Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendarahan Postpartum


a. Pengertian Perdarahan Postpartum
Menurut Oxorn & Forte (2010) perdarahan postpartum mencakup semua
perdarahan yang terjadi setelah kelahiran bayi, sebelum, selama, dan sesudah
keluarnya plasenta. Kehilangan darah lebih dari 500 ml selama 24 jam pertama
disebut perdarahan postpartum. Menurut Oktarina (2016), perdarahan postpartum
adalah perdarahan lebih dari 500 cc setelah persalinan pervaginam dan lebih dari
1.000 ml untuk persalinan abdominal. Perdarahan postpartum adalah perdarahan
yang terjadi setelah bayi yang lahir melewati batas fisiologis normal. Secara
fisiologis, seorang ibu yang melahirkan akan mengeluarkan darah sampai 500 ml
tanpa menyebabkan gangguan homeostatis.
Menurut Nurhayati (2019) jumlah perdarahan dapat diukur menggunakan
bengkok besar (1 bengkok = ± 500 cc). Oleh sebab itu, secara konvensional
dikatakan bahwa perdarahan lebih dari 500 ml dikategorikan sebagai perdarahan
postpartum dan perdarahan mencapai 1000 ml secara kasat mata harus segera
ditangani secara serius. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
perdarahan postpartum merupakan perdarahan berlebihan yang terjadi setelah
melahirkan sebanyak lebih dari 500 ml.
Berdasarkan waktu terjadinya, perdarahan postpartum dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :
i. Perdarahan postpartum awal (early postpartum hemorrhage) yaitu
perdarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah persalinan.
ii. Perdarahan postpartum lambat (late postpartum hemorrhage) yaitu
perdarahan yang terjadi sampai 28 jam setelah persalinan.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perdarahan Postpartum


Faktor yang mempengaruhi perdarahan post partum adalah:
i. Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun merupakan
faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum yang dapat
mengakibatkan kematian maternal. Menurut Saifuddin (2014) hal ini
dikarenakan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita
sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal.
ii. Paritas
Salah satu penyebab perdarahan postpartum adalah multiparitas. Paritas
menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas
viabilitas dan telah dilahirkan. Primipara adalah seorang yang telah pernah
melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah mencapai batas
viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan melewati tahap
abortus memberikan paritas pada ibu. Seorang multipara adalah seorang
wanita yang telah menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga
viabilitas. Menurut Saifuddin (2014) hal yang menentukan paritas adalah
jumlah kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang 19
dilahirkan. Paritas tidak lebih besar jika wanita yang 23 bersangkutan
melahirkan satu janin, janin kembar, atau janin kembar lima, juga tidak
lebih rendah jika janinnya lahir mati. Uterus yang telah melahirkan banyak
anak, cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan.
iii. Anemia dalam kehamilan
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai
hemoglobin dibawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam darah
dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam
kehamilan, persalinan, dannifas. Menurut Manuaba (2014) oksigen yang
kurang pada uterus akan menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi
dengan adekuat sehingga dapat timbul atonia uteri yang mengakibatkan
perdarahan post partum.
iv. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan dimasa lampau sangat berhubungan dengan hasil
kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu
buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam
persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat
berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea,
persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami
perdarahan antepartum dan postpartum.
v. Bayi makrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram. Menurut
kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dystosia kalau
beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran yang ditimbulkan dalam
persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu.Karena
regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan
inertia dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.
vi. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang, dengan
overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau perdarahan
yang berasal dari letak plasenta akibat ketidak mampuan uterus
berkontraksi dengan baik.
c. Jenis Perdarahan
Menurut Manuaba (2014) perdarahan postpartum dibagi menjadi dua, yaitu
perdarahan postpartum primer/dini dan perdarahan postpartum sekunder/lanjut.
1. Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama
perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio
plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, dan inversio uteri.
2. Perdarahan postpartum sekunder yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum
sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak
baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
d. Etiologi
Menurut Saifuddin (2014) Perdarahan postpartum disebabkan oleh banyak faktor.
Beberapa faktor predisposisi adalah anemia, yang berdasarkan prevalensi di
negara berkembang merupakan penyebab yang paling bermakna. Penyebab
perdarahan postpartum paling sering adalah atonia uteri serta retensio plasenta,
penyebab lain kadang-kadang adalah laserasi serviks atau vagina, ruptur uteri, dan
inversi uteri). Sebab-sebab perdarahan postpartum primer dibagi menjadi empat
kelompok utama:
1. Tone (Atonia Uteri)
Menurut Oxorn (2010) Atonia uteri menjadi penyebab pertama
perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum bisa dikendalikan
melalui kontraksi dan retraksi serat-serat miometrium. Kontraksi
dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh
darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta menjadi terhenti.
Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium
dinamakan atonia uteri. Menurut Saifuddin (2014) diagnosis
ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir perdarahan masih
ada dan mencapai 500-1000 cc, tinggi fundus uteri masih setinggi
pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Pencegahan atonia
uteri adalah dengan melakukan manajemen aktif kala III dengan
sebenar-benarnya dan memberikan misoprostol peroral 2-3 tablet
(400-600 mcg) segera setelah bayi lahir.
2. Trauma dan Laserasi
Menurut Oxorn (2010) perdarahan yang cukup banyak dapat
terjadi karena robekan pada saat proses persalinan baik normal
maupun dengan tindakan, sehingga inspeksi harus selalu dilakukan
sesudah proses persalinan selesai sehingga sumber perdarahan
dapat dikendalikan. Tempat-tempat perdarahan dapat terjadi di
vulva, vagina, servik, porsio dan uterus.
3. Tissue (Retensio Plasenta)
Menurut Oxorn (2010) Retensio sebagian atau seluruh plasenta
dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi, sinus-sinus
darah tetap terbuka, sehingga menimbulkan perdarahan
postpartum. Perdarahan terjadi pada bagian plasenta yang terlepas
dari dinding uterus. Bagian plasenta yang masih melekat
merintangi retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung terus
sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan. Retensio
plasenta, seluruh atau sebagian, lobus succenturiata, sebuah
kotiledon, atau suatu fragmen plasenta dapat menyebabkan
perdarahan plasenta akpostpartum. Menurut Saifuddin (2014)
retensio plasenta dapat disebabkan adanya plasenta akreta, perkreta
dan inkreta. Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah
plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret berulang, dan
multiparitas.
4. Thrombophilia (Kelainan Perdarahan)
Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dapat terjadi setelah
abruption placenta, retensio janin-mati yang lama di dalam rahim,
dan pada emboli cairan ketuban. Kegagalan mekanisme
pembekuan darah menyebabkan perdarahan yang tidak dapat
dihentikan dengan tindakan yang biasanya dipakai untuk
mengendalikan perdarahan. Menurut Oxorn (2010) secara etiologi
bahan thromboplastik yang timbul dari degenerasi dan autolisis
decidua serta placenta dapat memasuki sirkulasi maternal dan
menimbulkan koagulasi intravaskuler serta penurunan fibrinogen
yang beredar.

2.2 Abortus
a. Pengertian
Menurut Prawirohardjo (2008) abortus adalah ancaman atau pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup luar kandungan. Sebagai batasan ialah
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Menurut Nugroho (2011) abortus inkompletus adalah pengeluaran hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa tertinggal di
dalam uterus.
b. Etiologi
Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian. Sebaliknya,
pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan masih
hidup.
Menurut Prawirohardjo (2009) hal-hal yang menyebabkan abortus dapat dibagi
sebagai berikut :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau
cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil
muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah
sebagai berikut :
a. Kelainan kromosom
b. Lingkungan kurang sempurna
c. Pengaruh dari luar
2. Kelainan pada plasenta
Endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan menyebabkan oksigenasi
plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya
karena hipertensi menahun.
3. Penyakit ibu
Penyakit mendadak, seperti pneumonia, tifus abdominalis,malaria, dan lain-
lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus atau plasmodium dapat
melalui plasenta ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin, dan
kemudian terjadilah abortus.
4. Kelainan traktus genitalis
Retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat
menyebabkan abortus. Tetapi, harus diingat bahwa hanya retroversio uteri
gravidi inkarserata atau mioma submukosa yang memegang peranan penting.
Sebab lain abortus dalam trimester ke 2 ialah servik inkompeten yang dapat
disebabkan oleh kelemahan bawaan pada serviks, dilatasi serviks berlebihan,
amputasi, atau robakan serviks luas yang tidak dijahit.
c. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing
dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua
lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya
yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu
kemudian plasenta. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk
miniatur.
Menurut Prawirohardjo (2009) hasil konsepsi pada abortus dapat
dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau
tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum), mugkin
pula janin telah mati lama (mised abortion).
d. Klasifikasi
Menurut Mochtar Rustam abortus dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Abortus Spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor
mekanisme ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh
faktorfaktor ilmiah. Abortus ini terbagi lagi menjadi :
1. Abortus Kompletus ( keguguran lengkap) adalah seluruh hasil
konsepsi dikeluarkan, sehingga rongga rahim kosong.
2. Abortus Inkompletus (keguguran bersisa) adalah hanya sebagian
dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah
desidua dan plasenta.
3. Abortus Insipiens ( keguguran sedang berlangsung ) adalah abortus
yang sedang berlangsung, dengan ostium sudah terbuka dan
ketuban yang teraba.
4. Abortus Iminens ( keguguran membakat ) adalah keguguran
membakat dan akan terjadi.
5. Missed Abortion adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi
tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan
atau lebih.
6. Abortus Habitualis adalah keadaan dimana penderita mengalami
keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
7. Abortus Septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya kedalam peredaran darah atau
peritoneum.
b. Abortus Provokatus
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan
maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi :
1. Abortus Medisinalis
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan
indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3
tim dokter ahli.
2. Abortus Kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
e. Tanda dan Gejala
Menurut ( Mitayani, 2011 ) tanda dan gejala abortus inkompletus yaitu:
1. Terlambat haid.
2. Perdarahan pervaginam, tidak akan berhenti sampai hasil konsepsi
dikeluarkan.
3. Rasa mulas atau kram perut.
4. Keluhan nyeri pada perut bagian bawah.
DAFTAR PUSTAKA

Nur, A. F., Rahman, A., & Kurniawan, H. (2019). Faktor Risiko Kejadian
Perdarahan Postpartum di Rumah Sakit Umum (RSU) Anutapura Palu. Healthy
Tadulako Journal (Jurnal Kesehatan Tadulako), 5(1), 26-31.

Purwaningrum, E. D., & Fibriyana, A. I. (2017). Faktor Risiko Kejadian Abortus


Spontan. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 1(3),
84-94.

Anda mungkin juga menyukai