Oleh : Kelompok 6
Ni Made Ayu Sri Lestari 17777007
Suganda Maulana 17777009
Ariqah Ghina Mardiah 17777011
Sitti Suhaddah 18777056
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2020
A. Pendahuluan
Anak adalah rezeki yang dianugrahkan langsung dari Allah, tidak melalui dukun atau
paranormal. Itulah takdir yang hanya Allah berikan melalui berbagai ikhtiar yang
dilakukan manusia. Artinya, selama manusia mau berusaha menuju takdirnya maka
Allah akan mendekatkan tujuan yang ingin dicapai terhadap manusia itu. Di sisi lain,
kita dapat berusaha “mengatur” kelahiran sesuai dengan syari’at Allah
Namun sangat di sayangkan pengaturan jarak kelahiran itu sendiri masih menjadi
problem dilematis dalam keluarga muslim. Diantaranya dari segi hukum syar’i yang
tampak bertentangan dengan program negara, termasuk metode apa yang paling tepat
untuk digunakan. Perlu kita garis bawahi bahwa mengatur jarak kelahiran bukan
berarti membatasi. Slogan program KB “Dua anak cukup laki-laki dan wanita sama
saja” itu pemahaman yang telah mengakar di masyarakat. Hal tersebut telah
membentuk lingkungan yang berpaham keliru secara turun-temurun. Banyak yang
mengunakan alasan ekonomi untuk takut mempunyai banyak anak. Mereka takut
lapar atau menanggung biaya Pendidikan yang tinggi. Padahal anak bukalah
penyebab datangnya kemiskinan, namun sebaliknya.
Dengan alasan inilah, atau berbagai jenis alasan lain, juga karena masyhurnya
program KB ini di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia, mendorong banyak
pasangan suami istri memilih bergabung dalam program KB untuk mengatur jarak
kelahiran atau membatasi jumlah anak mereka. Hanya saja, banyak yang kemudian
melakukannya namun tidak berlandaskan hukum Islam. Berangkat dari problematika
tersebut, di dalam makalah ini penulis memilih untuk mengkaji bagaimana pandangan
Islam dalam perkara ini. Sehingga dengan ini ummat tidak lgi keliru dalam
menyikapinya dan tidak lagi ragu, apakah harus melakukannya ataukah memilih
meninggalkannya.
Secara etimologi istilah KB berasal dari kata keluarga dan berencana. Apabila kata ini
dipisah, maka “keluarga” mempunyai arti tersendiri, demikian juga dengan kata
“berencana”. Yang dimaksud di sini ialah unit terkecil di dalam masyarakat yang
anggota-aggotanya adalah ayah dan ibu atau ayah, ibu dan anak. Satuan kekerabatan
yang sangat mendasar dalam masyarakat
Secara terminologi keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak
dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan
bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas
Di dalam Islam terdapat dua hal yang berkaitan dengan KB, pertama, Tahdid an-Nasl
(pembatasan keturunan) yaitu menghentikan proses kelahiran secara mutlak dengan
membatasi jumlah anak. Dapat dilakukan dengan alamiah atau mengguanakan alat-
alat kontrasepsi yang beragam. Kedua, Tanzhim an-Nasl (pengatauran atau
penjarangan kelahiran) yaitu mengguanakan sarana-sarana atau metode yang dapat
mencegah kehamilan dalam masa yang temporal, berkala atau sementara dan tidak
dimaksudkan untuk pemutusan keturunan selamanya. Tetapi dilakukan tujuan
kemaslahatan yang di sepakati oleh suami dan istri.
C. Tujuan Pelaksanaan KB
Namun, kebanyakan dari para pengkaji dalam masalah ini menggunakan istilah
tahdid an-nasl sebagai pemberhentian kehamilan setelah memiliki anak dalam jumlah
tertentu. Dan menggunakan istilah tanzhim an-nasl untuk mencegah kehamilan pada
waktu-waktu tertentu saja atau pada satu keadaan dan tidak pada keadaan yang lain.
Adapun wasilah atau perantara dalam merealisasikan salah satu dari keduanya adalah
dengan man’u al-hamli. Istilah ini juga yang dugunakan oleh al-Majami’ al-Fiqhiyah.
Adapun menurut Dr. Muhammad Abdul Hamid an-Naqib, bahwa at-tanzhim berasal
dari kata nizham, dan at-tahdid berasal dari kata al-had. Sehingga maksud dari at-
tanzhim adalah menjadikan sesuatu teratur. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dr.
Mahmud Akam bahwa tidak termasuk kategori dharurah jika maksud akhirnya adalah
untuk menyedikitkan anak. Namun, kadang kala tujuannya adalah demi kesehatan
anak dan ibu, terkadang untuk memaksimalkan pendidikan, atau tujuan-tujuan lain.
Adapun tahdid an-nasl adalah menghentikan keturunan dalam batasan tertentu atau
jumlah tertentu. Namun terkadang pula keputusan suami istri untuk menghentikan
kehamilan disebabkan suatu penyakit yang menimpa si istri, atau melewati usia
tertentu, atau setelah memiliki 4 orang anak dan berbagai bentuk lainnya.
Sedangkan man’u al-hamli adalah wasilah atau perantara untuk mencapai salah satu
dari keduanya sebagaimana pendapat kebanyakan pengkaji dalam permasalahan ini,
bahwa man’u al-hamli tidak termasuk dari keduanya ditilik dari teori dan
penerapannya. Bukan juga sebagai sasaran dan tujuan, melainkan perantara untuk
mencapai sebuah tujuan.
D. Hukum Melakukan KB
“Nikahilah wanita yang penyayang dan banyak anak (subur), karena sesungguhnya
aku akan bebangga banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat terdahulu.”
(HR: an-Nasa’i, Abu Dawud).
Dalam hadits di atas sangat jelas sekali bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk
memperbanyak keturunan. Sehingga upaya-upaya yang dilakukan untuk
menyedikitkan keturunan sangat tidak sejalan dengan syari’at bertanasul.
Permasalahan mengenai pengaturan kehamilan bukanlah hal baru, secara sekilas dan
tersirat Rasulullah dan para sahabatnya pernah membahas masalah ini yaitu dalam
permasalahan azl. Meski begitu, tidak ada dalil sharih yang menegaskan tentang
permasalahan ini. Sebab dalam azl sendiri para ulama berselisih pendapat tentang
kemubahannya. Banyak ulama yang berusaha mengkaji masalah yang berkaitan
dengan azl, namun tidak ada ijma’ yang menetapkan secara pasti hukum tersebut.
Sehingga pendapat ulama mengenai hal ini sangat bermacam-macam.
Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Bazz dalam fatwanya ketika
ditanya, Apa hukum KB? Beliau menjawab, Ini adalah permasalahan yang
muncul sekarang, dan banyak pertanyaan muncul berkaitan dengan hal ini.
Permasalahan ini telah dipelajari oleh Haiah Kibaril Ulama’ (Lembaga Riset
Ulama’ di Saudi) didalam sebuah pertemuan yang telah lewat dan telah
ditetapkan keputusan, yang ringkasnya adalah tidak boleh mengkonsumsi pil-
pil untuk mencegah kehamilan. Karena Allah Ta’ala Subhanahu Wa Ta’ala
mensyari’atkan untuk hamba-Nya sebab-sebab untuk mendapatkan keturunan
dan memperbanyak jumlah umat. Rosulullah bersabda:
األنبياء يوم القيامة: وفي رواية.تزوجوا الولود الودود فإني مكاثر بكم األمم يوم القيامة
Artinya: “Nikahilah wanita yang banyak anak lagi penyayang, karena sesungguhnya
aku berlomba-lomba dalam banyak umat dengan umat-umat yang lain di hari kiamat
(dalam riwayat yang lain: dengan para nabi di hari kiamat”
Karena umat itu membutuhkan jumlah yang banyak, sehingga mereka beribadah
kepada Allah Ta’ala, berjihad di jalan-Nya, melindungi kaum Muslimin dengan izin
Allah, dan Allah akan menjaga mereka dari tipu daya musuh-musuh mereka. Maka
wajib untuk meninggalkan perkara ini (membatasi kelahiran), tidak membolehkannya
dan tidak menggunakannya kecuali darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak
mengapa, seperti:
Sang istri tertimpa penyakit didalam rahimnya atau anggota badan yang lain,
sehingga berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa (menggunakan pil-pil tersebut)
untuk keperluan ini.
Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan istri keberatan jika
hamil lagi, maka tidak terlarang mengkonsumsi pil-pil tersebut dalam waktu tertentu,
seperti setahun atau dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan
untuk kembali hamil, sehingga ia bisa mendidik dengan selayaknya.
Adapun jika penggunaanya dengan maksud dalam berkarir atau supaya hidup senang
atau hal hal lain yang serupa dengan itu, sebagaimana yang dilakukan kebanyakan
wanita zaman sekarang, maka hal ini tidak boleh.
Abdul Aziz bin as-Sadiq mengatakan bahwa hal yang melatarbelakangi penerapan
dan anjuran KB secara umum di negeri-negeri Eropa adalah kehkawatiran mereka
atas perekonomian negara dan kemiskinan yang melanda. Dan ini tentu bertentangan
dan tidak sejalan dengan ajaran Islam secara umum. Salah dalam memahami takdir
dan kerena kedangkalan akallah menyebabkan mereka berburuk sangka kepada
Allah. Padahal Allah Ta’ala menegaskan bahwa Dia-lah yang menanggung rejeki
seluruh hamba-Nya. Sebagaimana tertera dalam firman Allah :
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS:
Hud: 6)
Allah juga membantah orang-orang jahiliyah sebelum Islam yang membunuh anak-
anaknya disebabkan kekhawatiran mereka akan kemiskinan dan memperingatkan
kaum muslimin dari perbuatan tersebut. Sebab perbuatan tersebut mengandung
banyak tindak kejahatan. diantaranya, membunuh jiwa yang diharamkan,
berprasangka buruk kepada Allah dan termasuk menjelek-jelekkan Allah. Allah
berfirman:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang
memberi rejeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu suatu dosa
yang besar.” (QS: al-Isra’ : 31)
Sejalan dengan itu, banyak hadits-hadits yang menganjurkan untuk menikahi wanita
yang subur dan tidak menikahi wanita-wanita yang mandul. Oleh karena itu, ajakan
dan anjuran membatasi keturunan yang diterapkan secara umum kepada seluruh
kalangan tanpa adanya pengecualian dan alasan-alasan tertentu adalah tidak boleh
secara syar’i. Sebab hal ini bertentangan dengan aqidah dan syari’at Islam. Dan
merupakan kesesatan yang nyata.
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-
Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka agar mereka memberi
makan kepada-Ku.” (QS: adz-Dzariyat: 56-57)
Hal ini terbukti bahwa setelah orang-orang Eropa memilih membatasi keturunan
mereka dalam beberapa kurun waktu, mereka kembali dan menyerukan untuk
memperbanyak keturunan setelah mereka menyadari bahwa membasi keturunan
sangat berpengaruh pada lemahnya kekuatan pertahanan negara disebabkan
sedikitnya jumlah penerus mereka. terlebih dari kalangan para pasukan, sementara
peperangan selalu mengintai dan mencerai-berai mereka. maka musnahlah kekuatan
besar mereka, sebagaimana yang telah diketahui.
Mencegah kehamilan permanen atau sterilisasi yang dikenal dalam bahasa arab
dengan istilah at-ta’qim ad-da’im hukumnya sama. berdasarkan banyaknya dalil yang
melarang kebiri. Diantaranya, firman Allah,
َ •ضلَّنَّهُ ْم َوُأَل َمنِّيَنَّهُ ْم َوآَل ُم َرنَّهُ ْم فَلَيُبَتِّ ُك َّن آ َذانَ اَأْل ْن َع ِام َوآَل ُم َرنَّهُ ْم فَلَيُ َغيِّر َُّن خَ ْل
َّ ق هَّللا ِ َو َم ْن يَتَّ ِخ• ِذ
ِ الش• ْيطَانَ َولِيًّ•ا ِم ْن د
ُون ِ َوُأَل
ِ هَّللا ِ فَقَ ْد خ
َس َر ُخس َْرانًا ُمبِينًا
“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-
angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga
binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka
(mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya”. Barangsiapa yang
menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita
kerugian yang nyata.” (QS: An-Nisa’: 119).
Bahwasanya merubah ciptaan Allah adalah tipu daya dan misi setan kepada para
pengikutnya. Dan hal itu adalah haram. sedangkan sterilisasi adalah bentuk dari
merubah ciptaan, yaitu dengan menghilangkan kemampuan memiliki anak. Meskipun
sejatinya ia hanya sebagai fasilitas modern untuk tidak bertanasul, namun hukumnya
tetap haram.[32] Imam an-Nawawi berkata, “pengebiran yang dilakukan terhadap
manusia adalah haram, baik kepada anak kecil ataupun orang dewasa.”
ْ َعلَى ع ُْث َمانَ ْب ِن َم-ص- َر َّد َرسُوْ ُل هللا: يقول-رضي هللا عنه-حديث سعد بن أبي وقاص
ُ َولَوْ َأ ِذنَ لَه،ظعُوْ ِن التَّبَتُّ َل
َص ْينَا ْ
َ الخت
Syaikh Fauzan bin Ali Fauzan dalam fatwanya ketika ditanya kapan syara’
membolehkan mengkonsumsi pil-pil pencegah kehamilan dengan tujuan untuk
menjaga dan memperhatikan pendidikan anak-anaknya yang masih kecil beliau
menjawab, tidak boleh mengkonsumsi pil-pil pencegah kehamilan kecuali karena
darurat, dengan adanya ketetapan dari dokter bahwa kehamilan tersebut akan
menyebabkan kematian sang ibu. Adapun mengkonsumsi pil-pil penunda kehamilan,
maka tidak mengapa jika diperlukan, seperti:
Hamil akan membahayakan anak yang sedang ia susui. Dan pil tersebut tidak
menghentikan kehamilan, tetapi hanya menunda kehamilan, maka tidak mengapa
sesuai dengan kebutuhan tersebut. Dan hal ini dilakukan setelah berkonsultasi dengan
dokter yang ahli dalam masalah ini.
Syaikh bin Bazz di dalam kitab fatwanya mengatakan,“ Tidak mengapa memakai alat
kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran untuk menghindari kemudharatan. Akan
tetapi, hal itu hendaknya dilakukan pada masa menyusui (tahun pertama dan kedua)
hingga tidak menyebabkan kemudharatan untuk kehamilan berikutnya, juga agar
tidak berefek buruk pada pendidikan anak-anaknya. Jika kehamilan yang berurutan
(dalam waktu dekat) memberikan kemudharatan pada pendidikan anak dan kesehatan
dirinya, maka tidak mengapa mengatur jarak kehamilan satu atau dua tahun selama
masa menyusui.
Dalam kitab al Islam Aqidah Wa Syari’ah, syeikh Mahmud Syalthut memberi ulasan
dalam pembahasan mengatur jarak keturunan memulai dengan dalil dari Al-Qur’an
surat al-Baqarah ayat 233:
َ ض ْعنَ َأوْ اَل َده َُّن َحوْ لَ ْي ِن َكا ِملَ ْي ِن ِل َم ْن َأ َرا َد َأ ْن يُتِ َّم الر
ََّضا َعة ُ َو ْال َوالِد
ِ َْات يُر
“Para ibu hendaklah menyusui anaknya selama dua tahun yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuannya”. (QS. al-Baqarah: 233)
Ini adalah bimbingan Allah ﷻuntuk para ibu, supaya mereka menyusui anak-
anaknya dengan sempurna, yaitu 2 tahun penuh. Jika kedua orang tuanya telah
bersepakat untuk menyapihnya kurang dari dua tahun, maka tidak mengapa jika tidak
membahayakan anaknya.
Melalui ayat tersebut syari’at islam ingin memberitahukan bahwa masa menyusui
yang ideal adalah 2 tahun. Dimana pada masa itu seorang ibu menyusukan anaknya
secara sempurna dan bersih. Hal tersebut diperkuat dengan surat al-Ahqaf ayat 15:
صالُهُ ثَاَل ثُونَ َش ْهرًا َ ص ْينَا اِإْل ْن َسانَ بِ َوالِ َد ْي ِه ِإحْ َسانًا َح َملَ ْتهُ ُأ ُّمهُ ُكرْ هًا َو َو
َ ِض َع ْتهُ ُكرْ هًا َو َح ْملُهُ َوف َّ َو َو
“Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orangtuanya,
ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkan dengan susah
payah pula. Masa mengandung sampai menyapihnya adalah selama 30 bulan.” (QS.
al-Ahqaf: 15)
Mencegah kehamilan dalam masa tersebut memberikan waktu yang cukup untuk
istirahat bagi seorang ibu, dapat mengembalikan kekuatan dan vitalitas perempuan
disebabkan hamil dan kepayahan melahirkan. Serta memberi waktu yang cukup luang
untuk mendidik dan menumbuhkembangkan anak secara sungguh-sungguh dan giat
dengan susu murni. Maka inilah yang merupakan esensi dari memberi jarak
kelahiran.
Imam Qurthubi di dalam tafsirnya mengatakan bahwa: jika hamilnya 6 bulan maka
masa menyusuinya adalah 24 bulan, jika hamilnya 7 bulan maka masa menyusuinya
adalah 23 bulan, jika hamilnya 8 bulan maka masa menyusuinya adalah 22 bulan dan
seterusnya.
Pada tahun 1953 M Lajnah Fatawa al-Azhar menetapkan bahwa penggunaan obat-
obatan untuk mencegah kehamilan sementara tidaklah haram, sebagaimana pendapat
Syafi’iyah. Terlebih apabila dihawatirkan kehamilan yang berturut-turut tanpa ada
jeda normal akan membahayakan seorang ibu. berdasarkan firman Allah ,
a. Kontrasepsi alami
2. Metode Penyusuan
3. Metode pantang berkala seksual (KB kalender, suhu basal badan, dan lendir
serviks)
b. Kontrasepsi buatan
1. Kondom
2. Vasektomi
Efek samping jangka pendek akibat tindakan operasi adalah infeksi dan
pembengkakan testis. Efek samping jangka Panjang adalah insidensi kanker testis dan
kangker prostat meningkat pada pria yang pernah menjalani vasektomi.
Unsur penzaliman terhadap salah satu pihak: tidak ada. Karena, tidak
mengganggu hubungan seksual.
Cara pemakaian: dilakukan dengan oprasi baik anestesi local maupun umum
yang memperlihatkan aurat kepada orang lain dalam kondisi tidak darurat.
Para ulama sepakat mengharamkannya karena selama ini yang terjadi adalah
pemandulan.
3. Suntik KB
Saat ini sedang dilakukan penelitian terhadap kontrasepsi hormonal pria yang
mengandung testosteron dan progesteron. Suntikan testosteron enantat 200 mg per
minggu akan menyebabkan azoospermia dan aligo spermina.
Metode ini masih dalam pengembangan dan belum beredar di pasaran. Namun, tetap
memasukannya agar bisa dijadikan sebagai bahan antisipasi bahwasannya pada masa
mendatang akan selalu ada pengambangan metode kontrasepsi baru yang makin
efektif, mudah penggunaannya, serta minimal efek sampingnya. Kita harus senatiasa
waspada serta membekali diri untuk memahami sistem reproduksi diri kita sendiri.
Banyak sekali metode kontrasepsi yang diperuntukan bagi wanita. Kita bahas metode
yang lazim di gunnakan saja.
1. Kontrasepsi Hormonal
Unsur penzaliman terhadap salah satu pihak: ada. Yakni istri dengan
berkurangnya libidonya.
Cara pemakaian: penyuntikan bisa dilakukan tanpa harus memeperlihatkan
aurat.
Hukum metode ini adalah boleh. Tetapi syaikh Utsaimin melarang pemakaian
yang terus menerus karean bisa menjadi KB permanen dan menimbulkan efek
samping yang berbahaya bagi wanita.
3. Sterilisasi
Efek samping: sterilisasi adalah kontrasepsi yang cukup efektif, tetapi jika
gagal ada peningkatan resiko kehamilan ektopik (di luar rahim). Sebagian
wanita akan merasa berduka karena kehilangan, nyeri menstruasi, dan nyeri
bahu yang bersifat sementara pasca oprasi.
Dari penjelasan yang telah kami paparkan diatas, bersumber dari ayat-ayat Al-
Qur’an dan hadits-hadits Rosulullah serta pendapat para Ulama’ Salaf dan
Ulama’ mu’ashirin di zaman ini, dapat kami simpulkan: