Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN PALIATIF

Skenario Role Play Pengkajian Bio, Psiko, Sosio, Spiritual dan Kultural

Disusun oleh
: Kelompok 3
Mulia
Naharis
Nur Aevi Mardiana
Nur Cholis Saman
Nur Istikomah
Parmah

S1 KEPERAWATAN REGULAR B
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN WIDYA DHARMA HUSADA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan tahap akhir dari
infeksi HIV. Seseorang yang terinfeksi HIV di diagnosis AIDS ketika dia memiliki satu atau
lebih infeksi oportunistik seperti radang paru-paru atau TBC dan memiliki jumlah sel T CD4
+ (kurang dari 200 sel per millimeter kubik darah) (National institute of allergi and Infectious
Disease, 2009). Keadaan ini akan menyebabkan klien HIV/AIDS sangat rentan terhadap
masalah-masalah kesehatannya. Mudah terserang infeksi karena mengalami penurunan
sistem imun.
HIV/AIDS bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah pembangunan.
HIV/AIDS menyebar dengan cepat terutama untuk orang muda dan orang dewasa pada usia
kerja, HIV/AIDS mempengaruhi perekonomian, masyarakat, keluarga dan sekolah di suatu
negara, melemahkan negara secara keseluruhan. Ketika 8% atau lebih dari populasi terinfeksi
HIV, pertumbuhan ekonomi melambat. Hal ini karena tenaga kerja semakin berkurang dan
pemerintah yang sudah kewalahan karena ekonomi melemah dan sistem perawatan kesehatan
meningkat (World bank group, 2009).
Negara-negara miskin sangat rentan terhadap HIV/AIDS karena kurang memiliki
sumber daya yang baik untuk mengobati dan membantu klien HIV. Penyebabnya adalah
sistem perawatan kesehatan yang sudah terbebani atau tidak berkembang dengan baik,
mahalnya obat HIV/AIDS dan sering tidak tersedia, kalaupun ada klien tidak mampu
membelinya, perawatan dan pengobatan bagi klien HIV/AIDS tidak mampu dibiayai oleh
negara. Masyarakat pada umumnya sering enggan berbicara tentang perilaku berisiko karena
menyentuh nilai-nilai masyarakat yang dianggap tabu dan sering bertentangan dengan norma-
norma kemasyarakatan halini pula yang menyebabkan fenomena klien HIV/AIDS jumlahnya
meningkat dari tahun ke tahun.(World bank group, 2010).
Jumlah total klien HIV/AIDS di dunia pada tahun 2009 cenderung mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, meningkat sebesar 20% dari tahun 2008 dan mengalami
peningkatan tiga kali lebih besar dibanding tahun 1990. Jumlah terbanyak terdapat di Negara
Sub Sahara-Afrika yaitu 22.4 juta orang. Data bulan November sampai dengan bulan
Desember tahun 2009 tercatat klien dengan HIV/AIDS sebanyak 33.4 juta, orang dewasa
yaitu 31.3 juta, wanita 15.7 juta, anak-anak dibawah usia 15 tahun 15.7 juta. Klien baru yang
terinfeksi HIV/AIDS rata-rata 2.7 juta, kematian akibat AIDS totalnya 2 juta (United Nation
on AIDS, 2010). Di Asia Timur dan Asia Tenggara jumlah orang dengan HIV/AIDS
sebanyak 3.8 juta orang dengan peningkatan yang lebih stabil sejak tahun 2000. Setengah
dari klien HIV/AIDS terbesar di Asia berada di India. Sebagian besar Negara Di Asia
mempunyai prevalensi penduduk dewasa yang terkena HIV/AIDS kurang dari satu persen
kecuali Thailand. Epidemi penyebaran HIV/AIDS telah meletus di Cina, Indonesia, Papua
Nugini, Vietnam, beberapa Negara di Asia Tengah dan Baltik (United Nation on AIDS,
2010).
Jumlah klien dengan HIV/AIDS di Indonesia sebesar 19.973 jiwa dengan laporan
kasus terbaru tri wulan Oktober sampai dengan Desember 2009 sebesar 1.531 kasus baru.
Penularan terbanyak melalui hueteroseksual, di urutan kedua biseksual selanjutnya adalah
karena IDU (injecting drug user).
Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1985
dengan pembentukan kelompok kerja penanggulangan AIDS di Departemen kesehatan,
penetapan wajib lapor kasus AIDS, penetapan laboratorium untuk pemeriksaan HIV,
penyiapan dan penyebaran bahan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Puncaknya
adalah pada tahun 1994 pemerintah membentuk Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) di
tingkat Nasional dan di susul oleh terbentuknya KPA di beberapa Propinsi. Kemudian KPA
mulai mengkoordinasikan upaya penanggulangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan
LSM. Strategi penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia terus di tingkatkan mengikuti
perubahan, tantangan dan masalah HIV/AIDS yang semakin besar dan rumit. Tujuan
utamanya yaitu mencegah dan mengurangi penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup
klien dengan HIV/AIDS serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi pada individu,
keluarga dan masyarakat yang disebabkan oleh stigma yang melekat pada klien HIV/AIDS
(Komisi penanggulangan AIDS, 2010).
Stigma adalah ketika orang dan masyarakat yakin bahwa seseorang itu buruk dan
harus dijauhkan dan dianggap hina serta harus dihindarkan dari pergaulan di lingkungan
sekitar dan di masyarakat (Campbell, Maimane, & Sibiya, 2005), Stigma negatif dan
diskriminatif yang beredar di masyarakat tentang klien HIV sebagai penyakit yang
memalukan dan kotor akan menghambat proses penanganan penyakit HIV dan penyebaran
epidemik HIV/AIDS (Malcolm et al. 1998; dalam Brown, Trujillo, & Macintyre, 2001).
Bentuk stigma dan diskriminasi terhadap penyakit HIV/AIDS dalam bentuk lain adalah;
1) HIV merupakan bentuk hukuman dari Tuhan, klien dengan HIV/AIDS tidak boleh
tinggal dengan masyarakat,
2) klien dengan HIV/AIDS tidak dibolehkan untuk pergi ke sekolah dan bekerja karena
dikhawatirkan menularkan kepada yang lain,
3) Hanya orang-orang seperti pengguna narkoba suntik, pekerja seks, orang miskin serta
buruh saja yang dapat tertular HIV,
4) Perempuan seringkali disalahkan,
5) Petugas kesehatan membedakan dalam memberikan pelayanan kesehatan (Rostina,
2009).

HIV/AIDS tergolong dalam penyakit kronik dan membutuhkan perawatan yang


komprehensif tidak hanya dari petugas kesehatan tetapi juga dari keluarga dan anggota
masyarakat lain. Tujuan utama dari perawatan HIV/AIDS adalah membuat orang dengan
HIV/AIDS dapat hidup lebih lama, hidup lebih sehat dan tidak menularkan kepada orang lain
yang sehat dengan intervensi klinik jangka pendek maupun jangka panjang. Pada saat
pengobatan HIV/AIDS dimulai oleh klien di rumah sakit , maka saat itulah dibutuhkan
dukungan dari keluarga dan masyarakat sekitar serta managemen diri sendiri dari klien
HIV/AIDS itu sendiri (Bartlett, 2004).
Spiritualitas memegang peranan penting dalam pengobatan HIV/AIDS. Penelitian
tentang pentingnya spiritualitas pada penyakit kronis termasuk HIV/AIDS telah banyak
dilakukan. Nokes et al. (1995 dalam Tuck & Thinganjana, 2001) mengatakan bahwa 100%
dari sampel sebanyak 145 orang dengan penyakit HIV menyatakan nyaman dengan terapi
komplementer yang dilakukan yang didalamnya terdapat komponen rohani.
Dalam hal ini praktek-praktek spiritual membantu meringankan gejala/symptom
dan dalam beberapa kasus dapat merubah prognosis penyakit. Domain spiritualitas adalah
termasuk dalam lingkup keperawatan untuk meningkatkan kualitas hidup pada penyakit
kronis Ferrell et al. (1995, dalam Tuck & Thinganjana 2007). Spiritualitas merupakan hal
yang unik dan bersifat individual, dipengaruhi oleh budaya seseorang, status perkembangan,
pengalaman hidup, nilai-nilai dan ide-ide tentang kehidupannya (Potter & Perry, 2005).
Fish & Shelly, 1978; Peterson & Nelson, 1987; Schoenbeck, 1994 dalam (Potter
& Perry, 2005) mengatakan ada empat hal yang diakui sebagai kebutuhan spiritual yaitu
proses mencari makna baru dalam kehidupan, pengampunan, kebutuhan untuk dicintai, dan
pengharapan. Proses mencari makna baru adalah proses yang unik dan bukanlah hal yang
mudah karena akan menimbulkan stress dan perasaan marah, perasaan menyesal atau
perasaan bersalah.
Penemuan makna baru dalam kehidupan ini akan memfasilitasi klien HIV/AIDS
untuk pengampunan terhadap dirinya sendiri. Pemenuhan kebutuhan spiritual bisa merupakan
hal yang sangat sulit pada klien-klien HIV/AIDS oleh karena itu perawat dapat mengambil
peran penting. Hal yang dapat dilakukan perawat untuk menumbuhkan harapan klien dan
dapat mencapai hal tersebut yaitu dengan bersifat jujur dan membangun hubungan saling
percaya, perawat hadir dan mendampingi klien selama klien mengalami periode stress dan
kacau, mendengarkan dan memberikan opini kepada klien, dan pada akhirnya memberikan
harapan baru pada klien HIV/AIDS untuk menjalani kehidupannya (Potter & Perry, 2005).
Penelitian Tuck & Thinganjana (2007) untuk mengetahui makna spiritualitas
pada klien HIV/AIDS, menggunakan metode fenomenologi dengan pengumpulan data
melalui focus group discussion. Didapatkan hasil ada enam tema inti pada partisipasi
perempuan sedang pada klien laki-laki ada lima tema spiritualitas, tetapi hasil akhir
digabungkan menjadi 6 tema spiritualitas pada klien HIV/AIDS yaitu:
1) spiritualitas adalah keterkaitan atau hubungan, dan percaya kepada Tuhan atau kekuatan
lain yang lebih besar,
2) spiritualitas adalah panduan atau membantu partisipan,
3) spiritualitas adalah sumber inspirasi berupa harapan, iman, dan kekuatan untuk
memelihara hidup, atau menerima pemberian,
4) spiritualitas dinyatakan dengan perbuatan atau tindakan seperti mendengarkan music,
pergi ke tempat ibadah, membaca kitab suci, terhubung dengan alam, meditasi, dsb.
5) spiritualitas adalah perjalanan, pusat dan pencarian,
6) spiritualitas adalah merasakan kehadiran Tuhan.

Sedangkan tema spiritualitas pada orang sehat adalah


1) kepercayaan dalam hubungan pribadi dengan Tuhan,
2) keterkaitan dan hubungan dengan lainnya,
3) perjalanan spiritual, panduan atau bertahan hidup,
4) spiritual adalah inti dari diri,
5) spiritualitas diekspresikan dengan tindakan,
6) bagian integral dari diri individu.
Selain itu religiusitas pribadi dan hubungan keagamaan tidak memiliki hubungan
untuk mengontrol faktor lain pada klien HIV/AIDS. Sementara itu penelitian Szaflarski,
Ritchey, Leonard et al (2006) mengatakan spiritualitas/agama mempunyai hubungan positif
dengan perasaan bahwa kehidupan menjadi lebih baik (efek langsung) sedangkan efek tidak
langsung yaitu terhadap nilai-nilai kesehatan dan status kesehatan. Perubahan nilai tentang
kesehatan memberikan efek yang besar terhadap perasaan bahwa kehidupan menjadi lebih
baik dan berubah pada klien HIV/AIDS. Perawat memiliki pengetahuan bahwa klien
memiliki kebutuhan spiritual, tetapi pada banyak kasus tidak semua perawat memberikan
pelayanan untuk memenuhi aspek spiritual klien. Hal ini disebabkan perawat tidak disiapkan
untuk menghadapi masalah spiritual klien dan perawat mengganggap itu bagian dari
psikososial dan merupakan tugas dari rohaniawan. Perawat berada pada posisi terbaik untuk
memberikan asuhan keperawatan spiritual pada klien hanya dengan menjadi pendengar yang
baik, membantu klien mengungkapkan keyakinan mereka dan mendampingi klien selama
perjalanan penyakitnya serta menyediakan perawatan rohani untuk klien HIV/AIDS
(Wensley, 2008).
Perry & Potter (2005) mengatakan penemuan makna spiritualitas pada klien
HIV/AIDS adalah merupakan pengalaman pribadi yang unik pada setiap klien HIV/AIDS
yang dapat memberikan makna yang berbeda karena dipengaruhi oleh daya juang dari setiap
individu untuk terhubung dan menjadi bagian dari sesuatu yang berada diluar kendali
individu, integrasi pengetahuan, nilai-nilai yang diyakini oleh individu, dan tingkah laku. Hal
ini menyebabkan klien HIV/AIDS dapat berbeda dalam pemaknaan terhadap pengalaman
spiritualitasnya sehingga perlu dilakukan penelitian secara fenomenologi untuk menggali
makna spiritualitas yang unik dari klien HIV/AIDS dalam menghadapi kondisi sakitnya.

2. Rumusan Masalah
Penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang sangat berbahaya dan sering
memberikan pengalaman hidup yang mendalam secara emosional, sosial, perilaku, spiritual
dan konsekuensi medis. Penyesuaian harus dibuat dalam hubungan dengan orang lain,
kehidupan keluarga, seksual dan hubungan sosial, pekerjaan dan pendidikan, keyakinan
spiritual, hukum dan hak-hak sipil yang menakutkan bagi klien nya dan keluarganya serta
orang-orang di sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh stigma negatif yang beredar di
masyarakat. Penyakit ini tergolong dalam penyakit kronik dan sampai saat ini belum
ditemukan obat yang dapat mengobatinya.
Spiritualitas pada klien dengan HIV/AIDS sangat penting karena memberikan efek
secara langsung yaitu sebagai memberikan perasaan nyaman, tenang dan sebagai koping
positif untuk menghadapi penyakitnya. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat
belum mencakup aspek spiritual, saat ini kebanyakan perawat lebih berfokus untuk
memenuhi kebutuhan biologis klien. Padahal disisi lain aspek spiritualitas penting bagi klien
untuk menyadari siapa dirinya, mendasari perilaku, dan respon klien untuk memberikan
makna terhadap kehidupannya.

2. Tujuan

2.1 Tujuan Umun

Menambah pemahaman mengenai makna Bio, psiko, sosio, spiritual dan kultural pada
pasien HIV/ AIDS

2.2 Tujuan Khusus

1. Memahami konsep dasar HIV/AIDS


2. Memahami aspek spiritual yang dibutuhkan pasien HIV/AIDS
3. Memahami konsep spiritual asuhan keperawatan spiritual pada pasien HIV/AIDS
BAB II
TINJAUAN TEORI

a. Pengertian
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam
bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.

1. Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan


2. Immune : Sistem kekebalan tubuh
3. Deficiency : Kekurangan
4. Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit

Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA (orang


dengan HIV /AIDS) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit.
Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan
pasien sakit parah bahkan meninggal.

AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan


daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar (bukan dibawa sejak lahir) AIDS diartikan
sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi
Human Immunodefciency Virus (HIV). (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare)

AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan
ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga
keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian
dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi (Center for Disease Control and
Prevention)

b. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV,
RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa
agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang
kuat terhadap limfosit T.

c. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa
dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan
banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam
usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi, dengan menurunya jumlah sel T4, maka
system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan
makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan
gejala (asimptomatik)selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat
berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml
darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi
(herpes zoster dan jamur oportunistik) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat
timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi
yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200
sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

d. Tanda dan Gejala


Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1–2 minggu pasien akan merasakan
sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami
demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam
kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan
kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum
adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa,
infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis,cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal

1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam
berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar
getah bening, dan bercak merah ditubuh.
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah
akan diperoleh hasil positif.
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap
Dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3
bulan.

e. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV)untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus
(HIV), bisa dilakukan dengan :

1. Melakukan abstinensi seks/melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak


terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir
yang tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas
status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
6. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu :
f. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harusdipertahankan bagi pasien di
lingkungan perawatan kritis.

g. Terapi AZT (Azidotimidin)


Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,
obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah
sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

h. Terapi Antiviral Baru


Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah
:
1. Didanosine
2. Ribavirin
3. Diedoxycytidine
4. Recombinant CD 4 dapat larut

i. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari


stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun

j. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
reflikasiHuman Immunodeficiency Virus (HIV).

2.2. Konsep Spiritual dalam asuhan keperawatan

Konsep bio, psiko, sosio, spiritual dan kultural banyak dibahas oleh para tokoh-
tokoh keperawatan. Salah satunya adalah Henderson mengatakan fungsi khas perawat yaitu
melayani individu baik sakit maupun sehat dengan berbagai aktifitas yang memberikan
sumbangan terhadap kesehatan dan upaya penyembuhan (maupun upaya mengantar kematian
yang tenang) sehingga klien dapat beraktifitas mandiri dengan menggunakan kekuatan,
kemauan dan pengetahuan yang dimilikinya. Jadi, tugas utama perawat yaitu membantu klien
menjadi lebih mandiri secepatnya. Henderson memandang manusia secara holistik atau
keseluruhan. Terdiri dari unsur fisik, biologi, sosiologi dan spiritual. Neuman memandang
manusia secara keseluruhan (holistik), yaitu terdiri dari faktor fisiologis, psikologis, sosial
budaya, faktor perkembangan, dan faktor spiritual yang berhubungan secara dinamis dan
tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu:
1. Faktor fisiologis meliputi struktur dan fungsi tubuh,
2. Faktor psikologis terdiri dari proses dan hubungan mental,
3. Faktor sosial budaya meliputi fungsi sistem yang menghubungkan sosial dan ekspektasi
kultural dan aktivasi,
4. Faktor perkembangan sepanjang hidup,
5. Faktor spiritual meliputi pengaruh kepercayaan spiritual
(Tomey & Alligood, 2006) Taylor, Lilis & Lemone (1997) mengatakan spiritualitas adalah
segala sesuatu yang menyinggung tentang hubungan manusia dengan sumber kekuatan
hidup atau Yang maha memiliki kekuatan; Spiritualitas adalah proses menjadi tahu, cinta dan
melayani Tuhan; spiritualitas adalah suatu proses yang melewati batas tubuh atau fisik dan
pengalaman energy universal. Agama bisa merupakan bagian dari spiritualitas.
Craven & Hirnle (2007) mengatakan spiritualitas adalah kualitas atau kehadiran dari proses
meresapi atau memaknai, integritas dan proses yang melebihi kebutuhan biopsikososial. Inti
spiritual menurut Murray & Zentner (1993 dalam Craven & Hirnle, 2007) adalah kualitas dari
suatu proses menjadi lebih religius, berusaha mendapatkan inspirasi, penghormatan, perasaan
kagum, memberi makna dan tujuan yang dilakukan oleh individu yang percaya maupun tidak
percaya kepada Tuhan. Proses ini didasarkan pada usaha untuk harmonisasi atau
penyelarasan dengan alam semesta, berusaha keras untuk menjawab tentang kekuatan yang
terbatas, menjadi lebih fokus ketika individu menghadapi stress emosional, sakit fisik atau
menghadapi kematian.
Karakteristik mayor dari spiritualitas menurut Craven & Hirnle (2007) adalah perasaan yang
menyeluruh dan harmonisasi dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan Tuhan yang
lebih besar yang dipengaruhi oleh status perkembangan, identitas yang kuat, dan harapan.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Doengoes, Moorhouse.& Murr (2007) mengatakan asuhan keperawatan klien meliputi


pengkajian,penegakan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Fokus
penelitian ini adalah pada makna pengalaman spiritualitas pada klien HIV/AIDS pada
konteks asuhan keperawatan klien sakit kronis dan makna dari pengalaman tersebut untuk
klien.

1. Pengkajian
Mengumpulkan data yang berhubuhan dengan klien secara sistematik yang berkaitan dengan
masalh spiritual pada klien HIV/AIDS. Pedoman hal-hal yang harus dikaji adalah apakah ada
tanda atau gejala masalah perkembangan dalam masa transisi atau peralihan dalam hidup
masalah lingkungan yang tidak mendukung misalnya trasportasi jauh atau sulit dijangkau
atau karena adanya hambatan untuk melaksanakan kegiatan keagamaan atau kegiatan
spiritual.
Hal-hal yang dapat ditemukan saat melakukan pengkajian pada klien dengan masalah
spiritual uantuk diagnosa keperawatan distress spiritual yaitu :

1. Pengkajian subyektif

a. Hubungan dengan diri sendiri : klien mengungkapkan kurangnya harapan, makna/tujuan


dalam hidup,ketenangan/kedamaian,cinta , penerimaan, pengampunan diri, keberanian
mengungkapkan kemarahan, dan preasaan bersalah.
b. Hubungan dengan orang lain: klien mengungkapakan menolak berinteraksi dengan orang
lain dan tokoh agama atau pemimpin spiritual, melaporkan terpisah dari sistem
pendukung, mengekspresikan keterasingan.
c. Hubungan dengan seni, musik, sastra dan alam : menunjukkan ketidakmampuan untuk
mengekspresikan kreativitas seperti keadaan sebelumnya, tidak tertarik pada alam dan
kitab suci.
d. Hubungan dengan kekuatan lain yang lebih besar: menunjukkan perubahan secara tiba-
tiba terhadap kegiatan keagamaan, ketidakmampuan berdoa atau berpartisipasi dalam
kegiatan keagamaan, pengalaman transenden, mengungkapkan penderitaan, putus asa
atau kemarahan terhadap Tuhan, perasaan ditinggalkan dan menunjukkan keinginan
untuk mengunjungi pemuka agama.

2. Pengkajian objektif

a. Menunjukkan koping yang rendah atau menurun


b. Ketiakmampuan melakukan introspeksi diri
3. Diagnosa keperawatan

a. Risiko untuk distress spiritual: adalah risiko gangguan kemampuan terhadap pengalaman
dan mengintergrasikan makna dan tujuan hidup seseorang yang terhubung dengan
dirinya sendiri dan orang lain,sastra, musik, literatur dan atau kekuatan yang lebih besar
dari dirinya.
b. Distress spiritual adalah: gangguan kemampuan terhadap pengalaman dan
mengitergrasikan makna dan tujuan hidup seseorang yang terhubung dengan dirinya
sendiri dan orang lain,satra, musik, literatur dan atau kekuatan yang lebih besar dari
dirinya.
c. Kesiapan untuk melaksanakan kegiatan spiritual adalah kemampuan untuk mengalami
dan mengintergrasikan makna dan tujuan hidup seseorang yang terhubung dengan
dirinya sendiri dan orang lain, sastra musik, literatur dan atau kekuatan yang lebih besar
dari dirinya.

4. Intervensi Keperawatan
Melakukan perencanaan untuk melaksanakan kepada klien HIV/AIDS. Intervensi untuk
ketiga diagnosa keperawatan diatas pada dasarnya hampir sama, hanya perlu dilakukan
penekanan pada beberapa intervensi keperawatan. Menurut Doengoes, Moorhouse & Murr
(2007) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah:

a. Menilai penyebaba atau faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan atau


hambatan dalam melaksanakan kegiatan spiritual.
b. Mendengarkan laporan/ nilai ekspresi dari keprihatinan, kemarahan, keterasingan dari
Tuhan, keyakinan bahwa penyakit adalah hukuman atas kesalahan.
c. Menilai kemampuan klien untuk berdamai dengan perasaannya dan situasi yang dihadapi
saat ini. Intervensi ini sangat penting. Intervensi yang dapat dilakukan menggunakan
komunikasi terapeutik dan mendengarkan keluhan klien dengan menjadi pendengar aktif,
mendorong klien untuk mengungkapkan tetang kondisi penyakitnya, tetang kematian,
diskusikan nilai-nilai pribadi yang diyakini klien yang menghalangi klien untuk
melakukan kegiatan keagamaan, diskusikan perbedaan antara proses berduka dan merasa
bersalah untuk membantu klien menerima keadaannya saat ini, mendorong klien untuk
mengidentifikasi individu yang dapat memberikan dukungan, merujuk atau mengarahkan
klien untuk berdiskusi dengan tokoh agama, melakukan kegiatan keagamaan dan
kepercayaan.
d. Mengkaji pengaruh nilai budaya dan nilai spiritual yang dapat mempengaruhi situasi saat
ini.
e. Menentukan status spiritual/motivasi klien saat ini.
f. Menilai konep diri klien, nilai, kemampuan untuk masuk ke dalam hubungan cinta,
kurangnya keterhubungan dengan diri sendiri dan orang lain
g. Kaji perilaku yang menunjukkan hubungan yang buruk dengan orang lain (misalnya
manipulative, tidak percaya, menuntut).
h. Menentukan perasaan kesia-siaan klien, perasaan putus asa dan tidak berdaya dan
penurunan motivasi.
i. Mengembangkan hubungan terapeutik perawat-klien. Memastikan pandangan klien
tetang bagaimana perawat perduli pada keadaannya saat ini.
j. Mempertahankan kesejahteraannya atau keadaan yang sudah berlangsung dengan baik,
memfasilitasi klien untuk nyaman dalam melakukan kegiatan spiritual/keagamaannya,
memodifikasi lingkungan atau klien dalam melakukan kegiatan keagamaan bila terdapat
keterbatasan dari klien
k. Mempertahankan dan meningkatkan kegiatan atau hal-hal baik yang selama ini laitelah
dilakukan klien dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.
l. Menyediakan lingkungan yang tenang dan nyaman, meningkatkan relaksasi dan
memberikan kesempatan pada klien untuk merefleksikan dirinya atas situasi yang
dihadapi, dan dapat berdiskusi dengan orang lain.
m. Mendorong klien untuk mereview atau meninjau kembali kehidupannya
n. Mengidentifikasi perilalu koping yang tidak tepat saat ini yang sedang digunakan oleh
klien dan mendiskusikannya bersama klien. Menyadari konsekuensi negatif dari tindakan
dapat meningkatkan keinginan untuk berubah.

Dochterman & Bulechek (2004) mengatakan intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan spiritual berdasarkan nursing
intervention (NIC) adalah sebagai berikut:

a. Anticipatory guidance
b. Meningkatkan koping
c. Konseling
d. Intervensi krisis
e. Dukungan untuk membuat keputusan
f. Support emosional
g. Memfasilitasi untuk pengampunan
h. Memfasilitasi untuk proses berduka
i. Memfasilitasi perasaan bersalah dan
j. Memfasilitasi harapan
k. Kehadiran
l. Support kelompok

5. Evaluasi Keperawatan
Menetapkan kemajuan yang telah dialami oleh klien dengan melakukan identifikasi terhadap
kriteria hasil yang telah ditentukan dan respon klien dan keefektifan dari intervensi
keperwatan yang telah direncanakan untuk klien serta melakukan modifikasi pada beberapa
intervensi keperawatan yang telah dilakukan tergantung pada kemajuan yang dapat dicapai
oleh klien HIV/AIDS
Skenario Role Play Pengkajian Bio, Psiko, Sosio, Spiritual dan Kultural

“Bimbingan Spiritual Pada Pasien HIV/AIDS”

Disalah satu rumah sakit di Kota Bandung, terdapat pasien yang menderita penyakit
HIV/AIDS. Pasien bernama Intan yang berusia 20 tahun pada awalnya dibawa ke Rumah
Sakit dengan keluhan BAB lebih dari 3x dalam sehari dan tubuhnya mengeluarkan keringat
yang berlebih. Pasien mendapatkan perawatan dan meminum obat secara rutin. Akan tetapi,
setelah mendapatkan perwatan yang intensif, kondisi pasien bukannya membaik akan tetapi
sebaliknya, kondisi pasien justru kian hari kian memburuk. Pasien mengalami peningkatan
suhu tubuh serta mengalami penurunan berat badan yang sangat drastis. Dokter dan Perawat
pun melakukan pemeriksaan kembali berupa tes darah. Ternyata dari hasil pemeriksaan,
pasien positif terkena HIV/AIDS. Perawat pun memberitahukan hal tersebut kepada keluarga
pasien. Keluarga pasien sangat terkejut mendengar hal tersebut dan berniat untuk tidak
memberitahukan hal tersebut kepada pasien.

Perawat : “Assalamualikum, apakah benar ini dengan keluarga dari pasien yang bernama Intan?”

Keluarga : “Wa’alaikum salam, iya saya ibunya. Ada apa sus?”

Perawat : “Ibu boleh bicara sebentar?”

Keluarga : “Oh..baik sus”

Perawat : “Baik, mari ikut dengan saya”

Perawat dan Ibu pasien pun pergi menuju Nurse Station.

Perawat : “Silahkan duduk bu” (sambil menunjuk kearah kursi)

Keluarga : (ibu pasien duduk)

egini bu, setelahPerawat


dilakukan pemeriksaan laboratorium ternyata anak ibu positif terkena HIV/AIDS” (sambil memperlihatkan

Keluarga : “Astagfirullah, itu bukannya penyakit yang berbahaya dan mematikan


ya?” (dengan raut wajah kaget)
Perawat : “Iya bu, HIV/AIDS termasuk salah satu penyakit yang sangat berbahaya.
HIV/AIDS adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh,
sehingga pasien sangat rentang untuk terkena penyakit. Pada saat anak ibu
batuk-batuk yang tak kunjung henti, itu merupakan salah satu tanda bahwa
sistem kekebalan tubuhnya sudah terserang oleh virus. HIV/AIDS juga
termasuk salah satu penyakit yang menular. Oleh sebab itu anak ibu akan
kami pindahkan ke ruangan isolasi, guna mencegah terjadinya penularan
pada pasien lainnya”

Keluarga : “Bagaimana dengan pengobatannya sus, bisa sembuh kan?” (sambil


menangis dan terlihat panik)

emungkinannya memang
Perawat kecil, akan tetapi kita dapat menekan pergerakan dari virus tersebut, agar virus tidak menimbulka

Keluarga : “Tapi.. apa penyebabnya apa sus? (dengan wajah yang cemas)

naan jarum suntik,


Perawat
pergaulan bebas, atau dari ibu yang terinfeksi HIV/AIDS yang kemudian menyusui anaknya. Nah bagaim

Keluarga : “Setau saya anak saya sering keluar malam, dan saya tidak dapat
memantau anak saya selama 24 jam. Dikarenakan saya bekerja paruh waktu”

Perawat : “ohh... kalau begitu sebaiknya kita fokus saja ke pengobatan yang akan
ditempuh anak ibu”

Keluarga : “Iya sus.. tolong sembuhkan anak saya ya sus..”

Ibu pasien pun kembali menuju ke ruangan dimana anaknya dirawat, dan ia memberitahukan hal tersebut kepada anaknya.

Keluarga : “Assalamualaikum” (dengan raut wajah yang lemas dan mata yang sembab)

Pasien : “Waalaikumsalam, mamah kenapa?”

Keluarga : (langsung memeluk anaknya)

Pasien : “kenapa mah?”


Keluarga : “Nak, ada yang ingin mamah sampaikan, kamu harus kuat ya nak...”

Pasien : “Memangnya ada apa mah? Aku sakit apa mah?”

mamah dipanggilKeluarga
sama perawat terkait dengan kondisi kamu saat ini. (menghela nafas). Kamu harus rajin minum obat ya n

Pasien : “Memangnya aku sakit apa?”

Setelah beberapa hari mendapatkan perawatan, kondisi pasien tak kunjung membaik.

: “MahPasien
aku tuh kenapa sih? Kok semakin hari aku merasa kalau kondisi aku semakin lemah, badan aku juga jadi ku

Keluarga : “Sebenarnya kamu itu sakit HIV/AIDS”

Pasien : (hanya terdiam dan menangis)

Keluarga
: “Kamu yang sabar nak, mamah juga mengusahakan yang terbaik buat kesembuhan kamu”

Semenjak pasien mengetahui penyakit yang dideritanya, pasien sangat terpukul.


Pasien tidak mau makan, tidak mau bertemu dengan siapa pun, dan kondisinya semakin
memburuk. Semangat hidupnya seakan sudah hilang.

Dihari yang berbeda, perawat mengadakan doa bersama sebelum memulai aktivitas.
Perawat mendatangi pasiennya satu persatu untuk memimpin doa untuk kesembuhan pasien.

Salah satu perawat pun datang ke ruangan dimana Intan dirawat.

Perawat : “Assalamualaikum”

Keluarga : “Waalaiakum salam”

Pasien : (hanya terdiam)

“Ibu sekarang akan


Perawat
diadakan pergantian shift, sekarang saya yang akan merawat anak ibu, jika ada yang harus dibantu ibu b
Keluarga : “ohh, iya sus”

a Antas Syaafi, Laa Syifaa-A


PerawatIlla Syifaauka, Syifaa-An Laa Yughaadiru Saqomaa. Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah kesusah

Keluarga : “aminn, terimaksih sus”

Perawat : “Sama-sama bu, sekarang saya permisi dulu ya bu”

Setelah beberapa saat perawat pun datang ke ruangan pasien.

Perawat : “Assalamualaikum”

Pasien : (tidak menjawab salam dan hanya terdiam)

Perawat intan” :“Sekarangsudahwaktunyamakandanminumobatya


(sambil menyodorkan obat)

: “Untuk apa
Pasien
makan dan minum obat, penyakit saya juga kan ga sembuh- sembuh” (menepis obat yang dipegang oleh

akin kalau kamuPerawat


akan sembuh. Kamu harus percaya bahwa ada kekuatan yang lebih besar, yaitu Allah SWT. Allah akan mem

: “Engga,
Pasien
saya mending mati aja. Dari pada hidup, tapi saya hanya menyusahkan dan mempermalukan keluarga s

tu sayang samu kamu,


Perawat
dan menginginkan kamu sembuh. Keluarga kamu sudah berusaha untuk kesembuhan kamu, sekaran
Pasien : (terdiam)

Perawat : “Apa yang kamu pikirkan?”

lu saya sus, jikalau


Pasien
saya hidup pun, saya hanya akan membawa rasa malu yang akan di tanggung oleh keluarga saya mereka

g tua yang akanPerawat


membenci anaknya sendiri, jika kamu hidup itu tidak akan membuat mereka malu, melainkan akan memba

insyaAllah tetangga rumah kamu juga akan menerima kamu apa adanya… karena itu kamu harus semangat dan kuat sehing

Pasien : “Apa itu benar sus?”

Perawat : “Tentu saja”

Pasien : (mulai tersenyum)

ekarang kan sudah


Perawat
waktunya sholat Dzuhur, Intan bisa sekalian berdoa kepada Allah SWT agar diberikan kesembuhan. Apak

Pasien
: “Belum sus, saya tidak tahu caranya”
Perawat
: “Baiklah saya akan menuntun Intan untuk melakukan sholat Dzuhur ya. Apakah Intan bersedia?”

Pasien : “Iya sus”

elapak tangan kePerawat


tembok, lalu tiup, kemudian usapkan pada telapak tangan kanan dan kiri, lalu sebaliknya. Kemudian usapk

Pasien : (mengkuti cara tayamum yang dicontohkan oleh perawat)


: “Nah tayamumnya sudah selesai, sekarang Intan sholatya,
Perawat niatkan didalam hati Intan dan mintalah kese

Pasien : “Baik sus, terimakasih banyak”

batnya saya simpan


Perawat
disini, nanti jika Intan sudah selasai sholatnya, Intan makan dan jangan lupa obatnya juga diminum ya. K

Pasien : “Baik sus”

Perawat : “Assalamualaikum”

Pasien : “Waalikumsalam”

udah mulai menerima penyakit yang di deritanya. Sekarang pasien juga menjadi rajin sholat, mau makan dan menunjukan p

Perawat : “Assalamualaikum”

Pasien : “Waalikumsalam”

Perawat : “ selamat pagi intan, bagaimana kabar kamu hari ini ?”

Pasien : “ baik sus, saya lebih kuat sekarang sus”.

Perawat : “ apakah intan mau pulang kerumah bertemu keluarga dan teman- teman?”

Pasien : “ mau sus, saya sudah bosan disini”.

kalau begitu, sekarang


Perawat saya akan membantu intan untuk mempersiapakan diri dan melakukan hal- hal yang positif setelah

Pasien : “ mau sus, bagaimana caranya sus?”


Perawat : “ apakah intan punya banyak teman dan mau bermanfaat bagi mereka?”

Pasien : “ iy sus, mau ?”

Perawat :“ begini intan, intan sudah tau kan bagaimana kondisi intan, dan apa
penyebabnya?

Pasien : “ iy sus, karena saya suka pergaulan bebas saya terkena hiv.”

Perawat : “ betul sekali, apakah kamu menyesal intan?”

Pasien : “ ( sambil menangis) sangat menyesal sus, seandainya saya tahu lebih awal
tentang bahaya penyakit ini, saya tidak akan mau mencoba.”

Perawat : “ sabar ya intan, saya tidak akan menghakimi kamu disini saya akan
membantu kamu menjadi pribadi yang lebih baik, baik untuk diri sendiri
maupun orang lain. Apakah kamu mau berbagi pengalaman dengan orang
lain? “

Pasien : “ untuk apa sus? “ itu memalukan buat saya.”

Perawat : “ tidak sayang, itu tidak memalukan, justru untuk jadi bahan acuan buat
mereka agar tidak terjadi hal yang sama seperti kamu, karena biasanya orang
itu hanya mencoba-coba, tidak memikirkan akibatnya.”

Pasien : “ iy sus, sama seperti saya”

Perawat : “ maka dari itu, kamu tidak ingin terjadi hal yang serupa kepada mereka kan
ya?”

Pasien : ( mata berbinar ) “ iy sus, saya mau berbagi pengalaman kepada mereka
agar tidak terjadi hal yang sama kepada mereka.”
Perawat : “ betul sekali berbagi pengalaman kamu bisa menjadi motivator buat mereka”

Pasien : “ baik sus saya akan lakukan itu”

Perawat : “ tidak harus sekarang tapi saat kamu siap ya intan.”

Pasien : “ iy sus, terima kasih ya…Suster dan perawat di sini membantu saya menjadi lebih baik.”

Perawat : “ Alhamdulillah kalau begitu, tetap semangat ya intan…”

Pasien : “ iy sus semangat…”

Perawat : :” kalau begitu saya permisi dulu ya, wassalamualaikum wr.wb”

Pasien : “ waalaikumsalam wr.wb”

Setelah berbincang dengan perawat, pasien lebih bersemangat dan diperbolehkan pulang.

Anda mungkin juga menyukai