JEMAAH HAJI
Oleh:
dr. MELZAN DHARMAYULI, MHM
PUSAT KESEHATAN HAJI KEMENKES RI
Pemeriksaan
Kesehatan Tahap
Pertama
Risti Non Risti
K
A
B
U
Pembinaan Masa Tunggu
P
A
T Pemeriksaan Kesehatan
E Tahap Kedua
N
/
K
O Memenuhi Syarat Istithaah Tidak Memenuhi Syarat Istithaah Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat Istithaah
dengan Pendampingan Sementara Istithaah
T
A
• Tidak diberikan kesempatan pelunasan
Pembinaan Masa • Tidak divaksinasi Meningitis
Keberangkatan • Tidak diberikan SPMA
Kartu Kesehatan
Jemaah Haji
1. ANAMNESA
2. PEMERIKSAAN FISIK
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
4. PENETAPAN DIAGNOSA: diagnosis utama ditulis
lebih dahulu
5. PENETAPAN TINGKAT RESIKO KESEHATAN
6. REKOMENDASI/SARAN ATAU TINDAK LANJUT
KRITERIA RISIKO TINGGI
1. Berusia 60 tahun atau lebih, dan/atau
2. Memiliki faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan yang potensial
menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan ibadah haji, misalnya:
a. Penyakit degeneratif, diantaranya Alzheimer dan demensia
b. Penyakit metabolik, diantaranya diabetes melitus, dyslipidemia, dan
hiperkolesterolemia
c. Penyakit kronis, diantaranya sirosis hepatis, keganasan, Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), Chronic Kidney Diseases (gagal ginjal kronik),
decompensasi cordis (gagal jantung), dan hipertensi
d. Penyakit bawaan, diantaranya kelainan katup jantung, kista ginjal,
diabetes melitus tipe 1
e. Penyakit jiwa, diantaranya skizofrenia dan gangguan bipolar.
3. Memiliki faktor risiko kesehatan yang potensial menyebabkan
ketidakmampuan menjalankan rukun dan wajib haji dan mengancam
keselamatan jemaah haji, antara lain:
a. Penyakit kardiovaskuler.
b. Penyakit metabolik.
c. Penyakit paru atau saluran nafas.
d. Penyakit ginjal.
e. Penyakit hipertensi.
f. Penyakit keganasan, seperti kanker.
• Jemaah haji risti dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan lain untuk
tatalaksana selanjutnya.
• Namun harus tetap berkoordinasi dengan dokter pemeriksa kesehatan
tahap pertama.
• Jemaah haji yang telah melakukan pemkes I, diberikan rekomendasi/saran
atau tindak lanjut untuk dilakukan pembinaan kesehatan pada masa tunggu.
• Jemaah haji yang memiliki keterbatasan, maka pola pembinaannya harus
disesuaikan dengan keadaan umum jemaah haji tersebut.
• Hasil pemkes I digunakan sebagai dasar perawatan dan pembinaan
kesehatan untuk mencapai istithaah kesehatan.
• Hasil pemeriksaan kesehatan tahap pertama dan rekomendasi yang
diberikan harus dientry dalam aplikasi Siskohatkes.
POKOK BAHASAN 4
1. Anamnesa.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan penunjang.
4. Diagnosis.
5. Penetapan Istithaah Kesehatan.
6. Rekomendasi/saran/rencana tindak lanjut.
Sesuai dengan lampiran 4 Petunjuk Teknis Pemeriksaan dan Pembinaan Kesehatan Haji
• Rujukan kepada dokter spesialis atau fasilitas kesehatan lain :
a) jemaah haji yang memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk penetapan
diagnosis
b) memerlukan tindakan medis lanjutan untuk penyembuhan kelainan yang
didapat.
• Hasil dan rekomendasi dokter spesialis harus dimasukkan sebagai data
bersama dengan hasil pemeriksaan kesehatan lainnya.
• Penetapan status istithaah tetap merupakan wewenang TPKH K/K.
• Penyampaian kriteria tidak memenuhi syarat istithaah kepada jemaah
disampaikan oleh TPKH K/K dalam suasana kekeluargaan dan agamis
agar jemaah dan keluarganya dapat memahami hal tersebut.
Penetapan istithaah sebagai hasil akhir pemkes II meliputi:
a. Memenuhi syarat istithaah kesehatan jemaah haji:
Kemampuan mengikuti proses ibadah haji tanpa bantuan obat, alat dan/atau orang lain dengan tingkat
2. Seseorang dinyatakan mampu untuk melaksanakan ibadah haji secara mandiri, bila sehat fisik dan
mental untuk menempuh perjalanan ke tanah suci dan melaksanakan ibadah haji. Apabila
seseorang mengalami udzur syar’i untuk melaksanakan ibadah haji karena penyakit yang
dideritanya atau kondisi tertentu yang menghalanginya untuk tidak melaksanakan ibadah haji
secara mandiri, padahal dia memiliki kemampuan secara finansial, maka kewajiban haji atasnya
tidak gugur; sedangkan pelaksanaannya ditunda atau dibadalkan (inabati al ghoir).
3. Seseorang dapat ditunda untuk melaksanakan ibadah haji jika: a. Menderita penyakit tertentu yang
berbahaya tetapi berpeluang sembuh; b. Hamil yang kondisinya bisa membahayakan diri dan atau
janinnya; c. Menderita penyakit menular yang berbahaya; d. Terhalang untuk bepergian sementara.
ISTITHA’H KESEHATAN HAJI
(LANJUTAN KETENTUAN UMUM)
4. Udzur syar’i yang menyebabkan haji seseorang dibadalkan (inabati al ghair) adalah:
• Orang yang mempunyai kemampuan finansial, akan tetapi meninggal sebelum
melaksanakan ibadah haji;
• Tua renta;
• Lemah kondisi fisik terus menerus akibat penyakit menahun;
• Penyakit berat yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya;
• Terhalang untuk bepergian secara terus menerus;
5. Pemerintah (ulil amri) memiliki kewenangan untuk tidak mengizinkan calon jamaah haji
melaksanakan ibadah haji karena alasan kesehatan berdasarkan pertimbangan syar’i
dan medis
ISTITHA’AH KESEHATAN HAJI
REKOMENDASI
1. Pemerintah (ulil amri) didorong untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan sebaik mungkin bagi calon jama’ah haji yang menderita
gangguan kesehatan agar dapat melaksanakan ibadah haji dengan baik.
2. Pemeriksaan kesehatan calon jamaah haji dilakukan secara sungguh-
sungguh dan pelaksanaanya sesuai tahapan yang sudah diprogramkan,
sehingga rekam medis calon jamaah bisa tercatat dengan baik.
KLASIFIKASI
KODE ICD-10