Anda di halaman 1dari 5

agama-Childfree

Beberapa orang memilih childfree mungkin bahkan lebih baik ketika ia merasa tidak
mampu membesarkan seorang anak dengan kualitas yang baik.karena mempunyai
anak itu suatu tanggung jawab yg besar.
Iya sii menikah itu secara garis keras artinya membuat garis keturunan. Tapi, ada hal
yang lain yang juga harus di pikirin. Kemampuan diri, tanggung jawab, hak-hak yang
harus dipenuhi seperti makanan, pendidikan, moral dan agama.
orang tua baik tentu bukan hal yang mudah karena kualitas hidup anak sangat
bergantung dengan orang tua.kemampuan finansial, biar tumbuh kembang anak
optimal dan semua kebutuhannya bisa terpenuhi.
Justru yg memilih childfree adalah mereka yg sangat memikirkan kesejahteraan anak.
Mereka paham kalau punya anak itu tanggung jawab yg besar. Banyak hal yg harus
dipelajari sebagai orang tua. Banyak hal yg harus dipelajari tentang anak.
Yg milih childfree kebanyakan mereka mampu secara finansial, pengetahuan mereka
juga bagus tentang parenting.
kondisi ketika seseorang tidak bisa memiliki keturunan, biasanya karena kondisi fisik
atau biologis.
Tpi mereka gk punya mental untuk mengurus anak
penyebab childfree:
-Childfree itu ketidakmampuan mental mengurus anak
-tidak bisa memiliki keturunan
-mempunyai pengalaman hidup di lingkungan yang kurang baik
-childfree menganggap bahwa mereka ga bisa menghasilkan generasi yang baik

Menurut pandangan saya,Childfree adalah di mana pasangan yang sudah menikah


memilih untuk tidak memiliki keturunan atau membesarkan anak. Pasangan yang
memutuskan untuk childfree artinya sudah siap untuk tidak memiliki keturunan.
Alasan Seseorang Memilih Childfree:
1.Faktor kesehatan
kondisi ketika seseorang tidak bisa memiliki keturunan, biasanya karena kondisi fisik
atau biologis. Sehingga, cenderung terjadi karena unsur keterpaksaan.
2.Faktor Ekonomi
Salah satu alasan yang dapat mendasari keputusan childfree adalah faktor ekonomi
atau finansial dalam keluarga. bahwa biaya yang dibutuhkan untuk membesarkan anak
tidaklah sedikit,dan adanya keraguan dalam diri karena merasa tidak memiliki biaya
yang cukup untuk merawat anak.
4.Kondisi finansial
Keadaan finansial seseorang menjadi salah satu faktor seseorang memutuskan untuk
childfree. Membesarkan serta merawat anak, bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan
persiapan mental serta finansial yang matang.
Ketika pasangan telah memutuskan untuk childfree, kemungkinan mereka telah
memperhitungkan kemampuan finansial atau bahkan hingga kemungkinan-
kemungkinan soal membiayai tumbuh kembang sang anak.
Sehingga, mereka akan lebih fokus dalam mengalokasikan dana untuk kebutuhan-
kebutuhan pribadi yang tentu saja, nominalnya tidak sedikit.
3.Trauma di masa lalu
Berdasarkan Al-Qur’an
Secara umum tujuan dari adanya sebuah pernikahan ialah untuk memiliki keturunan.
Dalam sudut pandang manapun memiliki keturunan itu merupakan sebuah fitrah dalam
berumah tangga. Karena ini adalah bagian dari kehidupan berumah tangga, maka
islam dengan bersumberkan Al-Qur’an dan Hadits memberikan perhatian akan hal ini.
maka dari itu, banyak ditemukan ayat-ayat Al-Qur’an bahkan Hadits Rasulullah SAW
yang memberikan arahan-arahan untuk menghadirkan tujuan dalam berumah tangga
yaitu guna melahirkan keturunan-keturunan yang terbaik.
Dalam Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 72 Allah SWT berfirman: “Allah menjadikan bagi
kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu,
anak-anak dan cucu-cucu dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka
mengapakah mereka beriman kepada bathil dan mengingkari nikmat Allah?” (QS. An-
Nahl:72). Dengan berdasarkan ayat diatas maka childfree sangat bertentangan dengan
salah satu tujuan dari pernikahan, yaitu untuk meneruskan keturunan yang akan
mencetak generasi yang beriman serta berakhlak mulia yang juga merupakan fitrah
sebagai makhluk hidup dalam menginginkan adanya keturunan.
Adapula yang beranggapan bahwa dengan memiliki anak akan mengurangi rezeki
karena banyaknya biaya yang harus dikeluarkan untuk merawat serta membesarkan
seorang anak, sehingga mereka memutuskan untuk memilih childfree. Allah Swt.,
Berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 151: “… Kami akan memberi rezeki
kepadamu dan kepada mereka,...”
Dari ayat ini seharusnya kita tidak perlu ragu untuk memiliki seorang anak, karena Allah
SWT akan memberikan rezeki kepada kedua orang tuanya, bahkan setiap anak yang
lahir itu adalah rezeki dari Allah SWT dan setiap anak yang lahir akan membawa
rezekinya masing-masing.
Berdasarkan Hadits Rasulullah Saw
Dalam islam anak merupakan suatu amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada
pasangan yang sudah menikah. Karena dengan adanya seorang anak dalam
pernikahan, menjadi kesempatan untuk orang tua agar mendapatkan pahala yang
sebesar-besarnya dari Allah SWT dengan cara merawat, mengasuh, menyayangi,
memberikan perhatian serta mendidik anak yang kemudian akan menjadikan anak
tersebut anak yang salih dan salihah yang akan menjadi generasi penerus islam.
Kebaikan-kebaikan yang dilakukan serta doa-doa yang dipanjatkan seorang anak akan
mengalir dan menjadi pahala bagi kedua orang tuanya, sekalipun orang tua tersebut
sudah meninggal dunia. Sebagaimana dalam Sabda Rasulullah SAW: “Apabila
manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara,
yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak salih yang mendoakannya.”
(HR.Muslim).
ADVERTISEMENT
Sementara dalam Hadits lain Rasulullah SAW bersabda: “Nikahilah wanita yang
penyayang dan yang subur (memiliki banyak anak), karena aku bangga dengan
banyaknya umatku pada hari kiamat kelak.” Menurut Hadits diatas, Rasulullah SAW
menganjurkan untuk menikahi perempuan yang memiliki banyak kasih sayang dan
perempuan yang mampu melahirkan banyak keturunan. Karena pada hari kiamat
kelak, Nabi Muhammad SAW akan bangga dengan melihat banyaknya jumlah umat
islam diantara umat-umat yang lain.
Berdasarkan Ilmu Fiqih
Ditinjau dari Ilmu Fiqih, childfree yang dimaksud adalah kesepakatan antara suami dan
istri untuk menolak lahirnya seorang anak, baik sebelum anak potensial wujud ataupun
setelahnya. Maksud potensial wujud disini ialah menolak atau mencegah wujudnya
seorang anak sebelum cairan sperma berada di rahim seorang wanita, hal ini bisa
dicegah dengan cara tidak menikah sama sekali. Hal ini boleh dilakukan jika orang
tersebut tidak memenuhi syarat wajib untuk menikah. Kemudian menahan diri untuk
tidak melakukan hubungan seksual setelah pernikahan serta dengan cara ‘azl
(menumpahkan cairan sperma di luar rahim wanita).
Menurut pendapat Imam Al-Ghazali bahwa hukum ‘azl adalah boleh atau mubah, tidak
sampai dikatakan makruh apalagi haram. Az-Zabidi juga mendukung pendapat Al-
Ghazali yang mengatakan hal yang sama pula, bahwa menolak anak sebelum
potensial wujud atau sebelum cairan sperma berada dalam rahim seorang wanita
adalah boleh. Jadi bila childfree yang dimaksud adalah menolak wujudnya anak
sebelum potensial wujud, yaitu sebelum sperma berada di rahim wanita, maka
hukumnya adalah boleh. Namun, jika childfree dilakukan dengan maksud menunda
atau mengurangi kehamilan maka hal tersebut adalah makruh.
Jika childfree dilakukan dengan cara mematikan fungsi reproduksi secara mutlak, maka
hal tersebut haram dilakukan atau tidak diperbolahkan. Seperti halnya dengan
melakukan vasektomi (pemotongan vas deferens atau pipa tempat menyalurkan
sperma dari testis menuju uretra sehingga seorang pria tidak dapat menghamili wanita)
dan tubektomi (penutupan pada tuba falopi yang terdapat di dalam tubuh wanita
sehingga sperma yang masuk tidak dapat membuahi sel telur). Mengutip pendapat dari
Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi bahwa vasektomi dan tubektomi dapat mengakibatkan
kemandulan tetap. Hal ini bertentangan dengan tujuan dari perkawinan yakni dengan
mendapatkan keturunan.
Pernikahan bukan hanya sebuah ikatan formal tetapi juga sebuah ikatan lahir batin dan
sangat sakral yang memiliki nilai religius yang implikasi serta konsekuensinya bernilai
ibadah. Jika memutuskan pilihan childfree walaupun itu adalah sebuah hak, namun
harus dilandasi oleh norma-norma keagamaan. Yang maksudnya jika kita menentukan
suatu pilihan maka harus yang diutamakan adalah untuk mencapai ridho Allah SWT.
Wallahu A’lam Bishawab.

Abstrak
Pernikahan merupakan ikatan batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk mencapai tujuan
keluarga. Pernikahan bertujuan untuk memperoleh keturunan. Namun, tidak semua pasangan dapat
memiliki anak karena alasan kesehatan (childless) dan tidak ingin memiliki anak
(childfree). Childless terjadi akibat adanya permasalahan kesehatan yang membuat pasangan sulit
untuk memperoleh keturunan. Selain itu, tidak memiliki anak dapat terjadi dengan tujuan untuk
menunda memperoleh keturunan atau mengatur jarak dalam memperoleh keturunan. Childless
dapat dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi baik yang tradisional maupun
modern. Sedangkan, childfree merupakan keputusan yang dilarang dalam agama Islam jika ditinjau
dalam ilmu fiqih, karena penerapan childfree tidak berdasar pada alasan yang jelas dan terkesan
menggunakan alasan urusan duniawi seperti karir, pekerjaan maupun ekonomi. Padahal, dalam
agama Islam sudah dijelaskan bahwa anak memiliki banyak keutamaan diantaranya sebagai amal
jariyah, mendapatkan berkah dunia dan akhirat, meningkatkan ketakwaan, mendapatkan syafa'at
dan mendapatkan derajat tinggi di surga. Oleh karena itu, sebagai umat Nabi Muhammad Saw
perlombaan selalu mengikuti dan mengamalkan ajaran Agama Islam agar kelak mendapatkan
syafaat di yaumul akhirat.

Abstrak

ABSTRAK

Tulisan ini mengkaji salah satu fenomena yang terjadi di masyarakat, yaitu childfree. Penulis melakukan
analisis fenomena tersebut dengan beberapa ayat Al-Qur'an, yaitu QS. Al-Baqarah (2): 187, QS. Ali Imran (3):
14, QS. An-Nisa' (4): 1, QS. An-Nahl (16): 72, dan QS. Ar-Rum (30): 21. Fenomena keputusan ini menarik
untuk dipahami karena bertolak belakang dengan tujuan pernikahan, yaitu memiliki anak, dan budaya
keIndonesiaan yang pronatalis. Dari permasalahan tersebut penulis menyajikan rumusan masalah, yaitu
bagaimana fenomena keputusan childfree dibaca melalui perspektif Al-Qur'an dan dalam konteks ke-
Indonesia-an?
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan studi kepustakaan (library research). Tulisan ini
mencoba mengkaji fenomena keputusan childfree sebagai objek kajian yang kemudian dianalisis dengan ayat-
ayat Al-Qur'an dan konteks keIndonesiaan. Sumber data primer yang dipakai oleh peneliti adalah Al-Qur'an
sedangkan data sekunder berupa buku, kitab tafsir, maupun artikel yang terkait dengan tema penelitian. Kedua
sumber data tersebut berbentuk dokumentasi. Penulis menggunakan teknik deskriptif-analitis dalam mengolah
data. Metode pencarian yang digunakan adalah metode tafsir maudhu'i atau tafsir tematik, dengan tahapan
yang ditawarkan oleh Hasan Hanafi.

Dari tulisan ini dapat diartikan bahwa childfree sebagai keputusan seseorang atau pasangan untuk memilih
ketiadaan anak dalam hidupnya. Dalam Al-Qur'an tidak terdapat ayat-ayat yang secara terang menerangkan
bebas anak sehingga ayat yang disajikan membahas kehadiran anak dan kedudukan anak dalam
kehidupan. Beberapa ayat yang telah dipaparkan bertolak belakang dengan konsep childfree. Begitupula
dalam konteks keIndonesiaan, childfree dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai budaya Indonesia yaitu
pronatalis.
ABSTRAK

Tulisan ini mengkaji salah satu fenomena yang terjadi di masyarakat, yaitu childfree. Penulis menganalisis
fenomena ini dengan beberapa ayat Al-Qur'an yaitu QS. Al-Baqarah (2): 187, QS. Ali Imran (3): 14, QS. An-
Nisa' (4): 1, QS. An-Nahl (16): 72, dan QS. Ar-Rum (30): 21. Fenomena keputusan ini menarik untuk dibahas
karena bertentangan dengan tujuan perkawinan, memiliki anak, dan budaya pronatalis Indonesia. Dari
permasalahan tersebut, penulis menyajikan rumusan masalah, bagaimana fenomena keputusan bebas anak
yang dibaca melalui perspektif al-Qur'an dan dalam konteks Indonesia?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan. Tulisan ini mencoba
untuk melihat fenomena keputusan bebas anak sebagai objek kajian yang kemudian dianalisis dengan ayat-
ayat Al-Qur'an dan konteks Indonesia. Sumber data primer yang digunakan peneliti adalah Al-Qur’an,
sedangkan data sekunder berupa buku, tafsir, dan artikel yang berhubungan dengan tema penelitian. Kedua
sumber data tersebut berupa dokumentasi. Penulis menggunakan teknik deskriptif-analitik dalam mengolah
data. Metode penafsiran yang digunakan adalah metode penafsiran maudhu'i atau penafsiran tematik, dengan
tahapan-tahapan yang ditawarkan oleh Hasan Hanafi.

Dari tulisan ini dapat disimpulkan bahwa childfree adalah keputusan seseorang atau pasangan untuk memilih
ketiadaan anak dalam hidupnya. Di dalam Al-Qur'an tidak ada ayat yang secara gamblang menjelaskan
tentang bebas anak, sehingga ayat-ayat yang disajikan membahas tentang keberadaan anak dan kedudukan
anak dalam kehidupan. Beberapa ayat yang telah dijelaskan bertentangan dengan konsep childfree. Begitu
pula dalam konteks Indonesia, childfree dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai budaya Indonesia, yaitu
pronatalisme.

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Perkenalkan nama saya DWI RIDA’UL ROCHMAH dari UPBJJ - UT- SURABAYA Prodi
HUKUM

Menurut pandangan saya,Childfree adalah di mana pasangan yang sudah menikah


memilih untuk tidak memiliki keturunan atau membesarkan anak. Pasangan yang
memutuskan untuk childfree artinya sudah siap untuk tidak memiliki keturunan.
Alasan Seseorang Memilih Childfree:
1.Faktor kesehatan
kondisi ketika seseorang tidak bisa memiliki keturunan, biasanya karena kondisi fisik
atau biologis. Sehingga, cenderung terjadi karena unsur keterpaksaan.
2.Faktor Ekonomi
Salah satu alasan yang dapat mendasari keputusan childfree adalah faktor ekonomi
atau finansial dalam keluarga. bahwa biaya yang dibutuhkan untuk membesarkan anak
tidaklah sedikit,dan adanya keraguan dalam diri karena merasa tidak memiliki biaya
yang cukup untuk merawat anak.
4.Kondisi finansial
Keadaan finansial seseorang menjadi salah satu faktor seseorang memutuskan untuk
childfree. Membesarkan serta merawat anak, bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan
persiapan mental serta finansial yang matang.
Ketika pasangan telah memutuskan untuk childfree, kemungkinan mereka telah
memperhitungkan kemampuan finansial atau bahkan hingga kemungkinan-
kemungkinan soal membiayai tumbuh kembang sang anak.
Sehingga, mereka akan lebih fokus dalam mengalokasikan dana untuk kebutuhan-
kebutuhan pribadi yang tentu saja, nominalnya tidak sedikit.

Sekian pendapat saya, jika ada kesalahan dalam penulisan mohon maaf yang sebesar
besarnya terimakasih.
Sumber referensi: https://kumparan.com/
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Anda mungkin juga menyukai