Anda di halaman 1dari 4

TREND DAN ISSUE SERTA PENDKES BAGI PENDERITA

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE)

Tugas Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Disusun oleh

Miftahul janah 1032161006


Puput Safitri 1032161027

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MH. THAMRIN
JAKARTA
2016
A. DEFINISI SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS

 Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan suatu penyakit


autoimunmultisistem dengan aktivitas oenyakit yang fluktuatif (hilang-timbul)
 Lupus adalah penyakit dimana sistem imun, yang normalnya memerangi infeksi,
mulai menyerang sel sehat dalam tubuh
 Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau Lupus merupakan penyakit autoimun
kronis yang dapat mempengaruhi beberapa rangkaian sistem organ tubuh, termasuk
sistem saraf pusat

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Penyebab munculnya penyakit ini belum pasti (idiopatik), dapat karna pengaruh
lingkungan, hormonal atau genetik.
Faktor pencetus kambuhnya lupus secara umum adalah karna dapat karena stres,
kelelahan atau terpapar sinar matahari.
 Faktor Predisposisi:
1. Faktor Genetik (Human Leukosit Antigen DR2)
2. Faktor Imunologi:
a. Antigen
b. Kelainan intrinsik sel T dan sel B
c. Kelainan antibodi
3. Faktor Hormonal
4. Faktor Lingkungan:
a. Infeksi virus dan bakteri
b. Paparan sinar ultra violet
c. Stres
d. Obat-obatan

C. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala penyakit lupus dikenal sebagai Lupus Eritomatosus Sistemik (LES).


Eritomatosus artinya kemerahan, sedangkan sistemik bermakna menyebar luas
keberbagai organ tubuh. Istilahnya disebut LES atau Lupus.
Gejala-gejala yang umum dijumpai adalah:
1. Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan
pencernaan.
2. Gejala umumnya penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan,
demam dan pegal-pegal. Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif,
sedangkan pada masa remisi (nonaktif) menghilang.
3. Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip
kupu-kupu. Kadang disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai
cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang bersisik.
Melihat banyaknya gejala penyakit ini, maka wanita yang sudah terserang dua
atau lebih gejala saja, harus dicurigai mengidap Lupus.
4. Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh
penyakit lupus ini.
5. Rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang berlebihan, (Dahlan Iskan,
2007).

D. PEMBAHASAN JURNAL DAN PENDKES


Kondisi setelah individu didignosis menderita lupus, dapat menjadi suatu hambatan
bagi penderita lupus untuk dapat memiliki penerimaan diri dan penyesuaian diri.

Penelitian oleh Utami (2008) menemukan bahwa perempuan penderita Lupus akan
mengalami perubahan pada dirinya, baik perubahan yang terjadi pada kemampuannya
maupun penampilan secara fisiknya dan hal tersebut akan menimbulkan emosi yang
negatif pada para penderita tersebut.

Lebih lanjut ia menemukan bahwa proses penerimaan diri yang terjadi pada wanita
penderita Lupus melalui tahapan penerimaan stress:

1. Tahap penolakan
2. Kemarahan,
3. Tawar-menawar
4. Depresi, dan
5. Menerima

Individu yang memiliki penerimaan diri yang kurang baik biasanya disebabkan faktor
internal seperti lemahnya keyakinan akan kemampuan diri menghadapi persoalan dan
merasa dirinya tidak berguna bagi orang lain (Potocka, Turczyn-Jablonska, & Merecs,
2009; Reich, 2009). Kedua hal tersebut juga dapat menyebabkan seseorang tidak dapat
mengontrol emosi dengan baik, merasa tidak nyaman apabila berhubungan dengan
orang lain, dan tidak mampu membedakan kemampuan dirinya sendiri dengan orang
lain. Selain faktor internal, penerimaan diri yang kurang biasanya juga disebabkan oleh
faktor eksternal, diantaranya kurangnya informasi mengenai penyakit lupus, sehingga
mereka tidak mengetahui bagaimana seharusnya mereka bersikap terhadap
penyakitnya tersebut, dan karena kurangnya dukungan dari keluarga dan teman-teman
dekat.

Penyesuaian Diri adalah berbagai macam respon yang dikeluarkan individu sebagai
usaha mengatasi hambatan, rintangan, konflik, frustasi dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhan tuntutan individu tersebut, baik itu yang berasal dari dalam maupun
lingkungan tempat individu itu berada, yang akhirnya dapat memunculkan suatu
kepuasan dan tercapainya keseimbangan atau keadaan harmoni dalam diri individu
atau lingkungan (Schneiders, 1964).

Individu yang memiliki penyakit kronis dan tidak dapat disembuhkan seperti penyakit
Lupus ini, seringkali merasa merasa dirinya diasingkan, merasa dirinya tidak berharga,
merasa tidak dapat diterima oleh lingkungannya, merasa rendah diri, marah, kecewa,
malu, emosi, lebih sensitif dan bersikap tertutup serta perasaan negatif lainnya
(Nugraha, 2005).

Berbagai macam tekanan, baik fisik maupun psikis seringkali mengakibatkan


timbulnya penolakan pada diri si penderita, dimana penderita tidak dapat menerima
kenyataan yang terjadi yang sedang dialaminya. Tidak jarang, individu yang menderita
penyakit ini juga mengalami stres atau depresi. Individu yang memiliki penyakit seperti
ini pun biasanya memiliki penerimaan diri yang kurang baik. Maka akibatnya
penerimaan diri dengan keadaan penyakit Lupus pun menjadi persoalan.

Penerimaan diri individu dengan Lupus dapat diartikan sebagai sikap untuk menilai
diri dan keadaannya secara objektif, menerima segala yang ada pada dirinya termasuk
kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahannya (Syarif, 2010).

Individu yang memiliki penerimaan diri yang kurang baik biasanya disebabkan
karena mereka tidak memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi
persoalan dan merasa dirinya tidak berharga dan tidak berguna orang lain, dan
akibatnya mereka juga akan kesulitan melakukan penyesuaian diri dengan kondisi
sakitnya. Hal ini akan tampak pada kesulitan mereka untuk melakukan kepatuhan
minum obat, melakukan kontrol pemeriksaan dan tes kesehatan dan dalam
mengerjakan berbagai penyesuaian diri dan lingkungan pasca diagnosa Lupus.

Hurlock(1978) juga mengatakan, tidak ada seorang individupun yang mampu


menyesuaikan dirinya secara baik jika dia tidak menyukai dirinya terlebih dahulu.
Semakin individu menyayangi dirinya, maka dia juga akan semakin mampu menerima
dirinya.

Cara untuk penerimaan diri yang baik untuk seseorang yang terkena penyakit lupus:

1. Adanya keyakinan akan kemampuan diri dalam menghadapi persoalan,


2. Adanya anggapan berharga pada diri sendiri sebagai seorang manusia,
3. Tidak beraggapan aneh/abnormal terhadap diri sendiri dan ada harapan ditolak,
4. Tidak adanya rasa malu atau memperhatikan dirinya sendiri,
5. Ada keberanian memikul tanggung jawab terhadap perilaku sendiri,
6. Dapat menerima pujian, saran, kritikan atau celaan secara objektif, dan
7. Tidak menyalahkan diri sendiri atas keterbatasan yang dimiliki ataupun
pengingkaran kelebihan.

Usaha menerima kondisi diri yang realistis bagi pasien lupus:


1. Kontrol terhadap emosi yang berlebihan,
2. Respon langsung terhadap permasalahan,
3. Sikap yang realistik dan objektif,
4. Adanya kemampuan belajar,
5. Hubungan interpesonal, dan
6. Ketiadaan mekanisme pertahanan ego.

SUMBER:

Diklat seminar dan simulasi keperawatan oleh seven sitorus, 2017. Depok

Jurnal Psikologi Undip Ratri Paramita Vol.12 No.1 April 2013

Jurnal psikologi Verónica Córdoba-Sánchez / Vol.11 No.18 / januari-desember 2015

Anda mungkin juga menyukai