
setelah dirawat di ruang intensif atau segera setelah pasca rawat ruang intensif.
Disparitas ras dan etnis merupakan hal yang penting untuk menentukan
perawatan kesehatan. Ada perbedaan antara ras pada kesadaran untuk membuat
Advances Directives.
Di kebanyakan masyarakat Afrika, diskusi tentang kematian dan
kematian dianggap tabu. Keputusan akhir perawatan hidup sebaiknya
ditangguhkan kepada anggota keluarga atau tetua masyarakat. Di Kenya,
misalnya, 68,2% responden dalam satu penelitian mengindikasikan bahwa
mereka ingin seorang kerabat terlibat dalam pengambilan keputusan akhir
kehidupan. Penelitian yang dilakukan di Nairobi dan Kenya Barat ini
merupakan survei berbasis populasi terhadap preferensi dan prioritas publik
untuk perawatan akhir kehidupan. Ditemukan bahwa mayoritas, 61,4%,
kualitas hidup yang disukai melebihi kuantitas, yaitu memperpanjang umur.
Rumah sendiri adalah tempat yang paling sering atau disukai untuk meninggal
(51,1%).
b. Moralitas
Advance directives dipercaya merupakan usaha utama untuk menjaga
otonomi pasien saat sudah inkompeten. Filosofi utamanya adalah bahwa
pasien inkompeten tidak memiliki keinginan untuk hidupnya, seperti pada
kondisi demensia. Pilihan instruksi dalam ADs masih dipertanyakan

9
sehubungan dengan keterkaitan moral, walaupun dibuat berdasarkan otonomi
pasien. Perlu dipertimbangankan juga apakah saat membuat ADs, hasil yang
tertuang merupakan keputusan terbaik untuk pasien.
Otonomi merupakan determinasi diri seseorang, yaitu preferensi,
keinginan, perhatian, rencana, dan hal lainnya yang berhubungan dengan
keputusan akhir seseorang. Advance directives masih merupakan kontroversi
moral, karena keinginan seseorang yang tertulis dalam ADs dapat merupakan
otonomi. Faktanya adalah saat pelaksanaan ADs akan terjadi negasi dari
otonomi dan moral.
c. Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi yang dapat diukur hubungannya dengan ADs
adalah penghasilan, tingkat pendidikan, dan status asuransi. Faktor sosial
ekonomi ini bersifat independen dan memiliki pengaruh pada pelayanan
kesehatan yang tersedia. Untuk faktor penghasilan, semakin tinggi
penghasilan yang didapatkan maka semakin erat hubungannya dengan
diadakannya pertemuan keluarga dalam waktu 72 jam pertama dalam
memutuskan tindakan terhadap pasien. Sedangkan semakin tingginya tingkat
pendidikan maka semakin baik pendokumentasian ADs. Pasien yang tidak
memiliki jaminan asuransi kesehatan semakin rendah pendokumentasian ADs
atau akses pelayanan kesehatan yang nyaman bagi pasien.
2.3 Konsep Dasar Penyakit Terminal: Leukemia

2.3.1 Definisi Penyakit Terminal

Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu


penyakit yang menuju ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit
jantung, dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan
harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi efek yang berarti dari obat-
obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang di
katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian
(White, 2002).

10
2.3.2 Definisi Leukemia

Leukemia merupakan penyakit akibat terjadinya proliferasi


sering disertai adanya leukosit dengan jumlah yang berlebihan, yang
dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia. (Hidayat,
2006). Menurut Nursalam (2005), leukemia merupakan penyakit
akibat proliferasi (bertambah banyak atau multiplikasi) patologi dari
sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal.

Jadi dapat disimpulkan bahwa leukemia adalah penyakit


akibat terjadinya prolifersi sel leukosit yang abnormal dan ganas
serta sering disertai adanya leukosit jumlah yang berlebihan dari sel
pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal.
2.3.3 Etiologi

Menurut Yuni (2015) ada beberapa penyebab leukemia sebagai berikut:

a. Radiasi

Menurut data, LMA (Leukemia meiloid akut) lebih disebabkan


karena serangan radiasi. Sedangkan LLK (Leukemia Limfositik
Kronik) sendiri jarang mendapat laporan karna faktor radiasi.
b. Faktor Leukemogenik

Maksudnya disini itu karena factor zat kimia tertentu. Biasanya


racun lingkungan seperti benzene, insektisida, obat-obatan terapi
kemoterapi juga akan memungkinkan terjadinya leukemia.
1. Virus

Virus ini biasanya virus HTLV (Human T-cell lymphotropic


virus) penyebab utamanya. HTLV itu T-cell Leukimia Viruses
yang merupakan penyebab utama dari ketidaknormalan
perkembangan sel darah putih. Biasanya HTLV I atau II, virus
lainnya antara lain retrovirus atau virus leukemia feline.
2. Herediter

Herediter atau faktor keturunan. Biasanya orang yang memiliki

11
Sindrom Down lebih rentan terkena leukimia dibanding yang
tidak. Kemungkinan terkenanya sekitar 20 kali lebih rentan
dibanding yang normal.

12
2.3.4 WOC

2.3.5 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala awal leukemia dapat termasuk demam,


anemia, perdarahan, kelemahan, nyeri tulang atau sendi dengan atau
tanpa pembengkakan. Purpura merupakan hal yang umum serta
hepar dan lien membesar. Jika terdapat infiltrasi kedalam susunan
saraf pusat dapat ditemukan tanda meningitis.
a. Pucat
b. Malaise
13
c. Keletihan (letargi)

d. Perdarahan gusi

e. Mudah memar

f. Petekia dan ekimosis

g. Nyeri sendi dan tulang

h. Berat badan turun

i. Iritabilitas

j. Muntah

k. Sakit kepala (pusing)

14
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Pada Setiap Stadium Leukemia

No. Stadium Manifestasi Klinis Perawatan Paliatif


1. Stadium 1 Tahap awal merupakan yang paling - Memberikan support
ringan, stadium 1 ditandai perkembangan pada anak
dengan terjadinya - Meningkatkan kualitas hidup
pembengkakan pada kelenjar anak dengan cara menurunkan
getah bening. Tingkat resikonya gejala demam yaitu dengan
termasuk sedang dan tidak kompres, meningkatkan selera
terlalu berbahaya, karena sel makan akan dengan modifikasi
kanker belum menyebar dan asupan makanan serta
mempengaruhi organ fisik di pemberian makanan (misal:
dalam tubuh. Manifestasi yang sambil bermain atau sambil
sering terjadi adalah: bercerita). Kemudian
1. Demam menurunkan resiko terjadinya

2. Sering terjadi perdarahan dan memar dengan memperhatikan

memar aktivitas anak agar tidak terjadi


perdarahan atau memar yang
3. Pucat
lebih banyak.
4. Kehilangan selera makan - Meningkatkan harapan sembuh
dan bisa beraktivitas secara
normal bagi pasien dan
keluarga serta memberikan
dukungan pada anakmaupun
keluarga.

15
2. Stadium 2 Selain terjadi pembengkakan - Merespon terhadap keluh
pada kelenjar getah bening, kesah anak dan keluarga.
memasuki stadium 2 ditandai Pada tahap ini, peran
dengan pembengkakan pada perawat adalah menjadi
limpa dan hati,atau salah satu pendengar yang baik.
diantara kedua organ tersebut. Karena berat badan anak
Ada perkembangan yang cukup semakin menurun, peran
signifikan pada pertumbuhan perawat dalam edukasi dan
limfosit. Tingkat resiko untuk manajemen nutrisi sangat
tahap ini masih terbilang dibutuhkan. Selain itu
sedang. Manisfetasi yang sering perawat selalu memberikan
terjadi adalah : dukungan psikologis dan
1. Benjolan pada kelenjar getah spiritual kepada keluarga
bening semakin besar untuk tetap menemani anak
2. Mudah lelah dan lemas hingga akhir pengobatan.

3. Sering menggigil - Meningkatkan kualitas


hidup anak dengan
4. Perdarahan semakin
memberikan dukungan
bertambah.
hidup dan meringankan
gejala-gejala yang ada.

3. Stadium 3 Stadium 3 akan mempengaruhi - Meningkatkan kualitas hidup /


lebih dari dua organ. Kanker kualitas meninggal dengan
sudah menyebar dan damai.
mempengaruhi organ lain di - Merespon terhadap keluh
dalam tubuh. Para penderita akan kesah pasien/keluarga.
mengalami anemia. Manifestasi - Pada tahap ini perawat bisa
klinis lainnya adalah : mengajarkan relaksasi
1. Anemia dengan teknik napas dalam
2. Berat badan semakin turun pada anak apabila nyeri
masih dirasakan. Jika tidak
16
3. Muntah

17
4. Nyeri pada sendi atau tulang bisa menggunakan teknik
nafas dalam, pilihan
5. Rambut rontok (akibat
lainnya adalah teknik
kemoterapi)
bermain untuk
menghilangkan rasa nyeri
pada anak.
- Kemudian perawat tetap
memberikan dukungan
informatif kepada anak
bahwa efek pengobatan
adalah rambut rontoh dan
muntah, sehingga anak
mampu menerima
kondisinya saat ini. Selain
itu perawat tetap
memperhatikan manajemen
nutrisi pada anak.
4. Stadium 4 Stadium 4 adalah yang paling - Memberikan rasa nyaman dan
berbahaya, karena tahap terakhir responsif selama proses
perkembangan kanker. Tingkat kematian
keping darah akan menurun - Meningkatkan kualitas
drastis. Jika di tahap 3 kanker hidup/kualitas meninggal
menyebar ke organ tubuh selain dengan damai
limpa dan hati, pada tahap ini - Merespon terhadap
kanker akan mempengaruhi paru- keluh kesah pasien/keluarga
paru. Di samping itu, anemia akan
terjadi lebih akut. Tahap ini
merupakan tahap yang paling
beresiko.

18
2.3.6 Penatalaksanaan Medis

a. Penanganan Non Subortif

1) Kemoterapi

Kemoterapi adalah terapi yang menggunakan obat


anti kanker yang diberikan ke cairan serebrospinal, atau
melelui aliran darah untuk dapat mencapai ke seluruh tubuh
agar terapi yang diberikan efektif. Pengobatan dengan
kemoterapi pada leukemia mieloblastik akut diberikan
dengan dosis yang tinggi dan di konsumsi dalam waktu yang
singkat. Sedangkan terapi untuk leukemia limfoblastik akut
di berikan dengan dosis yang rendah dan waktu konsumsi
yang lama biasanya 2-3 tahun.

Pemberian kemoterapi akan menimbulkan beberapa


efek samping berupa muntah, rambut rontok, dan nafsu
makan turun. Pada kondisi ini perawat harus bisa
meningkatkan kenyamanan anak dalam menghadapi efek
samping tersebut. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah
menjelaskan kepada anak serta keluarga bahwa semua efek
samping tersebut adalah efek yang wajar terjadi pada proses
pengobatan ini. Kemudian perawat harus bisa menenangkan
anak serta memberikan dukungan emosional agar anak terus
termotivasi untuk menjalankan pengobatan dan meneruskan
kehidupannya. Selain itu, cara yang bisa dilakukan adalah
dengan terapi bermain dan bercerita. Terapi tersebut
diharapkan dapat menurunkan rasa nyeri atau bahkan
meningkatkan kenyamanannya kembali.

Pendekatan kepada keluarga juga perlu digunakan


dalam proses pengobatan ini. Keluarga juga harus
mempunyai presepsi yang sama tentang efek samping yang
akan dialami. Sehingga keluarga bisa memberikan dukungan
yang lebih baik pada anaknya.. (American Cancer Society,
2012).
2) Pembedahan
19
Pembedahan merupakan terapi yang sangat terbatas
penggunaannya pada pasien leukemia. Hal ini dikarenakan
selsel leukemia telah menyebar keseluruh tubuh melalui
sumsum tulang menuju organ-organ yang ada di tubuh.
Terapi pembedahan hanya dilakukan atas indikasi tertentu
dan memiliki risiko tinggi (American Cancer Society,
2012).

3) Radiasi

Terapi radiasi menggunakan bahan energi dengan


radiasi tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker. Terapi
sendiri biasanya dilakukan untuk mencegah penyebaran dari
sel-sel leukemia ke otak maupun ke testis (American Cancer
Society, 2012).

4) Penanganan suportif

 Pemberian tranfusi komponen darah yang diperlukan

 Pemberian komponen untuk meningkatkan kadar leukosit

 Pemberian nutrisi yang baik dan memadai

 Pemberian antibiotik, anti jamur, dan anti virus bila diperlukan

 Perawatan di ruang yang bersih

 Dukungan psikologis

 Kebersihan Oro-anal (mulut dan anus)

20
2.4 Konsep Penatalaksanaan Keperawatan Paliatif Pada Pasien Leukemia

2.4.1 Prinsip Penatalaksanaan Keperawatan Paliatif Pada Anak


Dengan Leukemia
Program perawatan paliatif pasien kanker adalah pendekatan
terintegrasi oleh tim paliatif untuk mencapai kualitas hidup pasien dan
kematian yang bermartabat serta memberikan dukungan bagi keluarga yang
menghadapi masalah yang berhubungan dengan kondisi pasien, dengan
mencegah dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi dini, penilaian
yang seksama, serta pengobatan nyeri dan masalah-masalah lain, baik
masalah fisik, psikososial dan spiritual (WHO, 2016).
2.4.2 Prinsip Dasar Program Paliatif pada Anak dengan Leukimia

Prinsip tersebut di bawah ini merupakan acuan dalam melaksanakan


program paliatif pasien kanker (Adaptasi WHO, 2007):
a. Menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain.
b. Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal.
c. Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian.
d. Mengintegrasikan aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.
e. Memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin.
f. Memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita.
g. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya.
h. Menghindari tindakan yang sia sia.
i. Bersifat individual tergantung kebutuhan pasien.

2.4.3 Penanganan Nyeri dan Ansietas Pada Pasien Terminal: Leukemia dalam
Perawatan Paliatif
Nyeri adalah keluhan yang paling banyak dijumpai pada pasien
kanker stadium lanjut. Nyeri juga merupakan keluhan yang paling ditakuti
oleh pasien dan keluarga. Hampir 95% nyeri yang dialami pasien kanker
dapat diatasi dengan kombinasi modalitas yang tersedia, termasuk
memberikan perhatian terhadap aspek psikologi, sosial, dan spiritual.

21
Tata laksana nyeri merupakan salah satu bagian dari terapi paliatif.
American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian
terapi kuratif bersamaan dengan terapi paliatif untuk stadium lanjut dan
terminal. Sesuai dengan penyebab yang ada dan prinsip tata laksana
yang digunakan di perawatan paliatif, modalitas yang dapat digunakan
adalah:
a. Medikamentosa

Pemeberian Analgetik: NSAID, Non opioid, Opioid; Adjuvant


(kortikoste-roid, antidepresan, anti epilepsi, relaksan otot, antispas
modik).
b. Nonmedikamentosa

 Fisik: kompres hangat dan TENS

 Interupsi terhadap mekanisme nyeri: anestesi, neurolisis dan terapi


relaksasi atau manajemen nyeri
 Modifikasi lingkungan dan gaya hidup: hindari aktifitas yang
memacu atau memperberat nyeri, immobilisasi bagian yang sakit
dengan alat, gunakan alat bantu untuk jalan atau kursi roda
 Dukungan psikologis

Agar anak merasa aman, diperlukan adanya keberadaan


orang tedekat dari anak untuk mendampingi selama masa
pengobatan, baik untuk menjalani kemoterapi secara rutin maupun
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan anak yang lain
adalah kebutuhan cinta kasih serta harga diri dari orang orang
terdekat (Bara, 2015). Orangtua merupakan salah satu pemberi
perawatan (care giver).

Salah satu faktor yang dapat menimbulkan respon unik


individu dalam merespon penyakit ataupun terapi, yaitu faktor
interpersonal (dukungan sosial). Dukungan sosial merupakan
dukungan emosional yang berasal dari teman, anggota keluarga,
bahkan pemberi perawatan kesehatan yang membantu individu

22
ketika suatu masalah muncul. Dukungan sosial sangat diperlukan
oleh setiap individu di dalam setiap siklus kehidupannya. Dukungan
sosial akan semakin dibutuhkan pada saat seseorang sedang
menghadapi masalah atau sakit (Amanda, 2017).
 Lain-lain: modifikasi terhadap proses patologi yang ada, yaitu
diperlukan pada kondisi darurat seperti patah tulang karena proses
metastase, resiko patah tulang pada tulang penyangga tubuh,
metastase ke otak dan metastase ke paru-paru.

Menurut Verssey dan Carlson (1996) dalam Pedoman Teknis


Pelayanan Paliatif Kanker (2013), terapi ansietas yang dapat
diberikan pada anak penderita kanker adalah sebagai berikut:
 Pressure: melakukan pemijatan (massage)

 Positioning: memeluk, memegang, menggendong

 Relaxation dengan memberikan postural drainage : tidur miring atau


posisi kepala lebih direndahkan
 Distraction: bernyanyi, bermain, menonton TV atau video kesukaan
anak, mendengarkan musik, dan jalan- jalan.
 Hypnosis/ imagery: membantu memfokuskan perhatian anak dari
hal- hal yang ditakuti dan mengembangkan daya imaginasi anak
dengan aman, nyaman, menarik, dan menyenangkan.

23
2.4.4 Tata Laksana Akhir Kehidupan Untuk Anak dengan Leukimia

a. Perawatan penyakit terminal pada anak dengan tujuan:

1) Pastikan bahwa tidak ada rasa nyeri dan stress, serta menjaga agar tidak
mengalami nyeri yang berkepanjangan.

2) Memberi perhatian secara penuh dengan kasih sayang.

3) Mempersiapkan dan mendukung keluarga dalam menghadapi kematian anaknya.


b. Persiapan menjelang akhir kehidupan

1) Pastikan kebutuhan anak dengan perawatan paliatif, khususnya yang


sedang menjelang akhir kehidupan, seperti kebutuhan fisik, pikiran,
dan jiwa. Adapun perawatan tersebut, dapat berupa:
 Meringankan rasa sakit dan keluhan fisik lainnya yang
dirasakan anak.
 Menjaga agar anak merasa nyaman dan tenang.
 Menjaga kehidupan anak dan keluarga senormal
mungkin.
 Membantu keluarga mendapatkan dukungan yang mereka
butuhkan.
 Membicarakan harapan atau keinginan anak.
 Memberikan informasi yang tepat dan jujur tentang
kondisi anak.
 Membantu proses berduka atas kematian anak.

c. Perawatan pada saat pasien meninggal

Tempat yang tepat bagi anak untuk meninggal adalah di rumah dan
jangan biarkan anak meninggal tanpa ditunggu. Sebaiknya ada tempat
tersendiri dan nyaman untuk. Kita juga sebaiknya memahami kebiasaan
budaya dan keagamaan di daerah tempat kerja. Kita harus dapat bersikap
fleksibel terhadap permintaan orang tua. Tanda-tanda akhir kehidupan,
yaitu:
 Kesadaran menurun
 banyak tidur

24
 Disorientasi
 Menolak makan, walaupun dalam bentuk cair
 Buang air kecil terganggu
 Kulit dingin, pucat, cutis mamorata

Pola nafas tidak teratur (napas cepat pendek dengan adanya periode cepat atau
lambat).

d. Perawatan setelah pasien meninggal

Berduka adalah sekumpulan emosi yang mengganggu diakibatkan


oleh perubahan atau berakhirnya pola perilaku yang ada. Hal ini biasanya
terjadi setelah seseorang kehilangan, termasuk karena kematian. Rasa
kehilangan bisa mulai dialami pasien, keluarga, kerabat serta teman-teman
pada saat seseorang menderita suatu penyakit.

Rasa berduka dipengaruhi oleh siapa yang meninggal, kedekatan


dengan yang meninggal, penyebab kematian, pribadi dan kondisi sosial.
Hubungan dengan pasien yang telah meninggal dapat mempengaruhi
kemampuan keluarga untuk beradaptasi terhadap kondisi yang ada.
Hubungan yang baik dan dekat dapat menimbulkan rasa kehilangan,
kesepian dan tidak berguna. Pada kondisi ini, pendekatan yang diperlukan
adalah membantu agar merasa memiliki harga diri, percaya diri, rasa aman.

Tugas dari pelayanan paliatif adalah memberikan dukungan, agar


rasa duka yang timbul tidak menjadi duka yang patologis atau hingga
menyebabkan depresi. Dukungan pada masa berkabung dilakukan pada
saat pasien meninggal dan pada saat pemakaman. Satu atau dua minggu
setelah pemakaman, follow up kepada keluarga yang berdukacita perlu
dilakukan untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan mengatasi rasa
kehilangan dan kemampuan beradaptasi terhadap situasi baru, yaitu
kehidupan tanpa pasien yang telah meninggal. Follow up bisa sebaiknya
dilakukan dengan kunjungan rumah, namun bila tidak memungkinkan bisa
dilakukan melalui telepon. Tujuan dukungan masa berkabung adalah:
1. Membantu agar keluarga bisa menerima kenyataan bahwa pasien
telah meninggal dan tidak akan kembali

25
2. Membantu agar keluarga mampu beradaptasi dengan situasi dan
kondisi baru
3. Membantu merubah lingkungan yang memungkinkan keluarga
dapat melanjutkan hidup tanpa pasien yang meninggal
4. Membantu keluarga agar mendapatkan kembali rasa percaya diri
untuk melanjutkan hidup.

26
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus
An. T usia 8 tahun dirawat di Rumah Sakit X sejak tanggal 20 Januari 2020,
hari ini adalah hari rawat ke 4. An. T sudah di diagnosis leukemia sejak 2 tahun
yang lalu pada stadium awal (stage 1). Sejak terdiagnosis, An. T sudah melakukan
kemoterapi per 3 bulan sekali, namun pada bulan agustus Mei 2019 An. T tidak
melakukan kemoterapi karena faktor ekonomi keluarga dan keluarga merasa
anaknya tidak kunjung sembuh. Sejak saat itu keluarga hanya melakukan
pengobatan secara alternative di rumah.
Pada tanggal 20 Januari 2020 pukul 06.00, keluarga membawa An.T ke IGD
Rumah Sakit X karena sangat takut dengan keadaan An. T. Keluarga mengatakan
sudah 1 bulan, badan An.T sangat lemah, sering mimisan, memar dibeberapa
bagian tubuhnya, serta keringat selalu keluar di malam hari. Keluarga sangat
khawatir melihat anaknya merasa kesakitan dan lemah tidak berdaya. Keluarga
menyesali perbuatannya karena hanya mengobati anaknya dengan pengobatan
alternative.
Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap di IGD, dokter telah mendiagnosis
bahwa leukemia yang dialami An. T sudah pada stadium lanjut (stage 3) dan sudah
metastase ke beberapa organ lainnya. Dan dokter mengatakan bahwa hidup An. T
sudah tidak lama lagi. Saat mendengar kabar tersebut keluarga sangat syok dan
tidak menyangka akan terjadi secepat ini. Keluarga mengatakan ingin mendapat
pengobatan semaksimal mungkin untuk hidup anaknya, namun pada stadium ini
kemoterapi dan obat-obatan sudah tidak akan berpengaruh banyak.
Akhirnya diputuskan bahwa An. T akan dirawat di ruang rawat inap dengan
pengobatan yang terus diberikan. Pengobatan An.T sudah berjalan selama 3 hari,
namun keadaan An. T semakin hari semakin memburuk. Pada hari ke 4, An. T
menangis mengeluh sakit kepala hebat, lemas, demam dan nyeri pada tulang-
tulangnya hingga merasa tidak nyaman. Ia juga mimisan sejak kemarin malam

27
sampai pagi ini. An. T megatakan pasrah karena tidak kuat merasakan rasa
sakitnya.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan An. T sangat pucat,
CRT > 2 detik, GCS 11, konjungtiva anemis, akral dingin, BB klien turun dari 18
kg (20 Januari) menjadi 15 kg (24 Januari), dan mual (+). Selain itu terdapat
pembesaran limfa (splenomegali) dan hati (hepatomegali). Dari hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital diperoleh: TD: 96/50 mmHg, N: 99x/menit, RR: 30x/menit, S:
38,6°C. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil lab: Hb: 5,2 gr/dl,
leukosit: 13,9 x 103/µl, trombosit: 99.000 mcL.
3.2 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

No. Register : 123.XXX

Tanggal MRS : 20 Januari 2020


Tgl & Jam Pengkajian : 24 Januari 2020 jam 07.00 WIB
Diagnosa Medis : Leukemia Limfoblaktik Kronik Stage
3
Biodata Pasien

Nama : An. T
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 8 Tahun
Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia


Pendidikan : SD

Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Surabaya

Sumber Biaya : Umum


Penanggung Jawab

Nama : Tn. I

Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
28
Hub dg px : Ayah

Alamat : Surabaya
Keluhan Utama
- Klien menangis mengeluh sakit kepala hebat, lemas, demam dan
nyeri pada tulang-tulangnya hingga merasa tidak nyaman.
Riwayat Penyakit Sekarang

- Klien sudah didiagnosis leukemia sejak 2 tahun yang lalu pada


stadium awal (stage 1)
- Klien sudah menjalani berbagai pengobatan kemoterapi dan juga
alternative
- Namun karena kondisi klien semakin memburuk, keluarga membawa
ke RS pada tanggal 20 Januari 2020 dengan keluhan sudah 1 bulan
badan An.T sangat lemah, sering mimisan, memar dibeberapa bagian
tubuhnya, serta keringat selalu keluar di malam hari.
- Pada hari ke 4 (24 Januari 2020), An. T menangis mengeluh sakit
kepala hebat, lemas, demam dan nyeri pada tulang-tulangnya hingga
merasa tidak nyaman. Ia juga mimisan sejak kemarin malam sampai
pagi ini. An. T megatakan pasrah karena tidak kuat merasakan
rasa
sakitnya.
Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada

Riwayat Pembedahan : Tidak ada

Pola Pemenuhan Nutrisi

- Klien mengalami penurunan nafsu makan

- Klien mengeluh mual sejak 3 hari yang lalu


- Berat badan klien mengalami penurunan dari 18 kg (20 Januari)
menjadi 15 kg (24 Januari)
a. Pengkajian kualitas hidup
29
- Saat ini klien membutuhkan banyak bantuan dan perawatan medis yang
sering. Tidak dapat merawat diri sendiri, memerlukan perawatan
institusional setara atau rumah sakit dan memerlukan dukungan dari
keluarga maupun orang lain, penyakit mungkin maju dengan cepat.
b. Psikososial

- Sosial/interaksi
Klien tidak dapat berinteraksi dengan teman-temannya, klien hanya
ditemani oleh ibu dan ayahnya.
- Psikologis
Klien terlihat sangat cemas dan sering menangis, klien juga mengatakan
pasrah karena tidak kuat dengan sakit yang dirasakan.
- Toleransi koping
Klien mengatakan takut dengan keadaan dirinya sekarang. Klien merasa
dirinya hanya menyusahkan ayah dan ibunya. Klien mengatakan tidak
nyaman dengan keadaannya saat ini.
2) Spiritual
Menggunakan pengkajian FICA

- Faith (keyakinan): kilen percaya tentang adanya tuhan/Allah dan


dia percaya pada agama islam
- Influence (pangaruh): klien marah karena tuhan memberikan sakit
pada dirinya bukan orang lain.
- Community (komunitas): klien mengikuti kegiatan mengaji/TPQ
setiap hari di masjid dekat rumahnya.
- Addressing Spiritual Concerns (cara mengatasi isu spiritual):
keluarga klien selalu berdoa untuk kesembuhan anaknya.
3) Pengkajian Prognosis

- Klien sudah didiagnosis pada leukemia stadium lanjut dengan


prognosis buruk, karena segala pengobatan tidak akan
berpengaruh banyak pada kesembuhan klien.
- Dokter sudah mengatakan bahwa hidupnya tidak akan lama lagi.

4) Ekonomi

- Ayah klien adalah seorang guru honorer, penghasilannya


tergolong rendah.
30
- Keluarga ini mempunyai 2 orang anak
Kesadaran : Delirium E4V3M4
Tanda-tanda Vital
- TD: 96/50 mmHg, N: 99x/menit, RR: 30x/menit, S: 38,6°C.
Body System
1. B1 (Breath)
- RR 30x/menit, sesak napas, menggunakan otot bantu pernapasan
yaitu otot sternokleidomastoid.
2. B2 (Blood)

- TD 96/50 mmHg, CRT >2detik, akral dingin, HR 99x/menit, Hb:


6,7 gr/dl, leukosit: 13,2 x 103/µl, trombosit: 99.000 mcL.
- Konjungtiva anemis

- Akral dingin

- Turgor kulit memburuk


3. B3 (Brain)
- Kesadaran pasien delirium dengan GCS, yaitu : E = 4, V = 3 dan M
=4
4. B4 (Bladder)
- Tidak ada gangguan
5. B5 ( Bowel)
- BB turun dari 18 kg menjadi 14 kg, mual, pembesaran limfa, dan
pembesaran hati.
6. B6 ( Bone)

- Nyeri pada tulang-tulangnya sehingga pasien mengatakan sangat


tidak nyaman.
- Nyeri ini dirasakan saat klien mulai melakukan terapi medis
(tanggal 20-24 Januari)
3. Diagnosis Keperawatan

1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan tampak


gelisah, frekuensi napas dan nadi meningkat (D.0080)
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan efek samping terapi
ditandai dengan klien mengeluh tidak nyaman dan tampak menangis
(D.0074)

31
3. Keputusasaan berhubungan dengan penurunan kondisi fisiologis ditandai dengan
klien mengungkapkan keputusasaan dan afek datar (D.0088)

4. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosis (SDKI) Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)


1. Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
berhubungan asuhan keperawatan (I.09314)
dengan krisis 2x24 jam, Terapeutik
situasional ditandai diharapkan tingkat
1. Ciptakan suasana
dengan tampak ansietas klien
terapeutik untuk
gelisah, frekuensi menurun, dengan
menumbuhkan
napas dan nadi kriteria hasil
kepercayaan
meningkat (D.0080) Tingkat Ansietas
2. Temani pasien untuk
(L.09093)
mengurangi
- Verbalisasi
kecemasan
khawatir akibat
3. Pahami situasi yang
kondisi yang
menyebabkan
dihadapi menurun
ansietas
(5)
4. Dengarkan dengan
- Perilaku
penuh perhatian
gelisah
5. Gunakan pendekatan
menurun (5)
yang tenang dan
- Perilaku
meyakinkan
tegang
Edukasi
menurun (5)
6. Anjurkan keluarga
- Frekuensi
untuk tetap bersama
pernapasan
pasien
menurun (5)
7. Anjurkan
- Frekuensi
mengungkapkan
nadi
perasaan dan persepsi
menurun (5)
Kolaborasi
Dukungan Sosial
(L.13113) 8. Kolaborasi pemberian

32
- Bantuan yang
obat antiansietas, jika
ditawarkan oleh
perlu
keluarga dan
Terapi Musik (I.08250)
perawat meningkat
Observasi
(5)
9. Identifikasi minat
- Dukungan emosi
terhadap music dan
yang disediakan
identifikasi musik yang
oleh keluarga dan
disukai
perawat meningkat
Terapeutik
(5)
10. Pilih musik yang disukai

11. Posisikan dalam posisi


yang nyaman
12. Atur volume suara
yang sesuai
13. Hindari pemberian
terapi musik dalam
waktu yang lama
Edukasi
14. Anjurkan rileks
selama
mendengarkan
musik
2. Gangguan rasa Setelah dilakukan Terapi Relaksasi
nyaman asuhan keperawatan (I.09326)
berhubungan 2x24 jam, Observasi
dengan efek diharapkan status
1. Identifikasi penurunan
samping terapi kenyamanan klien
tingkat energy,
ditandai dengan meningkat, dengan
ketidakmampuan
klien mengeluh kriteria hasil
berkonsentrasi, atau
tidak nyaman dan Status Kenyamanan
gejala lain yang
tampak menangis (L.08064)
mengganggu kognitif
(D.0074) - Keluhan tidak
2. Periksa frekuensi nadi,
nyaman menurun
tekanan darah, dan suhu
(5)
33
- Gelisah menurun (5) sebelum dan sesudah
latihan
- Mual menurun (5)
Terapeutik
- Menangis menurun (5)
3. Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang yang nyaman, jika
memungkinkan
4. Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
5. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi
6. Jelaskan tujuan,
manfaat, dan jenis
relaksasi yang tersedia
(misal musik)
7. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
8. Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
Manajemen Mual
(I.03117)
Observasi

9. Identifikasi isyarat
nonverbal

34
ketidaknyamanan pada
anak
10. Identifikasi faktor
penyebab mual
11. Identifikasi antiemetik
untuk mencegah mual
12. Monitor mual dan
juga asupan nutrisi
dan kalori
Terapeutik

13. Kurangi atau


hilangkan keadaan
penyebab mual
(seperti kecemasan)
Edukasi
14. Anjurkan istirahat dan
tidur yang cukup
3. Keputusasaan Setelah dilakukan Dukungan Emosional
berhubungan asuhan keperawatan (I.09256)
dengan penurunan 2x24 jam, Terapeutik
kondisi fisiologis diharapkan harapan
1. Fasilitasi mengungkapkan
ditandai dengan klien meningkat,
perasaan cemas, marah,
klien dengan kriteria hasil
atau sedih
mengungkapkan Harapan (L.09068)
2. Buat pernyataan suportif
keputusasaan dan - Minat
atau empati
afek komunikasi verbal
datar (D.0088) meningkat (5)
- Verbalisasi 3. Lakukan sentuhan
keputusasaan untuk memberikan
menurun (5) dukungan
- Afek datar menurun 4. Kurangi tuntutan
(5) berpikir saat sakit atau
Motivasi (L.09080) lelah
Edukasi
- Pikiran berfokus

35
masa depan 5. Anjurkan
meningkat (5) mengungkapkan
- Upaya mencari perasaan yang dialami
dukungan sesuai 6. Anjurkan mengungkapkan
kebutuhan pengalaman emosional
meningkat (5) sebelumnya dan pola
- Harga diri respons yang biasa
positif digunakan
meningkat (5) Promosi Harapan
- Keyakinan (I.09307)
positif Observasi
meningkat (5)
7. Identifikasi harapan
pasien dan keluarga
dalam pencapaian hidup
Terapeutik

8. Pandu mengingat
kembali kenangan yang
menyenangkan
9. Ciptakan lingkungan
yang memudahkan
mempraktikkan
kebutuhan spiritual
Edukasi

10. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan terhadap
kondisi dengan realistis
11. Anjurkan mempertahankan
hubungan terapeutik
dengan orang tua

36
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Leukemia atau kanker darah adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi
(pertumbuhan sel imatur) sel leukosit yang abnormal dan ganas, serta sering
disertai dengan jumlah leukosit yang berlebihan. Leukemia sering terjadi pada anak
dibawah 15 tahun dan merupakan penyakit kronis kedua dan ketiga sebagai
penyebab kematian pada anak.
Anak penderita leukemia sangat membutuhkan perawatan yang intensif,
selain terapi farmakologi dan non farmakologi. Anak penderita leukemia juga
memerlukan perawatan untuk mencapai peningkatan kualitas hidupnya, sehingga
tenaga kesehatan tidak hanya berfokus pada kesembuhan pasien tetapi juga pada
kesejahteraan pasien yang bisa dicapai dengan pemberian perawatan paliatif.

37
DAFTAR PUSTAKA

Chandrayani. 2009. Gambaran Epidemiologi Kasus Leukemia Anak di Rumah Sakit


Kanker Dharmais tahun 2004-2008. Skripsi FKM-UI.

Girsang, Natalia. 2018. Skripsi Efektivitas Hipnoterapi Terhadap Penurunan Intensitas


Mual Muntah Post Kemoterapi Pada Pasien Anak Leukemia Di Rsup H. Adam
Malik Medan. Medan

Ners Handayani, Wiwik S.kep & dr. Andi Sulistyo H. 2008. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Suriadi, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.
Marpaung, Junierissa dan Sinaga Boneka. 2019. Dukungan Sosial Keluarga Pada Anak
Penderita Leukimia Berdasarkan Film “My Sister Keeper”. Jurnal KOPASTA,
6 (1), (2019).

Buku Petunjuk Teknis Paliatif Kanker Pada Dewasa. 2016. Kementrian kesehatan
Republik Indonesia.

Buku Petunjuk Teknis Paliatif Kanker. 2013. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan


Perawatan Palliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Fitria, C.N. 2010. Palliative Care pada penderita Penyakit Terminal. GASTER. 7 (1:
527-535). Surakarta.

38
39
40
41
42
43
44
45
46
47

Anda mungkin juga menyukai