Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TERAPI SELF PADA PENDERITA HIV AIDS

MATA KULIAH : KEPERAWATAN HIV AIDS


Dosen Pengampu : Dr. Eva Nirmala,

Disusun Oleh:
Silvia Juriah Marlena (01.2.19.00705)
Thalia Rossalinda (01.2.19.00706)
Widya Setia Pratiwi (01.2.19.00708)
Wisnu Putra Rusdiantony (01.2.19.00709)
Yunita Kristiani (01.2.19.00710)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS BAPTIS KEDIRI


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmatNya dan karuniaNya, sehingga kami dapat menyusun makalah
pada mata kuliah Keperawatan HIV AIDS dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Makalah ini dibuat dari berbagai informasi di internet dan buku literatur
yang ada serta beberapa bantuan dari pihak lain untuk membantu
menyelesaikan makalah ini. Terwujudnya tugas ini, tidak terlepas dari bantuan
dari berbagai pihak, oleh karena itu kami selaku kelompok mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Eva Nirmala, selaku dosen pengampu pada mata kuliah Keperawatan
HIV AIDS yang telah memberikan ilmu dan wawasan dalam menyusun
tugas ini.
2. Semua sumber-sumber yang telah membantu kami dalam menyelesaikah
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik dari
pembaca sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah kami
selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak baik itu penulis dan pembacanya.

Kediri, 23 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................
1.3 Tujuan Masalah...............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................
2.1 Definisi ...........................................................................................................
2.2 Teknik Yang Melandasi Terapi SELF.............................................................
2.3 Tahap-Tahap Terapi SELF .............................................................................
2.4 Faktor Keberhasilan Terapi SELF...................................................................
2.5 Penerapan Terapi SELF...................................................................................
2.6 Manfaat Terapi SELF......................................................................................
2.7 Terapi Seft Untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien ODHA...................
Bab III Penutup...................................................................................................
3.1 Kesimpulan......................................................................................................
3.2 Saran................................................................................................................
Daftar Pustaka.....................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah menjadi masalah kesehatan yang
utama (WHO, 2018). HIV merupakan virus yang menyerang sel darah putih yang
berfungsi untuk melawan infeksi dan penyakit dan menyebabkan menurunnya
sistem kekebalan tubuh. HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual yang tidak
aman, transfusi darah, penggunaan jarum suntik atau peralatan lain yang sudah
terkontaminasi, serta melalui ibu kepada anaknya ketika masa kehamilan,
kelahiran, dan menyusui. Di Indonesia, ODHA yang berusia 0–14 tahun sebanyak
16.884 dan usia di atas 15 tahun sebanyak 591.823. Berdasarkan perhitungan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KKRI) tahun 2014 menunjukkan
bahwa adanya estimasi peningkatan ODHA pada tahun 2011-2016, yaitu dari
0.38% menjadi 0.5% pada populasi yang berusia 15-49 tahun. Wiendra Waworuntu
selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung
Kemenkes juga menyatakan bahwa usia produktif (20-39 tahun) merupakan usia
dengan ODHA terbanyak (Putra, 2017; KKRI, 2014). Provinsi DKI Jakarta dan
Banten masuk dalam 10 provinsi dengan kasus HIV terbanyak pada tahun 2017,
dengan jumlah kasus sebanyak 6.019 untuk Jakarta dan 989 kasus untuk Banten
(Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI dalam Gunadi, 2017).
HIV/AIDS merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan belum
ditemukan obat yang dapat memulihkan hingga saat ini (Nursalam & Ninuk, 2007).
Jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh dunia sebanyak 34 juta orang dengan
HIV/AIDS termasuk 3,4 juta anak-anak (UNAIDS, 2011). Kasus HIV/AIDS di
Indonesia tahun 2011 mencapai 21.770 yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia.
ODHA yang mengalami depresi dapat terjadi karena masalah fisik dan berdampak
langsung pada fungsi kekebalan tubuh yang ditandai dengan penurunan jumlah sel
darah putih atau CD4+ dan kepatuhan terhadap pengobatan ARV (Hinkle &
Cheever, 2014; Lombardi, Mizuno & Thornberry, 2010).
ODHA perlu diberikan perhatian secara holistik termasuk gejala-gejala yang
dialami, salah satu gejala depresi menurut Beck Depression Inventory (1967)
dalam Safitri dan Sadif (2013) yaitu gejala emosional dan gejala kognitif dan gejala
lainnya (Digiulio, Jackson & Keogh, 2014), hal ini juga sependapat dengan
Wahyu, Taufik & AsmidirIlyas (2012) yang mengatakan bahwa depresi timbul
akibat dari efek emosi seseorang dimana jika efek tersebut tidak diatasi akan
mengakibatkan tekanan emosional (energi negatif) dalam tubuh. Energi negatif
dalam tubuh dapat diatasi dengan merangsang titik-titik kunci di sepanjang 12 jalur
energi (energi meridian). Teknik yang digunakan untuk merangsang energi
meridian tersebut dikenal dengan terapi SEFT.
Terapi SEFT merupakan salah satu terapi komplementer, dalam psikologi
SEFT diartikan sebagai suatu metode untuk mengelola potensi yang sistematis
sehingga dapat digunakan untuk beberapa tujuan dalam meningkatkan
kesejahteraan jiwa (Putra, 2015; Safitri & Sadif, 2013). Efektifnya terapi SEFT
tergantung dari spiritual power dan energy psychology (Putra, 2015). Teknik SEFT
dibagi menjadi versi lengkap dan versi inti, dimana teknik ini merangsang titik-titik
kunci disepanjang 12 jalur energi (enegi meridian) tubuh. Menstimulasi titiktitik

1
meridian tubuh dengan intensitas ketukan yang sama selama 10-15 menit dapat
membantu mengurangi kecemasan dan membuat perasaan menjadi lebih tenang,
nyaman dan menstimulasi pengeluaran hormon endorfin yang berfungsi sebagai
hormon kebahagiaan (Zakiyah, 2013; Rofacky & Aini, 2016).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti berkeinginan untuk
melakukan penelitian tentang pengaruh terapi SEFT terhadap perubahan skor
depresi pada ODHA.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi terapi Seft pada penderita HIV AIDS ?
2. Bagaimana Teknik yang melandasi terapi SEFT ?
3. Apa saja Tahap – tahap terapi SEFT ?
4. Apa Factor keberhasilan SEFT?
5. Bagaimana Penerapan terapi SEFT?
6. Apa Manfaat terapi SEFT?
7. Bagaimana pengaruh terapi SEFT mempengaruhi peningkatan kualitas
hidup ODAH ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui Definisi terapi Seft pada penderita HIV AIDS
2. Mengetahui Teknik yang melandasi terapi SEFT
3. Mengetahui Tahap – tahap terapi SEFT
4. Mengetahui Factor keberhasilan SEFT
5. Mengetahui Penerapan terapi SEFT
6. Mengetahui Manfaat terapi SEFT
7. Mengetahui pengaruh terapi SEFT mempengaruhi peningkatan kualitas
hidup ODAH

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Menurut Zainuddin (2010), terapi SEFT merupakan terapi
dengan menggunakan gerakan sederhana yang dilakukan untuk
membantu menyelesaikan permasalahan sakit fisik maupun psikis,
meningkatkan kinerja dan prestasi, meraih kedamaian dan
kebahagiaan hidup. Rangkaian yang dilakukan adalah; the set up
(menetralisir energi negatif yang ada di tubuh), the tune-in
(mengarahkan pikiran pada tempat yang dirasakan), dan the
tapping (mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik
tertentu di tubuh manusia). Terapi SEFT menggabungkan antara
sistem kerja energi psikologi dengan kekuatan spiritual, sehingga
menyebutnya dengan  Ampliflying Effect (efek pelipatgandaan).
Pada tahap-tahap pelaksanaannya dibutuhkan tiga hal yang
harus dilakukan dengan serius, yaitu khusyu, ikhlas, dan pasrah.
Ketiga hal inilah yang  menjadi kunci kesuksesan pada pelaksanaan
terapi SEFT (Zainuddin, 2010).
Anwar & Triana (2011) mengartikan SEFT sebagai sebuah
teknik yang antara spiritualitas melalui doa, keikhlasan, dan
kepasrahan, dengan psikologi energi. Adanya unsur spiritualitas
adalah suatu hal yang membedakan teknik SEFT dengan berbagai
teknik terapi yang berbasis psikologi energi lainnya. Aziz (Maryati
dkk, 2013) mengatakan bahwa SEFT adalah metode yang dapat
digunakan untuk meningkatkan tingkat spiritualitas dan bersatu
dengan kekuatan ilahi yang memungkinkan orang untuk menjadi
lebih bahagia, lebih puas dalam hidup, kepastian hidup sehingga
tidak mudah mengalami stress.

2.2 Teknik Yang Melandasi Terapi SELF


Menurut Zainuddin (2010), terdapat tiga teknik utama yang
mendasari SEFT, yaitu :

3
1. Energy therapy dan akupuntur
Pada saat seseorang memiliki permasalahan karena
ketidakteraturan jalannya energi meridian maka permasalahan
fisik maupun psikologis dapat terjadi. Dengan merangsang
beberapa titik akupunktur yang mewakili 12 jalur energi
meridian, maka penyakit atau permasalahan tersebut dapat diatasi
karena kekacauan energi meridian disebabkan adanya
ketidakseimbangan energi atau “chi” dalam aliran meridian.
SEFT menggunakan terapi energi pada tahap tapping, dengan
mengetuk-ngetuk ke-18 titik yang mewakili jalannya energi
meridian tersebut, sehingga mengurangi atau menghilangkan
permasalahan fisik maupun psikologis yang ada (Zainuddin,
2010).
2. Powerfull prayer
Segala aktivitas terapinya dengan kekuatan doa.
Berdasarkan beberapa penelitian ilmiah dinyatakan bahwa
kekuatan doa akan membantu klien dalam menyelesaikan
permasalahannya, baik fisik maupun psikologis. Zainuddin
(2010) juga mengatakan bahwa dengan penyerahan segala
tindakan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, maka segala sesuatu
usaha tersebut akan memiliki energi dua kali lipat. Pada saat
seseorang menyerahkan segalanya kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, maka energy yang dihasilkan adalah energi positif dan
mendapatkan kejernihan pikiran, sehingga secara ilmiah
individu tersebut mampu berpikir secara jernih dan merasakan
segala permasalahan yang dihadapinya mendapatkan solusi. Oleh
karena itu, SEFT menempatkan powerfull prayer ke dalam salah
satu faktor keberhasilan terapinya, dan hal ini sesuai dengan
penelitian Dossey (1993) tentang efek do’a terhadap
penyembuhan pasiennya.
3. Eye Movement Desentisation Reprocecesing (EMDR)
Pada terapi SEFT, EMDR dilakukan pada tahap akhir,

4
yakni setelah tahap tapping, yakni pada titik gamut spot. Titik
gamut spot ini terletak di antara ruas tulang jari kelingking dan
jari manis. Terdapat 9 langkah, yang dalam terapi EMDR
disebut The ninth gamut procedure. Ke-9 langkah tersebut
dilakukan dalam versi lengkap SEFT, tetapi dalam versi inti
SEFT. Keseluruhan terapi tersebut, merupakan terapi-terapi
yang mendasari SEFT. Dari terapi-terapi tersebut di atas,
akhirnya dibentuk sebuah terapi yang sifatnya sederhana
sehingga mampu dipahami oleh orang-orang awam. SEFT
lebih ditekankan pada perkembangan teknik pada terapinya,
bukan pada teori yang menduku ngnya, tetapi pada beberapa
banyak orang bisa merasakan manfaat dari SEFT, dan
bagaimana efektivitas terapi itu di lapangan.

2.3 Tahap-Tahap SELF


Menurut Zainuddin (2010), SEFT dikembangkan menjadi 4
domain, diantaranya :
1. SEFT  for healing, yaitu meraih kesehatan dan kesembuhan baik
fisik maupun psikis secara maksimal;
2. SEFT for success, yaitu meraih apapun yang individu inginkan
secara pribadi;
3. SEFT for happiness, yaitu meraih kebahagiaan;
4. SEFT  for individual greatness, yakni bagaimana membentuk
pribadi yang baik dan benar dan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan.

Tahap-tahap SELF sebagai berikut :


1. The set up
The set up bertujuan untuk memastikan agar aliran energy
psychology terarahkan dengan tepat. Langkah ini dilakukan
untuk menetralisasi perlawanan psikologis, berupa pikiran
negatif spontan atau keyakinan bawah sadar negatif. Beberapa

5
contoh perlawanan psikologis antara lain:
a. “Saya tidak bisa mencapai impian saya” 
b. “Saya tidak bisa menghindari rasa bersalah yang terus
menerusmenghantui hidup saya” 
c. “Saya marah dan kecewa kepada pasangan saya karena dia
tidak seperti yang saya harapkan” 
d. “Saya tidak bisa melepaskan diri dari kecanduan merokok” 
e. “Saya tidak termotivasi untuk belajar, saya pemalas” 
f. “Saya menyerah, saya tidak mampu melakukannya”
g. “Saya……saya…….saya….. dan lain sebagainya”.

Jika keyakinan atau pikiran negatif seperti contoh di atas


terjadi, maka yang perlu dilakukan adalah The Set-Up Words,
yaitu beberapa kata yang perlu diucapkan dengan penuh
perasaan untuk menetralisir psychological reversal (keyakinan
dan pikiran negatif). The set-up words adalah “doa
kepasrahan” kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Bahwa apapun
masalah dan rasa sakit yang dialami saat ini, diikhlaskan
menerimanya, dan dipasrahkan kesembuhannya pada Tuhan
Yang Maha Kuasa.
2. The tun in
Pada permasalahan fisik, dapat dilakukan tune-indengan cara
merasakan rasa sakit yang dialami, lalu mengarahkan pikiran ke
tempat rasa sakit dan sambil terus melakukan 2 hal tersebut, hati
dan mulut mengatakan seperti: “Ya Tuhan Yang Maha Kuasa
saya ikhlas, saya pasrah,”atau “Ya Allah (Ya Tuhan YME)
saya Ikhlas menerima sakit saya ini, saya pasrahkan
padaMu kesembuhan saya”.
Pada masalah emosi, dapat dilakukan tune-in dengan cara
memikirkan sesuatu atau peristiwa spesifik tertentu yang dapat
membangkitkan emosi negatif yang ingin dihilangkan. Ketika
terjadi reaksi negatif (marah, sedih, takut, dan sebagainya) hati

6
dan mulut mengatakan seperti: “Ya Tuhan Yang Maha
Kuasa..saya ikhlas..saya pasrah”
3. The capping
Tahap ini adalah tahap yang dilakukan bersamaan dengan
tahap tunein. Pada proses inilah (tune-in yang dibarengi tapping)
menetralisasikan emosi negatif atau rasa sakit fisik. Tapping
adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik
tertentu pada tubuh sambil terus tune in. Titiktitik ini adalah titik-
titik kunci dari major energy meridians, yang jika diketuk
beberapa kali akan berdampak pada ternetralisasinya gangguan
emosi atau rasa sakit yang dirasakan, karena aliran energy
psychology berjalan dengan normal dan seimbang kembali.
Tahap ini akan area prefrontal korteks di otak yang dapat
merangsang korpus amigdala. Rangsangan pada korpus amigdala
akan reaksi emosi, sehingga diharapkan sugesti yang diiringi
dengan ketukan ringan (tapping) dapat mengubah persepsi yang
salah dan mengubahnya menjadi persepsi yang benar mengenai
penerimaan diri. Titik- titik tersebut adalah:
a. Cr (Crown), pada titik di bagian atas kepala.
b. EB ( Eye Brown), pada titik permulaan alis mata.
c. SE (Side of the Eye), di atas tulang disamping mata.
d. UE (Under the Eye), 2 cm di bawah kelopak mata.
e. UN (Under the Nose), tepat di bawah hidung.
f. Ch (Chin), di antara dagu dan bagian bawah bibir.
g. CB (Collar Bone), diujung tempat bertemunya tulang dada,
collar bone, dan tulang rusuk pertama.
h. UA (Under the Arm), di bawah ketiak sejajar dengan puting
susu (pria) atau tepat di bagian tengah tali bra (wanita).
i. BN ( Bellow Nipple), 2,5 cm di bawah putting susu (pria)
atau diperbatasan antara tulang dada dan bagian bawah
payudara.
j. IH ( Inside of Hand), di bagian luar tangan yang berbatasan

7
dengan telapak tangan.
k. OH (Outside of Hand), di bagian luar tangan yang berbatasan
dengan telapak tangan.
l. Th (Thumb), ibu jari disamping luar bagian bawah kuku.
m. IF ( Index Finger), jari telunjuk di samping luar bagian
bawah kuku (dibagian yang menghadap ibu jari).
n. MF ( Middle Finger), jari tengah samping luar bagian bagian
bawah kuku (di bagian yang menghadap ibu jari).
o. RF ( Ring Finger), jari manis di samping luar bagian bawah
kuku (dibagian yang menghadap ibu jari).
p. BF ( Baby Finger), di jari kelingking di samping luar bagian
bawah kuku (dibagian bawah menghadap ibu jari).
q. KC ( Karate Chop), disamping telapak tangan, bagian yang
digunakan untuk mematahkan balok saat karate.
r. GS (Gamut Spot), di bagian antara perpanjangan tulang jari
manis dan tulang jari kelingking

2.4 Faktor Keberhasilan SELF


Menurut Zainuddin (Verasari, 2012), ada lima hal yang harus
diperhatikan agar SEFT berdampak efektif. Kelima hal ini harus
dilakukan selama proses terapi, mulai dari set up, tune-in, hingga
tapping, yakni :
1. Yakin
Dimana keyakinan di dalam diri klien bahwa emosi dan
semua penyakit yang dirasakannya dapat disembuhkan,
menegaskan bahwa kepercayaan dan keyakinan orang sakit untuk
sembuh merupakan setengah dari kesembuhan, bahkan juga
lebih. Dengan keyakinan yang dimiliki oleh seorang klin tentang
kesembuhannya tersebut, secara tidak langsung akan mngubah
perspektif pemikirannya, misalnya banyak waktu yang
digunakan untuk memikirkan enyakitnya, namun setelah adanya
keyakinan untuk sembuh, maka waktu yang biasanya

8
digunakan untuk memikirkan penyakit, maka keyakinan akan
menumbuhkan rasa optimisme dan kepercayaan diri.
1. Khusyu’
Menurut Kahil (Verasari, 2012), selama melakukan terapi
khususnya pada saat tahap set up, klien diharuskan
berkonsentrasi, atau khusyu’ dengan memusatkan pikiran pada
saat berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Setiap kali
seseorang dalam kondisi khusyu’, getaran gelombangnya yang
dipancarkan otak menjadi semakin berkurang. Hal ini
mengistirahatkan otak dan membantunya untuk memperbaiki
kerusakan yang diakibatkan oleh penyakit atau dikarenakan
gangguan jiwa. Oleh karena itu, beberapa peneliti yakin bahwa
emosi membuat otak lelah sehingga dapat memperpendek umur
seseorang. Dengan khusyu’, maka akan mengaktifkan area
sensitif otak dengan aktifitas positif dengan menghapus
akumulasi negatif dan kerusakan yang menimpa bagian-
bagian tersebut akibat berbagai peristiwa yang pernah
dilaluinya. Secara psikologis akan muncul perasaan tenang
(rileks), pernapasan, dan denyut jantung yang teratur, serta
kestabilan emosi dan memunculkan kesabaran diri dalam diri
seseorang yang menjalaninya.
2. Ikhlas
Artinya ridho atau menerima rasa sakit (baik fisik
maupun emosi) dengan sepenuh hati. Saat seseorang mampu
merasakan ikhals, maka akan terdapat ketenangan dalam hati dan
ejernihan pikiran, karena tidak timbulnya rasa tergesa- gesa,
cemas akan situasi yang terjadi, dah terjadi atau belum terjadi,
dan tidak mudah mengeluh. Hal ini akan menghasilkan
pikiran positif, dan kemudian mampu memberikan kekuatan
pada diri sendiri dan kepercayan diri, karena mampu berpikir
objektif terhadap setiap permasalahan yang dihadapinya.
Individu-individu yang ridho atau ikhlas terhadap diri sendiri dan

9
kondisi mereka akan lebih banyak mendapatkan kesuksesan
hidup (Verasari, 2012).
3. Pasrah, berbeda dengan ikhlas
Menurut Dwoskin (Verassari, 2012), pasrah yaitu
keyakinan disertai usaha secara optimal untuk mencari solusi.
Pengalaman mesrahkan diri menjadikan seseorang merasakan
energi yang bergerak dalam tubuhnya, dan perubahan-
perubahan ini dapat menjadi lebih nyata dengan berjalannya
waktu. Adapun tambahan sensasi fisik, yaitu etika seseorang
pasrah maka pikirannya akan menjadi semakin tenang dan
menyisakan pikiran yang lebih jernih. Ketika hal itu terjadi,
seseorang akan mulai merasakan lebih banyak solusi terhadap
permasalahan yang sementara dialaminya. Dengan berjalannya
waktu, pengalaman pelepasan ini menjadikan seseorang merasa
bahagia secara positif.
4. Syukur
Emmons & McCullough (Verassari, 2012) menemukan
bahwa denganberpikir untuk bersyukur seseorang akan memiliki
emosi positif. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan
bahwa SEFT akan efektif jika prosesnya dilakukan dengan yakin,
khusyu’, ikhlas, pasrah, dan  dengan rasa syukur. Pada akhirnya,
hasil akhir yang paling menakjubkan dari SEFT bukan hanya
kesembuhan dan selesainya masalah yang dihadapi, tetapi
adalah tumbuhnya perasaan cinta kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa. Jika hal itu terjadi, maka apapun yang akan dihadapi dan
dialami, baik sehat ataupun sakit, kaya atau miskin, ada masalah
ataupun tidak, dapat dihadapi dengan penuh keikhlasan dan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa dan senantiasa
berbuat sebaik mungkin dan bersyukur atas apa yang telah
diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

2.5 Penerapan Terapi SELF

10
Terapi EFT/SEFT dapat diterapkan baik dalam kelompok
maupun individu :
1. Individu
Penerapan terapi EFT/SEFT dalam individu merupakan media
pengembangan diri. Ini adalah bidang spesialisasi EFT/SEFT, termasuk
didalamnya adalah penggunaan EFT/SEFT untuk mengatasi berbagai
masalah pribadi. Berapa banyak orang yang stagnan atau terhenti
pengembangan dirinya hanya karena tidak dapat mengatasi satu
atau beberapa masalah pribadi. Ini bisa berupa trauma masa lalu
yang terus menghantui hidup kita, kebiasaan jelek yang sukar
kita tinggalkan, ketakutan untuk mengambil resiko, dan
sebagainya. Berusaha mengembangkan diri dengan masih
memikul beban emosi yang belum terselesaikan ibarat
mengendarai mobil dengan hand rem terkunci. Bisa maju, tetapi
tersendat-sendat, tidak bisa full-speed. EFT/SEFT adalah terapi
yang membantu membebaskan diri dari masalah masalah pribadi
tersebut. Dengan kata lain, menyelesaikan unfinished
businessyang tertunda, konflik batin yang belum terselesaikan.
Setelah bebas dari belenggu “penjajahan emosi”, barulah dapat
melangkah lebih jauh untuk mengembangkan potensi diri dengan
optimal. Mengolah diri menjadi manusia sempurna.
2. Kelompok
a) Keluarga
Keluarga adalah tempat mendapatkan “Kepuasan
terbesar”, tetapi juga berpotensi menjadi sumber
“Kepedihan terdalam”. Orang bilang keluarga bisa menjadi
surga dunia, tetapi juga bisa menjadi neraka
dunia.Kebahagiaan atau kepedihan dalam keluarga sebagian
besar berkaitan dengan “hubungan” yang terbangun antara
suami-istri dan orang tua anak. Dalam bidang ini
(membangun hubungan yang kokoh), EFT/SEFT bisa
menjadi alat bantu yang sangat bermanfaat. Menggunakan

11
EFT/SEFT bermanfaat untuk menetralisir emosi negatif
yang sering timbul dalam keluarga, misalnya rasa
cemburu yang berlebihan, mudah tersinggung atau mudah
marah, rasa kecewa karena istri/suami/anak tidak bersikap
seperti yang kita harapkan, rasa terlalu posesif atau protektif
yang tidak produktif, rasa takut kehilangan, hilangnya
romantisme atau rasa cinta, dll.
a) Sekolah
Guru dapat mengajarkan EFT/SEFTatau melakukan
EFT/SEFT pada muridnya yang mengalami gangguan emosi
seperti: bandel, sukar konsentrasi, malas belajar, moody,
masalah yang berkaitan dengan perubahan hormon seksual
pada remaja, dan sebagainya.
b) Organisasi
Memimpin atau menjadi bagian dari satu organisasi
menuntut kecerdasan emosi yang tinggi.Beberapa
ketrampilan vital dalam berorganisasi adalah menejemen
konflik, kerjasama kelompok, dan kepemimpinan.
EFT/SEFT dapat ikut berperan dalam mengendalikan emosi
negatif yang sering kali muncul saat timbul konflik,
misalnya, marah, kecewa, takut, dendam, apatis, pesimis,
cemas , dsb.
c) Bisnis
Dunia bisnis saat ini penuh dengan tantangan yang
semakin berat karena ketatnya persaingan, sekaligus
menawarkan peluang yang sangat besar bagi mereka yang
siap berjuang untuk menang. Kunci kemenangan dalam
dunia bisnis (juga dalam bidang lain) adalah peak
performance (kinerja unggul). Kinerja unggul ini bisa
berupa prestasi penjualan yang mengesankan, tingkat
produksi yang tinggi, ide ide kreatif inovatif, budaya kerja
yang efisien dan sebagainya. Dalam hal ini EFT/SEFTdapat

12
digunakan untuk mengatasi berbagai masalah yang sering
menghambat businessman atau woman untuk melakukan
kinerja unggul seperti, takut gagal dan takut sukses, kesulitan
dalam menyusun target (goals) atau dalam mengeksekusinya,
takut berbicara di depan publik (memberikan presentasi),
dsb.

2.6 Manfaat Terapi SELF


Terapi SEFT (Spiritual Emosional Freedom Technique) termasuk
teknik relaksasi, merupakan salah satu bentuk mind-body therapy
dari terapi komplementer dan alternatif dalam keperawatan. SEFT
(Spiritual Emosional Freedom Technique) merupakan teknik
penggabungan dari sistem energy tubuh (energy medicine) dan
terapi spiritual dengan menggunakan metodetapping pada beberapa
titik tertentu pada tubuh.
Terapi SEFT (Spiritual Emosional Freedom Technique)
bekerja dengan prinsip yang kurang lebih sama dengan akupuntur
dan akupresur. Ketiganya berusaha merangsang titiktitik kunci pada
sepanjang 12 jalur energi (energy meridian) tubuh. Bedanya
dibandingkan metode akupuntur dan akupresur adalah teknik SEFT
(Spiritual Emosional Freedom Technique) menggunakan unsur
spiritual, cara yang digunakan lebih aman, lebih mudah, lebih cepat
dan lebih sederhana, karena SEFT (Spiritual Emosional Freedom
Technique) hanya menggunakan ketukan ringan (tapping).
Terapi SEFT (Spiritual Emosional Freedom Technique) dapat
digunakan sebagai salah satu teknik terapi untuk mengatasi
masalah emosional dan fisik, yaitu dengan melakukan totok ringan
(tapping) pada titik syaraf atau meridian tubuh. Spiritual dalam SEFT
(Spiritual Emosional Freedom Technique) adalah doa yang
diafirmasikan oleh klien pada saat akan dimulai hingga sesi terapi
berakhir. Terapi SEFT (Spiritual Emosional Freedom Technique)

13
bersifat universal, artinya untuk semua kalangan tanpa membeda-
bedakan latar belakang keyakinan klien.
Manfaatnya antara lain :
1. Mengatasi Berbagai Masalah Fisik
Seperti : Sakit Kepala, Nyeri Punggung, Maag, Asma, Sakit
Jantung, Kelebihan Berat Badan, Alergi,dan sebagainya.
2. Mengatasi Berbagai Masalah Emosi
Seperti : Takut (phobia), Trauma, Depresi, Cemas, Kecanduan
Rokok, Stress, Sulit Tidur, Mudah Marah, atau Sedih, Gugup
Menjelang Ujian, atau Presentasi, Latah, Kesurupan, Kesulitan
Belajar, Tidak Percaya Diri, dan sebagainya.
3. Mengatasi Berbagai Masalah Keluarga dan Anak-anak
Seperti : Ketidak harmonisan Keluarga, Selingkuh, Masalah
Seksual, di ambang Perceraian, Anak Nakal, Anak Malas
Belajar, anak Mengompol, dan sebagainya.
4. Meningkatkan Prestasi
Seperti : Meningkatkan Prestasi OlahRaga, Prestasi di Tempat
Kerja, Prestasi Belajar, Meningkatkan Omset Penjualan,
Meningkatkan Performa Sales, Memperlancar Negosiasi,
Mencapai goals dan Target yang di tetapkan.
5. Meraih Kesuksesan Hidup, Meningkatkan Pendapatan, Menjadi
Money Magnet.
6. Mendapatkan Pencerahan Spiritual, Meningkatkan Kedamaian
Hati dan Kebahagiaan Diri.

2.7 Terapi Seft Untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien ODHA


Menjadi ODHA merupakan suatu yang berat dalam hidup,
dimana permasalahan yang kompleks selalu dihadapi setiap hari,
bukan hanya berurusan dengan kondisi penyakit, tetapi kondisi
penyakit yang disertai dengan stigma sosial yang sangat
diskriminatif. Stigma dan diskriminasi ini seringkali menyebabkan
menurunnya semangat hidup ODHA yang kemudian membawa efek

14
dominan menurunnya kualitas hidup ODHA. Tujuan penelitian ini
adalah mengungkap secara mendalam kualitas hidup ODHA yang
mengikuti terapi SEFT dilihat dari segi fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif
dalam bentuk studi kasus. Subjek yang diteliti dalam penelitian ini
adalah Orang dengan HIV AIDS yang mengikuti terapi
Antiretroviral. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara tidak berstruktur dan observasi nonpartisipan.
Sedangkan alat bantu pengumpulan data penelitian menggunakan
wawancara, observasi, alat perekam dan alat tulis. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan kualitas hidup ODHA yang
mengikuti terapi SEFT dalam aspek fisik adalah baik karena ketiga
subjek menyadari pentingnya menjaga kesehatan fisik sebagai
ODHA dengan minum obat Antiretroviral tepat waktu sehingga tidak
ada infeksi opportunistik yang muncul, sedangkan kualitas hidup
ODHA secara emosional, sosial, dan spiritual adalah rendah dimana
pada hasil penelitian menunjukkan bahwa ODHA kurang
mengembangkan hubungan sosial dan kehidupan spiritualnya serta
kurang memperoleh dukungan sosial baik dari keluarga dan orang-
orang di sekitarnya yang menggambarkan bahwa stigma dan
diskriminasi masih banyak yang dialami oleh ODHA. 
Orang dengan HIV/AIDS yang memiliki penerimaan diri
rendah merasa tidak puas dengan diri sendiri, yang disebabkan oleh
munculnya pikiran-pikiran negatif terhadap kondisi yang mereka
miliki, kemudian akan memunculkan perasaan kurang percaya diri,
tidak berharga, muncul perasaan takut dalam menerima keadaannya.
Hal ini di dukung dalam penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati
(2014), bahwa orang dengan HIV/AIDS (ODHA) menunjukkan
adanya perasaan dan pikiran bahwa mereka tidak yakin menjalani
kehidupan, perasaan tidak berharga, ada perasaan bersalah,
tidak percaya pada kondisi dan memiliki pikiran untuk ditolak oleh
lingkungan sekitar dan upaya membatasi bahkan menarik diri dari

15
lingkungan. Kondisi ODHA dengan pikiran dan perasaan tersebut
menggambarkan bahwa mereka memiliki pandangan negatif dan
rendah tentang dirinya. Dimana perasaan bahkan pikiran negatif akan
muncul, karena selain dampak secara fisik pada umumnya
ODHA merasakan lebih berat secara psikologis.
Pikiran negatif yang muncul dapat merugikan dan mengganggu
individu dalam melakukan kehidupan sehari-hari. Melakukan
pencegahan merupakan hal yang utama yang harus dilakukan
individu. Salah satu cara untuk mereduksi halhal yang negatif yaitu
melakukan terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT).
Pemanfaatan terapi SEFT untuk meningkatkan penerimaan diri
ODHA ini didasari asumsi bahwa kesembuhan fisik dan psikis
berasal dari Tuhan, begitu individu ikhlas dan pasrah. Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT) nekankan pada keyakinan
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, secara tepat dan sederhana
memperbaiki The Major Energy Meridians untuk menetralisir
permasalahan fisik dan emosi sebagai penyebab kurangnya
penerimaan diri (Zainuddin, 2010).
SEFT merupakan teknik penyembuhan yang memadukan
keampuhan energi psikologi dengan kekuatan do’a dan spiritualitas.
Energi psikologi adalah  ilmu yang menerapkan berbagai prinsip dan
teknik berdasarkan konsep sistem energi tubuh untuk memperbaiki
kondisi pikiran, emosi dan perilaku yang dilakukan dengan tiga
teknik sederhana, yaitu set-up, tune-in, dan tapping.
Teknik  set-up dilakukan dengan dua cara. Pertama, menekan
titik nyeri ( score spot) yang terletak di dada sebelah kiri. Secara
fisiologis,  set-up dilakukan dengan cara menekan titik nyeri yang
terletak di jantung, yang merupakan pusat dari aliran darah dalam
tubuh. Tujuan menekan titik ini adalah untuk menstimulasi pusat
aliran darah agar otot yang tadinya menegang saat berlangsung
masalah dapat mulai mengendur, denyut jantung yang berdetak
dengan cepat dapat menjadi lambat sehingga aliran darah

16
dapat berjalan dengan lancar dan seimbang ke seluruh tubuh (Ulfah,
2013).
Teknik  set-up kedua, mengucapkan kalimat  set-up (do’a) secara
berulangulang sebanyak tiga kali dengan penuh keikhlasan dan
kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Senada dengan itu,
Cornah (2006) menjelaskan bahwa salah satu cara spiritual yang
telah terbukti dapat mengatasi masalah psikis adalah dengan meditasi
pada sebuah kata atau frasa dengan makna spiritual. Secara
fisiologis, dijelaskan oleh Cornah (2006) bahwa meditasi dan
berdo’a dalam diam  dapat menurunkan tingkat norepinefrin dan
kortisol, dapat mengurangi perasaan negatif dan kesehatan mental
lainnya. Penurunan tingkat norepinefrin dan kortisol didukung oleh
penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas yoga
dan perbaikan pada masalah psikis.
Spiritualitas dapat memengaruhi berbagai mekanisme fisiologis
yang terlibat dalam kesehatan. Ada banyak emosi yang didorong
dalam spiritualitas, yaitu mencakup harapan, kepuasan, cinta dan
memberi maaf, dapat melayani individu dengan mempengaruhi
aliran saraf yang terhubung ke endokrin serta hormon kortisol.
Emosi-emosi negatif yang secara aktif mengganggu, seperti marah
atau takut, dapat memicu pelepasan neurotransmiter norepinefrin dan
endokrin serta hormon kortisol. Pelepasan neurtransmiter
menyebabkan terjadinya hambatan dalam sistem imun tubuh
(Comah, 2006).
Orang dengan HIV/AIDS akan mengalami penerimaan diri
yang cenderung rendah. Ronaldson & Kauman (Nursalam, 2007)
mengungkapkan  bahwa do’a akan secara langsung memberi respon
spiritual yang meliputi harapan yang realistis, tabah, dan sabar serta pandai
mengambil hikmah. Melalui sistem limbik dan korteks diharapkan ODHA
akan mempunyai respon positif yaitu penerimaan diri. Dari penerimaan diri
akan mendapatkan koping positif sehingga ODHA dalam menjalani hidup
menjadi positif. Teknik kedua dalam terapi SEFT adalah tune-in. Tune-in,

17
yaitu merasakan sakit yang dialami akibat kurangnya penerimaan diri
dengan tujuan untuk menyadari emosi negatif yang dialami subjek dan
mau menerima rasa sakit secara fisik atau emosi negatif dengan ikhlas
dan pasrah. Selain itu, tune-in  juga dilakukan dengan memikirkan dan
membangkitkan emosi negatif yang ingindihilangkan. Teknik tune-
in  juga dilakukan dengan memfokuskan pikiran pada rasa sakit dengan
tujuan untuk memusatkan pikiran subjek terkait rasa sakit yang dialami.
Teknik ketiga dalam terapi SEFT adalah tapping. Tapping
dilakukan dalam  beberapa proses, antara lain mengetuk ringan titik-titik
tertentu dalam tubuh dengan tujuan untuk menstimulasi aliran darah dalam
tubuh agar berjalan dengan lancar dan seimbang. Feinstein (2008)
mengungkapkan bahwa ketukan ringan yang dilakukan untuk mengatasi
gangguan psikologis dapat memberikan efek biokimia
berupa teridentifikasinya neurotransmitter, endoprin, dan zat kimia lain
dalam otak. Titik-titik meridian dalam tubuh merupakan kunci dari
“The   Major Energy Meridians” , yang jika diketuk beberapa kali akan
berdampak ternetralisirnya ganguan emosi atau rasa sakit yang dirasakan,
karena aliran energy tubuh berjalan dengan normal dan seimbang kembali.
Sebagaimana penelitian EFT yang dilakukan oleh Chusch, Yount, dan
Brools (Feinstein, 2012) menunjukkan bahwa tapping tidak hanya
efektif menurunkan distres diri, akan tetapi tapping secara signifikan
dapat menurunkan tingkat kortisol dalam tubuh, sehingga
mengakibatkan kondisi individu lebih rileks, santai, dan tenang serta dapat
melancarkan dan menselaraskan aliran darah dalam tubuh.
Nitz (Hidayati, 2009), mengungkapkan bahwa individu
yang mengalami penerimaan diri yang rendah proses tapping lebih
spesifik pada Thumb (Th) atau bagian ibu jari. Titik ini adalah titik
penerimaan diri yang didalamnya terdapat ketidaktoleran terhadap diri,
arogansi, dan kesedihan. Individu dengan penerimaan diri rendah
sangat beresiko terhadap perasaan sedih yang mendalam, tidak berdaya,
tidak berharga, tidak percaya diri, dan pesimis terhadap masa depan.
Dengan mengetuk titik tersebut diharapkan perasaan-perasaan negatif yang

18
muncul dapat berkurang bahkan hilang sehingga diharapkan dengn
berkurang atau hilangnya perasaan negatif tersebut, penerimaan diri
dapat meningkat. Selanjutnya dalam proses tapping, dilakukan juga
beberapa gerakan yang disebut dengan the nine gamut procedur yaitu
sembilan gerakan untuk merangsang otak yang dilakukan bersamaan
dengan mengetuk ringan pada titik  gamut spot. Dalam psikologi
kontemporer, gerakan ini dikenal juga dengan istilah Eye Movement
Desensitisation and Resprocessing (EMDR). Setelah itu menarik dan
mengeluarkan nafas sebanyak tiga kali dengan tujuan untuk menarik
pengalaman atau emosi negatif yang dialami dan
mengumpulkannya kemudian mengeluarkan semua emosi negatif yang
pernah dirasakan sehingga menjadi tenang, rileks, dan nyaman. Kemudian
sebelum terapi SEFT diakhiri, subjek mengucap syukur (terima kasih
Tuhan) dengan tujuan untuk mensyukuri setiap kejadian yang terjadi dalam
kehidupan, baik suka, duka maupun senang, dan bahagia. Kecenderungan
penerimaan diri yang rendah pada orang dengan HIV/AIDS merupakan
masalah yang harus segera diatasi agar tidak menjadi
permasalahan fisik maupun  psikologis. Salah satu alternatif penanganan
psikologis yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah fisik dan emosi
pada ODHA adalah dengan melakukan terapi SEFT. Secara psikofisiologis,
terapi SEFT dapat menurunkan hormon kortisol, epinefrin, dan norepinefrin
dalam tubuh dan meningkatkan rasa tenang, rileks, dan nyaman pada subjek
serta dapat melancarkan dan menselaraskan aliran darah dalam tubuh
(Feinstein, 2012).
Terapi SEFT diasumsikan dapat meningkatkan penerimaan diri
orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Dengan pemberian terapi
SEFT, maka ODHA akan memiliki pengetahuan dan ketrampilan
untuk mereduksi atau meredakan ketegangan baik ketegangan fisik
maupun psikis sehingga akan menghasilkan respon SEFT yang
menjadikan sistem energi tubuh menjadi selaras dan seimbang.
Dengan adanya keselarasan dan keseimbangan sistem energi tubuh
memberikan dampak positif untuk orang dengan HIV/AIDS

19
(ODHA) dapat lebih percaya pada kemampuan dirinya, memiliki
perasaan sederajat, berpendirian, berorientasi keluar, bertanggung jawab,
menerima sifat kemanusiaan serta menyadari keterbatasannya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

20
DAFTAR PUSTAKA

21

Anda mungkin juga menyukai