Anda di halaman 1dari 2

CHILDFREE BOLEHKAH DALAM ISLAM?

Belum lama mulai terdengar ramai istilah childfree yang dikatakan oleh influencer seperti Gita
Savitri dan Cinta Laura (Clara Kiehl) dalam unggahan konten Youtubenya, mereka mengungkapkan
keputusannya untuk mengambil langkah tersebut bukan keluar hanya untuk sensai tetapi langkah tersbut
sudah dipersiapkan dalam kehidupannya.
Dikutip dari buku yang ditulis oleh Rachel Chrastil, beliau seorang profesor di Universitas
Xavier. Dalam bukunya yang berjudul “A history and Philosophy of life without childreen” Childfree
atau yang disebut dengan childless by choice merupakan suatu keputusan atau pilihan hidup untuk
tidak memiliki anak setelah menikah. Childfree berbeda dengan Childless. Childless lebih ke dalam
kondisi dimana seseorang tanpa anak yang disebabkan karena keadaan. Keputusan ini mungkin
adalah sesuatu yang baru oleh masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa bahwa ketika ada satu
pasangan yang menikah maka sudah pasti didalamnya ada keinginan untuk mempunyai anak, namun
ada beberapa hal yang perlu diketahui mengenai fenomena childfree ini, yaitu data mengenai
mayoritas kalangan yang pro atau mendukung gerakan ini, Berdasarkan pakar ekonomi David Foot
dari University of Toronto, tingkat pendidikan seorang wanita adalah faktor paling penting dalam
menentukan apakah dia memutuskan mau punya anak: makint tinggi tingkat pendidikan, makin
sedikit keinginan untuk memiliki anak. (atau, jika dia mau, makin sedikit jumlah anak yang ingin
dimiliki) Secara keseluruhan, para peneliti telah mengobservasi bahwa para pasangan yang childfree
lebih berpendidikan, dan mungkin karena hal ini, mereka cenderung ingin dipekerjakan dalam bidang
manajemen dan profesional, pada kedua belah pihak atau pasangan untuk mendapatkan penghasilan
yang tinggi dan untuk tinggal di area urban. Mereka juga cenderung kurang religius, dan tidak
mengikuti aturan peran gender umum yang konvensional.
Selanjutnya adalah alasan melakukan childfree menurut pandangan yang kita dapat dari
sebuah buku "No Kids: 40 Reasons For Not Having Children" karya e.g. Corinne Maier, Penulis asal
Paris itu menuliskan alasan-alasannya seperti masalah financial, ketakutan bahwa aktivitas seksual
akan berkurang, ketakutan akan perubahan fisik akibat kehamilan dan masa pemulihan (misalnya
berkurangnya daya tarik fisik), menganggap diri mereka tidak layak menjadi orang tua, tidak ingin
terikat dengan tugas dan tanggung jawab membesarkan keluarga serta masih banyak yang lainnya
lagi. Salah satu contohnya adalah Victoria Tunggono (37), novelis dan penulis buku " Childfree and
Happy", mengatakan, banyaknya pemberitaan mengenai perempuan-perempuan yang memilih untuk
tidak mempunyai anak bukan karena munculnya fenomena baru. Selama ini, menurutnya, sudah
banyak kaum Hawa yang berkeinginan untuk tidak memiliki keturunan. Namun, opsi itu sulit diambil
mengingat kuatnya budaya patriarki di Indonesia dan masih bertahannya stigma sosial bahwa
perempuan yang menikah harus memberikan keturunan pada suaminya.
Lalu bagaimanakah penulis memandang childfree, apakah bertentangan dengan syariat
ataukah malah menjadi opsi hukum baru dalam mengarungi kehidupan berkeluarga, istilah ini
childfree atau keengganan untuk memiliki keturunan tidak dapat kita temui dalam Islam, al-Qur’an
pada banyak ayatnya dan hadis dalam beberapa riwayatnya malah menganjurkan untuk orang yang
sudah menikah untuk memiliki keturunan yang baik.

Q.S Ali Imran ayat 38 salah satunya


َ َّ‫ك َدعَا زَ َك ِريَّا َربَّ ۥهُ ۖ قَا َل َربِّ هَبْ لِى ِمن لَّ ُدنكَ ُذرِّ يَّةً طَيِّبَةً ۖ إِن‬
‫ك َس ِمي ُع ٱل ُّدعَٓا ِء‬ َ ِ‫هُنَال‬

Terjemah Arti: Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku
dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa".
Menurut Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah menafsirkan
ayat ini dengan Di tempat itulah, mihrab Maryam, Zakariya berdoa kepada Tuhannya agar diberikan
keturunan yang baik dan saleh. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa orang yang berdoa kepada-
Mu, senada penjelasan ayat diatas bahwa mengutip pendapat Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya
I’lâmul Muwaqqi’in menjelaskan tujuan pernikahan adalah “menjaga keberlangsungan jenis manusia, dan
melahirkan keturunan yang saleh dan cara untuk memiliki anak yang shaleh itu caranya adalah dengan
pernikahan.
Namun tak dapat dipungkiri untuk mempunyai anak yang baik bukan hal yang mudah dalam
realita kehidupannya, banyak hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menjadi orang tua. Maka dari itu
perlu ada penekanan kepada syarat aqil dan baligh sebelum terjadi pernikah. Aqil dimaknai dengan
kematangan atau kesiapan secara mental, psikis dan pemikiran, sedangkan baligh dapat dimaknai dengan
kesiapan atau kematangan secara fisik, finansial dan hal yang bersifat material lainnya, Dengan kata lain,
seorang muslim diperbolehkan menikah dengan syarat ia mampu memahami secara aqil baligh serta
bertanggung jawab pada perintah Allah dan larangan-Nya. Maka jika hal-hal tersbut dapat dipenuhi dan
dilaksanakan dengan baik maka memliki keturunan adalah suatu hal yang sangat bermanfaat bagi sebuah
pasangan. Upaya untuk memiliki keturunan dengan menikah menjadi sebuah ibadah dari berbagai sisi.
Pertama, mencari ridha Allah SWT dengan menghasilkan keturunan. Kedua, mencari cinta Nabi
Muhammad SAW dengan memperbanyak populasi manusia yang dibanggakan. Ketiga, berharap berkah
dari do’a anak sholeh setelah dirinya meninggal.
Maka dari hal itu, menikah tanpa adanya tujuan memiliki keturunan atau childfree karena
pesoalan kekhawatiran dalam kemampuan finansial, alasan ini tidak cukup kuat untuk menjadi alasan
enggan memiliki keturunan. Karna perkara finansial bagi pasangan yang ingin menikah telah Allah SWT
sampaikan dalam Qur’an Surat An-Nur ayat 32 yang berbunyi:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah)
dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui.”
Dan dengan alasan belum pantas menjadi orang tua atau memiliki trauma atas masa kecilnya menurut
saya semua orang memang pada awalnya tidak ada yang benar-benar siap dan memang tidak ada sesuatu
yang sempurna dalam segala hal namun dengan berjalannya waktu dan tetap berusaha untuk menjadi
orang tua yang baik itu sudah cukup menjadi alasan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak mengenakan
kepada anaknya karena orang tuanya mengetahu bahwa hal tersebut sangatlah tidak baik.
Jadi menurut penulis, dilihat dari kuatnya anjuran, keutamaan, serta urgensitas keberadaan anak sholeh
dari suatu pernikahan, serta pertimbangan yang tidak prinsipil untuk tidak memiliki keturunan,
Maka alasan memilih nikah tanpa memiliki keturunan atau childfree sebagaimana kasus di atas
hendaknya tidak dilakukan oleh kaum muslim/muslimah, sebab hal tersebut tidak sesuai dengan anjuran
agama, serta menyalahi makna filosofis dari sebuah pernikahan.

Nama : Alwan Faiq


Sem : VII A

Anda mungkin juga menyukai