Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KEPERAWATAN HIV-AIDS

“TUJUAN DAN CARA KERJA TERAPI ANTIRETROVIRAL”

OLEH :
KELOMPOK 1
Banur Hidrayanti Rahayu 14220180045
Amelia Hartika Rani 14220180074
Annisah Milan Sari 14220190019
Ainia Isnaini 14220190021
Nurfadhillah 14220190022
Sri Damayanti 14220190023
Ulfa Dwi Anti 14220190025

KELAS: B1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
TAHUN AJARAN 2021/2022
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji serta rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkah dan
rahmat-Nyalah serta ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
tentang “Tujuan dan Cara Kerja Terapi Antiretroviral ”. Dengan harapan makalah ini dapat
membantu mahasiswa/i dalam
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini belum sempurna dan masih perlu
perbaikan serta penyempurnaan, baik dari segi materi maupun pembahasan. Oleh sebab itu
dengan lapang dada kami akan menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
penyempurnaan makalah ini dimasa mendatang.
Demikianlah, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat ikut
memberikan sumbangan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Makassar, October 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Tujuan Memberikan Terapi Antiretroviral.................................................................... 3
B Cara Kerja Terapi Antiretroviral..................................................................................... 4
BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu masalah utama kesehatan masyarakat dunia yang menyerang penduduk di
berbagai negara, baik negara maju maupun negara berkembang adalah masalah
HIV/AIDS. Satu-satunya pengobatan yang dapat dilakukan adalah pengobatan
menggunakan kombinasi obat Antiretroviral (ARV) atau dikenal dengan istilah terapi
antiretroviral. Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) yang memulai terapi ARV
lebih awal atau segera setelah infeksi HIV akan memiliki harapan hidup yang sama
dengan orang HIV-negatif pada usia yang sama dan dapat mencegah infeksi HIV
berkembang menjadi penyakit AIDS serta menurunkan risiko kematian akibat gejala
AIDS. Pengobatan menggunakan terapi ARV dilakukan seumur hidup, oleh karena itu
dibutuhkan tingkat kepatuhan yang tinggi. (Talumewo et al., 2019)

Terapi antiretroviral (ART) telah terbukti mampu mengubah prognosis infeksi HIV ke
arah yang lebih baik, tetapi dalam penerapannya terdapat kendala dan persyaratan yang
harus dipenuhi. Waktu memulai terapi ARV menjadi salah satu faktor penentu
keberhasilan terapi.7 Diagnosis yang terlambat dan memulai terapi ARV saat pasien sudah
memiliki beberapa penyakit akibat imunodefisiensi menjadi halangan dalam upaya untuk
menurunkan angka mortalitas akibat HIV/AIDS. Gejala awal yang tidak khas
menyebabkan pasien tidak merasa dirinya berada pada risiko tinggi terkena infeksi dan
datang untuk mencari perawatan setelah mengalami beberapa gejala imunodefisiensi.
Kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat baik kesesuaian dosis, tepat waktu, tidak
pernah lupa dan tidak putus akan meminimalisasi kejadian resistensi terhadap ARV.
Supresi virus yang tidak maksimal dari terapi ARV yang salah pada pasien, dapat
menyebabkan virus bermutasi dan resisten terhadap obat, dan pasien akan berisiko
menularkan strain HIV yang resisten tersebut kepada orang lain.8 Dokter memiliki peran
penting untuk mampu melakukan diagnosis dini dan terapi yang optimal serta membina
dan memberikan edukasi yang baik kepada pasien HIV/AIDS. (Syafirah et al., 2020)

Kematian terkait AIDS telah menurun secara global sejalan dengan penggunaan terapi
ARV oleh ODHA. Kasus kematian turun sebesar 45% dan penggunaan terapi ARV
meningkat

v
sebesar 62%. Angka kasus baru dari tahun 2010 hingga 2018 turun sebesar 37%. Total
kasus HIV/AIDS secara global hingga akhir tahun 2018 adalah 37,9 juta (WHO, 2018).

Penggunaan terapi ARV oleh ODHA di Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 39 ribu
kasus dan pada tahun 2016 meningkat sebanyak 141.596 ribu kasus atau tiga kali lipat
dibandingkan tahun 2011 sedangkan kasus kematian akibat AIDS menurun 15,5% pada
tahun 2016 (Dirjen P2PL Kemenkes RI, 2017). Sejak pertama kali ditemukan di Indonesia
pada tahun 1987 sampai dengan Juni 2018, tercatat sebanyak 301.959 jiwa positif
terinfeksi HIV dan 108.829 kasus AIDS (Kemenkes RI, 2018).

Pengobatan menggunakan terapi ARV dilakukan seumur hidup, oleh karena itu
dibutuhkan tingkat kepatuhan yang tinggi dalam hal mengonsumsi obat (>95%).
Kepatuhan dalam pengobatan diperlukan untuk menurunkan replikasi virus dan
memperbaiki kondisi klinis dan imunologis, menurunkan timbulnya resistansi ARV, dan
menurunkan resiko transmisi HIV (Kemenkes RI, 2014). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Martoni dkk (2013) menyatakan faktor yang paling berperan terhadap kepatuhan
pasien HIV/AIDS adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki seseorang juga
merupakan faktor yang sangat berperan terhadap stimulus yang dapat mempengaruhi
persepsi (Notoadmojo, 2010). Persepsi merupakan tindakan lanjutan dari pengetahuan
yang dimiliki responden yang juga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi patuh
atau tidaknya ODHA dalam menjalani terapi. Penelitian yang dilakukan oleh Saputro dkk
(2017) menunjukan hasil dimana pengetahuan dan persepsi memiliki hubungan dengan
kepatuhan ODHA dalam menjalani menjalankan terapi ARV. Penelitian yang dilakukan
oleh Sugiharti dkk (2014) tentang faktor-faktor yang mendukung kepatuhan ODHA dalam
minum obat ARV di Kota Bandung tahun 2011-2012 menyatakan bahwa untuk mencapai
tingkat kepatuhan minum obat ARV >95%, diperlukan dukungan sosial baik dari keluarga
maupun teman.(Talumewo et al., 2019)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan membahas
permasalahan:

1. Apakah tujuan dari memberikan terapi antiretroviral?


2. Bagaimana cara kerja terapi antiretroviral?

vi
BAB II

PEMBAHASAN

A. TUJUAN MEMBERIKAN TERAPI ANTIRETROVIRAL

ARV (Antiretroviral) merupakan obat yang bertujuan untuk menghentikan aktivitas


virus, memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi oportunistik,
memperbaiki kualitas hidup serta menurunkan kecacatan. ARV juga tidak
menyembuhkan pasien HIV, namun bisa memperbaiki kualitas hidup dan
memperpanjang usia harapan hidup pasien HIV/AIDS. (Harison et al., 2020)

Obat ARV sudah disediakan secara gratis melalui program pemerintah Indonesia
sejak tahun 2014 dan kini sudah tersedia di lebih dari 400 layanan kesehatan seluruh
Indonesia. Saat ini ARV itu sendiri terbagi dalam dua lini. Lini ke-1 atau lini pertama
terdiri dari paduan nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI) yang meliputi
Zidovudin (AZT) atau Tenofovir (TDF) dengan Lamivudin (3TC) atau Emtricitabin
(FTC), serta non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI) meliputi Nevirapin
(NVP) atau Efavirenz (EFV). Sementara itu, paduan lini 2 terdiri dari NRTI, serta
ritonavir-boosted protease inhibitor (PI) yaitu Lopinavir/Ritonavir. Lini 1 itu sendiri
terdiri dari kombinasi 2 NRTI dan 1 NNRTI, sedangkan lini 2 terdiri dari kombinasi 2
NRTI dan 1 PI. (Karyadi, 2017)

Untuk mencapai berbagai tujuan pengobatan ARV, dibutuhkan pengobatan ARV


yang berhasil. Keberhasilan pengobatan pada pasien HIV dinilai dari tiga hal, yaitu
keberhasilan klinis, keberhasilan imunologis, dan keberhasilan virologis. Keberhasilan
klinis adalah terjadinya perubahan klinis pasien HIV seperti peningkatan berat badan
atau perbaikan infeksi oportunistik setelah pemberian ARV. Keberhasilan imunologis
adalah terjadinya perubahan jumlah limfosit CD4 menuju perbaikan, yaitu naik lebih
tinggi dibandingkan awal pengobatan setelah pemberian ARV. Sementara itu,
keberhasilan virologis adalah menurunnya jumlah virus dalam darah setelah pemberian
ARV. Target yang ingin dicapai dalam keberhasilan virologis adalah tercapainya jumlah
virus serendah mungkin atau di bawah batas deteksi yang dikenal sebagai jumlah virus
tak terdeteksi (undetectable viral load) (Karyadi, 2017)

Ketidak berhasilan mencapai target disebut sebagai kegagalan. Kegagalan virologis


merupakan pertanda awal dari kegagalan pengobatan satu kombinasi obat ARV. Setelah

vii
terjadi kegagalan virologis, dengan berjalannya waktu akan diikuti oleh kegagalan
imunologis dan akhirnya akan timbul kegagalan klinis. Pada keadaan gagal klinis
biasanya ditandai oleh timbulnya kembali infeksi oportunistik. Hal ini disebabkan oleh
rendahnya jumlah limfosit CD4 akibat terjadinya resistensi virus terhadap ARV yang
sedang digunakan. Kegagalan virologis muncul lebih dini daripada kegagalan imunologis
dan klinis. Karena itu, pemeriksaan viral load akan mendeteksi lebih dini dan akurat
kegagalan pengobatan dibandingkan dengan pemantauan menggunakan kriteria
imunologis maupun klinis, sehingga mencegah meningkatnya mordibitas dan mortalitas
pasien HIV.5 Pemeriksaan viral load juga digunakan untuk menduga risiko transmisi
kepada orang lain, terutama pada ibu hamil dengan HIV dan pada tingkat populasi.6,7
Pasien HIV yang dinyatakan gagal pada pengobatan lini pertama, harus menggunakan
pengobatan ARV lini kedua supaya dapat mencapai tujuan pengobatan ARV seperti
disebut di atas.3 Hal ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan biaya pengobatan
karena harga obat ARV lini kedua lebih mahal dari obat ARV lini pertama. Kepatuhan
(adherence) merupakan faktor utama dalam mencapai keberhasilan pengobatan infeksi
virus HIV. Kepatuhan (adherence) adalah minum obat sesuai dosis, tidak pernah lupa,
tepat waktu, dan tidak pernah putus. Kepatuhan dalam meminum ARV merupakan faktor
terpenting dalam menekan jumlah virus HIV dalam tubuh manusia. Penekanan jumlah
virus yang lama dan stabil bertujuan agar sistem imun tubuh tetap terjaga tinggi. Dengan
demikian, orang yang terinfeksi virus HIV akan mendapatkan kualitas hidup yang baik
dan juga mencegah terjadinya kesakitan dan kematian (Karyadi, 2017)

Oleh karenanya, penggantian ARV lini pertama ke ARV lini kedua mensyaratkan
harus dilakukannya evaluasi kepatuhan. Apabila terdapat ketidakpatuhan, wajib
dilakukan konseling ulang mengenai kepatuhan. Setelah dilakukan konseling kepatuhan,
selanjutnya akan dilakukan evaluasi selama tiga bulan dengan tetap memakai ARV lini
pertama. Apabila terjadi penurunan viral load mencapai target, ARV lini pertama tidak
diganti. Sebaliknya, bila terdapat kenaikan viral load atau target tidak tercapai, terapi
akan diganti ke ARV lini kedua.(Karyadi, 2017)

B. CARA KERJA TERAPI ANTIRETROVIRAL

Saat ini pengobatan terbaik untuk penderita HIV adalah antiretroviral (ARV). Cara
kerja obat ARV ini adalah dengan mengurangi jumlah virus sehingga dapat
meningkatkan status imun dari penderita, jika status imun pasien meningkat maka akan

viii
mengurangi infeksi oportunistik dan mengurangi tingkat kematian. ARV ini sudah
dikonsumsi oleh 46% penderita HIV di seluruh dunia berdasarkan data WHO tahun
2015. Jumlah kematian pada penderita HIV yang menggunakan ARV sudah menurun
dari tahun 2010 sampai 2015 dari angka 1,5 juta menjadi 1,1 juta. Dengan berkurangnya
angka kematian, maka prevalensi penderita HIV akan semakin tinggi secara kumulatif.
Obat ARV sudah disediakan secara gratis melalui program pemerintah Indonesia sejak
tahun 2014 dan kini sudah tersedia di lebih dari 400 layanan kesehatan seluruh
Indonesia. (Indriani et al., 2020)

Penggunaan ARV pada pasien dengan tes HIV positif merupakan upaya untuk
memperpanjang umur harapan hidup penderita HIV/AIDS yang dikenal dengan istilah
ODHA. ARV bekerja melawan infeksi dengan cara memperlambat reproduksi HIV
dalam tubuh. Umumnya ARV efektif digunakan dalam bentuk kombinasi, bukan untuk
menyembuhkan, tetapi untuk memperpanjang hidup ODHA, membuat mereka lebih
sehat, dan lebih produktif dengan mengurangi viraemia dan meningkatkan jumlah sel-sel
CD4. Selain dalam bentuk kombinasi, penggunaan ARV harus terus menerus sehingga
sangat rentan mengalami ketidakpatuhan yang dapat menumbuhkan resistensi. (Suandika
et al., n.d.)

Faktor utama dalam keberhasilan suatu pengobatan terhadap infeksi virus HIV
merupakan kepatuhan. Kepatuhan (adherence) adalah suatu bentuk perilaku dalam
mengkonsumsi obat secara tepat waktu dengan dosis yang sesuai dan tidak pernah lupa.2
Dari sebuah penelitian didapatkan bahwa faktor penyebab kegagalan dari pengobatan
HIV adalah kepatuhan mengkonsumsi obat ARV dibawah 80%. Terdapat banyak faktor
yang berpengaruh dalam mengkonsumsi obat, diantaranya yaitu: tingkat pendidikan,
jenis kelamin, interaksi obat, stigma, sosial ekonomi, efek samping obat, dan pill burden.
Terdapat juga penyebab lain yaitu pasien jenuh dan merasa penyakitnya tidak akan
sembuh, kecemasan atau depresi, komunikasi antara penderita HIV dan petugas
kesehatan yang kurang baik, konsumsi alkohol, penyalahgunaan obat - obatan, dan
sebagainya.3 Berdasarkan data dari WHO didapatkan bahwa intervensi kepatuhan
terhadap antiretroviral menyebabkan penurunan jumlah virus sebanyak 70%. (Indriani et
al., 2020)

ix
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

ARV (Antiretroviral) merupakan obat yang bertujuan untuk menghentikan


aktivitas virus, memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi
oportunistik, memperbaiki kualitas hidup serta menurunkan kecacatan. ARV juga
tidak menyembuhkan pasien HIV, namun bisa memperbaiki kualitas hidup dan
memperpanjang usia harapan hidup pasien HIV/AIDS.

Cara kerja obat ARV ini adalah dengan mengurangi jumlah virus sehingga
dapat meningkatkan status imun dari penderita, jika status imun pasien meningkat
maka akan mengurangi infeksi oportunistik dan mengurangi tingkat kematian.

x
DAFTAR PUSTAKA

Harison, N., Waluyo, A., & Jumaiyah, W. (2020). Pemahaman pengobatan antiretroviral dan
kendala kepatuhan terhadap terapi antiretroviral pasien HIV/AIDS. JHeS (Journal of
Health Studies), 4(1), 87–95. https://doi.org/10.31101/jhes.1008

Indriani, P., Yuliyatni, P. C. D., Ani, L. S., & Weta, I. W. (2020). Gambaran kepatuhan terapi
antiretroviral pada lelaki-seks-lelaki di Klinik Bali Medika. Intisari Sains Medis, 11(2),
535. https://doi.org/10.15562/ism.v11i2.664

Karyadi, T. (2017). Keberhasilan Pengobatan Antiretroviral (ARV). Jurnal Penyakit Dalam


Indonesia, 4(1), 2–4.
http://www.jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/viewFile/105/95

Suandika, M., Ningtiyas, R., Setiawan, C., Harapan, U., Purwokerto, B., Tinggi, S.,
Kesehatan, I., Cendekia, B., Pangkalan, M., Syahrir, J. S., Tinggi, S., Kesehatan, I.,
Cendekia, B., Pangkalan, M., Syahrir, J. S., Antiretroviral, T., & Samping, E. (n.d.).
Hubungan tingkat pengetahuan tentang efek samping terapi dengan kepatuhan
menjalani terapi antiretroviral di klinik voluntary counseling testing. 1–8.

Syafirah, Y., Rahmatini, R., & Bahar, E. (2020). Gambaran Pemberian Regimen
Antiretroviral pada Pasien HIV/AIDS di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
Jurnal Kesehatan Andalas, 9(1S), 147–155. https://doi.org/10.25077/jka.v9i1s.1169

Talumewo, O. C., Mantjoro, E. M., Kalesaran, A. F. C., Kesehatan, F., Universitas, M., &
Ratulangi, S. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Odha Dalam
Menjalani Terapi Antiretroviral Di Puskesmas Tikala Baru Kota Manado Tahun 2019.
Kesmas, 8(7), 100–107.

xi

Anda mungkin juga menyukai