Oleh:
Bambang Dwi Yuniar Rahmawaty1, Dinar Wijayanti2, Nabila Yasmin3
1
Mahasiswi Pascasarjana Universitas Pakuan, Bogor Jawa Barat Indonesia
*korespondensi: Bambang Dwi Yuniar Rahmawaty1
ABSTRAK
Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling memengaruhi antara pemimpin dan
pengikutnya. Seorang pimpinan baik secara individual maupun sebagai kelompok, tidak
mungkin dapat bekerja sendirian akan tetapi membutuhkan sekelompok orang lain yang dikenal
sebagai bawahan, yang digerakkan sedemikian rupa sehinggapara bawahan itu memberikan
pengabdian dan sumbangsinya kepada organisasi, terutama dalam cara bekerja efektif, efisien,
ekonomis dan produktif. Dalam memimpin suatu organisasi, setiap pemimpin mempunyai gaya
mempimpinnya masing masing diantaranya kepemimpinan autentik, kepemimpinan kharismatik,
kepemimpinan servant leader (kepemimpinan pelayanan), kepemimpinan birokrasi,
kepemimpinan spiritual dan masih banyak lagi. Dari berbagai macam gaya kepemimpinan
tersebut tentu akan menghasilkan dampak yang berbeda di setiap suatu organisasinya.
ABSTRACT
Leadership is a relationship that influences between leaders and followers. A leader, both
individually and as a group, may not be able to work alone, but requires a group of other people
known as subordinates, who are mobilized in such a way that the subordinates provide
dedication and contribution to the organization, especially in how to work effectively, efficiently,
economically and productively . In leading an organization, every leader has his or her leadership
style including authentic leadership, charismatic leadership, servant leader leadership
1
(bureaucratic leadership), bureaucratic leadership, spiritual leadership and many more. Of the
various leadership styles, it will certainly produce different impacts in each organization.
PENDAHULUAN
2
berperan kepemimpinan dapat dilihat dari aspek peran sebagai penentu arah, agen perubahan,
juru bicara dan pelatih.
Dalam rangka mempersoalkan gaya-gaya kepemimpinan hendaknya jangan beranggapan
bahwa seorang individu dapat atau harus mempertahankan gaya konsisten dalam semua
aktivitasnya. Justru sebaliknya, ia harus bersifat sefleksibel mungkin, dan menyesuaikan gayanya
dengan situasi spesifik dan individu-individu yang bersangkutan
METODE PENELITIAN
Artikel ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode studi literatur atau tinjauan
kepustakaan (literature study). Studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan
dengan metode pengumpulan data pustaka.
Secara umum studi literatur adalah cara untuk menyelesaikan persoalan dengan
menelusuri sumber-sumber tulisan yang pernah dibuat sebelumnya. Dengan kata lain istilah studi
literatur ini juga sangat dikenal dengan sebutan studi pustaka.
Sumber data dalam makalah ini adalah dengan menggunakan data sekunder yaitu semua
hal yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu bersumber dari jurnal-jurnal ilmiah, buku bacaan,
dan website. Semua informasi yang didapat sumber utama yaitu jurnal ilmiah kemudian
dianalisis isinya dan dituangkan dalam artikel ini.
Kepemimpinan
Menurut Terry (1997 : 458) “Leadership is the relationship in which one person, or the
leader, influences others to work together willingly on related task to attain that which the
leaders desire” Pada hakekatnya kepemimpinan merupakan hubungan dimana diri seseorang atau
3
seorang pemimpin, mempengaruhi orang-orang lain untuk mau bekerja sama secara sukarela,
sehubungan dengan tugasnya untuk mencapai yang diinginkan pemimpin. Sedangkan
Musselman dan Jackson (1990:112) mengatakan bahwa Kepemimpinan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi orang-orang lain untuk berperilaku dalam suatu cara tertentu.[1]
Menurut Kadarusman (2012) Kepemimpinan (Leadership) dibagi tiga, yaitu: (1) Self
Leadership; (2) Team Leadership; dan (3) Organizational Leadership.
Menurut Crainer ada lebih dari 400 definisi tentang leadership (Mullins, 2005). Dari
sekian banyaknya definisi tentang kepemimpinan, ada yang menyebutkan kepemimpinan
merupakan suatu kegiatan untuk memengaruhi orang lain. Kepemimpinan merupakan suaru
proses untuk memengaruhi aktivitas kelompok.
Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling memengaruhi antara pemimpin dan
pengikutnya. Walaupun cukup sulit menggeneralisir, pada prinsipnya kepemimpinan (leadership)
berkenaan dengan seseorang memengaruhi perilaku orang lain untuk suatu tujuan. Tapi bukan
berarti bahwa setiap orang yang memengaruhi orang lain untuk suatu tujuan disebut
pemimpin.[2]
Kepemimpinan dan manajemen adalah konsep berbeda yang tumpang tindih. Mereka
berbeda karena manajer biasanya berfokus pada perencanaan, pengorganisasian, penetapan staf,
dan kontrol. Sementara itu, kepemimpinan menekankan pada proses memengaruhi secara umum.
Menurut sejumlah peneliti, manajemen terkait dengan pencip-taan keteraturan dan stabilitas,
sementara kepemimpinan adalah tentang adaptasi dan perubahan yang membangun. Peneliti lain
juga menyatakan bahwa manajer dan pemimpin adalah jenis or- ang berbeda, Manajemen me-
miliki sifat yang lebih reaktif dan kurang terlibat secara emosional, tetapi pemimpin bersifat le-
bih proaktif dan lebih terlibat emosional. Kesamaan antara kepemimpinan dan manajemen, ter-
letak pada bagaimana keduanya memengaruhi sekelompok orang untuk mencapai tujuan. Dalam
buku ini Northouse membicarakan kepemimpinan sebagai proses yang kompleks. Didasarkan
pada literatur penelitian dapat didiskripsikan pendekatan tertentu tentang kepemimpinan dan
menilai bagaimana mereka dapat digunakan untuk menyempurnakan kepemimpinan di dalam
situasi nyata (Northouse, 2013:6).
4
Ada dua jenis kekuasaan utama (position) dan pribadi (personal). Kekuasaan posisi, yang
lebih se-perti kepemimpinan yang ditetapkan, adalah kekuasaan yang didapat individu karena
memiliki jabatan dalam sistem organisasi resmi. Hal itu mencakup kekuasaan sah, imbalan, dan
yang memaksa. Kekuatan pribadi muncul dari pengikut dan mencakup kekuasaan rujukan dan
pakar. Pengikut member kekuasaan kepada pemimpin karena pengikut percaya, pemimpilan
memiliki sesuatu yang bernilai. Memperlakukan kekuasaan sebagai suatu sumber bersama
adalah penting, karena hal itu tidak menekankan ide bahwa pemimpin adalah pemilik kekuasaan.
[3]
Dari beberapa teori diatas dapat disintesiskan bahwa pengertian dari Kepemimpinan
merupakan sebuah proses yang dimiliki oleh seseorang untuk mampu dalam mempengaruhi
orang lain dalam sebuah kelompok atau organisasi untuk mencapai tujuan bersama.
Kepemimpinan Autentik
Kepemimpinan Autentik, berfokus apakah kepemimpinan itu autentik dan nyata, Ada
banyak sudut pandang, masing-masing ditulis dari sudut pandang yang berbeda, dan dengan
penekanan yang berbeda. Rumusan tentang kepemimpinan autentik bisa dibedakan menjadi dua
cara: (1) pendekatan praktis, yang tumbuh dari contoh kehidupan nyata dan serta pelatihan serta
buku pengembangan; dan (2) pendekatan teoritis yang didasarkan pada temuan penelitian ilmu
social. Pendekatan Terry pada intinya berpusat pada tindakan, berfokus pada tindakan pemim-
pin, tim kepemimpinan, atau organisasi dalam situasi tertentu. Prinsip yang mendasari pende-
katan ini adalah, pemimpin seharusnya berusaha untuk melakukan apa yang benar. Pemimpin
autentik mengetahui siapa dia sebenarnya.[3]
5
lebih besar, perspektif moral yang digunakan pengikut, mem- perkuat pengembangan diri yang
positif (Northouse, 2013: 249) [3]
Beberapa contoh pemimpin otentik sebagaimana makna otentik (menjadi diri yang
sesungguhnya) seperti Mahatma Gandhi, Oprah Winfrey, Steve Jobs. Tokoh pemimpin di
Indonesia seperti Ir. Soekarno, Bob Sadino, Gus Dur, dan Jokowi. Kepemimpinan otentik
memerlukan ekstra kerja keras untuk terus menyelami dirinya (self-awareness), keberanian untuk
berpegang teguh pada moral dan integritas di kala situasi dan godaan untuk menjadikan diri
menyimpang dari moralitas (moral), menjaga keseimbangan emosi dan perduli pada kepentingan
orang banyak.
Dari beberapa teori diatas dapat di sintesiskan bahwa pengertian dari kepemimpinan
autentik adalah sebuah pola perilaku pemimpin yang mendukung psikologis positif untuk
memperkuat pemahaman diri serta pengembangan diri dalam mengetahui sebuah arah dan
tujuan.
Dalam istilah awam modern, karisma telah menjadi lebih sederhana: biasanya dipahami
sebagai sifat kepribadian yang terkait dengan pesona, daya tarik, atau kemampuan disukai [4]
Pemimpin yang dianggap memiliki karisma menerima peringkat kinerja yang lebih tinggi,
dipandang sebagai pemimpin yang lebih efektif daripada orang lain yang memegang posisi
kepemimpinan, dan memiliki pengikut yang lebih termotivasi dan lebih puas daripada orang lain
di posisi yang sama.[5] Pengaruh karismatik dapat berupa proses langsung atau tidak langsung.
Seorang pemimpin yang mampu menimbulkan rasa identifikasi di antara pengikut dan kemudian
bertindak sebagai "penggerak pertama" - memimpin dengan contoh - memberikan pengaruh
langsung pada hasil pengikut.[4]
Kepemimpinan karismatik, sebagai hubungan antara individu (pemimpin) dan satu atau
lebih pengikut berdasarkan perilaku pemimpin yang dikombinasikan dengan atribusi yang
menguntungkan dari pihak pengikutnya. Perilaku kunci pada bagian dari pemimpin termasuk
memberikan rasa yang berorientasi masa depan sesuai dengan visi dan misi organisasi,
inspirasional berdasarkan pada citra, nilai-nilai, dan keyakinan yang kuat. Perilaku tambahan
6
termasuk menunjukkan tekad ketika mencapai tujuan dan mengomunikasikan harapan kinerja
tinggi. Efek atribusi yang menguntungkan pada bagian dari pengikut termasuk generasi
kepercayaan pada pemimpin, membuat pengikut merasa nyaman dengan kehadirannya, dan
kekaguman atau rasa hormat yang kuat. [6]
7
Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku yang dianggap baru
dan berlawanan dengan norma. [9]
Dari beberapa teori diatas dapat disintesiskan bahwa pengertian dari kepemimpinan
kharismatik adalah gaya kepemimpinan yang membuat para anggota yang di pimpinnya
mengikuti inovasi inovasi yang di ajukan oleh pemimpin ini. Pemimpin karismatik visioner
mengekpresikan visi bersama mengenai masa depan.
Gagasan servant leadership pertama kali dicetuskan oleh Greenleaf (1970), kemudian
dikembangkan oleh para ahli/peneliti diantaranya adalah Spears (1996) yang mendefinisikan
servant leadership sebagai se- buah jenis baru dari model kepemimpinan yang melayani orang
lain sebagai prioritas pertama. Memimpin orang lain bisa sangat bermakna, melayani orang lain
adalah lebih baik lagi, tetapi baik melayani dan memimpin orang lain setidaknya adalah yang
terbaik. [10]
Robert Greenleaf merumuskan bahwa secara alamiah pada dasarnya seseorang pada
awalnya ingin melayani, baru kemudian muncul sebuah kesadaran untuk memimpin. Dengan
demikian, tidak seperti kepemimpinan pendekatan hirarki atas-bawah (top-down hierarchical
style), kepemimpinan pelayan menekankan “collaboration, trust, empathy, and the ethical use of
power”. Penekanan utama adalah mengembangkan orang sebagai individu yang lebih manusiawi
bukan pada kekuasaan dan posisi dari diri sendiri. [11] Pemimpin pelayan adalah pelayan
8
pertama, itu dimulai dengan perasaan alami bahwa seseorang ingin melayani, untuk melayani
terlebih dahulu. Kemudian pilihan sadar membawa seseorang bercita-cita untuk memimpin. [12]
Kepemimpinan yang melayani meyakini bahwa tujuan organisasi akan dicapai dalam jangka
panjang dengan terlebih dahulu memfasilitasi pertumbuhan, perkembangan, dan kesejahteraan
umum dari individu yang membentuk organisasi. Harvey berpendapat bahwa tujuan utama
pemimpin pelayan adalah pekerja dan pertumbuhan mereka, kemudian basis pelanggan, dan
akhirnya garis bawah organisasi. [13] Prinsip yang paling penting dinyatakan oleh Greenleaf
(dalam Nixon, 2005) adalah bahwa servant leadership mendasarkan pada tanggung- jawab utama
pada pelayanan terhadap bawahan dengan meletakkan kepentingan bawahan diatas kepentingan
pemimpin. Spears (2002) menggambarkan servant leadership sebagai melayani yang utama dan
mendorong hubungan yang baik dengan mengembangkan atmosfer dignity dan respect,
membangun komunitas dan kerja tim, dan mendengarkan rekan dan karyawan.[14]
Perilaku servant leadership yang di adaptasi dan dimodifikasi dari Servant Leadership
Scale dari Barbuto dan Wheeler (2006) terdiri dari 5 (lima) dimensi, yaitu altruistic calling,
emotional healing, wisdom, persuasive mapping, dan organizational stewardship.
1) Altruistic calling menggambarkan hasrat yang kuat dari pemimpin untuk membuat perbedaan
positif pada kehidupan orang lain dan meletakkan kepentingan orang lain di atas kepentingannya
sendiri dan akan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan bawahannya.
9
masyarakat dan pengembangan komunitas dan mendorong pendidikan tinggi sebagai satu
komunitas.
8) Service menggambarkan sejauh mana pelayanan dipandang sebagai inti dari kepemimpinan
dan pemimpin menunjukkan perilaku pelayanannya kepada bawahan.[14]
Ciri kepemimpinan servant adalah keinginan untuk membantu orang lain daripada
keinginan untuk mencapai kekuasaan dan kontrol atas orang lain. Mengerjakan apa yang benar
bagi orang lain berdasarkan prosedur yang berlaku lebih diutamakan daripada melindungi posisi
seseorang. Kepemimpinan servant membuat keputusan untuk memajukan kepentingan kelompok
daripada kepentingan mereka sendiri.[15]
Dari beberapa teori diatas dapat disintesiskan bahwa pengertian dari kepemimpinan
melayani adalah sebuah gaya kepemimpinan berawal dari perasaan tulus yang timbul dari dalam
hati untuk melayani, menempatkan kebutuhan pengikut sebagai prioritas, menyelesaikan sesuatu
bersama orang lain dan membantu orang lain dalam mencapai suatu tujuan bersama.
Kepemimpinan Birokrasi
Pengertian “birokrasi” juga dimaksudkan sebagai definisi yang telah banyak dirumuskan
dalam kamus dari beberapa negara sesuai pendapat de Gournay maupun yang lain-lain sudah
sangat jelas dan konsisten. Di bawah ini diberikan berbagai pengertian birokrasi.
10
2. Kamus Bahasa Jerman edisi 1813, mendefinisikan birokrasi “Wewenang atau kekuasaan
berbagai departemen pemerintahan dan cabangcabangnya”.
3. Kamus Teknik bahasa Italia yang terbit 1828 menyebutkan suatu kata baru “Kekuasaan
pejabat di dalam Administrasi Pemerintahan”.
4. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia “biro” diartikan kantor dan istilah birokrasi
mempunyai beberapa arti:
a. Pemerintahan yang di dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat.
b. Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai negeri.
c. Cara kerja atau susunan pekerjaan yang serba lambat, serba menurut aturan, kebiasaan,
dan banyak liku-likunya. Definisi dalam kamus bahasa Indonesia ini nampaknya tidak
hanya berusaha memberikan makna “birokrasi” tetapi juga istilah turunan yang mengacu
pada sifat atau kebiasaan birokrasi.[16]
Dalam gagasan Weber. Max Weber (Savirani, 2004), seorang sosiolog Jerman menulis
sebuah alasan yang menggambarkan bentuk birokrasi sebagai cara ideal mengatur organisasi
pemerintahan melalui prinsip-prinsip birokrasi:[19]
11
a. Harus terdapat adanya struktur hirarkis formal pada setiap tingka dan di bawah
kontrol dan dikendalikan dalam sebuah hirarki formal atas dasar dari perencanaan
pusat dan pengambilan keputusan,
b. Manajemen dengan aturan yang jelas adanya pengendalian melalui aturan yang
memungkinkan agar keputusan yang dibuat pada tingkat atas akan dapat dilaksanakan
secara konsisten oleh semua tingkat di bawahnya,
c. Organisasi dengan fungsional yang khusus pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh
mereka yang benar merupakan ahli kemudian disusun dalam unit-unit berdasarkan
jenis pekerjaan yang akan dilakukan berdasarkan keahlian,
d. Mempunyai sebuah misi target yang akan dituju atau yang sedangkan dilaksanakan
dalam upaya agar tujuan agar organisasi ini dapat melayani kepentingan yang akan
diberdayakan termasuk dalam misi untuk melayani organisasi itu sendiri harus
melalui perhitungan pencapaian pada tujuan,
e. Perlakuan secara impersonal idenya agar memperlakukan semua pelaksana dan
kepentingan diperlakukan secara sama sama dan tidak boleh dipengaruhi oleh
perbedaan individu,
f. Bekerja berdasarkan kualifikasi teknis merupakan perlindungan bagi pelaksana agar
dapat terhindar dari pemecatan sewenang-wenang dalam saat menjalankan tugasnya.
12
directing (petunjuk), selling (memberi saran alternatif), participating (berperan serta) dan
delegating (melimpahkan wewenang dan tanggung jawab). Hasil penelitiannya menunjukkan
sebagai berikut :
Di Kabupaten Dati II Bandung, kepemimpinan pemerintahannya sudah menampilkan
keempat gaya kepemimpinan di atas. Hal ini dapat dilihat berdasarkan pola pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat. Struktur kerja aparatur pemerintahan sudah ada pembagian tugas
atau wewenang, terutama dalam hal-hal yang sangat berhubungan langsung dengan masyarakat.
Pembagian kerja dilakukan secara tegas, sehingga agak terkesan kaku. Tidak hadirnya aparatur
dalam tugas tertentu kadang berakibat tidak terselesaikannya suatu pekerjaan.
Dari beberapa teori diatas dapat disintesiskan bahwa pengertian dari kepemimpinan
birokrasi adalah gaya kepemimpinan yang melalui kepemimpinan organisasi dapat mengerahkan
segala sumber daya untuk mencapai tujuan.
Kepemimpinan Spiritual
Konsep Kepemimpinan Spiritual Istilah “kepemimpinan” telah banyak kita kenal, baik
secara akademik maupun sosiologik. Akan tetapi ketika kata kepemimpinandirangkai dengan
konsep SQ kemudian menjadi leadership SQ menjadambigu. Dalam tulisan ini selanjutnya,
konsep Leadership SQ akanditerjemahkan sebagai “kepemimpinan spiritual”. Istilah “spiritual”
adalahbahasa Inggris berasal dari kata dasar “spirit”. Dalam Oxford Advanced Learner’s
Dictionary misalnya, istilah spirit antara lain memiliki cakupanmakna: jiwa, arwah / roh,
semangat, hantu, moral dan tujuan atau maknayang hakiki. Sedangkan dalam Bahasa Arab,
istilah spiritual terkaitdengan yang ruhani dan ma’nawi dari segala sesuatu. [21]
Menurut Beekun and Badawi (1999), seorang muslim dalam melakukan fungsi
kepemimpinan melewati empat tahapan proses dalam pembangunan spiritualnya, yaitu iman,
Islam, taqwa dan ihsan.[22]
Fry (dalam Widyarini 2010:4) menyatakan dua hal yang menjadi landasan pemikiran
perlunya teori kepemimpinan spiritual : (1) kebutuhan zaman akan organisasi-organisasi
pembelajar membutuhkan kepemimpinan spiritual, (2) Organisasiorganisasi pembelajar dapat
menjadi sumber pertahanan spiritual dan terutama memotivasi para pekerjaanya secara
intinsik rnelalui visi, harapan/ keyakinan, dan cinta altruistik.[23]
13
Tabroni mengemukakan (2005) konsep kepemimpinan spiritual muncul sebagai sebuah
paradigma baru dalam transformasi dan perkembangan organisasi yang adaptif untuk menjawab
tantangan zaman pada era abad ke-21. Kepemimpinan spiritual ini dipandang mampu
menyempurnakan model-model kepemimpinan sebelumnya dengan cara mendasarkan visi, misi
dan perilaku kepemimpinannya pada nilai-nilai ketuhanan. Kepemimpinan spiritual adalah
kepemimpinan yang membawa dimensi keduniaan kepada dimensi spiritual (keilahian). [24]
Dari beberapa teori diatas dapat disintesiskan bahwa pengertian dari kepemimpinan
spiritual adalah kepemimpinan yang membawa dimensi keduniawian kepada
dimensi spiritual (keilahian). Tuhan adalah pemimpin sejati yang mengilhami, mempengaruhi,
melayani dan menggerakkan hati nurani hamba-Nya dengan cara yang sangat bijaksana melalui
pendekatan etis dan keteladanan.
KESIMPULAN
Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan sebuah
proses yang dimiliki oleh seseorang untuk mampu dalam mempengaruhi orang lain dalam
sebuah kelompok atau organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Adapun macam-macam gaya
14
kepemimpinan yaitu kepemimpinan autentik adalah sebuah pola perilaku pemimpin yang
mendukung psikologis positif untuk memperkuat pemahaman diri serta pengembangan diri
dalam mengetahui sebuah arah dan tujuan. Kepemimpinan kharismatik adalah gaya
kepemimpinan yang membuat para anggota yang di pimpinnya mengikuti inovasi inovasi yang
di ajukan oleh pemimpin ini. Pemimpin karismatik visioner mengekpresikan visi bersama
mengenai masa depan. Kepemimpinan melayani adalah sebuah gaya kepemimpinan berawal dari
perasaan tulus yang timbul dari dalam hati untuk melayani, menempatkan kebutuhan pengikut
sebagai prioritas, menyelesaikan sesuatu bersama orang lain dan membantu orang lain dalam
mencapai suatu tujuan bersama. Kepemimpinan birokrasi adalah gaya kepemimpinan yang
melalui kepemimpinan organisasi dapat mengerahkan segala sumber daya untuk mencapai
tujuan. Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang membawa dimensi keduniawian
kepada dimensi spiritual (keilahian).
REFERENSI:
[1] T. Koesmono, “Peranan Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi,” no. 49, pp. 335–348,
2003.
[2] F. Nezhad Haj Ali Irani et al., “Issn 1412 – 8683 29,” Procedia - Soc. Behav. Sci., vol. IV,
no. 2, pp. 29–38, 2017.
[3] M. Su’ud, “Risensi Buku Kepemimpinan: Teori Dan Praktik,” Kaji. Bisnis STIE Widya
Wiwaha, vol. 23, no. 1, p. 433, 2017.
15
[4] A. Grabo, B. Spisak, and M. Van Vugt, “Charisma as signal : An evolutionary perspective
on charismatic,” Leadersh. Q., no. May, pp. 0–1, 2017.
[9] P. Pt, B. Negara, R. S. Manado, and B. J. Tampi, “Journal ‘Acta Diurna’ Volume III.
No.4. Tahun 2014,” vol. III, no. 4, pp. 1–20, 2014.
[11] Y. Iswanto, “Kepemimpinan Pelayan Era Modern,” J. Adm. Kant., pp. 157–172, 2017.
[12] S. Sendjaya and J. C. Sarros, “Organizational Studies,” J. Leadersh. Organ. Stud., vol. 9,
2002.
[16] Ngadisah, “Pengertian dan Teori-teori Klasik Birokrasi,” Modul 1, pp. 1–32, 2016.
[17] P. P. Usaha, “Kepemimpinan dalam birokrasi pelayanan perizinan usaha,” pp. 1–10.
16
dan optimisme daerah dalam reformasi birokrasi di indonesia,” vol. 2, no. 2, pp. 290–314,
2016.
[20] A. A. Wakhid, “Eksistensi Konsep Birokrasi Max Weber Dalam Reformasi Birokrasi Di
Indonesia,” J. TAPIs, vol. 7, no. 2, pp. 125–146, 2011.
17