Latar Belakang
Penyakit mematikan yang menjadi wabah internasional sejak pertama kali muncul di
dunia salah satunya adalah HIV-AIDS (Arriza,Dewi & Kaloeti, 2011). HIV adalah virus
yang menyerang sel-sel darah putih yang berperan pada system kekebalan tubuh manusia,
seseorang yang terserang virus HIV tidak dapat melawan berbagai jenis penyakit yang
menyerang tubuhnya. HIVdapat menyebabkan AIDS(Katiandagho, 2015).Menurut Pusat
Data dan Informasi Kementerian KesehatanRI (InfoDATIN) tahun 2016, jumlah kasus HIV
di dunia pada tahun 2015 sebesar 36,7 juta (34,0-39,8 juta) dan World Health Organization
(WHO) mencatat sejak AIDS ditemukan hingga akhir 2015 terdapat 34 jutaorang meninggal.
Jumlah kasus HIVdi Indonesia cenderung mengalami peningkatan dimana jumlah kumulatif
penderita HIV sampai Juni 2016 sebanyak 208.920 orang dan total kumulatif kasus AIDS
sebanyak 82.566 orang.
Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah, semen dan sekret
vagina. Human Immunodeficiency Virus tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetik
RNA yang mampu menginfeksi limfosit CD4 (Cluster Differential Four),dengan melakukan
perubahan sesuai dengan DNA inangnya. Virus HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu,
yaitu sel-sel yang mempunyai antigen CD4 terutama limfosit T4 yang memegang peranan
penting dalam mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh. Virus juga dapat
menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler pada
kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia
otak. Virus yang masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga
menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri. Kejadian awal yang
timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral akut atau Acute Retroviral Syndrome.
Sindrom ini diikuti oleh penurunan jumlah CD4 dan peningkatan kadar RNA HIV dalam
plasma. CD4 secara perlahan akan menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan
CD4 yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral
load (jumlah virus HIV dalam darah) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan pada fase
akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti timbulnya infeksi
oportunistik, berat badan turun secara cepat dan muncul komplikasi neurulogis. Pada pasien
tanpa pengobatan ARV, rata-rata kemampuan bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah
3,7 tahun.4 Penularan HIV/AIDS akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV
yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada
pengguna narkotika, transfusi komponen darah dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang
dilahirkannya
Kasus HIV-AIDS yang terjadi di Kalimantan Barat menurut Dinas Kesehatan Provinsi
mencatat bahwa berdasarkan pelaporan tahun 1993 s/d Desember 2016 terdapat 5.908 yang
mengalami HIV dan 2.884 yang mengalami AIDS serta 644 yang telah meninggal sedangkan
berdasarkan distribusi kasus Kabupaten/ Kota, peringkat pertama diduduki oleh Kota
Pontianak dengan jumlah penderita HIV+ sebanyak 2.758 dan AIDS sebanyak 1.442.
Distribusi Kasus berdasarkan kelompok beresiko paling tertinggi terjadi pada kelompok
heteroseksual dengan jumlah 2.999 pada HIV+ dan 1.391 pada AIDS. Distribusi kasus
berdasarkan kelompok umur,
1.2.Hasil Analisis
Hasil analisis ini menggunakan Metode PICO dimana PICO merupakan metode
pencarian informasi klinis yang merupakan dari 4 komponen: P (patient, population,
problem), I (intervention, prognostic factor, exposure), C (comparison, control) dan O
(outcome). Dari 5 jurnal yang saya analisis di dapatkan masalah dari semua jurnal tersebut
yaitu penderita HIV AIDS (ODHA) kebanyakan mengalami insomnia dan depresi, Penderita
HIV/AIDS (ODHA) mengalami prevalensi insomnia yang lebih tinggi daripada populasi
umum. Hampir 73 % pasien HIV/AIDS mengalami gangguan tidur, angka ini jauh lebih
tinggi jika dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami HIV/AIDS yang hanya
sekitar 10-40% . Katherine (2012) mengatakan bahwa semakin berat derajat HIV/AIDS
semakin berat pula gangguan tidur yang dialami. ODHA juga mengalami depresi ,penyebab
terjadinya depresi karena masalah fisik dan berdampak langsung pada fungsi kekebalan
tubuh yang ditandai dengan penurunan jumlah sel darah putih atau CD4+ dan kepatuhan
terhadap pengobatan ARV (Hinkle & Cheever, 2014; Lombardi, Mizuno & Thornberry,
2010). Karakteristik responden HIV AIDS yang mengalami depresi diteliti meliputi usia,
pekerjaan, pendidikan, agama,suku bangsa, status pernikahan dan lamanya terdiagnosa HIV.
Sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga pada usia dewasa madya (56,67%)
dimana usia ini termasuk dalam usia produktif, dengan status menikah. Hasil penelitian
Trilistya ini menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan
status pernikahan dimana wanita lebih cenderung mengalami depresi daripada laki-laki
dengan perbandingan rasio2:1. Prevalensi kejadian depresi juga lebih tinggi pada orang yang
menikah dibandingkan dengan yang tidak menikah (Trilistya, 2006).
Sedangkan intervensi untuk pasien depresi yaitu terapi SEFT (Spiritual Emotional
Freedom Technique). Terapi ini memiliki prinsip dasar spiritual power yaitu yakin, ikhlas,
pasrah, syukur dan khusyu (Zainudin, 2012). Ketika seseorang dalam keadaan yakin bahwa
apa yang terjadi pada kehidupan ini adalah atas izin Allah SWT,dan semua kejadian dalam
hidup ini adalah yang terbaik untuk dijalani. Yakin pada Maha kuasanya Allah SWT dan
Maha sayangnya Allah pada mahluknya maka seseorang akan menjalani kehidupan ini
dengan lebih tenang dan ringan.teknik spiritual lainnya dengan mendengarkan terapi murottal
Al-Qur’an akan membuat pasien dengan HIV/AIDS menjadi lebih tenang sehingga dapat
meningkatkan nilai pada domain psikologis di dalam penilaian quality of life. Domain ini
dinilai dari citra tubuh, perasaan negatif, perasaan positif,harga diri, spiritualitas/ keyakinan
agama dan berpikir, belajar, memori, dan konsentrasi. Cara yang lain bisa dilakukan antara
lain dengan teknik Energy meridian,teknik ini dikenal juga dengan titik-titik akupuntur yang
terdiri dari 361 titik dan didalam SEFT kemudian lebih disederhanakan menjadi 18 titik.
Hampir semua masalah emosi maupun fisik dapat di atasi dengan cara merangsang titik-titik
tersebut (Zainudin,2012)
Pada penelitian pada klien HIV AIDS dengan depresi, bahwa pada kelompok intervensi
dan kelompok control sebelum diberikan perlakuan SEFT (Spiritual Emotional Freedom
Technique) mengalami depresi dari tingkat depresi pada batas garis klinis, depresi sedang
sampai depresi berat. Pada kelompok intervensi setelah diberikan perlakuan SEFT
mengalami penurunan tingkat depresi, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat perubahan
yang tidak begitu signifikan dan cenderung mengalami peningkatan. Terdapat perbedaan
yang signifikan pada tingkat depresi ibu rumah tangga dengan HIV setelah dilakukan
intervensi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). Berdasarkan hasil analisis,
penelitian mendengarkan murottal Al Quran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan quality of life pasien HIV/AIDS berdasarkan pengamatan sebelum dan sesudah
intervensi terapi murottal. Hal ini berarti ada pengaruh terapi murottal terhadap perubahan
quality of life pasien HIV/AIDS di Puskesmas Jumpandang Baru Kota Makassar. Dengan
mendengarkan terapi murottal Al Qur’an akan membuat pasien dengan HIV/AIDS menjadi
lebih tenang sehingga dapat meningkatkan nilai pada domain psikologis di dalam penilaian
quality of life.
1.4.Kesimpulan
Dari jurnal yang saya analisis dapat disimpulkam bahwa terapi SEFT adalah salah satu
penatalaksanaan non-farmakologi yang dapat menurunkan tingkat insomnia dan depresi pada
ODHA. Ada pengaruh yang signifikan terapi Spyritual Emotional Freedom Technique Terhadap
Penurunan tingkat insomnia pada ODHA.yaitu membantu menyelesaikan permasalahan sakit
fisik maupun psikis, meningkatkan kinerja dan prestasi, meraih kedamaian dan kebahagiaan
hidup. Sedangkan Terapi SEFT depresi dapat berpengaruh pada ODHA karena terapi SEFT
dapat membuat ODHA menjadi lebih rileks, nyaman, tenang dan menjadi termotivasi dalam
menjalani kehidupan sehari-hari
1.5.Saran
1. Bagi ODHA
ODHA dapat melakukan terapi SEFT secara mandiri di rumah atau saat waktu luang dan
sebagai salah satu terapi alternatif dalam menurunkan masalah insomnia dan depresi.
2. Bagi perawat
Bagi perawat agar mendapatkan pelatihan terapi SEFT sebagai terapi komplementer dalam
menjalankan praktik keperawatan sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ashar, Maria Ulfah.(2017). Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Perubahan Quality Of Life
Pasien dengan Hiv/Aids Di Puskesmas Jumpandang Baru Kota Makassar. JST Kesehatan,1-8.
Sari,Faradilla.(2014). Makna Perilaku Minum Obat Pada Pasien Hiv/Aids Rawat Jalan Di Vct
Rsup Dr.Kariadi Semarang. Jurnal Psikologi Undip,1-6.