Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Analisis proses keperawatan jiwa, prinsip legaletis dan budaya dalam asuhan keperawatan
jiwa

DISUSUN OLEH : II
Aurelia Rahmadila
Euporia Rizki Amelia
Elmi Rahmadania
Istianingsih
Mareza Oktavia
Okta Pitriani

DOSEN PEMBIMBING
NS. Ervan.,S.Kep.,M.Kep, Sp,Kep.J

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Diiringi rasa syukur yang luar biasa kepada Tuhan Yang Maha Esa, penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan membahas “Analisis proses keperawatan jiwa, prinsip
legaletis dan lintas budaya dalam asuhan keperawatan jiwa” Kami sangat berharap makalah
ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita dalam materi
pembelajaran tingkat awal di mata kuliah ini.

Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat di pahami bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
demi kebaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Bengkulu, 2 February 2023

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perawat merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat.
Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan
kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori
keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi
adalah mempunyai body of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta
ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat langsung(Ahillah et al.,
2019)..
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk
implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada
individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta
menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi. Dalam melakukan praktek
keperawatan, perawat secara langsung berhubungan dan berinteraksi kepada
penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal
yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak disengaja, kondisi demikian
inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek
keperawatan(Ahillah et al., 2019).
Etika merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatan yang benar. Etika
berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang tidak baik dan dengan kewajiban
moral. Etika merupakan metode penyelidikan yang membantu orang memahami
moralitas perilaku manusia (yaitu ilmu yang mempelajari moralitas), praktik atau
keyakinan kelompok tertentu (misalnya, kedokteran, keperawatan, dan
sebagainya), dan standar perilaku moral yang diharapkan dari kelompok tertentu
sesuai dalam kode etik profesi kelompok tersebut. Pelayanan kepada umat manusia
merupakan fungsi utama perawat dan dasar adanya profesi keperawatan. "ebutuhan
pelayanan keperawatan adalah universal. Pelayanan profesional berdasarkan
kebutuhan manusia) karena itu tidak membedakan kebangsaan, warna kulit, politik,
status sosial dan lain-lain. Keperawatan adalah pelayanan vital terhadap manusia
yang menggunakan manusia juga, yaitu perawat. Pelayanan ini berdasarkan
kepercayaan bahwa perawat akan berbuat hal yang benar, hal yang diperlukan, dan
hal yang menguntungkan pasien dan kesehatannya. Oleh karena manusia dalam
interaksi bertingkah laku berbeda-beda maka diperlukan pedoman untuk
mengarahkan bagaimana harus bertindak.

Asuhan keperawatan jiwa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan klien


dan kemandirian klien serta membantu dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya baik fisik maupun psikologis, baik pada individu, keluarga maupun
kelompok masyarakat (komunitas). Dalam upaya penanganan masalah kesehatan
jiwa salah satu terapi spesialis yang dapat diberikan pada klien dengan gangguan
jiwa adalah berupa terapi kelompok atau therapeutic community. Oleh akrenaitulah
asuhan keperawatan harus bersifat holistik. Selain bersifat holistik, pendekatan
humanistik dalam mengimplementasikan berbagai terapi harus benar-benar
diperhatikan. Dengan demikian, siapapun yang melakukan terapi keperawatan,
khususnya psychoterapiharus mempunyai kemampuan dalam mengatasi masalah
pasien secara ilmiah, memperhatikan legasl dan etis agar tindakannya tidak
bertentangan dengan norma yang ada baik dalam menjalankan standar
asuhan,dalam berhubungan dengan profesi lain dan juga secara humanistik dalam
memperlakukan pasien sebagai subjek dan objek dalam pelaksanaan
asuhan(Panggabean, 2019).

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami mengenai aspek
proses keperawatan jiwa, Konteks sosial budaya, legal dan etik keperawatan jiwa
serta trend issue yang sedang marak di kalangan masyarakat yaitu seklusi pada
pasien dengan gangguan jiwa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses keperawatan jiwa?
2. Bagaimana konteks sosial budaya dalam keperawatan jiwa?
3. Bagaimana legal etik keperawatan jiwa?
C. Tujuan
Diharapkan para pembaca dapat mengetahui bagaimana proses dari
keperawatan jiwa, kontek sosial dari keperawatan jiwa dan legal etik keperawatan
jiwa.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Proses keperawatan jiwa
Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa
merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin
tidak dapat dilihat langsung seperti pada masalah kesehatan fisik,
memperlihatkan gejela yang berbeda, dan muncul oleh berbagai
penyebab. Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini,
tetapi mungkin muncul gejala yang berbeda.banyak klien dengan masalah
kesehatan jiwa tidak dapat menceritakan masalahnya bahkan mungkin
menceritakan hal yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka
untuk berperan dalam menyelesaikan masalah juga bervariasi.
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan
dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan
jiwa. Hal ini penting karena pera perawat dalam asuhan keperawatan jiwa
adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki. Klien mungkin menghindar atau
menolak berperan serta dan perawat mungkin cenderung membiarkan,
khususnya pada klien yang tidak menimbulkan keributan dan yang
tidak membahayakan. Prosen keperawatan jiwa antara lain:
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Pengkajian adalah komunikasi efektif secara linguistik dan
kultural, wawancara, observasi, perilaku dan tinjauan catatan - catatan
data dasar. Pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data
biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan data pada
pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor
presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan
koping yang dimiliki klien. Pengkajian keperawatan jiwa meliputi :
Identitas klien, Keluhan utama dan alasan masuk, Faktor predisposisi,
Aspek fisik dan biologi, Aspek psikosoisal, Status mental, Kebutuhan
persiapan pulang, Mekanisme koping, Masalah psikososial dan
lingkungan, Pengetahuan dan Aspek medik.
Data yang di dapat, dapat dikelompokan menjadi :

 Data objektif yang di temukan secara nyata. Data ini di dapatkan


melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

 Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh


klien dan keluarga. Data ini di dapatkan memalui wawancara
perawat kepada klien dan keluarga.
Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat
digambarkan sebagai pohon masalah. Agar penentuan pohon masalah
dapat dipahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan / komponen
yang terdapat pada pohon masalah yaitu : penyebab (causa), masalah
utama (core problem) dan effect (akibat).
2. Diagnosa
Rumusan diagnosa pada asuhan keperawatan gangguan jiwa pada
awalnya berbentuk problem related to etiology, namun sejak Konas III di
Semarang maka rumusan diagnose keperawatan jiwa dibuat menjadi
tunggal sehingga hanya menyebutkan problem tanpa perlu menuliskan
etiologi. Proses keperawatan jiwa tentu saja mengalami imbasnya, jika
tadinya rencananya adalah mengatasi penyebab maka sekarang benar-
benar mengarah ke mengatasi masalah. Rumusan diagnosa tunggal
keperawatan jiwa ini mengacu pada North American Diagnosis
Association (NANDA) 2005-2006. Misalnya dapat dirumuskan diagnosis
sebagai berikut:

 Sebagai diagnosis utama yaitu masasalah utama menjadi etiologi,


yaitu risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi pendengaran

 Perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran berhubungan


dengan menarik diri

 Isolasi social: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

 Pada perumusan diagnosa keperawatan yang menggunakan


typology single diagnosis, maka rumusan diagnosa adalah
menggunakan etiologi saja.
3. Pohon masalah
Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat
digambarkan sebagain pohon masalah terdiri dari :

Effect Akibat dari masalah utama

Prioritas masalah dari


Core
masalah yang ada pada
Problem klien berkaitan erat dengan

Salah satu dari masalah


Causa
yang merupakan penyebab
dari masalah utama

Pasien biasanya memiliki lebih dari satu masalah keperawatan.


Sejumlah masalah pasien akan saling berhubungan dan dapat
digambarkan sebagai pohon masalah. Untuk membuat pohon masalah,
minimal harus ada tiga masalah yang berkedudukan sebagai penyebab
(causa), masalah utama (core problem), dan akibat (effect). Meskipun
demikian, sebaiknya pohon masalah merupakan sintesis dari semua
masalah keperawatan yang ditemukan dari pasien. Dengan demikian,
pohon masalah merupakan rangkat urutan peristiwa yang menggambarkan
urutan kejadian masalah pada pasien sehingga dapat mencerminkan
psikodimika terjadinya gangguan jiwa.

 Masalah utama (core problem) adalah prioritas masalah dari


beberapa masalah yang ada pada pasien. Masalah utama bisa
didapatkan dari alasan masuk atau keluhan utama saat itu (saat
pengkajian).

 Penyebab (causa) adalah sal satu dari beberapa masalah yang


merupakan penyebab masalah utama, masalah ini dapat pula
disebabkan oleh salah satu masalah yang lain, demikian
seterusnya.

 Akibat (effect) adalah salah satu dari beberapa akibat dari masalah
utama. Efek ini dapat menyebabkan efek yang lain dan demikian
selanjutnya.
4. Intervensi
Rencana tindakan keperawatan terdiri atas empat komponen yaitu
tujuan umum, tujuan khusus, rencana tindakan keperawatan, dan rasional.
Tujuan umum yang berfokus pada penyelesaian masalah (P), tujuan ini
dapat dicapai setelah tujuan khusus tercapai. Sedangkan tujuan khusus
berfokus pada penyelesaian etiologi (E), yang merupakan rumusan
kemampuan pasien yang harus dicapai. Umumnya kemampuan yang ingin
pasien capai ini terdiri atas tiga aspek yaitu :

 Kemampuan kognitif diperlukan untuk menyelesaikan etiologi


dari diagnosis keperawatan.

 Kemampuan psikomotor diperlukan agar etiologi dapat selesai.

 Kemampuan afektif perlu dimiliki agar pasien percaya bahwa dia


mampu menyelesaikan masalah.
Rencana tindakan keperawatan menjadi suatu rangkaian tindakan
yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan khusus. Rasional adalah
alasan ilmiah mengapa tindakan diberikan, yang didapat dari literature,
hasil penelitian, dan pengalaman praktik. Standar asuhan keperawatan
menyatakan empat macam tindakan keperawatan yaitu asuhan mandiri,
kolaboratif, pendidikan kesehatan, dan observasi lanjutan.
5. Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah Anda tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain:

 Kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal.

 Kemampuan menilai data baru.

 Kreativitas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana


tindakan.

 Penyesuaian selama berinteraksi dengan klien.

 Kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi


pelaksanaan.

 Kemampuan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan serta


efektivitas tindakan(Minannisa, 2019).
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam, yaitu
evaluasi proses atau evaluasi formatif, yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, dan evaluasi hasil atau sumatif, yang dilakukan
dengan membandingkan respons pasien pada tujuan khusus dan umum
yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP,
yaitu sebagai berikut.
S : respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data
yang kontradiksi terhadap masalah yang ada.
P : tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien.
Rencana tindak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut :

 Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah).

 Rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan


semua tindakan tetapi hasil belum memuaskan).

 Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak


belakang dengan masalah yang ada)

B. Konteks budaya dalam keperawatan jiwa


Dalam setiap interaksi dengan pasien, perawat psikiatris harus menyadari
kehidupan pasien dan menyadari persepsinya mengenai sehat dan sakit. Perilaku
mencari bantuan, dan kepatuhan pada pengobatan. Perawat yang peka pada
kultural memahami pentingnya kekuatan social dan kultural bagi individu,
mengenal keunikan, dan mengabungkan informasi sosiokultural ke dalama suhan
keperawatan. Sosiokultural merupakan kebudayaan yang secara teknik ide atau
tingkah laku yang dapat dilihat maupun yang tidak terlihat. Disamping
mempengaruhi pertubuhan dan perkembangan kepribadian seseorang misalnya
melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut. Yang
termasuk dalam sosiokultural yaitu usia, gender, pendidikan, pendapatan,
okupasi, posisi social, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman
social, dan tingkatan social. Sosiokultural mempengaruhi faktor resiko dan faktor
predisposisi yang meyebabkan terjadinya stress pada individu dan juga
mempengaruhi tipe dan sumber individu untuk menghadapi stress. Perawat perlu
tahu mengenai sosiokultural pasien dikarenakan memberikan gambaran yang
penting untuk asuhan keperawatan psikiatri yang bermutu. Lingkungan social
sangat mempegaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah. Norma
budaya dapat mendukung individu untuk berespon asertif atau agresif. Perilaku
kekerasan dapat dipelajari secara langsung melalui proses sosialisasi(Prasadha et
al., 2020).

Pengkajian dalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah


kesehatan jiwa pasien sesuai dengan latar belakang budaya pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam pengkajian sosiokultural yaitu:

 Factor teknologi Teknologi kesehatan memungkinkan individu memilih


atau pendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat merlu mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative dan persepsi klien
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalah kesehatan saat ini.
 Faktor agama dan falsafah hidup Factor agama yang harus dikaji oleh
perawat adalah agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama
berdampak positif terhadap kesehatan.
 Factor social dan keterikatan keluarga Pada tahap ini perawat perlu
mengkaji nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir,
jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga
 Nilai-nilai budaya dan gaya hidup. Nilai budaya adalah sesuatu yang
dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau
buruk. Yang perlu dikaji pada factor ini adalah: posisi dan jabatan yang
dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan
makanan, makan yang dipantang dlaam kondisi sakit, persepsi sakit
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
 Factor ekonomi Yang perlu dikaji pada tahap ini yaitu pekerjaan klien,
pendapatan dan pengeluaran klien.
 Factor Pendidikan yaitu tingkat Pendidikan pasien

D. Legal etik dalam keperawatan jiwa


Etika adalah kode perilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi
kelompo tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip perbuatan yang bisa
disebut benar. Etika berhubungan dengan peraturan atas perbuatan atau tindakan
yang mempunyai prinsip benar atau salah serta prinsip moralitas karena etika
bertanggung jawab secara moral.

Prinsip etika mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku yang


beretika dan dalam pengambilan keputusan etis. Prinsip etika berfungsi untuk
membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukanatau diizinkan
dalam suatu keadaan prinsip etika dapat digunakan untuk memperkirakan issu etika
dan membuat keputusan etis yang terdiri dari atas(Ahillah et al., 2019) :
1. Otonomi adalah hak untuk membuat keputusan sendiri. Menghormati
otonomi menyangkut penghormatan terhadap otonomi individu untuk
dengan bebas menentukan sendiri apa yang akan dilakukan. Otonomi
adalah kebebasan individu dalam bertindak dan menentukan diri sendiri.
Menghargai otonomi berarti menghargai individu sebagai seseorang yang
mempunyai harga diri dan martabat yang mampu menentukan sesuatu bagi
dirinya. Penerapan prinsip otonomi pada pasien gangguan jiwa masih
menjadi perdebatan. Apa yang terjadi bila pasien menolak minum obat dan
menolak untuk dirawat di rumah sakit? Yang harus diingat penggunaan
kekerasan atau paksaan bertentangan dengan prinsip otonomi ini.
2. Nonmaleficence (tidak merugikan orang lain atau jangan mencelakakan)
berarti tidak melukai atau tidak menimbulkan bahaya atau cedera bagi
orang lain. Prinsip nonmaleficence meliputi ungkapan moral yang terkenal
”Above all, do not harm" (yang terpenting dari semuanya, jangan
merugikan atau mencelakan).
3. Beneficience. Prinsip beneficence (memaksimalkan manfaat dan
meminimalkan kerugian) berasal dari tulisan-tulisan Hipocrates dan
menekankan pada profesi medis yang mempunyai tugas untuk menolong.
Prinsip ini sudah menjadi salah satu prinsip yang mendasar dalam etika
medis sejak zaman sumpah Hipocrates. Prinsip ini bertujuan meningkatkan
kesejahteraan manusia dan untuk tidak mencelakakannya. Perawat
diwajibkan untuk melaksanakan tindakan yang bermanfaat bagi klien.
Beneficence merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak
merugikan orang lain. Contoh, seorang pasien yang mengalami perdarahan
hebat akibat penyakit hati yang kronis mempunyai kepercayaan bahwa
pemberian transfusi darah bertentangan dengan keyakinannya. Sebelum
kondisi pasien bertambah berat, pasien telah memberikan pernyataan
tertulis kepada dokter bahwa pasien tidak mau ditransfusi darah, ketika
kondisi pasien bertambah buruk dan terjadi perdarahan yang hebat, dokter
seharusnya menginstruksikan untuk memberikan transfusi darah. Dalam hal
ini, akhimya transfusi darah tidak diberikan karena prinsip beneficence,
walaupun sebenamya pada saat bersamaan terjadi penyalahgunaan prinsip
nonmaleficence. Perawat diwajibkan untuk melaksanakan tindakan yang
bermanfaat bagi pasien, akan tetapi dengan meningkatnya teknologi dalam
sistem asuhan keperawatan, juga merupakan risiko dari suatu tindakan yang
membahayakan.
4. Justice Justice (keadilan) merupakan prinsip moral berlaku adil untuk
semua individu, tindakan yang dilakukan untuk semua orang sama.
Tindakan yang sama tidak selalu identik, tetapi dalam hal ini persamaan
berarti mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan kehidupan
seseorang. Justice adalah prinsip etik, yaitu perawat secara langsung
menghormati hak dan pengobatan yang adil.
5. Prinsip veracity (kejujuran) didefinisi kan untuk menyatakan hal yang
sebenamya dan tidak berbohong.Kejujuran merupakan dasar terbinanya
hubungan saling percaya antara perawat-pasien. Perawat sering tidak
memberitahukan kejadian yang sebenarnya pada pasien yang sakit parah.
Namun penelitian pada pasien dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa
pasien ingin diberi tahu tenmng kondisinya secara jujur. Mengatakan yang
sebenamya, mengarahkan perawat untuk menghindari kebohongan pada
pasien atau menipu pasien.
6. Confidentiality (kerahasiaan) merupakan bagian dari privasi, seseorang
bersedia untuk menjaga kerahasiaan informasi. Confiden tiality adalah
sesuatu yang profesional dan merupakan kewajiban yang etis dalam
menggunakan penggalian pengetahuan pasien untuk meningkatkan kualitas
perawatan pasien dan bukan untuk tujuan lain, seperti gosip, kepentingan
orang lain, dan memberikan informasi pasien pada orang lain. Perawat
harus mempertahankan kerahasiaan tentang data pasien baik secara verbal
maupun informasi tertulis.
7. fidelity (kesetiaan/ ketaatan) didefinisikan sebagai tanggung jawab dalam
konteks hubungan perawatan pasien yang meliputi tanggung jawab
menjaga janji, mempertahankan kerahasiaan dan memberikan
perhatian/kepedulian. Mempertahankan kerahasiaan secara moral dapat
diterima. Kadang-kadang dengan alasan moral yang tepat, janji dapat
dibatalkan untuk memberikan keuntungan bagi yang lain.
pada keperawatan jiwa prinsip etik dan moral yang harus dilaksanakan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan jiwa adalah sebagai berikut
1. Outonomy (penentuan diri) yang merupakan hak para individu untuk
mengatur kegiatan- kegiatan mereka menurut alasan dan tujuan mereka
sendiri
2. Beneficience (melakukan hal yang baik) berarti hanya mengerjakan sesuatu
yang baik 3)
3. Juctice (keadilan) dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan
4. Non malfience (tidak merugi) berarti segala tindakan yang dilakukan pada
klien tidak menimbulkan bahaya/cedera secara fisik dan psikologik.
5. Veracity (kejujuran) berarti penuh dengan kebenaran
6. Fidelity (menepati janji) dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain
7. Confidentiality (kerahasiaan) yaitu apa yang terdapat dalam dokumen
catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien
Klien kesehatan jiwa tetap memiliki semua hak sipil yang diberikan kepada
semua orang. kecuali hak untuk meninggalkan rumah sakit dalam kasus
komitmen involunter. Klien memiliki hak untuk menolak terapi, mengirim dan
menerima surat yang masih tertutup, dan menerima atau menolak pengunjung.
Setiap larangan (misalnya surat, pengunjung pakaian) harus ditetapkan oleh
pengadilan atau instruksi dokter untuk alasan yang dapat diverifikasi dan
didokumentasikan. Contohnya sebagai berikut:
1. Klien yang pernah berupaya bunuh diri tidak diizinkan menyimpan ikat
pinggang, tali sepatu, atau gunting, karena benda tersebut dapat
digunakan untuk membahayakan dirinya.
2. Klien yang menjadi agresif setelah kunjungan seseorang dilarang
dikunjungi orang tersebut selama suatu periode waktu.
3. Klien yang mengancam orang lain di luar rumah sakit melalui telepon
diizinkan menelepon hanya jika diawasi sampai kondisinya membaik.
Hak-hak Pasien Berdasarkan American Hospital Association (1992):
1. Pasien memiliki hak untuk mendapatkan perawatan yang penuh rasa
hormat dan perhatian.
2. Pasien memiliki hak dan dianjurkan untuk memperoleh informasi yang
dapat dipahami. terkini, dan relevan tentang diagnosa, terapi, dan
prognosis dari dokter dan pemberi perawatan langsung lainnya.
3. Pasien memiliki hak untuk membuat keputusan tentang rencana
perawatan sebelum dan selama proses terapi dan menolak terapi yang
direkomendasikan atau rencana perawatan selauh yang diperbolehkan
oleh hukum dan kebijakan rumah sakit dan diinformasikan konsekuensi
medis tindakan ini. Bila pasien menolak terapi, pasien berhak
memperoleh perawatan dan pelayanan lain yang tepat, yang disediakan
rumah sakit, atau dipindahkan ke rumah sakit lain. Rumah sakit harus
memberi tahu pasien tentang setiap kebijakan yang dapat memengaruhi
pilihan pasien di dalam institusi tersebut.
4. Pasien memiliki hak untuk meminta petunjuk lanjutan tentang terapi
(misalnya living will, perwalian perawatan kesehatan, atau menunjuk
pengacara untuk mengatur perawatan kesehatan selama waktu tertentu),
dengan harapan bahwa rumah sakit akan menerima maksud petunjuk
tersebut sejauh yang diperbolehkan oleh hukum dan kebijakan rumah
sakit.
5. Pasien memiliki hak terhadap setiap pertimbangan privasi. Diskusi kasus,
konsultasi, pemeriksaan, dan terapi harus dilaksankan agar privasi setiap
pasien terlindungi
6. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa semua komunikasi dan catatan
yang berhubungan dengan perawatannya akan dijaga kerahasiaannya oleh
rumah sakit, kecuali pada kasus seperti kecurigaan tentang penganiayaan
dan bahaya kesehatan masyarakat, ketika pelaporan kasus tersebut
diizinkan atau diwajibkan oleh hukum. Pasien memiliki hak untuk
berharap bahwa rumah sakit akan menegaskan kerahasiaan informasi ini
ketika memberi tahu pihak lain yang berhak meninjau informasi dalam
catatan tersebut.
7. Pasien memiliki hak untuk meninjau catatan yang berhubungan dengan
perawatan medisnya dan meminta penjelasan atau interpretasi informasi
sesuai kebutuhan, kecuali jika dilarang oleh hukum.
8. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa dalam kapasitas dan
kebijakannya, rumah sakit akan merespon dengan baik permintaan pasien
untuk memperoleh perawatan dan pelayanan yang tepat dan diindikasikan
secara medis.
9. Pasien memiliki hak untuk bertanya dan diinformasikan tentang adanya
hubungan bisnis antara rumah sakit, institusi pendidikan, pemberi
perawatan kesehatan lain, atau pihak pembayar yang dapat memengaruhi
terapi dan perawatan pasien.
10. Pasien memiliki hak untuk menyetujui atau menolak partisipasi dalam
studi penelitian yang diajukan atau eksperimen pada manusia yang
memengaruhi perawatan dan terapi atau memerlukan keterlibatan pasien
secara langsung, dan meminta penjelasan sepenuhnya tentang studi
tersebut sebelum memberi persetujuan. Pasien yang menolak untuk
berpartisipasi dalam penelitian atau eksperimen tetap berhak mendapat
perawatan yang paling efektif, yang dapat diberikan rumah sakit.
11. Pasien memiliki hak untuk menharapkan kontinuitas perawatan yang
layak jika tepat dan mendapat informasi dan dokter dan pemberi
perawatan lain tentang pilihan perawatan pasien yang realistis dan
tersedia ketika perawatan rumah sakit tidak lagi tepat.
12. Pasien memiliki hak untuk mendapat informasi tentang kebijakan dan
praktik di rumah sakit yang berhubungan dengan perawatan pasien, terapi,
dan tanggung jawab. Pasien memiliki hak untuk mendapat informasi
tentang sumber yang tersedia untuk mengatasi perselisihan, keluhan, dan
konflik, misalnya komite etik, perwakilan pasien, dan mekanisme lain
yang tersedia di instusi. Pasien memiliki hak mendapat informasi tentang
biaya rumah sakit untuk pelayanan yang diberikan dan metode
pembayaran yang digunakan.
Perawat jiwa memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal:
1. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
2. Perawat sebagai pekerja
3. Perawat sebagai warga Negara.
Perawat mungkin mengalami konflik kepentingan antara hak dan tanggung
jawab ini. Penilaian keperawatan profesional memerlukan pemeriksaan yang teliti
dalam konteks asuhan keperawatan, kemungkinan konsekuensi tindakan
keperawatan, dan alternative yang mungkin dilakukan perawat. Masalah legal
dalam praktek keperawatan :
1. Dapat terjadi bila tidak tersedia tenaga keperawatan yang memadai tidak
tersedia standar praktek dan tidak ada kontrak kerja.
2. Perawat profesional perlu memahami aspek legal untuk melindungi diri dan
melindungi hak-hak pasien dan memahami batas legal yang mempengaruhi
praktek keperawatan.
3. Pedoman legal undang-undang praktek, peraturan keperawatan men kesnno
1239 dan hukum adat
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawat merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat.
Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan
melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu
pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan.
Etika merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatan yang benar. Etika
berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang tidak baik dan dengan
kewajiban moral. Etika merupakan metode penyelidikan yang membantu orang
memahami moralitas perilaku manusia (yaitu ilmu yang mempelajari moralitas),
praktik atau keyakinan kelompok tertentu (misalnya, kedokteran, keperawatan,
dan sebagainya), dan standar perilaku moral yang diharapkan dari kelompok
tertentu sesuai dalam kode etik profesi kelompok tersebut.
Asuhan keperawatan jiwa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan klien
dan kemandirian klien serta membantu dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya baik fisik maupun psikologis, baik pada individu, keluarga maupun
kelompok masyarakat (komunitas). Dalam upaya penanganan masalah
kesehatan jiwa salah satu terapi spesialis yang dapat diberikan pada klien
dengan gangguan jiwa adalah berupa terapi kelompok atau therapeutic
community.
B. Saran
Diharapkan mahasiswa mengetahui terkait proses keperawatan jiwa, prinsip
legaletis dan budaya dalam asuhan keperawatan jiwa. agar mahasiswa mengetahui
proses dari keperawatan jiwa dan agar nantinya mereka dapat melakukan intervensi
yang sesuai dengan tahap perkembangan keperawatan jiwa saat ini. Selain itu,
mahaiswa juga diharapkan selalu update mengenai informasi keperawatatan jiwa
agar selalu dapat memberikan intervensi kepada pasien sesuai dengan kondisi yang
berkembang dimasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahillah, A., Yuliantika, A., Alviyansyah, D. I., Maufiroh, G. R., Hilalia, H., & Nafisah, M.
(2019). Aspek Legal Etik dalam Keperawatan Jiwa dan Lintas Budaya dalam Asuhan
Keperawatan Jiwa.

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati, Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, Penerbit Salemba Medika, 2015

Minannisa, C. (2019). Konsep Dasar Dan Langkah-Langkah Proses Keperawatan. Jurnal


Keperawatan, 13.

Panggabean, N. S. (2019). Proses keperawatan dan asuhan keperawatan untuk pasien jiwa. In
INA-Rxiv Papers (pp. 1–5). https://osf.io/6vaex/download/?format=pdf

Prasadha, I. G. A. G. I., Diartami, N. L. D., & Prandyadewi, P. P. A. (2020). Sosiokultural


dalam konteks asuhan keperawatan jiwa. 14, 17. https://pdfcoffee.com/449221fix-
sosiokultural-dalam-konteks-asuhan-keperawatan-jiwa-pdf-free.html

Anda mungkin juga menyukai