Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

DISCOVERY LEARNING

PENGKAJIAN DAN INTERVENSI PENCEGAHAN (PRIMER, SEKUNDER, TERSIER)


KLIEN DENGAN HIV/AIDS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Ajar blok 2.6
Palliative Care

Disusun oleh:
Melania Nurul
(4002180073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN A


STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
JULI, 2020
Definisi HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah jenis virus yang dapat menurunkan
kekebalan tubuh (BKKBN, 2007). Menurut Depkes RI (2008) menyatakan bahwa HIV
adalah sejenis retro virus-RNA yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS
adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome suatu kumpulan gejala
penyakit yang didapat akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
virus HIV. HIV/AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan
hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia &Wilson, 2005).
AIDS adalah kehilangan kekebalan tubuh manusia karena dirusak oleh virus HIV.
Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi
bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu yang  bersifat oportunistik. Selain itu penderita
AIDS sering sekali menderita keganasan, khususnya sarkoma kaposi dan limpoma yang
hanya menyerang otak (Djuanda, 2007).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa HIV/AIDS adalah suatu
syndrom atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat  penurunan dan kekebalan
tubuh yang didapat atau tertular atau terinfeksi virus HIV.

Morfologi HIV

Virus HIV-1 berbentuk bulat, berdiameter 80-100 nm dan berisi electron yang
padat, inti berbentuk kerucut yang dikelilingi oleh suatu selaput lipid yang berasal dari
membrane sel inang. Dinding HIV merupakan membrane yang terdiri dari dua lapis lipid
(lipid bilayer). Pada membrane bagian luar atau dinding HIV terdapat glikoprotein (gp)
yaitu gp120 dan gp41. Gp120 terdapat pada permukaan HIV yang dapat berikatan dengan
sel yang memiliki reseptor permukaan CD4, sedangkan gp41 adalah glikoprotein
transmembrane yang mengikat gp120. Pada membrane bagian dalam terdapat protein (p)
yaitu  p17 yang merupakan kerangka atau matriks HIV. Inti virus berisi:
• Kapsin protein p24 yang terbesar
• Nukleokapsid protein p7/p9
• Dua salinan genom RNA

1
• Ketiga enzim virus (protease, reverse transcriptase dan integrase) Protein p24 paling
cepat mendeteksi antigen virus dan karena itu digunakan untuk diagnosis infeksi HIV
pada tes ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay).

Epidemiologi HIV/AIDS

Di Indonesia, HIV AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada tahun
1987. Berdasarkan laporan provinsi, jumlah (kumulatif) kasus infeksi HIV yang
dilaporkan sejak tahun 1987 sampai September 2014 yang terbanyak adalah Provinsi
DKI Jakarta (32.782 kasus). Sepuluh besar kasus HIV terbanyak ada di provinsi DKI
Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Bali, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kalimantan
Barat, Kepualuan Riau, dan Sulawesi Selatan. Pola penularan HIV berdasarkan kelompok
umur dalam 5 tahun terakhir tidak banyak berubah.
Infeksi HIV paling banyak terjadi pada kelompok usia  produktif 25-49 tahun
yaitu sebanyak 16.421 kasus, diikuti kelompok usia 20- 24 tahun dengan 3.587 kasus.
Kejadian kasus AIDS di Indonesia berdasarkan kelompok umur memiliki pola yang jelas.
Kasus AIDS yang dilaporkan sejak tahun 1987 sampai September 2014 terbanyak pada
kelompok usia 20-29 tahun (32,9%), diikuti kelompok usia 30-39 tahun (28,5%) dan 40-
49 tahun (10,7%). Pola penularan HIV berdasarkan jenis kelamin memiliki pola yang
hampir sama dalam 7 tahun terakhir yaitu lebih banyak terjadi pada kelompok laki-laki
dibandingkan kelompok perempuan dengan perbandingan kasus 59% : 41 %. Sedangkan
kasus AIDS berdasarkan jenis kelamin sejak tahun 1987 sampai September 2014, lebih
banyak terjadi pada kelompok laki-laki (54%) atau hampir 2 kali lipat dibandingkan pada
kelompok perempuan (29%). Meskipun jumlah kasus HIV/AIDS pada laki  – laki lebih
tinggi dibanding  perempuan, tetapi karena cara penularan terbanyak adalah melalui
heteroseks (8.922 kasus), hal ini dapat berdampak terjadinya penularan pada perempuan
sehingga perempuan menjadi kelompok yang paling rentan tertular HIV dari  pasangan
atau suaminya.
Menurut jenis pekerjaan, penderita AIDS paling banyak berasal dari kelompok
Ibu Rumah Tangga (6.539 kasus). Data kasus ini jauh sekali bila dibandingkan dengan
kelompok penjajah seks yaitu sebanyak 2.052 kasus. Berdasarkan kelompok berisiko,

2
kasus AIDS paling banyak terjadi pada kelompok heteroseksual (61,5%), diikuti
pengguna narkoba jenis injeksi (IDU) sebesar 15,2% dan homoseksual (2,4%). Case
fatality rate (CFR) di Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan penurunan yang
signifikan bila dibandingkan pada tahun 2000 yaitu dari 18,16% menjadi 4,94%
kemudian naik kembali sampai tahun 2004 menjadi 13,86%. Selanjutnya menunjukkan
kecenderungan yang menurun hingga September 2014 (0,46%). Hal ini membuktikan
bahwa upaya pengobatan yang dilakukan telah berhasil guna menurunkan angka
kematian akibat AIDS. Data Kementerian Kesehatan (2011) menunjukkan dari 21.103
ibu hamil yang menjalani tes HIV, 534 (2,5%) di antaranya positif terinfeksi HIV. Hasil
Pemodelan Matematika Epidemi HIV Kementerian Kesehatan tahun 2012 menunjukkan
prevalensi HIV pada populasi usia 15-49 tahun dan prevalensi HIV pada ibu hamil di
Indonesia diperkirakan akan meningkat.
Jumlah kasus HIV-AIDS diperkirakan akan meningkat dari 591.823 (2012)
menjadi 785.821 (2016), dengan jumlah infeksi baru HIV yang meningkat dari 71.879
(2012) menjadi 90.915 (2016). Sementara itu, jumlah kematian terkait AIDS pada
populasi 15-49 tahun akan meningkat hampir dua kali lipat di tahun 2016. Penularan HIV
dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya juga cenderung meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah perempuan HIV positif yang tertular baik dari pasangan maupun
akibat perilaku yang berisiko. Meskipun angka prevalensi dan penularan HIV dari ibu ke
bayi masih terbatas, jumlah ibu hamil yang terinfeksi HIV cenderung meningkat.
Prevalensi HIV pada ibu hamil diproyeksikan meningkat dari 0,38% (2012) menjadi
0,49% (2016), dan  jumlah ibu hamil HIV positif yang memerlukan layanan Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) juga akan meningkat dari 13.189 orang pada
tahun 2012 menjadi 16.191 orang pada tahun 2016. Demikian pula  jumlah anak berusia
di bawah 15 tahun yang tertular HIV dari ibunya pada saat dilahirkan ataupun saat
menyusui akan meningkat dari 4.361 (2012) menjadi 5.565 (2016), yang berarti terjadi
peningkatan angka kematian anak akibat AIDS.

Etiologi HIV/AIDS

3
Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui dua tipe
yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2. Infeksi yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh HIV-1,
sedangkan HIV-2 benyak terdapat di Afrika Barat. Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-
2 relatif sama, hanya infeksi oleh HIV-1  jauh lebih mudah ditularkan dan masa inkubasi
sejak mulai infeksi sampai timbulnya penyakit lebih pendek (Martono, 2006).
HIV yang dahulu disebut virus Limpotrofik sel T manusia atau virus
limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus.
Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat
(DNA) setelah masuk ke dalam sel penjamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus
sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS di seluruh dunia (Sylvia &
Wilson, 2005).

Pencegahan HIV/AIDS

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang terinfeksi HIV. Hal ini diberikan
pada seseorang yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan ini tidak bersifat
terapeutik; tidak menggunakan tindakan yang terapeutik; dan tidak menggunakan
identifikasi gejala penyakit. Pencegahan ini meliputi dua hal, yaitu:
a. Peningkatan kesehatan, misalnya: dengan pendidikan kesehatan reproduksi
tentang HIV/AIDS; standarisasi nutrisi; menghindari seks bebas; secreening, dan
sebagainya.
b. Perlindungan khusus, misalnya: imunisasi; kebersihan pribadi; atau  pemakaian
kondom.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar
tidak mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini
dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga
dapat mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan ODHA tetap bertahan
melawan penyakitnya. Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan
pengobatan penyakit pada tahap dini. Hal ini dilakukan dengan menghindarkan atau

4
menunda keparahan akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit; atau
meminimalkan potensi tertularnya penyakit lain.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi
HIV/AIDS dan mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat
disembuhkan. Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau
ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan mencegah komplikasi dan
penurunan kesehatan. Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan
rehabilitasi, dari pada  pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada
tingkat ini ditujukan untuk membantu ODHA mencapai tingkat fungsi setinggi
mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat HIV/AIDS. Tingkat perawatan
ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena di dalamnya terdapat tindak
pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misalnya, dalam
merawat seseorang yang terkena HIV/AIDS, disamping memaksimalkan aktivitas
ODHA dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga mencegah terjadinya
penularan penyakit lain ke dalam penderita HIV/AIDS; Mengingat seseorang yang
terkena HIV/AIDS mengalami penurunan imunitas dan sangat rentan tertular
penyakit lain.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderit HIV/AIDS adalah:


a. Pneumonia pneumocystis (PCP)  : Pneumocystis pneumonia (PCP) merupakan
penyakit oportunistik pada infeksi HIV (human immunodefi ciency virus) yang
disebabkan oleh  Pneumocystis jiroveci. Infeksi  Pneumocystis pneumonia terjadi
bila kadar CD4 penderita kurang dari 200 sel/mm3.
b. Tuberculosis (TBC) Bila sistem kekebalan seorang ODHA harus melawan infeksi
lain, serangannya terhadap HIV berkurang. Tetapi penyakit akibat TB dapat muncul
dengan jumlah CD4 yang tinggi termasuk pada orang dengan HIV.
c. Esofagitis : Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur
makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV,  penyakit ini

5
terjadi karena infeksi jamur (jamurkandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau
virus sitomegalo).
d. Diare : Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi
karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti
Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan  Escherichia coli), serta infeksi
oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis,
Mycobacterium avium complex,  dan virus sitomegalo  (CMV) yang merupakan
penyebab kolitis). Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-
obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama
(primer) dari HIV itu sendiri.
e. Toksoplasmositis : Toksoplasmositis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit
berselsatu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak
dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat
menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru. Meningitis
kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum
tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans.
f. Leukoensefalopati multifocal prigesif : Leukoensefalopati multifocal prigesif adalah
penyakit demielinasi, yaitu  penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin)
yang menutupi serabut sel syaraf (akson). sehingga merusak penghantaran impuls
syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC. yang 70Vo populasinya terdapat di tubuh
manusia dalam kondisi laten. dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem
kekebalan sangat lemah. Sebagaimana yang teriadi pada pasien AIDS.
g. Sarcoma Kaposi Sarcoma Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum
menyerang  pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah
pemuda homoseksual tahun l98l adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamily gammaherpesvirinae, yaitu virus
herpes manusia-8 yang.iuga.disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit
ini sering muncnl di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan. tetapi dapat
menverang organ lain. terutama mulut. saluran pencemaan. dan paru-paru.
h. Kanker getah bening : Kanker getah bening adalah kanker yang menverang sel darah
putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening. misalnya seperti limfbda Burkitt

6
(Burkitt'.s lymphomct) atau sejenisnya (Burkitt'.s-like lymphoma). difussi large B-
cell Ivmphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf  pusat primer, lebih sering
muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan perkiraan
kondisi (prognosis) yang  buruk. Pada beberapa kasus. limfoma adalah tanda utama
AIDS.
i. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV). Kanker serviks adalah kanker
yang muncul pada leher rahim wanita. Hampir seluruh kanker Rahim sdisebabkan
oleh infeksi Hman Papillona Virus( HPV).

Pemeriksaan Penunjang

Ada dua pemeriksaan yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap HIV :
1. ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay)
Bereaksi terhadap antibodi yang ada dalam serum dengan memperlihatkan warna
yang lebih tua jika terdeteksi antibodi virus dalam jumlah besar. Pemeriksaan ELISA
mempunyai mempunyai sensitifitas 93% sampai 98% dan spesifitasnya 98% sampai
99%. Tetapi hasil positif palsu (negatif  palsu) dapat berakibat luar biasa,karena
akibatnya sangat serius. Oleh sebab itu, pemeriksaan ELISA diulang dua kali dan
jika keduanya menunjukkan hasil positif, dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih
spesifik, yaitu Western blot
2. Pemeriksaan Western Blot
Pemeriksaan Western blot juga dilakukan dua kali. Pemeriksaan ini lebih sedikit
memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Jika seseorang telah dipastikan
positif terhadap HIV, maka dilakukan pemeriksaan klinis dan imunologik untuk
menilai keadaan penyakit, dan mulai dilakukan usaha untuk mengendalikan infeksi.
(Djoerban, dkk. 2006).
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk infeksi HIV.
Tes ini sering digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas

7
Konsep Keperawatan HIV/AIDS

A. Pengkajian
a. Identitas Klien  
Nama klien, umur (semua umur bisa terserang penyakit HIV AIDS karena
bersifat menular, tetapi dalam kasusnya lebih banyak pada usia produktif 20-
45 tahun), jenis kelamin (kasus lebih banyak pada laki-laki), alamat, suku,
agama, pekerjaan, No. Registrasi, MRS.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Mengeluh demam, merasa capek, mudah lelah, letih, lesu, flu, pusing,
dan diare
2) Riwayat Penyakit Sekarang
3) Riwayat Penyakit Terdahulu
4) Riwayat Kesehatan Keluarga (perlu pengkajian lebih lanjut)
c. Pengkajian Keperawatan
1) Aktivitas/istirahat
 Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, progresi kelelahan/malaise, perubahan pola tidur
 Tanda : kelelahan otot, menurunnya masa otot, respon fisiologis
terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung,
pernafasan
2) Sirkulasi
 Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama
padacedera
 Tanda : takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi
perifer, pucat atau sianosis, perpanjangan pengisian kapiler
3) Integritas ego
 Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan
(keluarga, pekerjaan, gaya hidup, dan lain-lain), mengkhawatirkan
penampilan (menurunnya berat badan), mengingkari diagnose,

8
merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan
depresi
 Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku
marah, menangis, kontak mata yang kurang.
4) Eliminasi
 Gejala : diare yang terus menerus, sering atau tanpa disertai kram
abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
 Tanda : feses encer atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare pekat
yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,  perianal.
Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine.
5) Makanan/cairan
 Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan,
mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan.  penurunan
berat badan yang progresif.
 Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising
usus hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya
selaput puih dan perubahan warna, edema.
6) Hygiene
 Gejala : tidak dapat menyelesaikan APS
 Tanda : memperlihatkan penampilan yang tidak rapih, kekurangan
dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri
7) Neurosensori
 Gejala : sakit kepala, perubahan status mental, kehilangan
ketajaman/kemampuan diri untuk mengawasi masalah, tidak mmapu
mengingat/konsentrasi menuurn, kelemahan otot, tremor, dan
perubahan ketajaman penglihatan, kebas, kesemuta pada ekstremitas
(kaki menunjukan perubahan paling awal)
 Tanda : perubahan status mental dengan rentng atau kacau mental
sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran
menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide  paranoid,
ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis.

9
Timbul reflek tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya
berjalan ataksia, tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya
motorik fokalis. Hemoragi retina dan eksudat.
8) Seksualitas
 Gejala : riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan
hubungan seksual deang pasangan yang positif HIV,  pasangan
seksual multipel, aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks
anal, menurunnya libido, penggunaan kondom yang tidak konsisten.
 Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil. Genetalia (kutil,
herpes)
9) Interaksi social
 Gejala : kehilangan kerabat/orang terdekat, teman, pendukung, rasa
takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan
penolakan/kehilangan pendapatan, isolasi, kesepian, teman dekat
ataupun pasangan yang meninggal karena AIDS, mempertanyakan
kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana
 Tanda : perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas
yang tak terorganisasai
d. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan umum :
a) Kesadaran : dapat terjadi peurunan kesadaran hingga koma
b) Nadi : penurunan/peningkatan nadi
c) Pernafasan : penurunan/peningkatan RR
d) Suhu : demam menetap >4 minggu
e) BB : pada stadium awal-akhir akan mengalami
penurunan berat badan secara progressive
2) Pemeriksaan fisik head to toe :
a) Kepala :
Sebhorroic dermatitis, gejala pneumocystis cranii, nyeri kepala
menetap
b) Kulit :

10
Infeksi kulit umum, herpes simplex,  Papular pruritic eruption (PPE)
pada lengan, tungkai dan bokong, turgor kulit tidak elastis, sarkoma
kaposi
c) Mata :
Retinitis, gejala floaters, penglihatan kabur, atau kehilangan
penglihatan.
d) Hidung : -
e) Telinga : -
f) Mulut
 Lesi pada mulut Kapossi sarcoma
 Candida oral plaque putih yang melapisi rongga mulut
dan lidah candidiasis
 Candidiasis esophagus
 Hairy leukoplakia : lesi/plaque atau seperti proyeksi rambut
bergelombang pada bagian lateral lidah yang tidak nyeri & tidak
dapat hilang dengan menggosoknya
 Ginggivitas
 Angular chelitis
g) Leher
Lymphadenopathy persistent
h) Dada/pernafasan
 Sesak nafas (dispneu, takipneu)
 Batuk produktif dan batuk non produktif dengan SaO2<80%
(PCP)
 Retraksi interkostalis
 Infeksi saluran pernafasan atas yang berulang
 Batuk menetap >4 minggu
 Gejala tuberculosis paru
i) Abdomen/Gastrointestinal

11
Anoreksia, muntah, diare kronis, inkontinen alvi,
hepatosplenomegali
j) Sistem Reproduksi
Adanya lesi atau keluaran dari genital (herpes simpleks)
k) Ekstremitas atas/ bawah
Wasting syndrome, Papular pruritic eruption (PPE) simetris
l) Neurologis
Ataxia, kurang kordinasi (ADC), kehilangan sensori, apasia,
kehilangan konsentrasi, kehilangan memori (ADC= AIDS  Dementia
Complex), apatis, depresi, paralysis.
e. Terapi
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya
yaitu :
a) Pengendalian infeksi oportunistik
Bertujuan untuk mengilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
oportunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan
kritis.
b) Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien dengan HIV positif asimptomatik
dan sel T4>500mm3
c) Terapi Antiviral baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun
dengan menghambat replikasi virus/memutuskan rantai reproduksi virus
pada prosesnya. Obat-obatan ini adalah :
 Didanosine  
 Ribavirin  

12
 Diedoxycytidine  
 Recombinant CD 4 dapat larut
d) Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk
menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS
e) Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang,
makanmakanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-
obatan yang mengganggu fungsi imun
f) Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

B. Diagnosa Keperawatan
1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan : kelemahan,kelelahan, efek samping
pengobatan, demam, malnutrisi, gangguan pertukaran gas (sekunder terhadap
paru-paru)  
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi,
kelelahan, infeksi respirasi, sekresi trakeobronkhial, keganasan paru,
pneumothoraks.
3) Diare yang berhubungan dengan kuman patogen usus dan atau infeksi HIV
4) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor penurunan respon
imun
5) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan faktor : Tidak adekuatnya
pemasukan nutrisi sebagai faktor sekunder AIDS pada sistem pembuangan
(GI), nyeri lesi dimulut
6) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan infeksi HIV, ekskoriasi
dan diare
7) Isolasi sosial yang berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri dari
sistem pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan bila dirinya menulari orang
lain

13
C. Intervensi Keperawatan
No Dx Keperawatan NIC NOC
1. Intoleransi aktivitas Setelah di lakukan tindakan keperawatan - Memanajemen energi
berhubungan dengan : selama..24 jam klien menunjukan aktivitas  Melakukan peningkatan
kelemahan,kelelahan, sehari-hari dengan baik latihan : latihan kekuatan
efek samping Kriteria Hasil:  Melakukan bantuan
pengobatan, demam, Mentoleransi aktivitas yang bisasa Perawatan diri
malnutrisi, gangguan dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi  Meningkatkan tidur
pertukaran aktivitas, ketahanan,  penghematan energy,  Memanajemen lingkungan :
gas(sekunder terhadap kebugaran fisik, energy psikomotorik, dan Kenyamanan
paru-paru) perawatan diri, ADL. - Meningkatkan latihan
Intervensi :
- Melakukan terapi latihan
- Manajemen energi
- Melakukan terapi musik
 Peningkatan latihan : latihan kekuatan
- Memanajemen berat badan
 Bantuan Perawatan diri
- Memanajemen nyeri
 Peningkatan tidur
 Manajemen lingkungan : Kenyamanan
- Peningkatan latihan
- Terapi latihan
- Terapi musik
- Manajemen berat badan
- Manajemen nyeri
2. Kebersihan jalan Setelah di lakukan tindakan keperawatan - Memastikan kebutuhan oral /
napas tidak efektif selama..24 jam klien menunjukan jalan tracheal suctioning.
berhubungan dengan napas sudah efektif. - Menganjurkan pasien untuk
penurunan energi, Kriteria Hasil : istirahat dan napas dalam
kelelahan, infeksi - Respiratory Status : Ventilation - Memposisikan pasien untuk
respirasi, sekresi - Respiratory Status : Airway Patency memaksimalkan ventilasi
- Aspiration Control - Melakukan fisioterapi dada jika
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan perlu
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis - Mengeluarkan sekret dengan

14
dan dyspneu (mampu mengeluarkan batuk atau suction
sputum, bernafas dengan mudah, tidak - Melakukan auskultasi suara
ada pursed lips) nafas, catat adanya suara
- Menunjukkan jalan nafas yang tambahan
paten(klien tidak merasa tercekik, irama - Memberikan bronkodilator :
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
- Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang penyebab.
- Saturasi O2 dalam batas normal
- Foto thorak dalam batas normal
Intervensi :
- Pastikan kebutuhan oral/tracheal
suctioning
- Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas
dalam
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
- Berikan bronkodilator :

3. Diare yang Setelah di lakukan tindakan keperawatan - Memanajemen Diare


berhubungan dengan selama..24 jam klien tidak menunjukkan  Memonitor elektrolit
kuman  patogen usus gejala diare.  Memanajemen
dan atau infeksi HIV Kriteria hasil : elektrolit/cairan
- Diare tidak terjadi  Memonitor cairan
- BAB tidak lebih dari 3 kali - Memanajemen pengobatan

15
- Stool berbentuk padat  Memanajemen nutrisi
Intervensi :  Melakukan perawatan
- Manajemen Diare Ostomi
 Monitor elektrolit - Melakukan pengecekan kulit
 Manajemen elektrolit/cairan
 Monitor cairan
- Manejemen Pengobatan
 Manajemen Nutrisi
 Perawatan Ostomi
 Pengecekan kulit
4. Risiko tinggi terhadap Setelah di lakukan tindakan keperawatan  Memantau JDL dan CD4
infeksi  berhubungan selama..24 jam klien tidak menunjukan  Memantau temperatur setiap 4
dengan faktor infeksi. jam
:Penurunan respon Kriteria Hasil:  Memberikan obat antibiotik
imun temperature dan SDP kembali ke batas dan evaluasi ke efektifannya .
normal, keringat malam berkurang dan jamin pemasukan cairan paling
tidak ada batuk, meningkatnya, masukan sedikit 2-3 liter sehari
makanan, tercapai penyembuhan luka atau  Merujuk ke ahli diet untuk
lesi pada waktunya. membantu memilih dan
Intervensi : merencanakan makanan untuk
- Pantau JDL dan CD4 kebutuhan nutrisi.
- Pantau temperatur setiap 4 jam  Memakai sarung tangan bila
- Status umum (apendiks F) setiap 8  jam kontak dengan darah atau
- Berikan obat antibiotik dan evaluasi ke cairan tubuh adalah mungkin
efektifannya .jamin pemasukan cairan terjadi.
paling sedikit 2-3 liter sehari.  Mencuci tangan sebelum dan
- Rujuk keahli diet untuk membantu sesudah kontak dengan  pasien
memilih dan merencanakan makanan , termasuk sebelum dan
untuk kebutuhan nutrisi. Ikuti prinsip- sesudah memakai sarung
prinsip kewaspadaan umum terhadap tangan.
darah dan cairan tubuh. Gunakan  Memasang label katagori

16
pencegahan dasar yang sesuai untuk spesifik isolasi pada pintu
mencegah kontaminasi terhadap kulit dan kamar pasien. Jika ada TB
mukosa membran, bila kontak dengan paru, pakai masker dan
darah atau cairan tubuh nasehatkan semua anggota
- Pakai sarung tangan bila kontak dengan keluarga pasien untuk skrining
darah atau cairan tubuh adalah mungkin TB, jelaskan TB adalah
terjadi. menular.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak  Memakai skort dan kacamata
dengan pasien , termasuk sebelum dan untuk menghindarkan bila ada
sesudah memakai sarung tangan. percikan cairan tubuh yang
- Pasang label katagori spesifik isolasi pada mungkin terjadi.
pintu kamar pasien. Jika ada TB paru,  Menghindarkan penggunaan
pakai masker dan nasehatkan semua jarum yang telah dipakai.
anggota keluarga  pasien untuk skrining Tempatkan semua benda tajam
TB, jelaskan TB adalah menular. kedalam kontainer
- Masker tidak diperlukan untuk PCP sebab pembuangan.
kemungkinan infeksi disebabkan oleh  Membersihkan tumpahan
jamur yang ada pada tubuhnya sendiri darah dengan 1:10 cairan
- Pakai skort dan kacamata untuk pemutih (natrium hipoklorida)
menghindarkan bila ada percikan cairan  Memelihara kenyamanan suhu
tubuh yang mungkin terjadi. kamar. Jaga kebersihan dan
- Hindarkan penggunaan jarum yang telah keringnya kulit
dipakai. Tempatkan semua  benda tajam
kedalam kontainer  pembuangan.
- Bersihkan tumpahan darah dengan 1:10
cairan pemutih (natrium hipoklorida)
- Tidak untuk dianjurkan untuk sembarang
orang untuk memberikan  perawatan pada
pasien yang mempunyai luka atau lesi
berek
5. Perubahan nutrisi Setelah di lakukan tindakan keperawatan - Memantau :

17
kurang dari kebutuhan selama..24 jam klien menunjukan nutrisi  Berat badan, setaip hari
berhubungan dengan terpenuhi.  Masukan dan haluaran setiap 8
faktor : Tidak Kriteria Hasil: jam
adekuatnya Tidak ada penurunan berat badan lebih  Albumin serum dan BUN
pemasukan nutrisi lanjut, hasil laboratorium keseimbangan  Persentase makanan yang
sebagai faktor nitrogen positifdan albumin serum sampai dimakan setiap makan - Jika
sekunder AIDS pada kebatas normal, lemah dan letih  berkurang, cairan diare berlebih :
sistem pembuangan secara verbal dinyatakan sehat.  Mempertahankan puasa dan
(GI), nyeri lesi Intervensi : pengobatan, terutama infus
dimulut. - Pantau : NPT
 Berat badan, setaip hari  Memberikan obat-oabt anti
 Masukan dan haluaran setiap 8 jam diare dan evaluasi
 Albumin serum dan BUN keefektifannya.
 Persentase makanan yang dimakan setiap - Merujuk ke ahli diet untuk
makan membantu memilih dan
- Jika cairan diare berlebih : merencanakan makanan untuk
 Pertahankan puasa dan  pengobatan, kebutuhan nutrisi.
terutam ainfus NPT
 Berikan obat-obatan anti diare dan
evaluasi keefektifannya.
 Berangsur-angsur mulai lagi  pemberian
makan per oral  biladiare terkontrol.
Anjurkan untuk menggunakan bebas
laktose, rendah lemak, tinggi serat, ini
akan menurunkan volume diare. Konsul
kedokter  jika diare tetap berlangsung
atau
6. Kerusakan integritas Setelah di lakukan tindakan keperawatan - Memonitor elektrolit
kulit yang selama..24 jam klien tidak menunjukan - Memanajemen cairan
berhubungan dengan kerusakan intregitas kulit. - Memonitor cairan
infeksi HIV, Kriteria Hasil: - Perlindungan Infeksi

18
ekskoriasi dan diare.  Integritas kulit yang baik bisa  Melakukan perlindungan
dipertahankan (sensasi, elastisitas, terhadap latex
temperatur, hidrasi, pigmentasi)  Melakukan pemberian obat :
 Tidak ada luka/lesi pada kulit telinga, mata, rektum, vagina
 Perfusi jaringan baik  Memanajemen nutrisi
 Menunjukkan pemahaman dalam  proses - Melakukan terapi nutri
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya - Melakukan pengaturan posisi
cedera  berulang - Melakukan perawatan kulit :
 Mampu melindungi kulit dan Pengobatan topikal
mempertahankan kelembaban kulit dan - Pengecekan kulit
perawatan alami  Membidai
Intervensi :  Menjahit luka
- Monitor elektrolit - Perawatan luka
- Manajemen cairan  Melakukan irigasi luka
- Monitor cairan  Meningkatan Latihan :
- Perlindungan Infeksi Peragangan
 Perlindungan terhadap latex  Mengontrol infeksi
 Pemberian obat : telinga, mata, rektum,  Melakukan perlindungan
vagina
 Manajemen nutrisi
- Terapi nutrisi
- Pengaturan posisi
- Perawatan kulit : Pengobatan topikal
- Pengecekan kulit
 Pembidaian
 Menjahit luka
- Perawatan luka
 Irigasi luka
 Peningkatan latihan : Peregangan
 Kontrol infeksi

19
 Perlindungan infeksi
 Manajemen nutrisi
 Terapi nutrisi
7. Isolasi sosial yang Setelah di lakukan tindakan keperawatan - Terapi Aktivitas
berhubungan dengan selama..24 jam klien menunjukkan aktivitas  Meningkatkan citra tubuh
stigma penyakit, sosialnya yang baik.  Membangun hubungan yang
penarikan diri dari Kriteria Hasil : kompleks
- Wajah cerah, tersenyum  Manajemen lingkungan
- Mau berkenalan  Memberikan dukungan
- Ada kontak mata emosional
- Bersedia menceritakan perasaan  Meningkatkan integritas
- Bersedia mengungkapkan masalahnya keluarga
Intervensi :  Melakukan terapi relaksasi
- Terapi aktivitas - Meningkatkan kesadaran diri
 Peningkatan citra tubuh - Meningkatkan harga diri
 Membangun hubungan yang kompleks - Meningkatkan sosialisasi
 Manajemen lingkungan - Meningkatkan sistem
 Dukungan emosional dukungan
 Peningkatan intregitas keluarga - Memfasilitasi proses berduka

 Terapi relaksasi - Memanajemen berat badan


- Peningkatan kesadaran diri
- Peningkatan harga diri
- Peningkatan sosialisasi
- Peningkatan sistem dukungan
- Fasilitasi proses berduka
- Manajemen berat badan

20
DAFTAR PUSTAKA

Murtiastutik D. 2008, ‘HIV & AIDS’ In : Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya :
Airlangga University Press,pp. 211-231

Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik.Edisi 4. [Serial Online]
file:///C:/Users/hpcomp/Downloads/Documents/4b991e67df07c17a41ff9bf 
ceff6ea76.pdf (diakses pada 08 Juli 2020)

Martono. 2006. Peran Perawat Indonesia Dalam Pencegahan Peningkatan Kasus


HIV/AIDS. Jakarta : Balai Pustaka. [Serial Online]

21
file:///C:/Users/hpcomp/Downloads/Documents/4b991e67df07c17a41ff9bf 
ceff6ea76.pdf (diakses pada 08 Juli 2020)

22

Anda mungkin juga menyukai