Anda di halaman 1dari 28

ASPEK RELIGI PADA HIV

AIDS
DR. JOHARIYAH, M. KEB
PENDAHULUAN
• Orang yang sudah positif terinfeksi HIV/AIDS akan mengalami perubahan baik fisik,
psikologis dan sosial.
• Perubahan fisik yang terjadi biasanya penderita akan mengalami penurunan daya tahan
tubuh sehingga akan rentan terserang oleh berbagai penyakit, dering mengalami demam dan
mudah lelah (Surahma, 2012).
• Masalah sosial yang sering dialami penderita HIV antara lain stigma dari lingkungan sosial,
banyak yang berangaapan bahwa pwnyakit ini adalah penyakit yang mematikan yang bisa
menular melalui kontak langsung seperti berjabat tangan atau tidak sengaja bersentuhan
dengan mereka.
• Hal ini menjadi penyebab pasien HIV sering dikucilkan dan mendapatkan tindakan
diskriminatif dari masyarakat (Widyarsono, 2013).
• Orang dengan HIV AIDS (ODHA) sering dihadapkan pada kondisi yang rumit apakah
harus mengungkapkan apa yang dialami atau menyembunyikan kondisi penyakit.
Menyembunyikan kondisi penyakit dapat mengakibatkan penderitaan batin yang
dirasakan sangat menyiksa karena beban menjaga rahasia (Rouleau et al., 2012).
• Di sisi lain, mengungkapkan kondisi penyakit juga dapat menimbulkan permasalahan
seperti penolakan (Chaudoir et al., 2011).
• Stigma dan diskriminasi pada ODHA akan menjadi stress bagi penderitanya. Stress
memiliki dampak yang kurang baik bagi kesehatan orang dengan HIV/AIDS, dalam
upaya menangani stress, seorang individu membutuhkan koping stress yang tepat
(Indriani & Fauziah, 2017).
Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas meliputi :
1. konteks budaya
2. Keluarga
3. tingkat perkembangan
4. status kesehatan.

Pengaruh keluarga dan lingkungan mempengaruhi dalam penilaian keyakinan spiritualitas.


• Status kesehatan juga bisa berdampak pada kepercayaan spiritualitas dan sebaliknya.
Misalnya, saat sakit parah, banyak orang beralih ke agama untuk mendapatkan dukungan.

• Dalam beberapa kasus, sistem kepercayaan seseorang mungkin akan mempengaruhi


pengobatan (Lubis et al., 2016).
• Penderita dengan coping religius positif dalam meningkatkan spiritualitas
penderita HIV/AIDS dapat membuat seseorang dapat bersosialisasi, psikologis
lebih baik dan perkembangan penyakit menjadi lambat.

• Sedangkan penderita dengan koping religus negatif dapat memunculkan sikap


penolakan terhadap terapi ARV, perasaan mendalam hukuman dari Tuhan dan
penyimpangan jati diri remaja (Hulu & Siregar, 2018).
• Strategi koping religius merupakan usaha mengatasi masalah dengan cara
melakukan tindakan ritual keagamaan, misalnya sembahyang, berdoa, atau pergi
ke rumah ibadah.
• Strategi koping ini didasari oleh adanya keyakinan bahwa Tuhan akan membantu
seseorang yang mempunyai masalah (Khoiroh, 2013).
• Religiusitas merupakan nilai yang mempengaruhi seseorang dalam berpikir,
berperilaku dan berpenampilan.
• Salah satu dimensi religiusitas yang mengatur individu dalam beperilaku maupun
berpenampilan adalah dimensi pengalaman atau akhlak.
• Akhlak berfungsi untuk mengetahui batas antara yang baik dengan yang buruk
dan dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya yaitu menempatkan sesuatu pada
proposi yang sebenarnya.
• Religiusitas islam tidak hanya sebatas agama yang memerintahkan pemeluknya untuk
menjalankan ritulistik menyembah Tuhan, akan tetapi agama yang benar benar mempunyai
ajaran yang lengkap yang mengatur aspek kehifupan manusia baik aspek ibadah, social,
hokum, politik, ekonomi, akhlak manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia sampai akhirat

• Religiusitas adalah suatu tindakan formal seseorang yang berkaitan dengan aktivitas
beragamanya sebagai bentuk komitmen diri terhadap agamanya yang diekspresikan (Trevino
et al., 2010).
• Praktik agama adalah salah satu bagian dari metode koping religius dengan Tuhan. Koping
religius dapat membantu manusia dalam menurunkan kecemasan, kegelisahan, dan
ketegangan yang membuat mereka tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

• Metode koping yang digunakan pada penderita HIV/AIDS dalam menghadapi penyakitnya
adalah koping religius dengan membuat hubungan dengan Allah, yaitu melakukan
perubahan besar pada diri sendiri setelah menderita penyakit. Akan tetapi penderita
HIV/AIDS dalam menghadapi penyakitnya kurang mengambil hikmah di balik penyakit
yang di alaminya
• ODHA memiliki kecenderungan menggunakan tehnik penyelesaian masalah dengan
melibatkan Tuhan disaat semua cara penyelesaian masalah tidak membantu.

• Ketika seseorang mencari kontrol melalui inisiatif dirinya dengan meminta bantuan orang
lain terlebih dahulu atau mencari cara lain. Tindakan seperti itu merupakan bentuk koping
religius negatif dimana jalan melalui pertolongan agama dijadikan sebagai jalan terakhir
bukan jalan utama (Aisyah et al., 2020).
• Penelitian yang dilakukan Tanjung & Devi (2016) menjelaskan bahwa karakteristik distress
spiritual pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) paling banyak pada aspek hubungan
dengan Tuhan.

• Karakteristik distress spiritual berdasarkan aspek hubungan dengan Tuhan paling banyak
berada pada karakteristik ketidakmampuan untuk introspeksi diri dan merasakan penderitaan
• Neuman memandang manusia secara keseluruhan (holistik), yaitu terdiri dari faktor
fisiologis, psikologis, sosial budaya, faktor perkembangan, dan faktor spiritual yang
berhubungan secara dinamis dan tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu:
1. Faktor fisiologis meliputi struktur dan fungsi tubuh,
2. Faktor psikologis terdiri dari proses dan hubungan mental,
3. Faktor sosial budaya meliputi fungsi sistem yang menghubungkan sosial dan ekspektasi
kultural dan aktivasi,
4. Faktor perkembangan sepanjang hidup,
5. Faktor spiritual meliputi pengaruh kepercayaan spiritual (Tomey & Alligood, 2006)
• Taylor, Lilis & Lemone (1997) mengatakan spiritualitas adalah segala sesuatu yang
menyinggung tentang hubungan manusia dengan sumber kekuatan hidup atau Yang maha
memiliki kekuatan;

• Spiritualitas adalah proses menjadi tahu, cinta dan melayani Tuhan;


• Spiritualitas adalah suatu proses yang melewati batas tubuh atau fisik dan pengalaman
energy universal.
• Agama bisa merupakan bagian dari spiritualitas.
• Craven & Hirnle (2007) mengatakan spiritualitas adalah kualitas atau kehadiran dari proses
meresapi atau memaknai, integritas dan proses yang melebihi kebutuhan biopsikososial.

• Inti spiritual menurut Murray & Zentner (1993 dalam Craven & Hirnle, 2007) adalah
kualitas dari suatu proses menjadi lebih religius, berusaha mendapatkan inspirasi,
penghormatan, perasaan kagum, memberi makna dan tujuan yang dilakukan oleh individu
yang percaya maupun tidak percaya kepada Tuhan
• Proses ini didasarkan pada usaha untuk harmonisasi atau penyelarasan dengan alam semesta,
berusaha keras untuk menjawab tentang kekuatan yang terbatas, menjadi lebih fokus ketika
individu menghadapi stress emosional, sakit fisik atau menghadapi kematian
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan spiritual menurut Craven & Hirnle, (2007)
adalah:
1. Kebudayaan, termasuk didalamnya adalah tingkah laku, kepercayaan dan nilai-nilai yang
bersumber dari latar belakang sosial budaya.
2. Jenis kelamin: Spiritual biasanya bergantung pada kelompok sosial dan nilainilai agama
dan transgender. Misalnya yang menjadi pemimpin kelompok spiritual adalah laki-laki,
dsb
3. Pengalaman sebelumnya. Pengalaman hidup baik yang positif atau negatif dapat
mempengaruhi spiritualitas dan pada akhirnya akan mempengaruhi makna dari nilai-
nilai spiritual seseorang.
4. Situasi krisis dan berubah, Situasi yang dihadapi berupa perubahan karena proses
kematian atau sakitnya orang yang dicintai dapat menyebabkan perubahan atau
distress status spiritual. Situasi krisis atau perubahan yang terjadi dalam kehidupan
dapat memberikan makna meningkatnya kepercayaan, bahkan dapat juga melemahkan
kepercayaannya.
• Terpisah dari ikatan spiritual, Pengalaman selama dirawat di rumah sakit atau menjalani
perawatan di rumah akan menyebabkan seseorang terisolasi, berada pada lingkungan yang
baru dan asing mungkin akan menyebabkan perasaan tidak nyaman, kehilangan support
sistem dan daya juang.
ENAM KEBUTUHAN DASAR SPIRITUAL DI
AMERIKA MENURUT (TAYLOR, LILIS &
LEMONE, 1997) ADALAH:
1. Kebutuhan untuk meyakini bahwa kehidupan memberikan makna dan memiliki tujuan.
2. Kebutuhan untuk hubungan yang lebih dalam dengan komunitas. Termasuk didalamnya
adalah kebutuhan untuk menguatkan atau memperkokoh hubungan dengan diri sendiri,
orang lain, Tuhan dan alam.
3. Kebutuhan dihargai dan respek
4. Kebutuhan untuk didengarkan dan mendengarkan.
5. Kebutuhan untuk membangun rasa saling percaya.
6. Kebutuhan untuk mempraktekkan rasa saling percaya.
KEBUTUHAN SPIRITUAL UTK MENEMUKAN
ARTI MAKNA SAKIT DAN PENDERITAAN:
Kebutuhan untuk menguatkan hubungan antara diri sendiri, orang lain, Tuhan dan alam
semesta
Kebutuhan utk merealisasikan nilai seperti harapan dan kreativitas, raasa haru, kepercayaan,
kedamaian, keyakinan, kejujuran hati
CHICOKI (2007) MENGATAKAN SPIRITUALITAS PADA KLIEN HIV/AIDS
ADALAH JALAN UNTUK UNTUK MENGOBATI MASALAH EMOSIONAL
MELALUI AGAMA DAN SPIRITUAL, YANG MELIPUTI:

• Memberikan makna baru dalam hidup: Agama dan spiritualitas membantu klien
dengan HIV/Aids meninjau kembali kehidupan mereka, menafsirkan apa yang
mereka temukan, dan menerapkan apa yang telah mereka pelajari untuk kehidupan
baru mereka dengan HIV
• Mempunyai tujuan baru: diagnosis HIV sering menjadi stimulus yang diperlukan
bagi seseorang untuk menggali kembali kehidupan rohani dari kehidupan mereka
• Kondisi sakit membuat klien dengan HIV/Aids menjadi pribadi yang baru
• Spiritualitas merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul setelah diagnosis
HIV/AIDS
ZERWEKH (1991 DALAM KEMP 1999) MENGATAKAN TANGGUNG JAWAB
DALAM MEMBERIKAN ASUHAN YANG EFEKTIF DALAM PROSES SPIRITUAL

MENJELANG AJAL ADALAH

1. Mendengarkan
2. Mendiagnosis distress semangat manusia
3. Menegaskan sangat pentingnya masalah spiritual pada akhir kehidupan.
 
• Spiritual pada klien HIV/AIDS adalah poin utama pada klien HIV/AIDS yang merupakan jalan untuk
menemukan arti dan bertahan hidup, dan menemukan tujuan untuk menghadapi tantangan dari
penyakit HIV/penyakit kronis yang ditandai oleh banyak kesalahpahaman, konflik dan perasaan bersalah
CRISP & TAYLOR, (2001) MENGATAKAN SAAT TERJADI HUBUNGAN CARING ANTARA
PERAWAT DAN KLIEN MAKA AKAN TERJADI PROSES PENYEMBUHAN MELALUI:

1. Mobilisasi harapan antara klien dan perawat

2. Menemukan interpretasi atau pemahaman tentang penyakit, gejala atau emosi yang dapat diterima oleh
klien
3. Membantu klien menggunakan sumber-sumber sosial, emosional atau sumber spiritual.
Ironson, Stuetzle & Fletcher, (2006) melakukan penelitian untuk mengatakan 4%
partisipannya menunjukkan peningkatan spiritualitas setalah didiagnosis HIV, 42 %
tetap sama, dan 13 % menurun. Sampel yang mengatakan peningkatan spiritual
juga mengalami peningkatan kadar CD4 setelah empat tahun.
Agama digunakan sebagai koping positif untuk penyakit HIV/AIDS oleh klien
tetapi tidak ada perubahan secara signifikan pada spiritualitas klien HIV/AIDS
setelah 12-18 bulan (Cotton, Puchalski & Sherman, 2006). Penelitian yang juga
dilakukan oleh Cotton, tsevat, Szaflarski et al (2006)mengatakan 25 % klien
HIV/AIDS menjadi lebih religius dan 41% mengalami peningkatan spiritual
setelah didiagnosa HIV/AIDS.
Spiritualitas Dapat Dipandang Sebagai Cara Lain Untuk Mengatasi Penyakit
HIV/AIDS Yang Digunakan Sebagai Koping Positif. Laki-laki Dan Perempuan
Setelah Didiagnosis HIV Mereka Memiliki Penurunan Jumlah CD4 Lebih Rendah
Dan Dapat Mengontrol Viral Load Selama Empat Tahun (Ironson & Hayward,
2008). Pandangan Agak Berbeda Disampaikan Zou, Yamanaka & John (2009) Klien
HIV Aids Mengatakan HIV Adalah Kutukan Dari Tuhan Karena Mereka Tidak
Mengikuti Firman Tuhan. Sebagian Besar Responden Percaya Bahwa Doa Dapat
Menyembuhkan HIV.
• Spiritualitas dapat digunakan sebagai terapi untuk konseling kepatuhan pada klien
HIV/AIDS . Penelitian Alfitri (2008) mengatakan terdapat perbedaan bermakna
antara kelompok yang mendapatkan intervensi konseling kepatuhan dan konseling
spiritual dengan kelompok yang mendapatkan intervensi konseling kepatuhan saja.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai